4.bab 1-4
4.bab 1-4
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air bersih merupakan kebutuhan pokok yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, sehingga ketersediaannya amatlah penting. Pemanfaatannya
tidak hanya terbatas untuk keperluan rumah tangga, tetapi juga untuk fasilitas
umum, sosial maupun ekonomi.
Air bersih yang digunakan sehari-hari harus memiliki kualitas yang baik
untuk konsumsi sesuai dengan standar air minum di Indonesia yaitu PP No.82
Tahun 2001 dan KepMen No.907 Tahun 2002. Begitu pentingnya air bersih bagi
kehidupan manusia, sehingga memungkinkan penyediaan menjadi terbatas bila
pemanfaatannya tidak diatur dengan baik, sehingga harus dibuat suatu jaringan
perpipaan yang tertata baik untuk mendistribusikan air bersih secara merata
kesetiap konsumen.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan air
semakin meningkat tajam. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan
beragamnya aktivitas, maka kebutuhan air bersih pun meningkat drastis.
B. Rumusan
1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kebutuhan air bersih?
2. Bagaimana cara untuk mendapatkan angka debit rencana air bersih?
3. Bagaimana cara menghitung dimensi bangunan pengolahan air bersih?
C. Tujuan
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kebutuhan air bersih.
2. Mengetahui cara untuk mendapatkan angka debit rencana air bersih.
3. Mengetahui cara menghitung dimensi bangunan pengolahan air bersih.
1
BAB II
TEORI DASAR
A. Defenisi Air
Air adalah kebutuhan dasar untuk kehidupan manusia, terutama untuk
digunakan sebagai air minum, memasak makanan, mencuci, mandi, dan
sanitasi. Ketersedian air bersih merupakan hal yang selayaknya diprioritaskan
oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik di perkotaan
maupun di pedesaan. Hingga saat ini penyediaan air bersih oleh pemerintah
menghadapi keterbatasan baik sumber air, sumber daya manusia, maupun
dana. Di daerah perkotaan, pada umumnya sumber air baku berasal dari sumur
air tanah dangkal dan PDAM. Sementara itu di daerah pedesaan sumber air
baku berasal dari sungai atau sumur air tanah dangkal. (Anonim, 2011)
Air baku merupakan salah satu bahan dasar dalam proses pengolahan
air minum. Sumber air baku harus tersedia dalam jumlah besar agar dapat
memenuhi kebutuhan air minum daerah perencanaan. Air baku dapat diambil
dari sumber – sumber yang memenuhi standard baku mutu yang dapat diolah
kemudian.
B. Air Bersih
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang meningkat karena
pertumbuhan penduduk, perlu ada upaya yang menyeluruh dan tepat. Air
bersih secara umum diartikan sebagai air yang layak untuk dijadikan air baku
bagi air minum. Dengan kelayakan ini maka air tersebut layak pula untuk
keperluan mandi, cuci dan sanitasi (MCK). Berdasarkan Permenkes RI No.
416/MENKES/PER/IX/1990, tentang syarat-syarat pengawasan kualitas air,
air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
dimasak. Sedangkan air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat
dan dapat diminum langsung. Di sisi lain, Permenkes RI No.
492/MENKES/PER/IV/2010, tentang persyaratan kualitas air minum,
2
menyatakan bahwa air minum adalah air yang melalui proses pengolahan
yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air minum
aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis,
kimiawi, dan radioaktif. Standar kualitas air minum adalah batas operasional
dari kriteria kualitas air dengan memasukkan pertimbangan non teknis,
misalnya kondisi sosial ekonomi, target atau tingkat kualitas produksi, tingkat
kesehatan yang ada, dan teknologi yang tersedia. (Menkes, 2010)
Adapun syarat-syarat kesehatan air bersih adalah sebagai berikut:
a. Persyaratan Biologis
Persyaratan biologis berarti air bersih tersebut tidak mengandung
mikroorganisme yang nantinya menjadi infiltran dalam tubuh manusia.
Mikroorganisme itu dapat dibagi dalam empat group, yaitu parasit,
bakteri, virus dan kuman. Dari keempat jenis mikroorganisme tersebut,
umumnya yang menjadi parameter kualitas air adalah bakteri, seperti
Eschericia coli.
b. Persyaratan Fisika
Persyaratan fisika air bersih terdiri dari kondisi fisik air pada
umumnya, yakni derajat keasaman (pH), suhu, kejernihan, warna, dan bau.
Aspek fisik ini sesungguhnya selain penting untuk aspek kesehatan juga
langsung dapat terkait dengan kualitas fisik air seperti suhu dan keasaman.
Selain itu sifat fisik air juga penting untuk menjadi indikator tidak
langsung pada persyaratan biologis dan kimia, seperti warna air dan bau.
c. Persyaratan Kimia
Persyaratan kimia menjadi sangat penting karena banyak sekali
kandungan kimiawi air yang memberi akibat buruk pada kesehatan,
karena tidak sesuai dengan proses biokimia tubuh. Bahan kimia seperti
nitrat (NO3), arsenic (As), dan berbagai macam logam berat khususnya air
raksa (Hg), timah hitam (Pb), dan cadmium (Cd) dapat menyebabkan
3
gangguan pada tubuh manusia karena dapat berubah menjadi racun dalam
tubuh.
d. Persyaratan Radioaktif
Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian dari
persyaratan fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya
sangat berbeda. Pada wilayah tertentu seperti wilayah di sekitar reaktor
nuklir, isu radioktif menjadi penting untuk kualitas air. (RepositoryUSU,
2013)
C. Sumber Air
Tersedianya sumber air baku dalam suatu sistem penyediaan air bersih
sangat penting. Sumber-sumber air tersebut secara kuantitas harus cukup dan
dari segi kualitas harus memenuhi syarat untuk mempermudah proses
pengolahan. Di samping itu letak sumber air dapat mempengaruhi bentuk
jaringan transmisi, distribusi dan sebagainya. Secara umum air berasal dari
sumber-sumber sebagai berikut:
1. Air Hujan
Air hujan adalah uap air yang sudah mengalami kondensasi,
kemudian jatuh ke bumi berbentuk air. Air hujan juga merupakan
sumber air baku untuk keperluan rumah tangga, pertanian, dan lain-
lain. Air hujan dapat diperoleh dengan cara menampung air hujan yang
jatuh dari atap rumah.
2. Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan bumi.
Pada umumnya air permukaan ini akan mengalami penurunan kualitas
selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu,
daun-daun, limbah industri kota dan sebagainnya. Macam-macam air
permukaan yaitu air rawa/danau dan air sungai.
3. Air Tanah
4
Air tanah merupakan air hujan atau air permukaan yang meresap
kedalam tanah dan bergabung dalam pori-pori tanah yang terdapat
pada lapisan tanah yang biasanya disebut aquifer. Air tanah dapat
dibagi dalam beberapa jenis yaitu:
1. Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal terjadi karena adanya proses peresapan
air dari permukaan tanah. Air tanah biasanya jernih tetapi lebih
banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut)
daripada air permukaan.
2. Air Tanah Dalam
Air tanah dalam terdapat setelah lapisan rapat air yang
pertama. Pengambilan air tanah dalam tidak semudah pada air
tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan
memasukkan pipa kedalamnya (biasanya kedalaman bor antara
10-100 m) akan didapat suatu lapisan air.
3. Mata Air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke
permukaan tanah. Mata air yang berasal dari air tanah dalam
hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitas/kuantitasnya
sama dengan keadaan air tanah dalam.
D. Air Minum
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan air sehingga
memenuhi syarat atau baku mutu air tersebut layak langsung diminum. Air
minum yang disuplai kepada publik harus menyediakan keamanan dan estetika
menarik air minum dan terlepas dari gangguan dan biaya yang masuk akal
(Kawamura,1991).
1. Standar Kualitas Air Minum
Air minum harus memiliki standard. Standar air minum bergantung
dari kebijakan pemeritah pusat maapun pemerintah pusat (Kawamura,1991).
5
Kebijakan standard layak air minum melihat kondisi suatu negara yang
bersangkutan.
Tahun 1974 melalu EPA mengeluarkan National Interim Primary
Dringking Water Regulations (NIPDWR) dan Maximum Contaminant Levels
(MCLs) sebagai syarat untuk kandungan bahan kimia organik maupun
anorganik. Sehingga pada tahun 1977 standard ini menjadi standar utama
dalam perlindungan air minum untuk kesehatan masyarakat. Pada tahun 1984
peraturan tersbut diamandemen menjadi National Primary Dringking Water
Regulations (NPDWR). Dari perbuhan peraturan tersebut standar untuk
kualitas air minum juga berubah sebelum tahun 1980-an syarat lolos air
minum hanya 49 kontaminan namun pada tahun 2000 menjadi 190 syarat
lolos air layak minum (Kawamura,1991).
Standard air minum dapat ditentukan oleh badan yang ditunjuk
pemerintah lokal maupun melihat peraturan yang ditetapkan secara global.
Selain pemerintah lokal dan EPA, World Health Organization (WHO) juga
memiliki standard kulaitas air minum.
Secara umum kualitas air minum melihat aspek – aspek yang
ditentukan seperti bahan organik, mikrobiologi, bahan organik buatan, dan
bahan anorganik. Seperti contoh pada standard untuk mikrobiologi yang
terkandung, syarat turbiditas air minum tidak boleh lebih dari 0,5 NTU,
kandungan virus, giardia, dan total coliform harus nol.
6
Bertujuan untuk memperoleh parameter - parameter yang berkaitan dengan
pengolahan air. Karakteristik tipikal air permukaan di indonesia adalah
masalah kekeruhan yang berfluktuasi tergantung musim
c. Penentuan Unit Pengolahan
Penentuan unit pengolahan (fisik, kimia dan/atau biologi tertentu) disesuaikan
dengankualitas air baku yang diolah. Unit pengolahan dalam perencanaan
BPAM :
1. Sistem pengolahan lengkap menggunakan seluruh komponen unit
pengolahan.
2. Pengolahan kombinasi menggunakan sebagian komponen unit
pengolahan.
d. Penentuan kriteria perencanaan unit pengolahan Kriteria perencanaan
merupakan nilai / besaran tertentu yang digunakan sebagai salah satu dasar
pendekatan dalam perencanaan unit pengolahan dalam BPAM Kriteria
perencanaan dapat diperoleh dari hasil penelitian, riset, percobaan, SNI,
peraturan dll ex : SNI 6774-2008 tentang Tata cara perencanaan unit paket
instalasi pengolahan air.
e. Perencanaan dan perancangan unit pengolahan
f. Perencanaan konstruksi bangunan dan tata letaknya
g. Perencanaan mekanikal dan elektrikal
h. Perencanaan bangunan penunjang
7
analisis dampak lingkungan untuk mencegah dan mengurangi kerusakan
ekosistem yang ada disekitar instalasi pengolahan air minum.
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PERENCANAAN
A. Batas Administrasi
Kelurahan Masale merupakan salah satu dari 11 Kelurahan di
Kecamatan Panakukkang di Kota Makassar yang berbatasan dengan :
Kecamatan Tallo di sebelah utara,
Kecamatan Tamalanrea di sebelah timur,
Kecamatan Rappocini di sebelah selatan dan
Kecamatan Makassar di sebelah barat.
Kecamatan Panakukang merupakan daerah bukan pantai dengan
topografi ketinggian 500M dari permukaan laut. Menurut jaraknya, letak
masing-masing kelurahan ke ibukota kecamatan berkisar antara 1-2 km.
Kecamatan Panakkukang terdiri dari 11 kelurahan dengan luas wilayah
17,05 km².
B. Demografi (Kependudukan)
Kota Makassar mempunyai 14 Kecamatan yang meliputi 143 kelurahan,
996 RW dan 4.968 RT dimana Kecamatan Panakkukang mempunyai luas
wilayah sebesar 17,05 km2 dan merupakan 9,7 persen dari seluruh luas Kota
Makassar (Profil Kota Makassar, 2017)
Tabel 1. Data Jumlah Penduduk Kecamatan Panakkukang
No Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Laju Penduduk (%)
1 2003 127632
2 2004 129240 1.24
3 2005 129967 0.56
8
4 2006 131229 0.96
5 2007 132479 0.94
6 2008 134548 1.54
7 2009 136555 1.47
8 2010 141382 3.41
9 2011 142729 0.94
10 2012 142308 -0.30
11 2013 145132 1.95
12 2014 146121 0.68
13 2015 146968 0.58
14 2016 147783 0.55
Laju Pertumbuhan Penduduk 0.011
Sarana Kesehatan
9
Jumlah sarana kesehatan tahun 2016 di Kecamatan Panakkukang
tercatat 3 Rumah Sakit Umum/Khusus, 3 buah Puskesmas, 2 buah Pustu,
10 buah Rumah Bersalin dan 79 Posyandu.
Sarana Ibadah
Tabel 4. Data Jumlah Sarana Ibadah Kecamatan Panakkukang
Sarana Perdagangan
Tabel 5. Data Jumlah Sarana Perdagangan Kecamatan Panakkukang
10
Restoran / Rumah Makan 224
Sumber: Kecamatan Panakkukang Dalam Angka 2017
BAB VI
ANALISIS DATA PERENCANAAN
A. Prediksi Jumlah Penduduk
Kota Makassar mempunyai 14 Kecamatan yang meliputi 143 kelurahan,
996 RW dan 4.968 RT dimana Kecamatan Panakkukang mempunyai luas
wilayah sebesar 17,05 km2 dan merupakan 9,7 persen dari seluruh luas Kota
Makassar (Profil Kota Makassar, 2017)
Tabel 6. Data Jumlah Penduduk Kecamatan Panakkukang
No Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Laju Penduduk (%)
1 2003 127632
2 2004 129240 1.24
3 2005 129967 0.56
4 2006 131229 0.96
5 2007 132479 0.94
6 2008 134548 1.54
7 2009 136555 1.47
8 2010 141382 3.41
9 2011 142729 0.94
10 2012 142308 -0.30
11 2013 145132 1.95
12 2014 146121 0.68
13 2015 146968 0.58
14 2016 147783 0.55
Laju Pertumbuhan Penduduk 0.011
Sumber : Makassar Dalam Angka, Katalog BPS
11
Rumus Laju Pertumbuhan Penduduk(%)
P0 – P’
LP = ( ) x 100
P0
Keterangan:
LP = Laju pertumbuhan penduduk.
P0 = Jumlah penduduk pada tahun awal.
P’ = Jumlah penduduk pada tahun sebelumnya.
Proyeksi penduduk adalah perhitungan jumlah penduduk di masa yang
akan datang berdasarkan asumsi perkembangan kelahiran, kematian dan migrasi.
Proyeksi ini digunakan untuk kepentingan pembangunan seperti perencanaan
jangka pendek, menengah dan panjang. Perencanaan pembangunan tersebut
dapat berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, perumahan, lapangan kerja dan
lainnya.
Dalam perencanaan bangunan pengolahan air minum, diperlukan
proyeksi jumlah penduduk pada tahun perencanaan untuk mengetahui kebutuhan
air bersih yang nantinya harus dapat disediakan oleh IPAM. Dalam perhitungan
proyeksi penduduk, terdapat tiga metode yang dapat digunakan, yaitu metode
aritmatik, geometrik, dan metode least square. Dari ketiga metode tersebut
kemudian dicari koefisien korelasinya terlebih dahulu untuk mencari metode
mana yang akan digunakan untuk menghitung proyeksi penduduk.
1. Metode Aritmatika
Pn = P0 x ( 1 + ( r x n ) )
Keterangan:
12
Pn = Jumlah penduduk setelah n tahun ke depan.
P0 = Jumlah penduduk pada tahun awal.
r = Angka pertumbuhan penduduk.
n = Jangka waktu dalam tahun.
Perhitungan :
5 Tahun (2021)
Pn = 147783 x ( 1 + ( 0.011 x 5 ) )
Pn = 156041 jiwa
10 Tahun (2026)
Pn = 147783 x ( 1 + ( 0.011 x 10 ) )
Pn = 164299 jiwa
15 Tahun (2031)
Pn = 147783 x ( 1 + ( 0.011 x 15 ) )
Pn = 172557 jiwa
20 Tahun (2036)
Pn = 147783 x ( 1 + ( 0.011 x 20 ) )
Pn = 180815 jiwa
2. Metode Geometri
Pn = P0 x ( 1 + r ) n
Keterangan:
Pn = Jumlah penduduk setelah n tahun ke depan.
P0 = Jumlah penduduk pada tahun awal.
r = Angka pertumbuhan penduduk.
n = Jangka waktu dalam tahun.
Perhitungan :
5 Tahun (2021)
13
Pn = 147783 x ( 1 + 0.011 ) 5
Pn = 156228 jiwa
10 Tahun (2026)
Pn = 147783 x ( 1 + 0.011 ) 10
Pn = 165155 jiwa
15 Tahun (2031)
Pn = 147783 x ( 1 + 0.011 ) 15
Pn = 174593 jiwa
20 Tahun (2036)
Pn = 147783 x ( 1 + 0.011 ) 20
Pn = 184569 jiwa
3. Metode Eksponensial
Pn = P0 x e r.n
Keterangan:
Pn = Jumlah penduduk setelah n tahun ke depan.
P0 = Jumlah penduduk pada tahun awal.
r = Angka pertumbuhan penduduk.
n = Jangka waktu dalam tahun.
e = Bilangan eksponensial = 2,7182818.
Perhitungan :
5 Tahun (2021)
Pn = 147783 x ( 2,7182818 ) 0.011 x 5
Pn = 156276 jiwa
10 Tahun (2026)
Pn = 147783 x ( 2,7182818 ) 0.011 x 10
Pn = 165258 jiwa
14
15 Tahun (2031)
Pn = 147783 x ( 2,7182818 ) 0.011 x 15
Pn = 174755 jiwa
20 Tahun (2036)
Pn = 147783 x ( 2,7182818 ) 0.011 x 20
Pn = 184798 jiwa
15
seperti memasak, minum, mencuci. Kebutuhan domestik merupakan aspek
penting dalam menganalisis kebutuhan penyediaan di masa mendatang.
Analisis sektor domestik untuk masa mendatang dilaksanakan dengan
dasar analisis pertumbuhan penduduk pada wilayah yang direncanakan.
Kebutuhan air domestik untuk kota dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:
Kota Kategori I (Metropolitan)
Kota Kategori II (Kota Besar)
Kota Kategori III (Kota Sedang)
Kota Kategori IV (Kota Kecil)
Kota Kategori V
Kebutuhan domestik adalah kebutuhan air minum untuk rumah
tangga yang terdiri dari sambungan rumah (SR) dan hidran umum (HU).
A. Sambungan Rumah
Tabel 8. Kebutuhan Air untuk Sambungan Rumah Tangga ( SR )
Jumlah
Jumlah Tingkat Jumlah Konsumsi Jumlah
Kebutuhan
Tahun Penduduk Pelayanan Terlayani Rata-rata Pemakaian
Air
(Jiwa) (%) (Jiwa) (L/Jiwa/Hari) (L/Hari)
(L/Dtk)
2016 147783 60 88670 120 10.640.376 123
2021 156276 60 93766 120 11.251.886 130
2026 165258 60 99155 120 11.898.540 138
2031 174755 60 104853 120 12.582.358 146
2036 184798 60 110879 120 13.305.475 154
Contoh Perhitungan:
Untuk tahun 2021
- Konsumsi Rata-rata Air = 120 L/Jiwa/hari
- Jumlah Penduduk Terlayani = 93.766 Jiwa
Sehingga:
16
- Kebutuhan Air (L/dtk)
SR Terlayani x Konsumsi Rata - rata Air
Kebutuhan Air
86.400 dtk
93.766 Jiwa x 120 L/Jiwa/har i
Kebutuhan Air = 130 L/dtk
86.400 dtk
B. Hidran Umum
Tabel 9. Kebutuhan Air untuk Hidran Umum ( HU )
Jumlah
Jumlah Tingkat Jumlah Konsumsi Jumlah
Kebutuhan
Tahun Penduduk Pelayanan Terlayani Rata-rata Pemakaian
Air
(Jiwa) (%) (Jiwa) (L/Jiwa/Hari) (L/Hari)
(L/Dtk)
2016 147783 40 59113 30 1.773.396 21
2021 156276 40 62510 30 1.875.314 22
2026 165258 40 66103 30 1.983.090 23
2031 174755 40 69902 30 2.097.060 24
2036 184798 40 73919 30 2.217.579 26
Contoh Perhitungan:
Untuk tahun 2021
- Konsumsi Rata-rata Air = 30 L/Jiwa/hari
- Jumlah Penduduk Terlayani = 62.510 Jiwa
Sehingga:
- Kebutuhan Air (L/dtk)
SR Terlayani x Konsumsi Rata - rata Air
Kebutuhan Air
86.400 dtk
62.510 Jiwa x 30 L/Jiwa/har i
Kebutuhan Air = 22 L/dtk
86.400 dtk
17
2. Non-Domestik
Kebutuhan air minum non domestik adalah kebutuhan air minum untuk
fasilitas-fasilitas sosial ekonomi dan budaya yang terdapat pada suatu daerah
perencanaan. Penentuan kebutuhan air minum untuk non domestik dilakukan
dengan menggunakan standar kebutuhan air minum yang telah ditetapkan oleh
Departemen Pekerjaan Umum.
a. Sarana Pendidikan
Rumus Proyeksi :
Jumlah murid tahunx
Jumlah Murid Tahun x = Populasi tahun n
Populasi tahuntahunx
18
TK 10 1956 0.23 2045 0.24 2163 0.25 2287 0.26 2419 0.28
SD 10 14066 1.63 14709 1.70 15554 1.80 16448 1.90 17394 2.10
SMP 10 4116 0.48 4304 0.50 4552 0.53 4813 0.56 5090 0.59
SMA 10 2697 0.31 2820 0.33 2982 0.35 3154 0.37 3335 0.39
SMK 10 2445 0.28 2557 0.30 2704 0.31 2859 0.33 3023 0.35
Jumlah 25280 2.93 26435 3.07 27955 3.24 29561 3.42 31261 3.71
b. Sarana Ibadah
Tabel 12. Proyeksi Sarana Peribadatan
19
c. Sarana Kesehatan
Tabel 14. Proyeksi Sarana Kesehatan
20
Puskesmas 1000 3 0.03 4 0.05 5 0.06 6 0.07 7 0.08
Rumah
600 10 0.07 11 0.08 12 0.08 13 0.09 14 0.10
Bersalin
Posyandu 200 79 0.18 82 0.19 85 0.20 88 0.20 91 0.21
Balai
1000 7 0.08 8 0.09 9 0.10 10 0.12 11 0.13
Pengobatan
Praktek
200 30 0.07 32 0.07 34 0.08 35 0.08 36 0.08
Dokter
Jumlah 132 0.51 140 0.55 149 0.61 156 0.65 164 0.72
d. Sarana Perdagangan
Tabel 16. Proyeksi Sarana Perdagangan
21
Restoran /
Rumah 2000 224 5.19 244 5.19 264 5.19 284 5.19 304 5.19
Makan
Jumlah 267 5.70 292 6.19 318 6.82 343 7.31 369 7.95
3. Kehilangan Air
Untuk menentukan besarnya kebutuhan air, perlu diperhitungkan juga
besarnya kebocoran/kehilangan air dari sistem. Besarnya kehilangan air
diperkirakan sebesar 20 % dari kebutuhan total sampai akhir tahun
perencanaan (Dirjen Cipta Karya, 1998).
Yang dimaksud dengan kehilangan air adalah :
22
Pemakaian air pada instalasi, diantaranya : pecucian unit-unit instalasi
dan keperluan air bersih untuk karyawan
Kebocoran pipa distribusi dan perlengkapan
Kesalahan petugas dalam menghitung meteran
Penyambungan liar
Kesalahan administrasi
Secara keseluruhan kehilangan air pada tahun 2017 hingga tahun 2036
dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 19. Proyeksi Kehilangan Air
Debit (Q) Kehilangan Kehilangan Debit (Q)
Tahun (L/dtk)
(L/dtk) (%) (L/dtk)
2017 154.12 20 30.82 184.94
2021 162.82 20 32.56 195.38
2026 172.71 20 34.54 207.25
2031 182.45 20 36.49 218.94
2036 193.48 20 38.70 232.18
23
5. Kebutuhan Maksimum Harian
Untuk kota-kota yang terdapat di Indonesia, besarnya faktor
pengali sebagai dasar untuk menghitung kebutuhan air bersih pada saat
pemakaian air minum pada jam-jam tertentu dalam jumlah yang lebih
banyak dari hari maksimum. Dengan kata lain pemakaian air dalam
jumlah maksimum pada hari-hari tertentu, dipengaruhi oleh :
Faktor hari maksimum = 1,15 – 1,25
Tabel 21. Kebutuhan Maksimum Harian
Debit (Q) Debit (Q) IPA
Debit (Q) Total Fmd
Tahun Olah (Qolah-25*)
(L/dtk) (%)
(L/dtk) (L/dtk)
2017 184.94 1.2 184.94 246.93
2021 195.38 1.2 195.38 259.46
2026 207.25 1.2 207.25 273.70
2031 218.94 1.2 218.94 287.73
2036 232.18 1.2 232.18 303.61
24
QIPA = 232.18 L/dtk – 25 L/dtk ( Kapasitas Eksisting)
QIPA = 207.18 L/dtk
25
C. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air (IPA)
1. Intake
Bangunan intake adalah suatu bangunan yang berfungsi sebagai
penyadap atau penangkap air baku yang berasal dari sumbernya atau
badan air seperti sungai, situ, danau dan kolam sesuai dengan debit yang
diperlukan untuk pengolahan. Bangunan intake harus disesuaikan menurut
konstruksi bangunan air, dan pada umumnya memiliki konstuksi beton
bertulang (reinforced concrete) agar memiliki ketahanan yang baik
terhadap kemungkinan hanyut oleh arus sungai.
Pintu intake pada IPA terdiri dari 1 unit, sedangkan saringannya
terdiri dari 2 saringan, yaitu 1 saringan kasar (kawat pagar) dan 1 saringan
halus (bar screen). Berikut ini adalah dimensi unit intake :
Level sungai
o Maksimum :2m
o Minimum : 0.95 m
o Rata-rata : 1.45 m
Kedalaman saluran :3m
Jumlah unit :3
Saringan Kasar
Dimensi Saluran Terbuka
o Tinggi saluran :5m
o Lebar saluran :1m
o Lebar bukaan : 1 cm
o Tebal plat : 0.5 cm
Kriteria desain :
Kecepatan aliran pada saringan kasar < 0.08 m/s
Kecepatan aliran pada pintu intake < 0.08 m/s
26
Kecepatan aliran pada saringan halus < 0.20 m/s
Lebar bukaan saringan kasar = 5 - 8 cm
Lebar bukaan saringan halus ± 5 cm
Perhitungan :
Saringan Kasar
Rumus :
𝑄
𝑣= 𝐴
Keterangan :
V = Kecepatan Aliran (m/s)
Q = Debit (m3/s)
A = Luas bukaan (m2)
0.136 𝑚3/𝑠
V= ( 1 𝑚 𝑥 5 𝑚 ) = 0.0272 m/s
Saringan Halus
Rumus :
𝑄
𝑣= 𝐴 𝑥 𝑒𝑓𝑓
Keterangan :
V = Kecepatan Aliran (m/s)
Q = Debit (m3/s)
A = Luas bukaan (m2)
Eff = Efisiensi Saringan (0,5 - 0,6)
27
0.136 𝑚3/𝑠
VA= (1 𝑚 𝑥 5 𝑚 𝑥 0.5) = 0.0544 m/s
2. Bak Pengumpul
Jumlah bak : 2 bak
Debit per bak = 0.136 / 2 = 0.068 m3/dtk
Panjang = 1.85 m
Lebar = 1.25 m
Tinggi = 1.25 m
Kriteria Desain :
Waktu detensi > 1,5 menit
Rumus :
𝑉
𝑡𝑑 = 𝑄
Perhitungan :
3 𝑥 2 𝑥 1.5
td = ( 0.068
) = 132.35 s = 2.2 menit
3. Unit Koagulasi
Pada proses koagulasi ini dilakukan proses destabilisasi partikel koloid,
karena pada dasarnya air sungai atau air-air kotor biasanya berbentuk
koloid dengan berbagai partikel koloid yang terkandung di dalamnya.
Destabilisasi partikel koloid ini bisa dengan penambahan bahan kimia
28
berupa tawas, ataupun dilakukan secara fisik dengan rapid mixing
(pengadukan cepat), hidrolis (terjunan atau hydrolic jump), maupun secara
mekanis (menggunakan batang pengaduk). Biasanya pada WTP dilakukan
dengan cara hidrolis berupa hydrolic jump.
Debit (Q) : 408 l/dtk : 0.408 m3/dtk
Tipe : hydrolic jump
Jumlah terjunan (n) = 2
Debit tiap terjunan (q) = 0.204 m3/dtk
Panjang bak (p) = 2 m
Lebar bak (l) : 2 m
Tinggi bak (t) = 1 m
Freeboard = 0.25 m
Tinggi terjunan (H) = 1 m
Viskositas kinematik pada 25o (𝑣) = 0,893 x 10-6 m2/dtk
Kriteria desain:
G = (100 - 1000) dtk-1
GTd = (30,000 - 60,000)
td = l0 dtk - 5 menit
Perhitungan
Total volume
V=pxlxt
V=2x2x1
V = 4 m3
Waktu detensi
𝑉
td = 𝑄
4
td = (0.204) = 19.6 s
29
Gradien kecepatan
𝑔𝑥ℎ
G = √𝑣 𝑥 𝑡𝑑
9.81 𝑥 1
G = √0,893 x 10−6 x 19.6 = 748.65 dtk -1
Nilai GT
GTd = G x td = 14679.47
4. Unit Flokulasi
Setelah dari unit koagulasi, selanjutnya air akan masuk ke dalam unit
flokulasi. Unit ini ditujukan untuk membentuk dan memperbesar flok.
Teknisnya adalah dengan dilakukan pengadukan lambat (slow mixing).
- Pada proses flokulasi ditambahkan poliakrilamit sebagai flokulan
dengan dosis 0.01 mg/L
- Pengadukan atau pencampuran dilakukan dengan bentuk bak yang
membuat arah aliran air berputar sehingga terjadi pencampuran. Arus
aliran air pelan karena pada flokulasi menggunakan pengadukan
pelan.
- Untuk menguji dosis optimum penambahan bahan kimia (koagulan
maupun flokulan) maka dilakukan Jar test
Data Eksisting
Tipe : pengaduk lambat Buffel Channel
Debit = 0,408 m3/s
Jumlah bak = 2 bak
Debit tiap bak (q) = 0,408 / 2 = 0,204 m3/s
Jumlah Kompartemen = 2
Kompartemen 1
30
- Panjang (P) = 13 m
- Lebar (L) = 0,5 m
- Kedalaman (H) = 4,2 m
- Kedalaman air = 3,8 m
- Jumlah belokan (s) =7
- Panjang belokan (Pb) = 0,65 m
Kompartemen 2
- Panjang (P) = 4,3 m
- Lebar (L) = 0,35 m
- Kedalaman (H) = 0,8 m
- Kedalaman air = 0,61 m
- Jumlah belokan (s) = 11
- Panjang belokan (Pb) = 0,85 m
Kriteria Desain
Waktu Detensi (td) = 15 – 45 menit
Gradien Kecepatan (G) = 10 – 60 s
G x td = 104 - 105
Koefisien gesekan (k) = 2 – 3,5
Kehilangan tekanan (hL) = 0,3 – 1 m
Viskositas Kinematik pada 25o (υ) = 0,893 x 10-6 m2/s
Perhitungan
Untuk Kompartemen 1
Debit (q) = 0,204 m3/s
Jumlah belokan (s) = 7 buah
Dimensi
- Panjang (P) = 13 m
- Lebar (L) = 0,5 m
31
- Kedalaman Sal (T) = 4,2 m
- Kedalaman Air (H) = 3,8 m
- Luas penampang saluran (Luas Basah)
A = L x H = 0,5 x 3,8 = 19 m2
- Keliling basah
P = L + 2H = 0,5 + (2 x 3,8) = 8,1 m
- Jari-Jari Basah
R = A/P = 19 m2/ 8,1 m = 2,345 m
Sloof (S) = ∆H/P = 0,4 m / 8,1 m = 0,049
- Volume
V = P x L x T = 13 m x 0,5 x 4,2 m = 27,3 m3
Kecepatan Aliran Saluran
1 1
𝑉 L = 𝑛 . R2/3.S1/2 = 0,013 . 2,3452/3.0,0491/2 = 30,05 m/s
HL= 0,09 m
Belokan
Jumlah (s) = 7 buah
Panjang (Pb) = 0,65 m
Lebar (Lb) = 0,25 m
Dalam Air (Hb) = 0,61 m
Total volume air belokan
Vab = Pb x Lb x Hb x s
Vab = 0,65 x 0,25 x 0,61 x 7
Vab = 0,69 m3
32
Luas Penampang
Ab = Lb x Hb = 0,25 x 0,61 = 0,15 m2
Kecepatan air pada belokan
Vb = q/Ab = 0,04/0,15 = 0,27 m/s
Headloss
𝑉2 0,272
Hb = 𝑘 2𝑔= 2 2𝑥9,81= 0,0074 m
G x td
G x td = 937 x 1122,96 = 1052213,52 = 1,052213 x 106
Untuk Kompartemen 2
Debit (q) = 0,204 m3/s
Jumlah belokan (s) = 11 buah
Dimensi
- Panjang (P) = 4,3 m
- Lebar (L) = 0,35 m
- Kedalaman Sal (T) = 0,8 m
- Kedalaman Air (H) = 0,61 m
- Luas penampang saluran (Luas Basah)
A = L x H = 0,35 x 0,61 = 0,21 m2
- Keliling basah
33
P = L + 2H = 0,35 + (2 x 0,61) = 1,57 m
- Jari-Jari Basah
R = A/P = 0,21 m2/ 1,57 m = 0,134 m
Sloof (S) = ∆H/P = 0,19 m / 4,3 m = 0,044
- Volume
V = P x L x T = 4,3 m x 0,35 x 0,8 m = 1,2 m3
HL= 0,19 m
Belokan
Jumlah (s) = 11 buah
Panjang (Pb) = 0,85 m
Lebar (Lb) = 0,35 m
Dalam Air (Hb) = 0,61 m
Total volume air belokan
Vab = Pb x Lb x Hb x s
Vab = 0,85 x 0,35 x 0,61 x 11
Vab = 1,99 m3
Luas Penampang
Ab = Lb x Hb = 0,35 x 0,61 = 0,21 m2
Kecepatan air pada belokan
34
Vb = q/Ab = 0,04/0,21 = 0,19 m/s
Headloss
𝑉2 0,192
Hb = 𝑘 2𝑔= 2 2𝑥9,81= 0,0037 m
Waktu Detensi
td = V/Q = 1,2(11) / 0,204 = 64 s = 1,07 menit
Gradien Kecepatan
𝑔𝑥𝐻 9,81 𝑥 0,19
𝐺 = √ 𝑣 𝑥 𝑡 𝐿 = √0,893 𝑥 10−6 𝑥 330 = 79,5 s-1
𝑑
G x td
G x td = 330 x 79,5 = 26.235
5. Unit Sedimentasi
Setelah melewati proses destabilisasi partikel koloid melalui unit
koagulasi dan unit flokulasi, selanjutnya perjalanan air akan masuk ke
dalam unit sedimentasi. Unit ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-
partikel koloid yang sudah didestabilisasi oleh unit sebelumnya. Unit ini
menggunakan prinsip berat jenis. Berat jenis partikel koloid (biasanya
berupa lumpur) akan lebih besar daripada berat jenis air. Dalam bak
sedimentasi, akan terpisah antara air dan lumpur.
- Teknik sedimentasi yang digunakan adalah menggunakan kolam
sedimentasi seperti penjelasan di atas yang menggunakan prinsip
berat jenis.
35
- Air dari bak flokulasi dialirkan secara pelan ke bak sedimentasi dan
flok-flok besar yang telah terbentuk (padatan) akan mengendap di
permukaan bak sedimentasi.
- Adapun mesin penarik yang berfungsi menarik padatan yang
mengendap agar terpisah dari air bersih, endapan akan masuk ke
sludge lagoon
- Dalam kolam ini terdapat beberapa ekor ikan yang berfungsi untuk
membuktikan bahwa air aman dan dapat dihidupi oleh ikan
(berdasarkan aturan air bersih)
Data Eksisting
Jumlah bak = 4 bak
Debit per unit = 0,408 m3/s/4 = 0,102 m3/s
Panjang (P) = 15 m
Lebar (L) =4m
Kedalaman (H) = 1,5 m
Tinggi muka air = 1,3 m
Kemiringan Settler = 60o
Pada saat pengurasan bak sedimentasi hanya tiga bak yang berfungsi karena
pengurasan dilakukan pada tiap 1 bak.
Kriteria desain
Surface loading rate = (60-150) m3/m2 day
Weir loading rate = (90-360) m3/m2 day
Waktu detensi bak = 2 jam = 120 menit
Waktu detensi settler = 6 – 25 menit
Rasio panjang terhadap lebar = 3:1 – 5:1
Kecepatan pada settler = (0,05 – 0,13) ,/min
Reynold number < 2000
36
Froude number > 10-5
Perhitungan
Rasio panjang-lebar bak
Rasio = 15/4 = 3,75
Surface loading rate
(0,102𝑚3 /𝑠 𝑥 (86400𝑠/ℎ𝑎𝑟𝑖))
Vt = = 146,88 m3/m2.hari
15𝑚𝑥4𝑚
37
𝑉 15𝑚𝑥4𝑚𝑥1,5𝑚
T=𝑄= = 662 detik = 11 menit
0,136𝑚3 /𝑠
6. Unit Filtrasi
Setelah proses sedimentasi, proses selanjutnya adalah filtrasi. Unit
filtrasi ini, sesuai dengan namanya, adalah untuk menyaring dengan
media berbutir. Media berbutir ini biasanya terdiri dari antrasit, pasir,
silika, dan kerikil dengan ketebalan berbeda. Dilakukan secara gravitasi.
- Proses filtrasi IPA ini menggunakan media pasir silica
- Air dari bak sedimentasi dialirkan ke bak filtrasi yang berisi pasir
silika, ukuran bak adalah 40 m2
Data Eksisting
Jenis : Saringan pasir cepat dengan aliran dari atas ke bawah
menggunakan gravitasi
Jumlah = 6 unit (bak))
Q per bak = 0,408 m3/s / 6 = 0,068 m3/s
Panjang (P) x Lebar (L) x Kedalaman (H) = (9 x 3 x 6) m
Lama operasi (to) =(24-48) jam
Diameter pipa inlet (Dpi) = 30 cm
Media saringan (Single media filter)
- Lapisan Pasir silika (Lfp) tebal 90 cm, ψ = 0,82, Sg = 2,65,
e = 0,42
- Media penyangga dengan kerikil/gravel tebal 10 cm, ψ = 0,7,
Sg = 2,65, e = 0,5
Kriteria Desain
Lebar (L) = 3-6 m
Rasio P:L = 2:1 sampai 4:1
Kedalaman (H) = 5,5-7,5 m
38
Luar area = 25-80 m2
Kecepatan filtrasi = 100-475 m3/m2.hari
Kedalaman media filter = 0,75 m
Kedalaman media penyangga = 0,5 m
Lama operasi = 12-24-72 jam
Kecepatan aliran pipa inlet (Vpi) = 0,6-1,8 m/s
Perhitungan
Jumlah filter
Jumlah filter = 12 √0,08 = 3,4 ≈ 4
Jumlah minimal filter di instalasi adalah 4 filter, sehingga jumlah
filter pada kondisi eksisting (6 filter) memenuhi jumlah
minimalnya.
Kecepatan aliran pipa inlet
Vpi = Q/A = 0,068 m3/s / (π.0,152) = 0,96 m/s > 0,6 m/s
Dimensi, geometri, dan lama operasi bak filtrasi :
L = 3 m = 3 m kriteria
P:L = 9/3 = 3:1
H=6m
Lama operasi (to) = 24-48 jam
Luas area bak dan kecepatan penyaringan (filtrasi)
As = P x L = 9 x 3= 27 m2 > 25 m2
0,068𝑚3
𝑄 ( )
Vf =𝐴 = 𝑠
(9𝑥3)𝑚2
= 3,6 x 10-3 m/s = 311,04 m3/m2.hari
39
Kedalaman (tebal) media filter dan media penyangga :
Lf = Lfp = 0,9 m > 0,75 m
Lp = 0,1 < 0,5 m
7. Desinfeksi
Desinfektan yang digunakan adalah gas chlor, dan masih berfungsi
dengan baik. Sistem chlorinatornya sangat sederhana dengan
mengandalkan penguapan yang terjadi di gas chlor. Proses destruksi
mikroorganisme patogen dalam air dengan menggunakan bahan kimia
atau ozon. Desinfeksi yang digunakan di IPA ini adalah Klorin dengan
dosis 1 mg/L
Data Eksisting
Jumlah = 1 unit (bak)
Debit pengolahan = 0,408 m3/s
Desinfeksi yang akan digunakan adalah kaporit dalam bentuk
padatan
Pembubuhan kaporit ke dalam bak pembubuh dilakukan 24 jam
sekali
Jumlah bak pembubuh adalah 2 (1 operasional – 1 cadangan)
dengan bentuk silinder
Dosis Kaporit (100%) = 1 mg/L = 1 x 10-6 kg/L
Berat jenis kaporit, ρkpr = 0,86 kg/L
Konsentrasi kaporit, Ckpr = 10 %
Perhitungan
Kebutuhan Kaporit
mkpr = 408 L/s x 86400 s x 1 x 10-3 kg/L = 35,2512 kg/hari
Volume kaporit tiap pembubuhan, Vkpr = 0,0408 m3
Volume pelarut, Vair = 0,14 m3
40
Volume larutan, V = 0,158 m3
V total (penyisihan besi + desinfeksi) = 0,483 m3
Dimensi Bak Pembubuh
- Ketinggian bak pembubuh, h = 0,6 m
- Diamter bak pembubuh, d = 1 m
- Freeboard = 20 cm
Pompa Pembubuh Kaporit
Data Perencanaan :
Jumlah pompa adalah 2 (1 operasional – 1 cadangan)
Efisiensi Pompa, η = 085
Head pompa disediakan, H = 10 m
Debit larutan kaporit, q1 = 0,483 m3/hari = 5,6 x 10-6 m3/s
Hasil Perencanaan :
Mass jenis larutan, ρl = 981 kg/m3
Daya Pompa, P = 0,21 Watt (Pompa 80 watt, Toroshima pump)
D. Perencanaan Reservoir
Kriteria desain
Jumlah unit atau kompartemen >2
Kedalaman (H) = 3-6 m
Tinggi jagaan (Hj) > 30 cm
Tinggi air min (Hmin) = 15 cm
Perhitungan
Kapasitas Efektif
Selisih terbesar (+) : 4670.37
Selisih terbesar (-) : 1702.98
41
Kapasitas Efektif = Selisih terbesar (+) + selisih terbesar (-)
Kapasitas Efektif = 4670.37 + 1702.98 = 6373.35 m3
Dimensi Reservoir
Bentuk reservoir : segi empat sama sisi
- Tinggi =5m
- Panjang = 27 m
- Lebar = 27 m
- Kedalaman air efektif = 4.4 m
- Tinggi jagaan = 60 cm
42
20 2103.24 30979.11 6.0 87.9 1469.13 29382.51 4.17 83.33 -1596.60
21 1575.51 32554.62 4.5 92.3 1469.13 30851.63 4.17 87.50 -1702.98
22 1047.68 33602.30 3.0 95.3 1469.13 32320.76 4.17 91.67 -1281.54
23 921.70 34524.00 2.6 97.9 1469.13 33789.89 4.17 95.83 -734.11
24 735.01 35259.01 2.1 100.0 1469.13 35259.01 4.17 100.00 0.00
Total 35259.01 35259.01
100.0
80.0
Volume (%)
60.0
Debit Pemakaian
40.0 Debit Suplai
20.0
0.0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
Jam
43