Anda di halaman 1dari 22

PEMERIKSAAN SEROLOGI

METODE : RAPID TEST

1. PEMERIKSAAN HEPATITIS B.......................................................................... 14


2. PEMERIKSAAN HEPATITIS C.......................................................................... 17
3. PEMERIKSAAN HIV.......................................................................................... 20
4. PEMERIKSAN SIFILIS....................................................................................... 24

1
PEMERIKSAAN HBSAG

I. TUJUAN
Untuk mengetahui adanya virus Hepatitis B dalam serum penderita.

II. DASAR TEORI

Penyakit hepatitis B disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (VHB). Virus


ini menyerang sel hati dengan melekat pada reseptor spesifik di membran
hepatosit dan melakukan penetrasi ke dalam sitoplasma hepar. Setelah sampai di
sitoplasma, DNA VHB akan masuk ke nukleus hepatosit dan berintegrasi dengan
DNA hospes untuk membentuk protein virus yang akan dilepaskan ke peredaran
darah sebagai antigen. Antigen VHB diekspresikan pada permukaan hepatosit dan
terdapat reaktivitas selular yang dimediasi oleh sel T untuk melawan antigen ini
yang diperkirakan menjadi penyebab utama kerusakan hepatosit (WHO, 2002).
Perjalanan klinis dan diagnosis infeksi VHB ditandai dengan pemeriksaan
serologi terhadap antigen dan antibodi yang terbentuk dan beredar di sirkulasi.
Penanda serologi yang pertama kali dapat dideteksi yaitu HBsAg yang muncul 2
minggu sebelum timbul gejala, diikuti dengan HBeAg yang menunjukkan
replikasi aktif dari virus. Antigen HBc tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan
serologi, karena antigen ini menetap di hepatosit. Fase akut ditandai dengan
terdeteksinya antibodi IgM anti-HBc, dan IgG anti-HBc terbentuk pada fase
lanjutan. Antibodi anti-HBs menunjukkan bahwa orang tersebut kebal terhadap
VHB, baik secara alami maupun didapat dari vaksin (Price & Wilson, 2005).
Berbagai antigen dan antibodi dapat dideteksi menggunakan berbagai
metode, yaitu EIA (Enzyme Immunoassay), ELISA (Enzyme Linked
Immunoassay), ELFA (Enzyme Linked Flouroscent Assay), ICT
(Immunochromatography Test) atau 8 Rapid Test, RIA (Radio Immunoassay),
dan CMIA (Chemiluminescent Microparticle Immunoassay) (Lin et al., 2008).

III. ALAT DAN BAHAN


1. Rapid test (RPR, HBsAg, anti HCV dan HIV) sudah dalam 1 set
2. Yellow tip

2
3. Pipet tetes 50 cc
4. Serum penderita 50 ml (sudah tersedia dalam tabung reaksi)

IV. LANGKAH KERJA


1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Mengeluarkan strip HbsAg dari kemasannya.
3. Menteteskan serum penderita pada lubang strip menggunakan pipet yang
sudah tersedia.
4. Mengamati dan mencatat hasilnya.

V. HASIL

Rapid Test Hasil Keterangan

HBsAg 1 garis merah pada daerah control (C) Negatif

Interpretasi hasil :
 Negatif : Satu garis merah muncul di daerah kontrol (C) . Tidak muncul
garis merah atau merah muda di wilayah uji (T).
 Positif : Muncul dua garis merah yang berbeda. Satu baris harus dalam
daerah kontrol (C ) dan garis lain harus dalam daerah tes (T).

VI. PEMBAHASAN

HBsAg (hepatitis B surface antigten) merupakan suatu tahap secara kualitatif yang
menggunakan serum atau plasma dimana bertujuan untuk mendeteksi adanya HBsAg
dalam serum atau plasma membrane yang dilapisi dengan anti HBsAg antibody pada
daerah garis test selama proses pemeriksaan, sampel serum atau plasma bereksi
dengan partikel yang ditutupi dengan anti HBsAg antibodi, campuran tersebut akan
meresap sepanjang membrane kromatografi dengan anti HBsAg, anti pada membrane
dan menghasilkan suatu hasil postif pada daerah test, jika tidak menghasilkan garis
yang berwarna pada daerah test menunjukan hasil yang negatif Pemeriksaan HBsAg
berguna untuk diagnosa infeksi virus hepatitis B, baik untuk keperluan klinis maupun
epidemiologik, skrining darah di unit-unit transfusi darah, serta digunakan pada

3
evaluasi terapi hepatitis B kronis. Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menetapkan
bahwa hepatitis akut yang diderita disebabkan oleh virus B atau superinfeksi dengan
virus lain.

VII. KESIMPULAN
Jika di temukan satu garis pada daerah control dan satui garis pada daerah tes
maka hasil sample posistif,sedangkan jika di temukan satu garis pada daerah
kotrol maka hasil negative dan jika di temukan satu garis pada daerah tes maka
hasil invalid (tes gagal)

4
PEMERIKSAAN ANTI HCV

I. TUJUAN
Untuk mengetahui adanya virus Hepatitis C dalam serum penderita.

PEMERIKSAAN ANTI HCV

I. TUJUAN

Untuk mengetahui adanya virus Hepatitis C dalam serum penderita.

II. DASAR TEORI

A. Hepatitis
Penyakit yang mempengaruhi hati meliputi kelainan sekunder pada berbagai
penyakit sistemik dan kelainan primer yang lebih spesifik bagi hati itu sendiri. Ada
beberapa penyakit yang ditemukan akibat gangguan hati antara lain hipertensi porta,
pirav vena-porta, sistemik splenomegali, ikterus/jaundice/penyakit kuning, sirosis, dan
hepatitis. Dari beberapa contoh ini yang paling sering dijumpai dalam beberapa kasus
adalah hepatitis.
Hepatitis adalah peradangan pada hati. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
infeksi atau toksin termasuk alcohol, dan dijumpai pada kanker hati. Hepatitis
disebabkan oleh virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menyebabkan
hepatitis (Firefly, 2010).

B. Hepatitis C
a. Pengertian
Penyakit hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis C (HCV = hepatitis C virus). HCV adalah virus RNA yang digolongkan
dalam Flavivirus bersama-sama dengan cirus hepatitis G, Yellow fever, dan
Dengue. Virus ini umumnya masuk ke dalam darah melalui transfusi atau kegiatan-
kegiatan yang memungkinkan virus ini langsung terpapar dengan sirkulasi darah.

5
Kehadiran virus hepatitis C di organ hati memicu dikeluarkannya sistem
kekebalan tubuh yang mengakibatkan proses peradangan. Proses peradangan yang
terus-menerus mengakibatkan penumpukan jaringan parut di hati. Maka terjadilah
apa yang dinamakan sirosis hati.. Hati yang menjadi sirotik dapat gagal melakukan
fungsinya secara normal. Hal ini disebut dengan gagal hati. Gagal hati dapat
mengakibatkan banyak komplikasi penyakit, bahkan kematian. Selain itu sirosis
hati juga meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker hati.

b. Cara Penularan
Yang paling umum dari penyebaran virus hepatitis C adalah penggunaan
jarum suntik yang sama secara berganti-gantian dari satu orang kepada yang lain.
Hal ini sering terjadi pada pecandu narkoba yang kurang peka akan kesterilan alat
suntik yang mereka gunakan. Alat suntik yang aman digunakan adalah alat suntik
baru yang steril dan dipakai hanya untuk sekali pakai untuk satu orang saja.
Alat tatto dan tindik yang tidak steril juga beresiko untuk menularkan virus
ini. Selain itu penggunaan sikat gigi, alat cukur, gunting kuku, alat facial dan alat-
alat yang memungkinkan kontaminasi dengan darah lainnya secara bersama-sama
juga beresiko.
Cara penularan yang lain adalah kecelakaan yang terjadi di laboratorium
atau rumah sakit/klinik pada petugas kesehatan yang tangannya secara tak sengaja
tertusuk jarum bekas pasien penderita hepatitis C (1,8%).
Yang juga berisiko adalah hubungan seksual tanpa kondom dengan
pasangan yang mengidap hepatitis C (1-4%).
Penularan dari ibu kepada anak yang dikandung dan dilahirkannya juga
memungkinkan (sekitar 4 dari 100 anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi).
Sedangkan penularan lewat air susu ibu yang menderita hepatitis C kepada bayi
yang disusuinya belum pernah dilaporkan sehingga ASI dianggap aman. Meski
demikian bila terjadi luka di sekitar puting ibu atau si ibu juga mengidap HIV,
menyusui tidak boleh dilakukan.
Palang Merah Indonesia (PMI) saat ini sudah melakukan screening virus
hepatitis C terhadap tiap sampel darah dari donor untuk mencegah penularan lewat
transfusi darah.
Untuk hubungan sosial seperti berjabat tangan, berpelukan, berciuman,
menggunakan alat makan dan minum yang sama, menggunakan jamban dan kamar

6
mandi yang sama secara wajar tidak menularkan virus hepatitis C. Oleh sebab itu
dalam merawat dan berhubungan sosial dengan keluarga atau sahabat yang
menderita hepatitis C kita tidak perlu ragu atau kawatir. Mereka sangat
membutuhkan perhatian dan suport dari kita (Firefly, 2010).

c. Gejala
Orang yang mulai terinfeksi virus Hepatitis C, sekitar 75% tidak menunjukkan gejala
sakit. Kebanyakan dari mereka tampak sehat-sehat saja. 25% lainnya mungkin merasakan
keletihan, kehilangan napsu makan, nyeri otot atau demam yang tidak spesifik. Pada tahap
awal penyakit jarang sekali terjadi ikterus/ jaundice atau kekuningan pada kulit atau mata.
Hal ini yang membuat kenapa banyak orang tidak sadar bahwa dirinya sudah terinfeksi. Bila
virus masuk ke dalam tubuh biasanya akan dilawan oleh sistem kekebalan tubuh kita dan
mati, namun virus hepatitis C sulit dilawan oleh sistem imun kita dan biasanya akan menjadi
kronis.
Setelah lama berselang dan hati mengalami peradangan yang menetap barulah terlihat
beberapa gejala yang tidak spesifik, seperti cepat lelah dan gejala-gejala tidak kas lainnya
(tidak enak badan). Dalam pemeriksaan darah peningkatan fungsi hati yang menunjukkan
kerusakan hati mulai terjadi. Disinilah biasanya seseorang baru mengetahui bahwa dirinya
terinfeksi.
Bila sudah sampai tahap sirosis hati akan terlihat gejala badan terasa lemah,
kehilangan napsu makan dan turunnya berat badan, kemerahan di telapak tangan, bercak
pembuluh darah di kulit yang bentuknya mirip laba-laba (spider nevi/ spider angioma), proses
pembekuan darah terganggu, pembesaran kelenjar payudara pada laki-laki dan lain-lain. Bila
sudah masuk sampai gagal hati (fungsi hati berhenti) maka hal ini bisa mengakibatkan
penurunan kesadaran seperti ling-lung sampai koma dan yang paling menakutkan adalah
kematian. Pada sirosis hati yang parah biasanya tubuh akan menguning/ terjadi jaundice
(terlihat pada kulit dan mata) akibat hati tidak mampu mengeliminasi bilirubin (komponen
kekuningan hasil perombakan hemaglobin dan sel darah merah) karena banyak selnya yang
sudah rusak.
Akibat sirosis yang lain adalah pengerutan hati akibat bertumpuknya jaringan parut
dapat mencekik pembuluh darah besar yang melewatinya sehingga tekanan disana menjadi
sangat besar. Hal ini disebut dengan Hipertensi Portal/ Portal Hypertension. Dengan berbagai
mekanisme hal ini menimbulkan penumpukan cairan di rongga perut dan perut menjadi
membuncit karenanya. Keadaan ini disebut Ascites. Lainnya terjadi varises di pembuluh vena

7
di kerongkongan (esofagus, saluran yang menuju ke lambung dari mulut) yang sewaktu-
waktu bisa pecah dan menimbulkan perdarahan serius/ masif. Hipertensi portal juga dapat
mengakibatkan gagal ginjal, bembesaran limpa dan anemia (Firefly, 2010).

C. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hepatitis C


Bagi orang yang beresiko atau dicurgai menderita hepatitis C dan belum diobati
sebaiknya melakukan screening test. Screening test pertama untuk hepatitis C adalah
pemeriksaan Anti-HCV dengan teknik ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent
Assay). Pada pemeriksaan ini dilihat apakah tubuh kita memproduksi antibodi terhadap
virus Hepatitis C. Bukan mendeteksi virusnya melainkan antibodinya. Pada orang yang
sehat, tubuhnya tidak memproduksi antibodi terhadap virus hepatitis C. Bila tubuh
meproduksi antibodi terhadap virus hepatitis C itu tandanya virus tersebut ada di dalam
tubuh dan tubuh berusaha untuk melawannya dengan mengeluarkan antibodi.
Hasil anti-HCV ELISA bisa positif/reaktif, borderline/nilainya positif ringan,
atau negatif/non reaktif. Bila hasilnya negatif dan orang yang bersangkutan bukan
tergolong beresiko tinggi tertular hepatitis C, berarti orang tersebut tidak terinfeksi dan
tidak perlu melakukan pemeriksaan lain. Bila hasilnya positif/ reaktif atau borderline,
belum tentu orang tersebut terinfeksi. Kadang kala hasil tes pertama yang positif bisa
saja salah. Sehingga bila hanya sekali melakukan tes Anti-HCV hasilnya reaktif atau
borderline sebaiknya dilakukan tes penunjang (tahap kedua).
Tes penunjangnya adalah tes Anti-HCV dengan teknik RIBA (Recombinant
Immunoblot Assay) yang juga mendeteksi adanya antibodi terhadap virus hepatitis C.
Bila hasilnya negatif dan orang yang bersangkutan bukan tergolong beresiko tinggi
tertular hepatitis C, berarti orang tersebut tidak terinfeksi dan menunjukkan bahwa tes
sebelumnya hasilnya salah sehingga tidak perlu melakukan tes lainnya lagi. Bila positif
berarti orang tersebut benar terinfeksi. Sedangkan bila hasilnya indeterminate berarti
hasilnya masih belum jelas (unclear).
Untuk hasil tes anti-HCV RIBA yang positif dan indeterminate sebaiknya
dilakukan tes berikutnya (tahap ketiga) yang lebih sensitif yaitu HCV-RNA. Pada
orang-orang yang tergolong beresiko tinggi untuk terpapar hepatitis C juga dianjurkan
untuk meakukan tes ini. Dalam pemeriksaan ini dideteksi kadar RNA virus di dalam
tubuh. Yang dideteksi bukan antibodinya melainkan virusnya. Bila ditemukan virus di
dalam darah/ positif berarti infeksi sedang berlangsung. Bila hasilnya negatif belum
tentu orang tersebut tidak terinfeksi. Bisa saja virusnya baru saja masuk ke dalam tubuh

8
atau masih berjumlah sedikit sehingga tes sebaiknya diulang kembali untuk
memastikan. Bila orang yang beresiko tertular telah melakukan dua kali tes Anti-HCV
dan hasilnya negatif, lalu melakukan tes HCV-RNA dan hasilnya positif, ini artinya
infeksi telah berlangsung namun tubuh tidak mampu memproduksi antibodi secara
memadai.
Tes HCV-RNA juga berguna untuk mengetahui respon virologi pasien hepatitis
C untuk menilai keberhasilan pengobatan terhadap obat-obatan antiviral yang diberikan
dokter.
Untuk mendeksi adanya kerusakan pada organ hati biasanya dokter
menganjurkan pemeriksaan fungsi hati, seperti SGPT, SGOT dan bilirubin. Atau dokter
bisa juga menganjurkan biopsi hati (Putri, 2012).

III. ALAT DAN BAHAN

1. Rapid test (RPR, HBsAg, anti HCV dan HIV) sudah dalam 1 set

2. Yellow tip

3. Pipet tetes 50 cc

4. Serum penderita 10 ml (sudah tersedia dalam tabung reaksi)

IV. LANGKAH KERJA

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Mengeluarkan strip HCV dari kemasannya.

3. Menteteskan serum penderita pada lubang strip menggunakan pipet yang sudah
tersedia.

4. Mengamati dan mencatat hasilnya.

V. HASIL

9
Rapid Test Hasil Keterangan

Anti-HCV Muncul 1 garis merah pada daerah control (C) Negatif

Interpretasi hasil :

Negatif : Satu garis merah muncul di daerah kontrol (C) . Tidak muncul

garis merah atau merah muda di wilayah uji (T).

Positif : Muncul dua garis merah yang berbeda. Satu baris harus dalam

daerah kontrol (C ) dan garis lain harus dalam daerah tes (T).

VI. PEMBAHASAN

Pada pemeriksaan anti HCV, dilakukan metode yang sama (rapid test). Tujuan
pemeriksaan ini adalah untuk mendeteksi secara kualitatif ada tidaknya antibodi
virus hepatitis C dalam sampel serum pasien. Sampel serum yang dipergunakan
sudah disiapkan sebelumnya. Seacara visual, sampel serum yang digunakan
berwarna kuning dengan konsistensi kental. Selanjutnya cassete test dikeluarkan
dari bungkusnya dan ditempatkan di tempat yang datar dan kering. Sampel serum
diteteskan secara vertikal pada sumur sampel (tanda S) dari cassete test
menggunakan pipet tetes. Tujuan pemipetan secara vertikal adalah agar volume
yang dihasilkan tidak berkurang/tidak ada sampel yang bersisa pada pipet
(volume tepat 10µl). Saat pemipetan juga sebaiknya ujung tip tidak menyentuh
cassete test/sumur sampel secara langsung untuk mencegah kontaminasi.

Hasil pemeriksaan dibaca setelah 15-20 menit. Jika hasil dibaca setelah 20
menit akan menunjukkan hasil invalid dan pemeriksaan harus diulang.
Pembacaan yang lebih dari 20 menit dapat menyebabkan hasil yang sebenarrya
positif berubah menjadi negatif akibat terlepasnya ikatan konjugat koloid emas
antigen HCV dengan antibodi spesifik dalam sampel dan secara otomatis
kompleks antigen-antibodi tidak akan terbentuk lagi (hilang). Waktu 15-20 menit
merupakan operating time yaitu waktu optimum yang diperlukan untuk
membentuk kompleks antigen antibodi. Membran test yang dilapisi dengan

10
protein koloidal emas berupa antigen virus HCV yang akan bereaksi dengan
antibodi spesifik pada sampel pasien. Ikatan antigen dan antibodi akan bermigrasi
secara kromatografi ke daerah uji dan membentuk garis warna.

Dari hasil pembacaan, didapatkan hasil negatif karena garis merah yang
muncul hanya 1 dan pada daerah kontrol (C). Hal ini berarti dalam sampel serum
tidak mengandung antibodi HCV (pasien tidak mengalami infeksi virus hepatitis
C).

VII. KESIMPULAN

Pada pemeriksaan anti-HCV jika di temukan satu garis pada daerah kontrol
dan satu garis pada daerah tes maka hasilnya positif ,sedangkan jika di temukan
satu garis pada daerah kotrol maka hasil negatif dan jika di temukan satu garis
pada aderah tes maka hasil invalid (tes gagal)

11
PEMERIKSAAN HIV

I. TUJUAN

Untuk mengetahui adanya virus HIV pada serum darah pasien.

II. DASAR TEORI

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau


penyakit yang diakibatkan karena penurunan kekebalan tubuh akibat adanya infeksi oleh
Human Imunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk famili retroviridae. AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. (Djoerban Z dkk, 2006)

2. Etiologi
AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu virus RNA berbentuk sferis
yang termasuk retrovirus dari famili Lentivirus.(Gambar 1). Strukturnya tersusun atas
beberapa lapisan dimana lapisan terluar (envelop) berupa glikoprotein gp120 yang
melekat pada glikoprotein gp41. Selubung glikoprotein ini berafinitas tinggi terhadap
molekul CD4 pada permukaan T-helper lymphosit dan monosit atau makrofag. Lapisan
kedua di bagian dalam terdiri dari protein p17. Inti HIV dibentuk oleh protein p24. Di
dalam inti ini terdapat dua rantai RNA dan enzim transkriptase reverse (reverse
transcriptase enzyme). ( Merati TP dkk,2006)
Ada dua tipe HIV yang dikenal yakni HIV-1 dan HIV-2. Epidemi HIV global
terutama disebabkan oleh HIV-1 sedangkan tipe HIV-2 tidak terlalu luas penyebarannya.
Tipe yang terakhir ini hanya terdapat di Afrika Barat dan beberapa negara Eropa yang
berhubungan erat dengan Afrika Barat. (Merati TP dkk,2006)

III. ALAT DAN BAHAN


1. Rapid test (RPR, HBsAg, anti HCV dan HIV) sudah dalam 1 set
2. Yellow tip
3. Pipet tetes 50 cc
4. Serum penderita 100 ml (sudah tersedia dalam tabung reaksi)

12
IV. LANGKAH KERJA
1. Sediakan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Letakan Rapid di tempatnya, kemudian ambil serum darah pasien dan
perhatikan jangan sampai terdapat gelembung.
3. Diteteskan serum 50 cc ke dalam lubang Rapid.
4. Hasil dibaca antara 10-15 menit setelah meneteskan sampel.
5. Pembacaan dilakukan tidak boleh lebih dari 15 menit karena dapat
menimbulkan positive palsu.

V. HASIL

Rapid Test Hasil Keterangan

HIV Muncul 1 garis merah pada daerah control (C) Negatif

Interpretasi Hasil

1. HIV negative (-): terbentuk satu garis warna pada zona garis control saja.
C T1 T2

2. HIV positif (+): terbentuk dua atau tiga garis berwarna, satu pada zona garis
test 1 atau 2 dan satu pada zona garis control.

C T1 T2 C T1 C T2

3. Invalid / Test gagal Jika tidak timbul garis warna pada zona Control maka test
dinyatakan gagal, ulangi test dengan alat baru.
C T1 T2 C T1 T2 C T1 T2 C T1 T2

VI. PEMBAHASAN
13
Pemeriksaan antibody HIV dalam serum atau plasma merupakan cara yang
umum yang lebih efisien untuk menentukan apakah seseorang tak terlindungi dari
HIV dan melindungi darah dan elemen-elemen yang dihasilkan darah untuk HIV.
Perbedaan dalamsifat-sifat biologis, aktifitas serologis, dan deretan genom, HIV 1
dan 2 positif sera dapat diidentifikasi dengan menggunakan tes serologis dasar
HIV.
Pada praktikum kali ini, yang kami lakukan yaitu mendeteksi adanya adanya
Human Imuno Defisiensi Virus pada serum pasien. Pertama-tama yang dilakukan
yaitu mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan lalu mengambil Rapid
dan ditempatkan di tempatnya, kemudian ambil 50 cc serum darah pasien dan
diteteskan ke dalam lubang Rapid. Selanjutnya, hasil dibaca setelah 10 menit.
Pada hasil praktikum, jika di peroleh satu garis pada daerah kontrol dan satu garis
di daerah tes maka hasil sample positif ,sedangkan jika di temukan satu garis pada
darah kontrol maka hasil sample negative dan jika di temukan satu garis pada
daerah tes maka hasi sample invalid(tes gagal)
AIDS merupakan hasil infeksi yang berbahaya oleh virus yang disebut HIV.
Belum ada cara penyembuhan yang sempurna atau vaksin yang memadai untuk
perlindungan terhadap AIDS, tapi berbagai cara pengobatan sedang dalam proses
percobaan. Cara terbaik untuk melawan wabah ini adalah mencegah penularan
dan penyebaran virusnya. Jalur utama dari penyebaran atau penularan HIV adalah
hubungan seksual dan diketahui hanya terjadi lewat kontak dengan darah yang
terinfeksi, atau mungkin sekresi vagina, atau cervik (leher rahim) dengan selaput
lendir (membran mukosa). Sejumlah kecil kasus telah ditularkan melalui ibu ke
janin atau melalui tranfusi darah atau benda yang berasal dari darah yang
terkontaminasi dengan virus HIV. Jumlah penduduk yang menderita AIDS
semakin meningkat dan sebagian besar penduduk yang telah terinfeksi HIV tidak
menunjukan gejala apapun, (Waluya, 2001).

VII. KESIMPULAN

Pemeriksaan HIV 1 dan 2 metode Imunokromatografi Rapid Test


mempunyai kelebihan yaitu waktu pemeriksaan cepat (hanya berkisar 15-30
menit), mudah dilakukan, tidak menggunakan alat khusus dan cukup sensitif.
antigen yang dipakai adalah antigen sintetik bukan berasal dari antigen HIV. Test
ini digunakan sebagai screening test terhadap HIV

14
. PEMERIKSAAN SIFILIS

I. TUJUAN PRAKTIKUM
 Untuk mengetahui cara melakukan pemeriksaan sifilis metode
immunochromatografi rapid test
 Untuk mendeteksi adanya antibodi treponema pallidum pada serum

II. PRINSIP KERJA


Rapid test strip immunoassay untuk mendeteksi antibodi (Ig G dan Ig M) Treponema
pallidum dalam serum, plasma, whole blood. Antigen sifilis rekombinann terdapat
pada dearah garis test, kemudian bereaksi dengan antigen sifilis yang melapisi partikel
pada daerah test. Campuran ini bergerak secara kromatografi sepanjang garis test dan
akan bereaksi dengan antigen sifilis pada test strip.

III. LANDASAN TEORI


Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponemal
palidum. Penularan melalui kontak seksual, melalui kontak langsung dan
kongenital sifilis (melalui ibu ke anak dalam uterus). Penyakit sifilis adalah
penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun walaupun frekuensi penyakit
ini mulai menurun, tapi masih merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat
menyerang seluruh organ tubuh termasuk sistem peredaran darah, saraf dan dapat
ditularkan oleh ibu hamil kepada bayi yang di kandungnya. Sehingga
menyebabkan kelainan bawaan pada bayi tersebut. Sifilis sering disebut sebagai
“Lues Raja Singa”.
Banyak dari para penderita sifilis yang tidak menyadari jika mereka terkena sifilis
dan karena itu mereka tidak mendapat pengobatan yang baik. Infeksi terutama
didapat apabila ada kontak langsung dengan luka terbuka sifilis yang sedang aktif.
Sifilis mempunyai beberapa stadium infeksi. Setelah terinfeksi dengan sifilis, ada
masa inkubasi, yaitu masa sampai sebelum timbulnya gejala luka terbuka yang
disebut ”chancre” sekitar 9-90 hari, umumnya rata-rata saat 21 hari sudah terlihat.
Stadium pertama sifilis bisa ada sebuah luka terbuka yang disebut chancre di
daerah genital, rektal, atau mulut. Luka terbuka ini tidak terasa sakit. Pembesaran
kelenjar limfe bisa saja muncul. Seorang penderita bisa saja tidak merasakan

15
sakitnya dan biasanya luka ini sembuh dengan sendirinya dalam waktu 4-6
minggu, maka dari itu penderita biasanya tidak akan datang ke dokter untuk
berobat, tetapi bukan berarti sifilis ini menghilang, tapi tetap beredar di dalam
tubuh. Jika tidak diatasi dengan baik, akan berlanjut hingga stadium selanjutnya.
Stadium kedua muncul sekitar 1-6 bulan (rata-rata sekitar 6-8 minggu) setelah
infeksi pertama, ada beberapa manifestasi yang berbeda pada stadium kedua ini.
Suatu ruam kemerahan bisa saja timbul tanpa disertai rasa gatal di bagian-bagian
tertentu,seperti telapak tangan dan kaki, atau area lembab, seperti skrotum dan
bibir vagina. Selain ruam ini, timbul gejala-gejala lainnya, seperti demam,
pembesaran kelenjar getah bening, sakit tenggorokan, sakit kepala, kehilangan
berat badan, nyeri otot, dan perlu diketahui bahwa gejala dan tanda dari infeksi
kedua sifilis ini juga akan bisa hilang dengan sendirinya, tapi juga perlu diingat
bahwa ini bukan berarti sifilis hilang dari tubuh Anda, tapi infeksinya berlanjut
hingga stadium laten.
Stadium laten adalah stadium di mana jika diperiksa dengan tes laboratorium,
hasilnya positif, tetapi gejala dan tanda bisa ada ataupun tidak. Stadium laten ini
juga dibagi sebagai stadium awal dan akhir laten. Dinyatakan sebagai sifilis laten
awal ketika sifilis sudah berada di dalam badan selama dua tahun atau kurang dari
infeksi pertama dengan atau tanpa gejala. Sedangkan sifilis laten akhir jika sudah
menderita selama dua tahun atau lebih dari infeksi pertama tanpa adanya bukti
gejala klinis. Pada praktiknya, sering kali tidak diketahui kapan mulai terkena
sehingga sering kali harus diasumsikan bahwa penderita sudah sampai stadium
laten.
Sifilis tersier yang muncul pada 1/3 dari penderita yang tidak ditangani dengan
baik. Biasanya timbul 1-10 tahun setelah infeksi awal, tetapi pada beberapa kasus
bisa sampai 50 tahun baru timbul, stadium ini bisa dilihat dengan tanda-tanda
timbul benjolan seperti tumor yang lunak. Pada stadium ini, banyak kerusakan
organ yang bisa terjadi, mulai dari kerusakan tulang, saraf, otak, otot, mata,
jantung, dan organ lainnya.
Dari segi imunoassai, suatu infeksi dengan T.pallida yang dikenal sebagai
pengobatan dari Sifilis akan menimbulkan 2 jenis antibody sebai berikut :
a. Antibodi nontreponemal atau regain sebagai akibat dari sifilis atau
penyakit infeksi yang lain. Antibodi ini baru terbentuk setelah penyakit menyebar
kekelenjar limfe regional dan menyebabkan kerusakan jaringan. Antibodi ini

16
membrikan reaksi silang dengan beberapa antigen dari jaringan lain seperti
misalnya dengan antigen lipoid dari ekstrak otot jantung.
b. Antibodi treponemal yang bereaksi dengan T.pallida dan closely related
Strains. Dalam golongan antibody ini dapat dibedakan 2 jenis antibody yaitu:
Group Treponemal antibody, yaitu antibody terhadap antigen somatic yang
dimiliki oleh semua Treponemal. Antibodi terponemal yang spesifik, yaitu
antibody terhadap antigen spesifik dari T.pallidum.
Untuk mengetahui tertular sipilis atau tidak, maka harus melakukan Test TPHA
(Treponema Palledum Hemaglutination). Tindakan ini untuk mengetahui secara
spesifik apakah ada reaksi antibodi terhadap kuman treponema. Jika di dalam
tubuh ditemukan adanya kuman ini, maka hasil tes positif. Pasien dinyatakan
positif tertular.
Selain Test TPHA dilakukan juga test VDRL (Venereal Desease Research
Laboratory). Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) / Serum atau
Cerebrospinal Fluid (RPR) merupakan satu-satunya pemeriksaan laboratorium
untuk neunurosipilis yang disetujui oleh Centers for Disease Control. Pemeriksaan
VDRL serum bisa memberikan hasil negatif palsu pada tahap late sipilis dan
kurang sensitif dari RPR. Penyakit Pemeriksaan VDRL merupakan pemeriksaan
penyaring atau Skrining Test, dimana apabila VDRL positif maka akan
dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA (Trophonema Phalidum Heamaglutinasi).
Hasil uji serologi tergantung pada stadium penyakit misalnya pada infeksi primer
hasil pemeriksaan serologi biasanya menunnjukkan hasil non reaktif. Troponema
palidum dapan ditemukan pada chancre. Hasil serologi akan menunjukan positif
1-4 minggu setelah timbulnya chancre. Dan pada infeksi sekunder hasil serelogi
akan selalu pisitif dengan titer yang terus meningkat. Pasien yang terinfeksi
bakteri treponema akan membentuk antibody yang terjadi sebagai reaksi bahan-
bahan yang dilepaskan karena kerusakan sel-sel. Andibody tersebut disebut
regain. Test VDRL dilakukan juga sebagai tindakan skrining awal. Di
laboratorium petugas akan mengambil sampel cairan dari tubuh Anda. Kuman
TREPONEMA PALLEDUM ini awalnya berkembang biak di tempat masuknya.
Bisa dari saluran kencing atau luka infeksi. Kemudian sebagian kuman akan
masuk menyerang kelenjar getah bening yang berdekatan dan peredaran darah.
Maka biasanya pemeriksaan dilakukan dengan mengambil cairan jaringan dari
lesi, kelainan kulit dan darah.

17
PEMBAHASAN
Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh
bakteri treponema pallidum, sangat kronis dan bersifat sistemik. Pada
perjalanannya dapat menyerang hamper semua alat tubuh, dapat menyerupai
banyak penyakit dan dapat ditularkan melalui satu orang ke orang lain melalui
hubungan genitor-genital maupun oro-genital(seks oral). Infeksi ini dapat
ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan.
Uji Treponema merupakan uji yang spesifik terhadap sifilis, karena mendeteksi
langsung Ab terhadap Ag Treponema pallidum. Biasanya uji ini digunakan untuk
mengkonfirmasi uji non treponema dan untuk menilai respon bakteri treponema
tersebut. Pada praktikum ini digunakan serum plasma pada whole blood.
Pada praktikum pemeriksaan VDRL menggunakan metode Semikuantitatif
dengan prinsip adanya antibody regain (antibody non treponema) dalam serum
penderita akan bereaksi dengan antigen lipoid yang terkandung dalam reagen
VDRL membentuk presipitan.
Pada praktikum ini kami menggunakan 2 sampel yaitu sampel Agung dan sampel
tanpa nama (No Name). Kedua sampel ini merupakan sampel yang diduga
abnormal. Sampel yang digunakan berupa serum. Kedua sampel diencerkan
dengan menggunakan Na-fis (1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, dst.) Memindahkan serum
yang telah diencerkan tersebut sebanyak 20 μl ke objectglass. Kemudian
meneteskan juga reagen lateks sebanyak 20 μl pada objectglass tersebut.
Kemudian dilakukan penghomogenan dan ditutup dengan deckglass. Pengamatan
dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100 x 10.
Hasil dikatakan positif jika ditemukan kristal-kristal pada pengamatan mikroskop.
Setelah dilakukan pengamatan dengan mikroskop, untuk kedua sampel tersebut
hingga sampel dengan pengenceran 1/512 masih terlihat kristal-kristal VDRL.
Kristal-kristal yang terbentuk ini tidak berwarna namun dindingnya terlihat dan
jika dilihat sekilas bentuknya seperti pecahan kaca. Jika Kristal-kristal VDRL
masih ditemukan hingga pengenceran 1/256, maka sampel dapat dikatakan positif
terinfeksi Treponema palidum.
Interpretasi hasil positif pemeriksaan VDRL dapat diduga adanya penyakit sipilis.
Pada dasarnya Test VDRL hanya digunakan untuk skrining test saja, atau
pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui adanya kuman penyebab sipilis

18
pada tahap awal. VDRL merupakan pemeriksaan sipilis yang tidak spesifik tetapi
cukup sensitif.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan pemeriksaan :
1) Apabila specimen yang diterima adalah cairan otak maka specimen tersebut
harus disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm salam 5-10 menit
2) Apabila serumnya lipemik baiknya disentrifuge pada kecepatan tinggi yaitu
10000 rpm selama 10 menit
3) Serum yang lipemik dan lisis tidak boleh diperiksa

VIII. KESIMPULAN
• Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan Sifilis menggunakan rapid test. Hal
ini untuk mendeteksi adanya antibody Treponema pallidum pada serum.
Jika di temukan satu garis pada daerah kontrol dan satu garis pada daerah tes
maka hasil sample positif ,sedangkan jika di temukan satu garis pada daerah
kontrol maka hasil negatif dan jika di temukan satu garis pada daerah tes maka
hasil invalid (tes gagal)

19
Lampiran:

20
DAFTAR PUSTAKA

 https://id.scribd.com/document/365431702/Laporan-praktikum-pemeriksaan-HIV-
docx
 JurnalKesMaDaSka-januari 2014
 Penuntun Praktikum Patologi Klinik Blok DDT Fakultas Kedokteran UNC,
penyusun: dr. Elisabeth Levina S. Setianingrum, Sp.PK
 Journal.unnes.ac.id
 MEDICAL LABORATORY TECHNOLOGY JOURNAL (2015)
 http:// repository.unimus.ac.ad .Jurnal Universitas Muhammadiyah Semarang
 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Politeknik Kesehatan
Denpasar.Pemeriksaan uji silang (Crossmatch).Tahun 2015
 Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau. Laporan Praktikum Imunologi Cross Matching
Rutin.Tahun 2012
 Mayhoneys. 2008. Sistem Golongan Darah ABO dan Rhesus.
 http://www.ittelkom.ac.id/library/index.php?view=article&catid=20%3Ainformatika
&id=1%3Asistem-golongan-darah-abo-dan-rhesus&option=com_content&Itemid =15
Diakses 6 Mei 2010
 https://www.scribd.com/doc/369784350

21
22

Anda mungkin juga menyukai