Anda di halaman 1dari 19

PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN

APBD (LAIN-LAIN PENDAPATAN)


(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penganggaran Bidang Kesehatan)

IKM C 2015 – Kelompok 8

Putri Yuliasari 101511133054


Nurma Fuji Astutik 101511133072
Fetty Rhomdhani 101511133099
Kartika Mega Tama 101511133135
Jemmi Wahyu Santoso 101511133154
Ainun Jaria 101511133133
Hirda Ulis Fitriani 101511133172
Ade Titis Kurniawati 101511133208
Alfian Nur Wahyudi 101511133217

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


APBD secara umum merupakan penjabaran anggaran-anggaran alokasi
dana kepada masyarakat (Public money) dan kepentingan publik untuk
dapat diarahkan semaksimal mungkin untuk dapat dirasakan oleh
masyarakat di daerah, sedangkan penggunaannya harusdapat menghasilkan
daya guna (output) untuk mencapai target/ tujuan dari pelayanan public
(public service) dalam bentuk anggaran yang berbasis kepada masyarakat
yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah sebagai Pemangku kepentingan
(stakeholder).
Dalam bentuk yang sederhana anggaran kepada masyarakat yang
dituangkan dalam APBD berisi rencana yang direpresentasikan dalam
bentuk rencana perolehan dan belanja dalam bentuk dokumen yang dapat
menggambarkan kondisi mengenai pendapatan, belanja dan kegiatan.
Berdasarkan Kepmendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pengelolaan Dana Hibah dan Bansos dijelaskan Dana Hibah adalah
pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah
atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan
organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara
terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan
pemerintah daerah.
Sebagai alat untuk mengimplementasikan kebijakan ekonomi, maka
manajemen belanja daerah juga harus berorientasi untuk mewujudkan tiga
tujuan kebijakan ekonomi, yaitu pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas
ekonomi. Untuk menjaga stabilitas ekonomi, manajemen belanja daerah
harus difokuskan pada pelaksanaan disiplin anggaran, sedangkan untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi dan pemerataan maka manajemen belanja
harus focus pada efesiensi dan efektifitas alokasi anggaran pada berbagai
program pembangunan.
1.2 Rumusan
1. Apakah yang dimaksud dengan APBD?
2. Apakah yang dimaksud dengan Pendapatan Daerah?
3. Apa yang dimaksud dengan Lain-lain pendapatan?
4. Apa yang dimaksud dengan Dana Hibah?
5. Bagaimana cara pemberian, penerimaan dan penggunaan dana hibah?
6. Apa yang dimaksud dengan Dana Darurat?
7. Bagaimana pengelolaan dan penggunaan dana darurat?
8. Bagaimana penerapan lain-lain pendapatan di bidang kesehatan?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan APBD?
2. Menjelaskan yang dimaksud dengan Pendapatan Daerah?
3. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Lain-lain pendapatan?
4. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Dana Hibah?
5. Menjelaskan cara pemberian, penerimaan dan penggunaan dana hibah?
6. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Dana Darurat?
7. Menjelaskan cara pemberian, penerimaan dan penggunaan dana darurat?
8. Menjelaskan penerapan lain-lain pendapatan di bidang kesehatan?
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya
merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk
meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya
merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk
meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah.
Di dalam APBD tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan
potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD).
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Tahun Anggaran 2017 menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Menurut Halim (2004: 15) menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) adalah suatu anggaran daerah yang memiliki unsur-
unsur sebagai berikut: rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara
rinci; adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk
menutupi biaya-biaya yang sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut,
dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-
pengeluaran yang akan dilaksanakan; jenis kegiatan dan proyek yang
dituangkan dalam bentuk angka; periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu)
tahun.
Menurut Badrudin (2012: 97) menyatakan bahwa APBD adalah suatu
rencana kerja pemerintah daerah yang mencakup seluruh pendapatan atau
penerimaan dan belanja atau pengeluaran pemerintah daerah, baik provinsi,
kabupaten, dan kota dalam rangka mencapai sasaran pembangunan dalam
kurun waktu satu tahun yang dinyatakan dalam satuan uang dan disetujui oleh
DPRD dalam peraturan perundangan yang disebut Peraturan Daerah.
Menurut Mardiasmo (2012: 103) menyatakan bahwa APBD merupakan
instrument kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Lanjutnya, anggaran
daerah juga digunakan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan
pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan
pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan dating, sumber
pengembangan ukuran-ukuran standar evaluasi kinerja, alat bantu untuk
memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari
berbagai unit kerja.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah atau disingkat APBD adalah rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD
merupakan rencana kerja tahunan untuk mewujudkan kegiatan-kegiatan
Pemerintah Daerah baik rutin maupun pembangunan yang diatur dan
diperhitungkan dengan uang.

2.2 Definisi Pendapatan Asli Daerah


Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan usaha daerah guna memperkecil
ketergantungan dalam mendapatkan dana dari pemerintah dan sebagai salah
satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan
untuk memenuhi belanja daerah (Widjaja, 2002: 42).
Menurut Ahmad Yani (2002: 51) menyatakan bahwa pendapatan asli daerah
yakni pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan
lain asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan
kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah
sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Menurut Halim (2004: 67) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah
(PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber
ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis
pendapat, yaitu: pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah
dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD
yang sah.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, Pendapatan Asli Daerah selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan
yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan untuk memberikan
kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi
daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.
Sumber-sumber penerimaan daerah yang dimasukkan dalam pos Pendapatan
Asli Daerah (PAD) terdiri dari: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, serta Lain-lain PAD yang sah.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yakni sebagai sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang
bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi 19 daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang
sah.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Pendapatan
Asli Daerah atau disingkat PAD adalah seluruh penerimaan keuangan daerah,
dimana penerimaan keuangan tersebut berasal dari potensi-potensi yang ada
didaerah tersebut, misalnya pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain.

2.3 Definisi Lain-Lain Pendapatan


2.3.1 Dana Hibah
a. Definisi

Kata Hibah berasal dari bahasa Arab ( ‫ة‬ѧ‫ ( هب‬kata ini merupakan
mashdar dari kata ( ‫ب‬ѧ‫)وه‬yang berarti pemberian. Apabila seseorang
memberikan harta miliknya kepada orang lain secara suka rela tanpa
pengharapan balasan apapun, hal ii dapat diartikan bahwa si pemberi telah
menghibahkan miliknya. Karena itu kata hibah sama artinya dengan
pemberian. Hibah dalam arti pemberian juga bermakna bahwa peihak
penghibah bersedia melepaskan haknya atas benda yang dihibahkan, hibah
merupakan salah satu bentuk pemindahan hak milik jika dikaitkan dengan
perbuatan hukum.

Jumhur ulama mendefinisikan hibah sebagai akad yang


mengakibatkan pemilikan harta tanpa ganti rugi yang dilakukan seseorang
dalam keadaan hidup kepada orang lain secara suka rela. Ulama mazhab
Hambali mendefinisikan hibah sebagai pemilik harta dari seseorang
kepada orang lain yang mengakibatkan orang yang diberi hibah boleh
melakukan sesuatu tindakan hukum terhadap harta tersebut, baik harta itu
tertentu maupun tidak, bedanya ada dan dapat diserahkan, penyerahannya
dilakukan ketika pemberi masih hidup tanpa mengharapkan imbalan.
Kedua definisi itu sama-sama mengandung makna pemberian harta kepada
seseorang secara langsung tanpa mengharapkan imbalan apapun, kecuali
untuik mendekat kandiri kepada Allah SWT.

Menurut beberapa madzhab hibah diartikan sebagai berikut:

Memberikan hak memiliki suatu benda dengan tanpa ada syarat


harus mendapat imbalan ganti pemberian ini dilakukan pada saat si pemberi
masih hidup. Dengan syarat benda yang akan diberikan itu adalah sah milik
si pemberi (menurut madzhab Hanafi).

Mamberikan hak sesuatu materi dengan tanpa mengharapkan


imbalan atau ganti. Pemberian semata-mata hanya diperuntukkan kepada
orang yang diberinya tanpa mengharapkan adanya pahala dari Allah SWT.
Hibah menurut madzhab ini sama dengan hadiah. Apabila pemberian itu
semata untuk meminta ridha Allah dan megharapkan pahalanya. Menurut
madzhab maliki ini dinamakan sedekah.

Pemberian hanya sifatnya sunnah yang dilakukan dengan ijab dan


qobul pada waktu sipemberi masih hidup. Pemberian mana tidak
dimaksudkan untuk menghormati atau memulyakan seseorang dan tidak
dimaksudkan untuk mendapat pahala dari Allah karena menutup kebutuhan
orang yang diberikannya. (menurut madzhab Syafi'i)

b. Sumber Dana Hibah


Hibah kepada pemerintah daerah dapat bersumber dari :
a. Pemerintah;
b. Pemerintah daerah lain;
c. Badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri; dan
d. Kelompok masyarakat/perorangan dalam negeri. Hibah dari
Pemerintah dapat bersumber dari :
- Pendapatan APBN
- Pinjaman Luar Negeri;dan/atau
- Hibah Luar Negeri. Hibah dari Pinjaman Luar Negeri dan
Hibah Luar Negeri dapat bersumber dari pemerintah negara
asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional
dan/atau donor lainnya.

c. Cara Pemberian, Penerimaan, dan Penggunaan Dana Hibah

Menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian dapat


mengusulkan besaran hibah dan daftar nama Pemerintah Daerah yang
diusulkan sebagai penerima hibah kepada Menteri berdasarkan penetapan
Pemerintah untuk hibah kepada Pemerintah Daerah yang bersumber dari
penerimaan dalam negeri. Menteri menerbitkan surat penetapan pemberian
hibah kepada masing-masing Pemerintah Daerah setelah dasar pemberian
hibah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri ditetapkan oleh
Pemerintah dan pagunya ditetapkan dalam APBN berdasarkan usulan
Menteri menerbitkan surat penetapan pemberian hibah kepada masing-
masing Pemerintah Daerah setelah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri
ditandatangani dan pagunya ditetapkan dalam APBN berdasarkan usulan serta
berdasarkan penetapan Menteri atas alokasi peruntukkan pinjaman luar negeri
dan hibah luar negeri. Menteri menerbitkan surat persetujuan penerusan hibah
kepada masing-masing Pemerintah Daerah setelah Perjanjian Hibah Luar
Negeri. Pengusulan Pemerintah Daerah sebagai penerima hibah dengan
mempertimbangkan :

a. kapasitas fiskal daerah


b.Daerah yang ditentukan oleh Pemberi Hibah Luar Negeri
c. Daerah yang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh kementerian
negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait
d.Daerah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Penyaluran hibah kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk uang yang


bersumber dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri dilakukan melalui :

a. pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas


Umum Daerah
b. pembayaran langsung
c. rekening khusus
d. letter of credit (L/C)
e. pembiayaan pendahuluan.

Penyaluran barang dan/atau jasa yang bersumber dari hibah luar negeri
kepada Pemerintah Daerah dapat dilaksanakan oleh Pemberi Hibah Luar
Negeri setelah penandatanganan perjanjian penerusan hibah. Penyaluran
barang dan/atau jasa dituangkan dalam berita acara serah terima yang
ditandatangani oleh Pemberi Hibah Luar Negeri atau pihak yang dikuasakan
dan Pemerintah Daerah serta dilaporkan oleh Pemerintah Daerah kepada
Menteri.

Hibah daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal


dari pemerintah dalam/luar negeri, badan/lembaga dalam/luar negeri atau
perseorangan yang tidak perlu dibayar kembali. Penerimaan ini bersifat
tidak mengikat sehingga tidak dapat mempengaruhi kebijakan daerah.
Hibah digunakan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan daerah.
Pemberian hibah dapat berupa dana, barang maupun jasa termasuk tenaga
ahli atau pelatihan. Penerimaan hibah oleh Pemerintah Daerah dianggarkan
dalam Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah sebagai jenis pendapatan
hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bentuk
hibah berupa Uang, Barang; dan/atau Jasa.
Penggunaan dana hibah dianggarkan sebagai belanja dan/atau
pengeluaran pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Hibah digunakan untuk menunjang peningkatan fungsi
pemerintahan dan layanan dasar umum, serta pemberdayaan aparatur
Daerah. Hibah yang bersumber dari Pinjaman Luar Negeri tidak dapat
digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana
dalam rangka penyediaan Pelayanan Publik yang menghasilkan penerimaan
langsung.

2.3.2 Dana Darurat


a. Definisi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomr 44


Tahun 2012 tentang Dana Darurat, yang dimaksudkan dengan dana darurat
adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional
dan/atau peristiwa kejadian luar biasa. Dapat dikatakan bahwasanya dana
darurat ini bersifat insidental sesuai dengan keadaan daerah yang mendesak
dalam artian seperti yang telah dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah,
seperti bencana yang dapat mengakibatkan dampak luas bagi negara
dan/atau kejadian luar biasa. Bencana Nasional dan/atau Peristiwa Luar
Biasa ini menimbulkan dampak berupa gangguan pada kegiatan
perekonomian dan sosial.
Dalam peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
105/PMK.05/2013 Tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran
Penanggulangan Bencana, untuk kategori keadaan darurat bencana,
pelaksanaan anggaran penanggulangan bencana tersebut dilakukan oleh
BNPB.

b. Sumber Dana Darurat


Sumber pendanaan dari dana darurat ini adalah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Anggaran tersebut kemudian dialokasikan
kepada Daerah yang mengalami Bencana Nasional dan/atau Peristiwa Luar
Biasa dan tidak dapat ditanggulangi oleh daerah tersebut dengan dana
APBD yang dimiliki. Dana darurat ini bersumber dari pendapatan daerah
pada bagian lain-lain pendapatan dan benar-benar hanya digunakan untuk
keperluan mendesak.
c. Pengelolaan dan Penggunaan Dana Darurat
Pengelolaan Dana Darurat
a) Pengajuan dan Penilaian Dana Darurat
Pemerintah Daerah yang daerahnya mengalami Bencana
Nasional dan/atau Peristiwa Luar Biasa dapat mengajukan permintaan
Dana Darurat kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan paling
sedikit Kerangka Acuan Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana beserta Rencana Anggaran Biaya dalam jangka waktu 1
tahun anggaran. Pemerintah Daerah dapat mengajukan permintaan Dana
Darurat selama masih dalam tahap pascabencana.
Menteri Keuangan bersama kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) dan/atau menteri/pimpinan lembaga
pemerintah nonkementerian terkait melakukan verifikasi dan evaluasi
terhadap permintaan dimaksud. Verifikasi dan evaluasi dilakukan oleh:
1) Kepala BNPB dan/atau menteri/pimpinan lembaga pemerintah
nonkementerian terkait, dalam rangka penilaian atas kerangka acuan
dan rencana anggaran biaya dari aspek kerusakan dan kerugian
untuk penyusunan anggaran kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana;
2) Menteri Keuangan, dalam rangka penilaian atas kelayakan dan
kecukupan APBD.
Berdasarkan hasil verifikasi dan evaluasi dimaksud, Menteri
Keuangan menyusun rencana anggaran Dana Darurat per Daerah
dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
b) Penganggaran dalam APBN
Menteri Keuangan menetapkan kebijakan Dana Darurat dalam
Nota Keuangan dan Rancangan APBN tahun anggaran berikutnya yang
disampaikan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Alokasi
Dana Darurat merupakan belanja transfer ke Daerah.
Menteri Keuangan menetapkan alokasi Dana Darurat bagi Daerah
yang terkena Bencana Nasional dan/atau Peristiwa Luar Biasa sebelum
tahun anggaran berakhir.
c) Penyaluran
Menteri Keuangan menyalurkan Dana Darurat dengan cara
pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas
Umum Daerah. Penyaluran Dana Darurat berdasarkan penilaian Menteri
Keuangan, dilakukan secara bertahap sesuai dengan capaian kinerja.
Adapun penyaluran Dana Darurat dilakukan dengan rincian, sebagai
berikut:
1. Tahap I sebesar 25% dari pagu Dana Darurat
2. Tahap II sebesar 50% dari pagu Dana Darurat setelah Laporan
Pencapaian Kinerja tahap I mencapai minimal 80%
3. Tahap III sebesar 25% dari pagu Dana Darurat setelah Laporan
Pencapaian Kinerja tahap I ditambah dengan tahap II mencapai
minimal 80%
Penyaluran Dana Darurat dilakukan berdasarkan Surat
Permintaan Penyaluran Dana Darurat dari Kepala Daerah atau pejabat
yang diberi kuasa kepada KPA-BUN DD (Kuasa Pengguna Anggaran
Bendahara Umum Negara Dana Darurat).
Surat Permintaan Penyaluran Dana Darurat tahap I dilengkapi
dengan dokumen pendukung, sebagai berikut:
1. SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak)
2. Dokumen Pelaksanaan Anggaran
3. Dokumen Rencana Penggunaan Dana Darurat
Surat Permintaan Penyaluran Dana Darurat tahap II dan tahap III
dilengkapi dengan dokumen pendukung, sebagai berikut:
1. SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak)
2. Dokumen Pelaksanaan Anggaran
3. Dokumen Rencana Penggunaan Dana Darurat
4. Laporan Pencapaian Kinerja Dana Darurat yang telah diverifikasi
oleh Kepala BNPB dan paling kurang memuat program/kegiatan
serta rencana dan realisasi tingkat keluaran (output)
5. Laporan Realisasi Penyerapan Dana Darurat berdasarkan SP2D
(Surat Perintah Pencairan Dana) yang telah diterbitkan
Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa mengajukan
permintaan verifikasi teknis program dan kegiatan kepada Kepala BNPB
sebagai persyaratan penyaluran Dana Darurat tahap II dan tahap III.
Dalam melakukan verifikasi teknis program dan kegiatan, BNPB
berkoordinasi dengan kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian terkait.
Kepala BNPB menyampaikan hasil verifikasi teknis program dan
kegiatan kepada Kepala Daerah sebagai persyaratan penyaluran.
Penyampaian hasil verifikasi dilakukan paling lambat 15 hari kerja
setelah diterimanya pengajuan permintaan verifikasi. Kepala BNPB dan
menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait
bertanggung jawab penuh atas hasil verifikasi.
d) Penatausahaan dan Pelaporan
Menteri Keuangan melakukan penatausahaan atas penyaluran
Dana Darurat. Menteri Keuangan menyusun dan menyajikan laporan
realisasi penyaluran Dana Darurat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Kepala Daerah melakukan penatausahaan atas penerimaan dan
penggunaan Dana Darurat. Realisasi penerimaan dan penggunaan Dana
Darurat dilaporkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Kepala Daerah menyampaikan laporan penyelesaian
kegiatan yang didanai dengan Dana Darurat kepada Menteri Keuangan,
Kepala BNPB, dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah
nonkementerian terkait lainnya paling lambat 2 bulan setelah kegiatan
selesai dilaksanakan.
Dalam hal Dana Darurat diteruskan kepada BUMD, pimpinan
BUMD melaksanakan penatausahaan atas penerimaan dan penggunaan
Dana Darurat. Pimpinan BUMD menyampaikan laporan kinerja dan
penyelesaian kegiatan yang didanai dengan Dana Darurat kepada
Kepala Daerah. Realisasi penerimaan dan penggunaan Dana Darurat
dilaporkan dalam laporan keuangan BUMD. Sedangkan Kepala Daerah
bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan kepada Menteri
Keuangan.
e) Pemantauan dan Evaluasi
Menteri Keuangan, Kepala BNPB, dan menteri/pimpinan
lembaga pemerintahan nonkementerian terkait melakukan pemantauan
dan evaluasi atas penyaluran dan penggunaan Dana Darurat. Hasil
pemantauan dan evaluasi digunakan sebagai dasar kebijakan
pengelolaan Dana Darurat pada tahun anggaran berikutnya.

Penggunaan Dana Darurat


Dana Darurat digunakan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi pada tahap pascabencana yang menjadi kewenangan daerah
dalam 1 tahun anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Dalam hal kegiatan yang didanai oleh Dana Darurat tidak/belum
dapat diselesaikan sampai akhir tahun anggaran yang bersangkutan, maka
dapat dilanjutkan sampai dengan akhir bulan Februari tahun anggaran
berikutnya. Untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi untuk pemulihan
fungsi Pelayanan Publik yang dilakukan badan usaha milik daerah
(BUMD), Dana Darurat dapat diteruskan oleh Pemerintah Daerah kepada
BUMD yang melaksanakan fungsi Pelayanan Publik.
Dana Darurat tidak dapat digunakan untuk mendanai kegiatan yang
telah didanai dari sumber lainnya dalam APBN.

2.4 Penerapan di Bidang Kesehatan

2.4.1 Penerapan Dana Hibah di Kesehatan

The Global Fund adalah lembaga keuangan internasional yang berdedikasi


untuk mengumpulkan dan menyalurkan dana untuk mencegah dan mengobati
HIV/AIDS, TB dan malaria. Lembaga ini merupakan kemitraan antara
pemerintah, masyarakat, sektor swasta dan komunitas yang terdampak . Sejak
pembentukannya tahun 2002, the Global Fund telah menjadi lembaga keuangan
utama dalam mendanai program penanggulangan AIDS, TB dan malaria. Hingga
saat ini 22,6 milyar USD untuk lebih dari 1000 program ATM di 150 negara.
Kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan the Global Fund ATM dimulai
sejak tahun 2002.

Dana hibah dari Global Fund merupakan bagian penting dari keseluruhan
dana untuk program pengendalian ATM. Kontribusi Global Fund dalam
pengendalian TB telah berhasil meningkatkan kinerja program, dimana penemuan
kasus TB (CDR = Case Detection Rate) dari 29% pada tahun 2002 menjadi 50%
di tahun 2002 dan mencapai target global di tahun 2006 hingga saat ini. Sedangkan
untuk Malaria, Global Fund ATM berkontribusi pada 60% kegiatan operasional
baik di pusat, provinsi, kabupaten/kota, puskesmas/rumah sakit sampai dengan
kegiatan di tingkat masyarakat seperti pustu, pos malaria desa dan polindes.
Melalui bantuan hibah Global Fund ATM diagnosis dini dan pengobatan yang
tepat melalui konfirmasi laboratorium telah mendukung perubahan dari indikator
AMI (Annual Malaria Incidence) menjadi API. Selain itu dukungan terhadap
perbaikan akses terhadap penemuan dan pengobatan penderita malaria, perbaikan
pada kualitas pemeriksaan laboratorium dan perbaikan pada sistem surveilans
termasuk sistem kewaspadaan dini dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB)
semakin kuat.
Dalam program pengendalian HIV-AIDS dan IMS, dana pengadaan obat
ARV, IMS dan Infeksi Oportunistik (IO) sebagian besar berasal dari APBN.
Namun demikian untuk kegiatan operasional sebagian besar dana berasal dari
Global Fund ATM. Peningkatan kualitas maupun kuantitas layanan terkait HIV-
AIDS dan IMS untuk meningkatkan akses ODHA kepada layanan banyak
mendapat dukungan dari Global Fund ATM, walaupun ada juga beberapa
provinsi damupun kabupaten/kota yang mengalokasikan dana APBD untuk
kegiatan tersebut.

2.4.2 Penerapan Dana Darurat di Kesehatan

Dana darurat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan dana yang sifatnya


tidak terduga atau darurat. Menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2012 tentang dana darurat pada pasal 5 bab II menyebutkan
bahwa dana darurat digunakan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi pada tahap pasca bencana yang menjadi kewenangan darah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Contoh penerapan dana darurat di kesehatan yakni penggunaan dana darurat untuk
mendanai kegiatan :

1. Pengelolaan dan pembinaan posyandu untuk mengatasi gizi buruk,


menurunkan AKB dan AKI, imunisasi untuk bayi agar terhindar dari
bencana wabah difteri dan penyakit menular lainnya
2. Pemantauan dan pencegahan penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif
dengan mengadakan pemeriksaan sejak dini bagi remaja pada desa yang
penyalahgunaan narkotika dan zat adiftif tinggi agar dapat terdeteksi remaja
positif HIV Aids atau tidak pasca wabah HIV Aids muncul.
3. Pembangunan dan pengelolaan air bersih pasca wabah diare terjadi di desa/
perkampungan kumuh.

BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD).
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Tahun Anggaran 2017 menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Berdasarkan Kepmendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pengelolaan Dana Hibah dan Bansos dijelaskan Dana Hibah adalah
pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah
atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan
organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara
terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan
pemerintah daerah.
3.2 Saran
Dengan makalah ini penulis berharap agar pembaca dapat memahami secara
detail tentang Penganggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBD) pada bidang kesehatan. Semoga makalah ini dapat berguna bagi
pembaca. Penulis juga mengharapkan kritik yang membangun agar penulis
bisa lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Yani. 2002. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Jakarta: Grafindo.

Presiden Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
Dan Pemerintahan Daerah. Jakarta.

Abdullah, S. dan A. Halim. 2004. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah Studi
kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Jurnal Ekonomi STEI Volume 13(2)
: 90-109.

Presiden Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Hibah


Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2005 Tentang Hibah


Kepada Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomr 44 Tahun 2012 tentang Dana


Darurat

Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 105/PMK.05/2013 Tentang


Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Penanggulangan Bencana

Badrudin, Rudy. 2012. Ekonomika ekonomi daerah. Edisi Pertama. Yogyakarta :


UPP STIM YKPN.

Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyusunan
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai