Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS KASUS KEPAILITAN PT CIPTA TELEVISI PENDIDIKAN INDONESIA

(TPI) DAN PERGANTIAN NAMA MENJADI MNCTV

MUHAMMAD ARIEF FAUZI

8335123535

INTRODUCTION TO MANAGEMENT

S1 AKUNTANSI REG B 2012

AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2013

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper Pengantar
Manajemen yang berjudul “Analisis Kasus Kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan
Indonesia (TPI) dan Pergantian Nama Menjadi MNCTV”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Destria, selaku guru pembimbing dan guru
mata pelajaran Pengantar Manajemen serta semua pihak yang telah membantu dan
memberikan dorongan sehingga paper ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu yang sempurna. Begitu pula dalam
pembuatan paper ini masih banyak kekurangan dan kesalahan yang penulis lakukan.

Maka dari itu, penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai
pihak dengan lapang dada dan demi kemajuan paper ini. Penulis berharap paper ini dapat
menjadi sumber pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca. Atas perhatiannya penulis
ucakan terima kasih.

Jakarta, 30 Maret 2013

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kepailitan merupakan suatu keadaan yang dialami oleh banyak perusahaan. Masalah
kepailitan tentunya tidak lepas dari masalah yang berkaitan dengan utang – piutang. Sebuah
perusahaan dikatakan pailit apabila perusahaan tidak mampu membayar utangnya terhadap
perusahaan (kreditor) yang telah memberikan pinjaman kepada perusahaan yang pailit. Kasus
pailitnya PT. Cipta Televisi Indonesia atau yang lebih familiar disebut dengan TPI dengan
slogan MIlik Kita Bersama ini adalah salah satu contoh dari begitu banyaknya perusahaan
yang dinyatakan pailit oleh kreditornya.

Berawal dari tuntutan Crown Capital Global Limited (CCGL), sebuah perseroan yang
berkedudukan di British Virgin Island terhadap TPI dalam dokumen resmi yang diperoleh di
pengadilan, permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Crown Capital melalui kuasa
hukumnya, Ibrahim Senen, dengan perkara No. 31/PAILIT/2009/PN.NIAGA JKT PST,
tertanggal 19 Juni 2009. Pemohon, dalam permohonan pailitnya, mengklaim termohon
mempunyai kewajiban yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih US$ 53 juta (nilai pokok
saja), di luar bunga, denda, dan biaya lainnya. Pemohon juga menyertakan kreditur lainnya
yakni Asian Venture Finance Limited dengan tagihan US$ 10.325 juta diluar bunga, denda,
dan biaya lainnya.

Melihat laporan CCGL, pihak Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
mengabulkan permohonan tuntutan dari CCGL untuk mempailitkan TPI pada 14 Oktober
2009. Namun, rupanya Pengadilan Niaga melakukan kesalahan ketika memutusakan untuk
mempailitkan TPI. Pengadilan Niaga tidak melakukan proses verifikasi utang – piutang
secara lebih jeli, sehingga akibatnya banyak pihak yang seakan – akan menyalahkan
keputusan Pengadilan Niaga yang tidak memberi kesempatan TPI untuk membela diri.

Kejanggalan ini kemudian disangka sebagai akibat munculnya Markus (Makelar Kasus) yang
tidak beritikad baik dan berencana merugikan TPI. Merasa tidak bersalah, TPI melakukan
kasasi untuk permohonan peninjauan kembali kasus tersebut kepada Mahkamah Agung.
Sidang putusan kasasi kasus pailit TPI ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Abdul Kadir
Moppong dengan hakim anggota Zaharuddin Utama dan M. Hatta Ali. Sungguh kabar yang
membawa angin segar bagi TPI dan seluruh pihak yang telah mendukung TPI dalam usaha
penolakan kasus pailit karena pada hari Selasa, 15 Desember 2009 Mahkamah Agung telah
mengabulkan permohonan kasasi TPI yang diajukan oleh karyawan PT. Cipta Televisi
Pendidikan Indonesia (TPI). Alhasil, putusan pailit atas TPI pun batal.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa


masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kronologi kasus sengketa kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan


Indonesia (TPI)?
2. Bagaimana hasil kasus putusan kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia
(TPI)?
3. Mengapa PT Cipta Televisi Indonesia (TPI) berganti nama menjadi MNCTV?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui kronologi kasus sengketa kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan


Indonesia (TPI).
2. Untuk mengetahui hasil kasus putusan kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan
Indonesia (TPI).
3. Untuk mengetahui alasan PT Cipta Televisi Indonesia (TPI) berganti nama menjadi
MNCTV.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Pailit

Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan
keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini
pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur
dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah.

2.2. Tinjauan Syarat Pengajuan Permohonan Kepailitan

Berdasarkan bunyi Pasal 2 ayat 1, yang menyatakan bahwa “debitor yang mempunyai dua
atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya
sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”. Berdasarkan ketentuan pasal
tersebut di atas, maka syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit
adalah sebagai

1. Adanya utang;
2. Minimal satu utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih;
3. Adanya Kreditur lebih dari satu;
4. Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan “Pengadilan
Niaga”
5. Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang Undang Kepailitan.

2.3. Pengertian Akuisisi

Akuisisi adalah pembelian suatu perusahaan oleh perusahaan lain. Akusisi sering digunakan
untuk menjaga ketersedian pasokan bahan baku atau jaminan produk akan diserap oleh pasar.

2.4. Competitive Advantage


Competitive Advantage adalah suatu keunggulan produk yang dimiliki perusahaan agar dapat
bersaing dengan perusahaan lain serta dapat saling melengkapi satu sama lain. Competitive
Advantage terbagi menjadi 4 macam yaitu :

1. Inovasi adalah memperkenalkan berbagain produk dan jasa yang baru.


2. Kualitas adalah keistimewaan dari suatu produk yang dimiliki perusahaan.
3. Kecepatan adalah pelaksanaan, respon, dan pengiriman yang cepat dan tepat dari
suatu produk.
4. Daya saing biaya adalah menekankan biaya-biaya yang dikeluarkan serendah
mungkin untuk dapat meraih keuntungan dan mematok harga produk atau jasa di
tingkat harga yang menarik bagi konsumen

2.5. Lingkungan Kompetitif

Lingkungan kompetitif adalah lingkungan yang terjadi langsung berhubungan dengan


organisasi perusahaan tersebut. Lingkungan terbagi menjadi:

1. Pesaing, yaitu perusahaan yang berdiri pada bidang yang sama dan sudah memiliki
pasar.
2. Pendatang baru, yaitu perusahaan yang baru masuk pasar.
3. Substitusi, yaitu pengganti barang yang sudah ada.
4. Pemasok, yaitu menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk berproduksi.
5. Konsumen, yaitu para pembeli barang atau jasa yang ditawarkan.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Kronologi Kasus Kepailitan TPI

TPI pertama kali mengudara pada 1 Januari 1991 selama 2 jam dari pukul 19.00-21.00 WIB.
TPI diresmikan Presiden Soeharto pada 23 Januari 1991 di Studio 12 TVRI Senayan, Jakarta.
Secara bertahap, TPI mulai memanjangkan durasi tayangnya. Pada akhir 1991, TPI sudah
mengudara selama 8 jam sehari. TPI didirikan oleh putri sulung Presiden Soeharto, Siti
Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut dan sebagian besar sahamnya dimiliki oleh PT Cipta
Lamtoro Gung Persada. Stasiun televisi yang akrab dengan masyarakat segmen menengah
bawah ini harus diakui tidak memiliki kinerja keuangan yang baik, terutama ketika TPI
kemudian memutuskan keluar dari naungan TVRI dan beralih menjadi stasiun musik dangdut
pada pertengahan 1990-an.

Secara berangsur-angsur kinerja keuangan memburuk, utang-utang pun kian menumpuk.


Pada tahun 2002, posisi utang TPI sudah mencapai Rp 1,634 triliun, jumlah yang sangat
besar untuk periode tahun itu. Mbak Tutut pun yang saat itu juga terbelit utang maha besar
kelimpungan. Di satu sisi dirinya menghadapi ancaman pailit, di sisi lain utang TPI juga
terancam tak terbayar. Di tengah kondisi tersebut, Mbak Tutut meminta bantuan kepada Hary
Tanoe untuk membayar sebagian utang-utang pribadinya. Sebagai catatan, Hary Tanoe saat
itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Bimantara Citra Tbk (BMTR) yang sekarang
berubah nama menjadi PT Global Mediacom Tbk (BMTR). Bimantara Citra merupakan
perusahaan kongsi antara Bambang Trihatmojo, adik Mbak Tutut dengan Hary Tanoe dan
kawan-kawan.

Akhirnya BMTR sepakat untuk membayar sebagian utang mbak Tutut sebesar US$ 55 juta
dengan kompensasi akan mendapat 75% saham TPI. Oleh sebab itu, kedua belah pihak yakni
pihak Mbak Tutut dengan pihak Hary Tanoe melalui PT Berkah Karya Bersama (BKB)
menandatangani investment agreement pada 23 Agustus 2002 dan ditandatanganinya
adendum surat kuasa pengalihan 75% saham TPI kepada BKB pada Februari 2003.

Crown Capital Global Limited (CCGL) memberikan tuduhan pailit kepada TPI. Tuduhan
pailit oleh perusahaan Crown Capital Global Limited (CCGL) terhadap PT. Cipta Televisi
Pendidikan Indonesia dikabulkan oleh Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
pada tanggal 14 Oktober 2009. Putusan tersebut menuai banyak protes oleh para ahli hukum,
DPR, Komisi Penyiaran Indonesia, pekerja TPI, dan semua konsumen siaran TPI di
Indonesia. Hal ini disinyalir adanya campur tangan Markus (Makelar Kasus), sehingga kasus
ini aneh sekali jika dikabulkan dengan mudahnya oleh Pengadilan Niaga.

Menurut Sang Nyoman, Direktur Utama TPI, keberadaan makelar kasus dalam perkara ini
disinyalir sangat kuat mengingat sejumlah fakta hukum yang diajukan ke persidangan tidak
menjadi pertimbangan majelis hakim saat memutus perkara ini. Ketika didesak siapa makelar
kasus yang dimaksud, Nyoman mengatakan bahwa ada pihak yang disebut-sebut mendapat
tugas pemberesan sengketa ini dan mengakui sebagai pengusaha batu bara berinisial RB.
Inisial ini pernah terungkap ketika diadakan rapat pertemuan antara hakim pengawas, tim
kurator, dan direksi TPI di Jakarta Pusat pada Rabu tanggal 4 November 2009. Hal tersebut
dirasa aneh oleh pihak TPI sendiri karena pihak TPI tidak merasa memiliki utang yang belum
terbayar kepada CCGL.

Menurut Pengadilan Niaga, tuduhan kepailitan dikabulkan dengan alasan didasarkan pada
asumsi majelis hakim bahwa TPI tidak bisa memenuhi kewajiban membayar utang obligasi
jangka panjang (sub ordinated bond) senilai USD53 juta kepada Crown Capital Global
Limited (CCGL). Sementara dalam kenyataannya yang terjadi adalah :

1. Pada 1996, TPI yang masih dipegang Presiden Direktur Siti Hardiyanti Rukmana alias
Mbak Tutut mengeluarkan sub ordinated bond (Sub Bond) sebesar USD53 juta. Utang
dalam bentuk sub ordinated bond tersebut.
2. Dibuat sebagai rekayasa untuk mengelabuhi publik atas pinjaman dari BIA. Marx
menjelaskan, rekayasa terjadi karena ditemukan fakta bahwa uang dari Peregrine
Fixed Income Ltd masuk ke rekening TPI pada 26 Desember 1996. Namun, selang
sehari tepatnya 27 Desember 1996, uang tersebut langsung ditransfer kembali ke
rekening Peregrine Fixed Income Ltd. Setelah utang-utang itu dilunasi oleh
manajemen baru TPI, dokumen- dokumen asli Sub Bond masih disimpan pemilik
lama yang kemudian diduga diambil secara tidak sah oleh Shadik Wahono (yang saat
ini menjabat sebagai Direktur Utama PT Cipta Marga Nusaphala Persada)
3. Terjadi transaksi Sub Bond antara Filago Ltd dengan CCGL dengan menggunakan
promissory note (surat perjanjian utang) sehingga tidak ada proses pembayaran.
Semua transaksi pengalihan Sub Bond berada di luar kendali TPI setelah Sub Bond
berpindah tangan, sehingga apabila CCGL menagih hutang dari Sub Bond, jelas-jelas
illegal.
Hal ini juga sulit diterima oleh Komisi Penyiaran Indonesia karena penanganan kasus yang
melibatkan media massa tidak bisa semua kalangan mampu dan sanggup menggunakannya,
sehingga penanganannya pun harus dikecualikan. Dalam putusan pailit ini, kerugian tidak
hanya dialami perusahaan tersebut tetapi masyarakat luas juga turut dirugikan.

Pihak kuasa hukum PT. TPI mencoba memberi klarifikasi yang sejujurnya disertai dengan
bukti – bukti otentik melalui segala macam transaksi yang tercatat di buku ATM Bank BNI
46 yang menjadi ATM basis bagi perusahaan TPI. Dikatakan Marx Andriyan, bahwa pada
tahun 1993 telah ditandatangani Perjanjian piutang antara TPI dengan Brunei Investment
Agency (BIA) sebesar USD $50 juta. Atas instruksi pemilik lama, dana dari BIA tidak
ditransfer ke rekening TPI tapi ke rekening pribadi pemilik lama.

Dalam laporan keuangan TPI juga tidak pernah tercatat utang TPI dalam bentuk Sub Bond
senilai USD 53 juta. Berdasarkan hasil audit laporan keuangan TPI yang dilakukan di kantor
akuntan publik dipastikan bahwa di dalam neraca TPI 2007 dan 2008 juga tidak tercatat
adanya kreditur maupun tagihan dari CCGL.

3.2. Hasil Putusan Kasus Kepailitan TPI

Kejanggalan ini kemudian disangka sebagai akibat munculnya Markus (Makelar Kasus) yang
tidak beritikad baik dan berencana merugikan TPI. Merasa tidak bersalah, TPI melakukan
kasasi untuk permohonan peninjauan kembali kasus tersebut kepada Mahkamah Agung.
Setelah proses verifikasi oleh Mahkamah Agung, kesalahan – kesalahan yang belum
teridentifikasi oleh Pengadilan Niaga mulai nampak, seperti bukti pembayaran tagihan utang
oleh TPI. Dalam laporan keuangan tersebut dikatakan, bahwa surat utang (obligasi) milik TPI
sebesar US$ 53 juta yang jatuh tempo pada tanggal 24 Desember 2006 telah berhasil dibayar.

Lagipula, ada masalah lain yang lebih kompleks tentang keberadaan surat – surat utang itu.
Keadaan yang rumit itu seharusnya tidak dilanjutkan dalam urusan hukum. Dikatakan bahwa,
persyaratan pengajuan kepailitan adalah apabila transaksi yang berjalan berlangsung dengan
sederhana, bukan kompleks seperti masalah dugaan pailitnya TPI. Apalagi dikatakan juga
dari hasil pengkajian ulang, bahwa hanya ada 1 kreditor yang merasa punya masalah utang
piutang dengan TPI, sementara dalam persyaratan diakatakan bahwa harus ada lebih dari 1
kreditor yang merasa dirugikan yang boleh mengajukan kasus ini ke pengadilan. Melihat dua
kekeliruan di atas, dalam sidang putusan kasasi kasus pailit TPI ini yang dipimpin Ketua
Majelis Hakim Abdul Kadir Moppong dengan hakim anggota Zaharuddin Utama dan M.
Hatta Ali, maka pada tanggal 15 Desember 2009 diputuskan bahwa TPI tidak pailit.

Akibat berita baik ini, keluarga besar PT. TPI yang sahamnya 75% dimiliki oleh PT. Media
Nusantara Citra yang dimiliki oleh Henry Tanoe melakukan syukuran dan memantapkan hati
dan langkah untuk mengibarkan sayapnya di udara.

3.3. Alasan Perubahan Nama Menjadi MNCTV

Sejak Juli 2006, 75% saham TPI dimiliki oleh Media Nusantara Citra, kelompok perusahaan
media yang juga memiliki RCTI dan Global TV. Lalu pada tanggal 20 Oktober 2010 atau
20.10.2010 tepat pukul 20.10 WIB menjadi momen bersejarah pergantian nama Televisi
Pendidikan Indonesia (TPI). Logo dan merek baru MNCTV resmi menggantikan TPI.
Perubahan nama tersebut hanyalah rebranding untuk kepentingan bisnis. Nama PT-nya tetap
CTPI, tetapi brand usahanya berganti menjadi MNC TV. Karena dengan rating nomor 4
yang dimiliki TPI tetapi penjualan iklan tidak bagus diharapkan dengan bergantinya nama
tersebut penjualan iklan semakin meningkat.

Alasan pemilihan nama menggunakan MNC TV, dikarenakan MNC sendiri sudah kuat di
market dan dapat menghemat waktu dan biaya dengan mengadakan riset. Selain itu, perlu
diketahui bahwa program dangdut yang sudah menjadi program utama, tetap akan
dipertahankan oleh MNCTV, tetapi selain mempertahankan itu, MNCTV juga akan
menambahkan program-program yang lainnya juga.

3.4. Profil MNCTV

MNCTV merupakan salah satu pelopor stasiun televisi swasta di Indonesia yang mulai
mengudara sejak tanggal 20 Oktober 2010 dengan tag-line atau slogan ‘Selalu di Hati’. Logo
dan merek perseroan MNCTV ini diharapkan dapat memperluas pangsa pasar dan pemirsa
dari stasiun ini. Bersamaan dengan kehadiran MNCTV, publik dapat menyaksikan
peningkatan kualitas dan keragaman tayangan, sebagai hasil dari komitmen untuk
memperbaiki kerja dan budaya perseroan.

MNCTV pada awalnya menggunakan nama TPI, di mana TPI sendiri didirikan pada tahun
1990 di Jakarta, sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa penyiaran televisi di
Indonesia. TPI merupakan perusahaan swasta ketiga yang mendapatkan izin penyiaran
televisi pada tanggal 1 Agustus 1990, dan sebagai stasiun televisi pertama yang mendapat
izin penyiaran secara nasional. TPI mulai beroperasi secara komersial sejak tanggal 23
Januari 1991. Dan pada bulan Juli 2006, Media Nusantara Citra (MNC) mengakuisisi 75%
saham TPI. Sejak saat itu secara resmi TPI bergabung menjadi salah satu televisi yang
dikelola MNC yang juga merupakan induk dari RCTI dan Global TV.

MNCTV sejak awal juga telah membuktikan diri sebagai stasiun televisi yang paling jeli
dalam menangkap selera dan kebutuhan masyarakat Indonesia, stasiun televisi yang benar-
benar menampilkan citra Indonesia, mengedepankan tayangan-tayangan sopan dan bisa
dinikmati seluruh keluarga. Program-program yang sangat Indonesia inilah yang mampu
mengantarkan MNCTV sebagai stasiun televisi papan atas Indonesia. MNCTV sendiri
senantiasa mengasah diri sebagai partner yang memberikan layanan terbaik bagi seluruh
mitra usaha. Dengan dukungan SDM profesional, MNCTV siap menjadi televisi terdepan
yang dapat diandalkan.

3.4.1. MNCTV Insight

MNCTV merupakan salah satu pelopor stasiun televisi swasta di Indonesia yang mulai
mengudara dengan nama baru sejak 20 Oktober 2010 (sebelumnya TPI) dengan izin Menteri
Penerangan No.127/E/RTF/K/VIII/1990, dan menjangkau 158 juta pemirsa di seluruh
Indonesia. Berdasarkan riset Nielsen, di tengah persaingan industri pertelevisian yang
semakin ketat, MNCTV berhasil mencapai posisi 1 dengan 16,6% audience share pada April
2005.

3.4.2. Visi, Misi, Slogan

Visi : Pilihan Utama Pemirsa Indonesia

Misi : Menyajikan Tayangan Bercita Rasa Indonesia yang Menghibur dan Inspiratif
Slogan : Selalu di Hati

3.4.3. Dewan Direksi dan Dewan Komisaris

Dewan Direksi

President Director – S.N Suwisma

Managing Director – Nana Putra

Finance & Technology Director – Ruby Panjaitan

Program & Production Director – Endang Mayawati

Sales & Marketing Director – Tantan Sumartana

Dewan Komisaris

Komisaris Utama – Hary Tanoesoedibjo

Komisaris – Rudijanto Tanoesoedibjo

Komisaris – Tarub

Komisaris – Agus Mulyanto

3.5. Lingkungan Kompetitif MNCTV

1. Pesaing

Yang menjadi pesaing utama bagi MNCTV adalah SCTV, Indosiar, Metro TV, Trans TV,
dan TV One. Produk dan jasa yang dihasilkan satu sama lain tidak jauh berbeda atau
cenderung mirip karena sistem TV di Indonesia belum memiliki ciri khas tersendiri.

2. Pendatang baru.

MNCTV saat ini tidak memiliki ancaman pendatang baru yang potensial karena MNCTV ini
dulunya adalah TPI yang sudah dikenal oleh masyarakat, hanya nama brand usahanya saja
yang berubah.

3. Substitusi.

Produk subtitusi dibagi menjadi beberapa kategori yaitu media cetak seperti majalah, surat
kabar, sebagai produk untuk pengganti untuk berita dan informasi, sedangkan radio untuk
menggantikan acara musik, dan internet adalah media hiburan untuk mendapatkan informasi
dan berupa audio visual.

4. Pemasok.
Pihak-pihak yang dikategorikan sebagai pemasok adalah production house (PH), pemasok
peralatan operasional perusahaan, dan sumber daya manusia yang berkualitas yang
mendukung jalannya proses bisnis perusahaan.

5. Konsumen.

Pihak yang berperan sebagai pelanggan adalah penikmat produk/jasa yaitu pemirsa dari
kelompok umur manapun dan dari golongan apapun yang berada di Indonesia maupun luar
negeri.

3.6. Competitive Advantage MNCTV

Penerapan teknologi informasi yang terencana dengan baik dapat meningkatkan dan
mempertahankan keunggulan bersaing organisasi. MNCTV memandang bahwa teknologi
informasi memiliki peran dalam meningkatkan kemampuan bersaing bagi pangsa pasar
perusahaan atau lini bisnis. Inovasi juga memiliki perananan yang pening. Inovasi yang
dilakukan MNCTV yaitu dengan menayangkan pertandingan sepak bola Liga Inggris,
meningkatkan beberapa tayangan olahraga dan anak-anak. MNCTV juga menjaga kualitas
sebagai stasiun televisi yang paling jeli dalam menangkap selera dan kebutuhan masyarakat
Indonesia, stasiun televisi yang benar-benar menampilkan citra Indonesia, dan
mengedepankan tayangan-tayangan sopan dan bisa dinikmati seluruh keluarga.

3.7. Analisa Matriks BCG

Salah satu teknik terpopuler dalam menganalisis strategi perusahaan untuk mengelola
portofolio adalah matriks BCG. Masing-masing bisnis di dalam perusahaan diplot pada
matriks berdasarkan pertumbuhan pasar mereka dan kekuatan relatif dari posisi kompetitfnya
dalam pangsa pasar tersebut.

MNCTV berada di posisi “sapi perah” karena MNCTV pertumbuhan bisnisnya rendah
terutama dalam bidang periklanan tetapi posisi kompetitifnya kuat. Ketika namanya masih
TPI, pendapatan iklan menempati urutan terbawah dari 10 stasiun televisi nasional untuk itu
TPI mengganti namanya menjadi MNCTV agar pendapatan iklan bisa meningkat.

3.8. Analisa SWOT

a. Strengths

1. Stasiun televisi yang benar-benar menampilkan citra Indonesia


2. Menjadi pelopor pembangunan budaya melayu yang menyumbang dalam
pembentukan karakter budaya nasional.
3. Menempati urutan ke 4 dari 10 stasiun televisi nasional dalam posisi audience share
2010.
4. Memiliki banyak penghargaan.
5. Stasiun televisi yang menyajikan acara musik dangdud.

b. Weakness

1. Menempati urutan ke 10 dari 10 stasiun televisi nasional dalam pendapatan iklan.


2. Diasosiasikan sebagai Stasiun TV untuk orang tua/senior dengan tayangan “biasa
saja” dan kurang inovatif.

c. Opportunities

1. Penonton yang banyak yang berada di seluruh Indonesia.


2. Penggantian nama yang akan menambah citra.
3. Dibawah naungan MNC Group yang sudah mempunyai nama besar dan kredibilitas
yang baik di Indonesia untuk industri media.

d. Threats

1. Banyaknya stasiun televisi yang memiliki program unggulan.


2. Produk subtitusi seperti media cetak, radio dan internet sebagai media pemberi
informasi.

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia tidak jadi dipailitkan karena laporan dugaan oleh
CCGL tidak terbukti benar, bukti-bukti belum jelas, dan karena pembukuan laporan tahunan
yang tersedia sangat jauh dari kata sederhana.

Perubahan nama TPI menjadi MNC hanyalah rebranding untuk kepentingan bisnis. Nama
PT-nya tetap CTPI, tetapi brand usahanya berganti menjadi MNC TV.

MNCTV memandang bahwa teknologi informasi memiliki peran dalam meningkatkan


kemampuan bersaing bagi pangsa pasar perusahaan atau lini bisnis.

MNCTV berada di posisi “sapi perah” karena MNCTV pertumbuhan bisnisnya rendah
terutama dalam bidang periklanan tetapi posisi kompetitifnya kuat. Ketika namanya masih
TPI, pendapatan iklan menempati urutan terbawah dari 10 stasiun televisi nasional untuk itu
TPI mengganti namanya menjadi MNCTV agar pendapatan iklan bisa meningkat.

4.2. Saran

Hendaknya Pengadilan Niaga sungguh-sungguh memperhitungkan putusan hakimnya


disesuaikan dengan bukti-bukti yang telah diidentifikasi, verifikasi, dan bagaimana kreditor
atau debitornya. Jangan sembarangan mengambil keputusan, karena akan berdampak pada
pelanggaran kode etik.
DAFTAR PUSTAKA

Thomas S. Bateman, Scott A. Shell. (2010). Management: The New Competitive Market.
McGraw-Hill College.

http://www.scribd.com/doc/30056518/ARTIKEL-KEPAILITAN

http://bisnistrategi.blogspot.com/2010/07/kronologi-sengketa-saham-tpi.html

http://mnctv.com

http://amriawan.blogspot.com/2010/10/tpi-berubah-nama-jadi-mnc-tv.html#ixzz2P6LYv

Anda mungkin juga menyukai