Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai

dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Preeklampsia terjadi pada

umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37

minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan.

Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai

preeklampsia yang berat.1,2


Data yang didapat dari penelitian WHO pada kurun waktu 2001-2005,

hipertensi dalam kehamilan seperti preeklampsia adalah penyebab kematian ibu

terutama di Amerika Latin sebesar 25,7% dan penyebab kematian kedua di

Negara maju dengan presentase sebesar 16,1%.3 Di Indonesia menurut data dari

RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 1997 didapatkan angka kejadian

preeklampsia 3,7% dan eklampsia 0,9%. Di RS Sanglah dari tahun 1997-2000

ditemukan preeklampsia sebesar 3,86% dari seluruh persalinan dalam kurun

waktu tersebut. Sedangkan dari 23 kematian ibu di RS Sanglah selama kurun

waktu 3 tahun (2002-2004) ditemukan 6 kematian ibu (26%) yang berhubungan

dengan preeklampsia/eklampsia.4
Angka kejadian preeklampsia di Kalimantan Selatan tahun 2012, terdapat

11,5% yang mengalami preeklampsia dari jumlah pasien 228 orang, ibu hamil

preeklampsia menjadi penyebab utama kematian ibu yaitu 52,9% diikuti

1
2

perdarahan 26,5% dan infeksi 14,7%. Hal ini membuat preeklampsia masih

menjadi masalah dalam pelayanan kebidanan di Indonesia. Kematian ibu di

Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2013 disebabkan oleh perdarahan

sebanyak 35,2%, preeklampsia sebanyak 47,2%, infeksi sebanyak 0% dan lain-

lain sebanyak 17,6%. Dilihat dari data tersebut penyebab utama kematian ibu di

Kalimantan Selatan adalah preeklampsia.5


Terdapat banyak faktor yang dapat mempermudah ibu hami jatuh dalam

kondisi preeklampsia. Faktor-faktor risiko tersebut antara lain primigravida,

primipaternitas, umur yang ekstrim, hiperplasentosis, riwayat pernah mengalami

preeklampsia, riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia, penyakit

ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil, dan obesitas. Faktor risiko

umur yang ekstrim dapat terjadi karena pada saat ini tidak jarang seorang wanita

memilih untuk tidak segera menikah dengan alasan pekerjaan sehingga pada

akhirnya ia harus hamil di usianya yang sudah mencapai 35 tahun atau bahkan

diatasnya.6
Prematuritas, intrauterine fetal growth restriction (IUGR),

oligohidramnion, displasia bronkopulmoner, dan peningkatan kematian perinatal

adalah komplikasi lain yang dapat terjadi pada neonatus. Pada tubuh ibu dapat

terjadi kerusakan hepar maupun disseminated intravascular coagulation (DIC)

yang memiliki prognosis buruk. Preeklampsia menjadi faktor risiko penyakit

kardiovaskular bagi ibu di masa selanjutnya. Masih tingginya insidensi

preeklampsia, banyaknya faktor risiko yang dapat mempermudah ibu untuh jatuh

dalam kondisi tersebut, serta bahaya komplikasi yang dapat menimpa ibu maupun

bayi menjadikan pengelolaan preeklampsia wajib dilakukan secara benar.6


3

Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai seorang pasien dengan

G1P0A0 THIU letak kepala dengan preeklampsia berat diruang vk bersalin RSUD

Ulin Banjamasin. Diagnosis ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

Anda mungkin juga menyukai