Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. W.

S PEREMPUAN 58 TAHUN
DENGAN DIAGNOSA CKB+FRAKTUR BASIS CRANII
DI RUANG IGD RSUD KLUNGKUNG TANGGAL 15 APRIL 2019

OLEH :
LUH PUTU ARI ANGGARI (P07120215024)
NI MADE WHASU PRAMESTI (P07120215030)
KADEK AYU NINA LUSIA ARIANDINI (P07120215031)
NI LUH NILAM SHANTI CAHYANI (P07120215033)
NI KOMANG DINI KESUMA PUTRI (P07120215035)
I.G.A REGITA PRAMESTI CAHYANI (P07120215036)
I GEDE PERI ARISTA (P07120215037)
IDA AYU MADE UTARI (P07120215039)
NYOMAN AYU SRI MELDYA RYANDAYANTI (P07120215056)
I DW MADE AGIE PRAMANA (P07120215077)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala meliputi trauma kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Diperkirakan
100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala dan lebih dari 700.000
orang mengalami cedera kepala berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit.
Dua pertiga dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah 4 kali lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan (Brain Injury Assosiation of America
2006).
Risiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat
perdarahan atau pembengkakaan otak sebagai respon terhadap cedera dan
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Maka diperlukan penanganan yang
tepat pada seseorang yang mengalami cedera otak. Tindakan resusitasi, anamnesa,
dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara komprehensif.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada kasus cedera
kepala.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian kegawatdaruratan pada kasus cedera kepala
b. Mengetahui diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus cedera kepala
c. Mengetahui intervensi keperawatan kegawatdaruratan pada kasus cedera kepala
d. Mengetahui implementasi keperawatan pada kasus cedera kepala
e. Mengetahui evaluasi keperawatan pada kasus cedera kepala
C. Manfaat
a. Agar perawat mampu menerapkan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada
klien cedera kepala.
b. Agar perawat mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan
cedera kepala.
c. Agar perawat mampu merencanakan tindakan sesuai dengan diagnosa
keperawatan.
d. Agar perawat mampu melaksanakan tindakan sesuai rencana yang telah
ditentukan.
e. Agar perawat mampu mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Cedera Kepala


Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008). Menurut Brain Injury Assosiation of
America (2006) Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat
congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar
yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma kepala
adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun
trauma tajam (B.Batticaca, 2008).

B. Penyebab Cedera Kepala


1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Trauma benda tumpul
4. Kecelakaan kerja
5. Kecelakaan rumah tangga
6. Kecelakaan olahraga
7. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)

C. Manifestasi Klinis

1. Nyeri yang menetap.


2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemoragic dari hidung, faring atau telinga dan darah
terlihat di bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle),
otoreaserebrospiral (cairan cerebrospiral keluar dari telinga),
rinoreaserebrospiral (keluar dari hidung).
4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan cerebrospinal berdarah.
5. Penurunan kesadaran
6. Pusing/berkunang-kunang
7. Peningkatan TIK
8. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis ekstremitas.
9. Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernafasan

D. Patofisiologi Cedera Kepala


Trauma kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang
terjadi tergantung pada besarnya getaran. Makin besar getaran makin besar kerusakan
yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia Aponeurotika
sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak. Hal itu menyebabkan
pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan hematoma epidural, subdural
maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi sirkulasi darah ke
otak menurun sehingga suplai oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan yang
akan menyebabkan edema cerebral. Akibat dari hematoma menyebabkan distorsi
pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada
kenaikan TIK sehingga merangsang kelenjar Pituitary dan Steroid adrenal
mensekresikan peningkatan asam lambung akibatnya timbul rasa mual dan muntah
dan anoreksia sehingga masukan nutrisi kurang. Patofisiologi Cedera kepala dapat di
golongkan menjadi dua yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.
Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi
secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan otak.
Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu terjadi
segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat fokal, local, maupun
difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja
dari kepala, sedangkan bagian relatif tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu
kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya
bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat Cedera kepala primer, misalnya akibat
hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma,
misalnya Epidural Hematoma yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara
periosteum tengkorak dengan duramater, subdural hematoma akibat berkumpulnya
darah pada ruang antara duramater dengan subarachnoid dan intra cerebal hematoma
adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.

E. Klasifikasi Cedera Kepala


Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara
deskripsi dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera
kepala. (IKABI, 2004).
1. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua
yaitu
a. Cedera kepala tumpul.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,
jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan
deselerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial
b. Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan
2. Berdasarkan morfologi Cedera kepala
Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang tengkorak
yang meliputi
a. Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit
kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin,
connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum
terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap
tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini.
Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar,
maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup
banyak.
b. Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang kepala berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi
1) Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada
tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur linier
dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar
tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat fragmen
fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.
2) Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulang tengkorak
yang menyebabkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Jenis fraktur ini
sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu
dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada sutura
lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematoma epidural.
3) Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang memiliki lebih dari
satu fragmen dalam satu area fraktur.
4) Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang
langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecil. Fraktur impresi
pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada duramater
dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula
eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen tulang
yang sehat.
5) Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak, fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada duramater yang
merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan letak
anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur
fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii
dan tulang kalfaria. Duramater daerah basis kranii lebih tipis dibandingkan
daerah kalfaria dan duramater daerah basis melekat lebih erat pada tulang
dibandingkan daerah kalfaria, sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat
menyebabkan robekan duramater. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan
cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak
(meningitis).
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes
sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batle’s sign (fraktur
basis kranii fossa media). Kondisi ini juga dapat menyebabkan lesi saraf kranial
yang paling sering terjadi adalah gangguan saraf penciuman (Nervous
olfactorius), Saraf wajah (Nervous facialis) dan saraf pendengaran (Nervous
vestibulokokhlearis). Penanganan dari fraktur basis kranii meliputi pencegahan
peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak misalnya dengan mencegah
batuk, mengejan, dan makanan yang tidak menyebabkan sembelit. Jaga
kebersihan sekitar lubang hidung dan telinga, jika perlu dilakukan tampon steril
(konsultasi ahli THT) pada tanda bloody/ otorrhea/otoliquorrhea. Pada penderita
dengan tanda-tanda bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi
terlentang dan kepala miring ke posisi yang sehat.
c. Cedera kepala di area intrakranial
Menurut (Tobing, 2011) diklasifikasikan menjadi Cedera otak fokal dan cedera
otak difus. Cedera otak fokal meliputi.
1) Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH) adalah adanya darah di
ruang epidural yaitu ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan
duramater. Epidural hematoma dapat menimbulkan penurunan kesadaran adanya
interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neorologis
berupa hemiparesis kontralateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit
kepala, muntah, kejang dan hemiparesis.
2) Perdarahan subdural akut atau subdural hematoma (SDH) akut
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang
terjadi akut (3-6 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil
dipermukaan korteks cerebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh
hemisfer otak. Biasanya kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan
prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan epidural.
3) Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik
Subdural hematoma kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih
dari 3 minggu setelah trauma. Subdural hematoma kronik diawali dari SDH akut
dengan jumlah darah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu
terjadinya inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot yang
bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke dalam
clot dan membentuk neomembran pada lapisan dalam (korteks) dan lapisan luar
(duramater). Pembentukan neomembran tersebut akan diikuti dengan
pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses
degradasi atau liquifaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan
hipertonis yang dilapisi membran semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka
akan menarik likuor diluar membran masuk kedalam membran sehingga cairan
subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH
kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan gejala yang
menyerupai TIA (transient ischemic attack), disamping itu dapat terjadi defisit
neorologi yang bervariasi seperti kelemahan motorik dan kejang.
4) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematoma (ICH)
Intra cerebral hematoma adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen
yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematoma bukan disebabkan
oleh benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan
oleh gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya
pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh
darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ICH antara
lain adanya penurunan kesadaran. Derajat penurunan kesadarannya dipengaruhi
oleh mekanisme dan energi dari trauma yang dialami.
5) Perdarahan subarachnoid traumatika (SAH)
Perdarahan subarachnoid diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal
baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki
ruang subarachnoid dan disebut sebagai perdarahan subarachnoid (PSA). Luasnya
PSA menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan
buruknya prognosa. PSA yang luas akan memicu terjadinya vasospasme
pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema
cerebri.
3. Klasifikasi Cedera kepala berdasarkan beratnya
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer, 2000) dapat
diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan menjadi
a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 – 15
1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
2) Tidak ada kehilangan kesadaran
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
b. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 – 13
1) Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon
yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan
2) Muntah
3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
4) Kejang
c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
1) Penurunan kesadaran sacara progresif
2) Tanda neorologis fokal
3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
(mansjoer, 2000)

F. Komplikasi Cedera Kepala


Komplikasi yang sering dijumpai menurut (Markam, 1999) pada Cedera
kepala meliputi
1. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada
situasi ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah
masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya
memasuki vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar
dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state
lebih dari satu tahun jarang sembuh.
2. Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-
kurangnya sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera, keadaan
ini berkembang menjadi epilepsy
3. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobek membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk, infeksi meningen ini biasanya
berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem
saraf yang lain.
4. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala
mengalami masalah kesadaran.
5. Penyakit Alzheimer dan Parkinson
Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit
Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi
tergantung frekuensi dan keparahan cedera.
G. Penatalaksanaan Cedera Kepala
1. Airway
Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan, lepaskan
gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dengan memasang
collar cervikal,pasang guedel/mayo bila diperlukan. Jika Cedera orofasial
mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
2. Breathing
Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak
beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi
cedera dada berat seperti pneumotoraks,hemopneumotoraks. Pasang
oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2 minimum 95%. Jika jalan nafas
pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2 yang adekuat (Pa O2
< 75 % dan Pa CO2<38 % mmHg serta saturasi O2 <95%) atau muntah maka
pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi.
3. Circulation
Menilai sirkulasi : otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan
semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera
intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan
darah, pasang EKG, pasang jalur intravena yang besar. Berikan larutan koloid.
Hindari memberikan larutan kristaloid karena dapat menimbulkan eksaserbasi
edema.
4. Disability
Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB
Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto tulang
belakang servikal (proyeksi A-P lateral dan odontoid), kolar servikal baru
dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh servikal C1-C7 normal. Pada semua
pasien dengan cedera kepala sedang dan berat pasang infus dengan larutan
normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis lebih efektif mengganti
volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini tidak
menambah edema cerebri. Lakukan pemeriksaan : Ht, periksa darah perifer
lengkap, trombosit, kimia darah. Lakukan CT scan. Pasien dgn CKR, CKS,
CKB harus dievaluasi adanya :Hematoma epidural, Darah dalam
subarachnoid dan intraventrikel, Kontusio dan perdarahan jaringan otak,
Edema cerebri, Fraktur kranium. Pada pasien yang koma ( skor GCS <8) atau
pasien dengan tanda-tanda herniasi lakukan : Elevasi kepala 30 derajat,
Hiperventilasi, Berikan manitol 20% 1 gr/kgBB intravena dalam 20-30 menit.
Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis
semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Pasang kateter foley, Konsul
bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematoma epidural besar,hematoma
subdural,Cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Identitas Pasien
Nama : Ny. W.S
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Swasta
Agama : Hindu
Tanggal Masuk RS : 15 April 2019
Alasan Masuk : Pasien datang ke IGD RSUD Klungkung dengan keluhan penurunan
kesadaran dan perdarahan dari hidung. Pasien dirujuk dari Puskesmas Selat
Karangasem setelah mengalami kecelakaan lalu lintas sekitar pukul 10.30 Wita.
Riwayat mual (+) muntah (+)
Diagnosa Medis : CKB + Fraktur Basis Cranii
Initial survey:
A (alertness) : -
V (verbal) : -
P (pain) : +
U (unrespons) : -

Taging : P1 P2 P3 P4
SURVEY PRIMER DAN RESUSITASI
AIRWAY DAN KONTROL SERVIKAL
1. Keadaan jalan nafas
Tingkat kesadaran : Sopor
Pernafasan : Dyspnea
Upaya bernafas : Spontan
Benda asing di jalan nafas : Darah
Bunyi nafas tambahan : Gurgling
Hembusan nafas : Lemah

2. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
3. Intervensi / Implementasi
Kolaborasi pemasangan servical collar
Kolaborasi pemasangan orofaringeal airway
Memonitor adanya sesak napas dan mengorok saat orofaringeal airway terpasang
Kolaborasi pemasangan ETT
Kolaborasi pengisapan darah dengan suction yang menyumbat jalan napas
Memonitor status saturasi oksigen
4. Evaluasi
S:-
O : bunyi napas tambahan gurgling (+), suction terakhir 5 menit yll, SaO2 : 84 %
pukul 13.10 Wita
A : Ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi
P : Lajutkan Intervensi
Monitor SaO2 secara periodik
Lakukan suction jika jalan napas kembali mengalami sumbatan
BREATHING
1. Fungsi pernafasan
Jenis Pernafasan : Dyspnea
Frekwensi Pernafasan : 22 x/menit
Retraksi Otot bantu nafas :-
Kelainan dinding thoraks : Simetris
Bunyi nafas : Vesikuler
Suara napas tambahan : Ronchi
Hembusan nafas : Lemah

2. Diagnosa Keperawatan
Ketidakfektifan pola napas
3. Intervensi / Implementasi
Mempertahankan kepatenan jalan napas
Mempertahankan oksigen tambahan yang adekuat dengan terapi NRM 14 Lpm
4. Evaluasi
S:-
O : pernapasan pasien cepat dan dangkal, RR 20 x/menit, irama napas irreguler
terpasang O2 NRM 14 lpm
A : Ketidakefektifan pola napas belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Monitor status respirasi secara berkala

CIRCULATION
Keadaan sirkulasi
Tingkat kesadaran : Sopor
Perdarahan (internal) : ada
Kapilari Refill Time : > 2 detik
Nadi radial/carotis : teraba lemah
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Akral perifer : dingin
Warna Kulit : Pucat
1. Diagnosa Keperawatan
Risiko Syok
2. Intervensi / Implementasi
Memonitor TD, nadi
Memonitor kualitas nadi
Memonitor suhu, warna dan kelembaban kulit
Memonitor adanya perubahan tekanan darah
Kolaborasi pemberian terapi cairan infus RL 500 ml IV 2 line 40 tpm dan
Dexametazone 5 mg/ml
Kolaborasi pemasangan kateter urine
Memonitor input dan output cairan
4. Evaluasi
S:-
O : pasien terpasang cairan infus RL 500 ml IV 2 line 40 tpm di tangan kanan dan
kaki kiri, nadi : 140 x/menit teraba kuat, TD : 100/90 mmHg, Suhu : 36,3 oC,
Produksi Urine : 1200 ml pukul 13.30 wita, CRT < 2 detik, akral hangat, perdarahan
dari hidung telah berkurang
A : Risiko syok teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Monitor TTV secara periodik (15 Menit)
Monitor input dan output cairan secara periodik (15 Menit)
DISABILITY
Pemeriksaan Neurologis:
GCS : E2 V2 M2 :6
Reflex fisiologis : -
Reflex patologis : -
Kekuatan otot: -
1. Diagnosa Keperawatan
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2. Intervensi / Implementasi
Memonitor tekanan aliran darah cerebral (MAP)
Memonitor status neurologis dan tingkat kesadaran
Memposisikan kepala dan leher pasien dalam posisi elevasi 30 derajat
3. Evaluasi
S: -
O: Tingkat kesadaran : sopor, GCS : 6, MAP : 93,3 mmHg, pupil : unisokhor, pasien
tidak kooperatif
A: Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Monitor tingkat kesadaran secara periodik (15 Menit)
Monitor MAP secara periodik (15 Menit)
PENGKAJIAN SEKUNDER / SURVEY SEKUNDER
1. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga mengatakan jika pasien tidak memiliki riwayat penyakit dan belum pernah
MRS
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengalami penurunan kesadaran dan perdarahan hidung setelah mengalami
kecelakaan lalu lintas, riwayat mual (+) muntah (+)
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan jika pasien tidak memiliki riwayat penyakit keturunan
2. RIWAYAT DAN MEKANISME TRAUMA
Pasien datang dengan penurunan kesadaran dan perdarahan hidung, riwayat mual (+)
muntah (+). Pasien dirujuk dari puskesmas selat setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas di jalan raya desa Buda Keling. Keluarga mengatakan pasien berboncengan
motor dengan anaknya dan tidak menggunakan helm. Ketika pulang dari sembahyang
di jalan turunan di desa Buda Keling tiba-tiba anaknya mengeremkan motornya
secara mendadak untuk menghindari truk yang datang dari bawah karena di jalan
tikungan sehingga truk tidak terlihat dari arah yang berlawanan kemudian pasien
terjatuh kebelakang dan kepala pasien terbentur dijalan raya. Selama dipuskesmas
pasien mendapat terapi cairan infus NaCl 0,9 % 500 ml loading (resusitasi cairan),
terapi O2 NRM 10 lpm.
3. PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)
Kepala
Kulit kepala : Bentuk kepala normocepale, distribusi rambut merata, warna
tampak beruban diselah-selah rambut yang berwarna hitam, kebersihan kepala cukup,
benjolan +, lesi +
Mata : mata simetris ka/ki,konjungtiva tidak anaemis, sclera tidak
ikterik, pupil unisokhor, raccoon eyes (+)
Telinga : secret (+), cairan-, darah-
Hidung : Simetris ka/ki, lesi/luka-, secret-, darah (+) rhinorrea
Mulut & gigi : Mukosa bibir lembab, cyanosis +, pecah-pecah-, stomatitis-,
lesi-
Wajah : Simetris, warna pucat, ikterus-, cianosisi-, edema-
Leher : Nadi karotis teraba lemah, pembesaran tiroid-, vena
jugularis distension-, lesi-, pembesaran limfoid -, terapasang collar neck
Dada/Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Simetris ka/ki, jejas-, penggunaan otot bantu napas -
Palpasi : Simetris, nyeri tekan-
Perkusi : Hipersonor
Auskultasi : Suara napas tambahan : ronchi
Jantung
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Tidak terjadi Pembesaran Jantung
Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, Palpitasi Jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi-, trauma-
Palpasi : Nyeri tekan-, hepatomegali-
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus 12 x/menit
Pelvis
Inspeksi : Simetri, benjolan-. Lesi-
Palpasi : Nyeri tekan-, krepitasi -
Genetalia : Cukup bersih, terpasang dower cateter pada genetalia,
Jumlah urine : 1200 ml (Pkl. 13.30 WITA)
Ekstremitas
Status sirkulasi : CRT < 2 detik, akral hangat
Keadaan injury : Tidak ada
Neurologis
Fungsi sensorik : -
Fungsi motorik : -

4. HASIL LABORATORIUM
Hasil pemeriksaan darah lengkap, tanggal 15 april 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
WBC 15,7 10^9/1 3.5 – 10.0
HGB 8,8 gr/dL 11.5 – 16.5
RBC 4,38 10^9/1 3.50 – 5.50
HCT 37.9 % 35.0 – 55.0

Hasil Pemeriksaan Kimia Darah, tanggal 15 april 2019


Tipe Sample : Serum
Test Nilai Satuan Referensi Keterangan
rentang nilai
Glucose 208 Mg/dl 75-115 High
Creatinine 0,95 Mg/dl 0,8-1,1 Normal
Ureum 52 Mg/dl 10-50 High

5. HASIL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


-
6. TERAPI DOKTER
Terapi O2 NRM 14 lpm
IVFD RL 500 mL IV 2 Line 40 tpm
Dexametazone 5 mg/ml
Citicoline 250 mg/2ml
Keterolac 30 mg/ml
Cefotaxime 1 gram
Servical collar 1 buah
Kateter urine 1 set
B. ANALISA DATA
DATA FOKUS ANALISIS MASALAH
DATA SUBJEKTIF : - Cidera otak primer Ketidakefektifan bersihan
DATA OBJEKTIF : jalan napas
bunyi napas tambahan Kerusakan sel otal meningkat
gurgling (+), suction
terakhir 5 menit yll, SaO2 Peningkatan rangsangan saraf simpatis
: 84 % pukul 13.10 Wita
Peningkatan tahanan vaskular sistemik
dan peningkatan tekanan darah

Peningkatan tekanan pembuluh darah


pulmonal

Peningkatan tekanan hidrostatik

Kebocoran cairan kapiler

Oedema paru

Penumpukan cairan/secret
DATA SUBJEKTIF : - Cidera otak primer Ketidakefektifan pola napas
DATA OBJEKTIF :
pernapasan pasien cepat Kerusakan sel otal meningkat
dan dangkal, RR 20
x/menit, irama napas Peningkatan rangsangan saraf simpatis
irreguler terpasang O2
NRM 14 lpm. Peningkatan tahanan vaskular sistemik
dan peningkatan tekanan darah

Peningkatan tekanan pembuluh darah


pulmonal

Peningkatan tekanan hidrostatik

Kebocoran cairan kapiler

Oedema paru

Penumpukan cairan/secret

Difusi O2 terhambat
DATA SUBJEKTIF : - Cidera otak primer Risiko ketidakefektifan
DATA OBJEKTIF : perfusi jaringan cerebral
Tingkat kesadaran : kerusakan sel otak meningkat
sopor, GCS : 6, MAP :
93,3 mmHg, pupil : Gangguan autoregulasi
unisokhor, pasien tidak
kooperatif Aliran darah ke otak menurun dan
pasokan O2 ke otak menurun

Gangguan metabolik

Asam laktat meningkat dan edema otak

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d benda asing dalam jalan napas d.d
dyspnea, perubahan frekuensi napas, perubahan pola napas, sianosis, suara
napas tambahan
2. Ketidakefektifan pola napas b.d gangguan neurologis (trauma kepala) d.d
perubahan kedalaman pernapasan, dispneu, tachipneu
3. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral d.d trauma kepala
D. PERENCANAAN
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Stabilisasi dan membuka jalan napas:
Batasan karakteristik: Napas  Posisikan pasien dan kepala sesuai dengan
o Batuk yang tidak efektif Setelah diberikan asuhan keperawatan kebutuhan
 Dispnea selama 1 x 6 jam, klien mampu  Monitor adanya sesak napas, mengorok
o Gelisah menunjukan kepatenan saat tube oro/nasofaring terpasang pada
o Kesulitan verbalisasi jalan napas dengan kriteria tempatnya
o Mata terbuka lebar hasil :  Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
o Ortopnea  Frekuensi Pernafasan normal prosedur intubasi
o Penurunan bunyi napas  Irama pernafasan normal  Berikan oksigen 100% sesuai yang
 Perubahan frekuensi napas  Kedalaman inspirasi normal dibutuhkan
 Perubahan pola napas o Penggunaan otot bantu nafas tidak ada o Auskultasi dada setelah intubasi
 Sianosis  Suara nafas tambahan tidak ada o Observasi kesimetrisan pergerakan
o Sputum dalam jumlah yang berlebihan o Retraksi dinding dada tidak ada dinding dada
 Suara napas tambahan o Pengembangan dinding dada simetris  Monitor status pernapasan sesuai
o Tidak ada batuk kebutuhan
Faktor yang berhubungan:
Lingkungan Pengisapan lendir pada jalan napas:
o Perokok  Lakukan suction mulut/trakea
o Perokok pasif o Auskultasi suara napas sebelum dan
o Terpajan asap setelah tindakan suction
o Monitor adanya nyeri
Obstruksi jalan napas  Monitor status oksigenasi pasien
o Adanya jalan napas buatan  Monitor status respirasi dan kardiologi
 Benda asing dalam jalan napas o Gunakan bantal untuk menopang posisi
o Eksudat dalam alveoli pasien
o Hyperplasia pada dinding bronkus
o Mukus berlebihan
o Penyakit paru obstruksi kronis
o Sekresi yang tertahan
o Spasme jalan napas
Fisiologis
o Asma
o Disfungsi neuromuscular
o Infeksi
o Jalan napas alergik
Ketidakefektifan pola napas Status pernafasan : ventilasi Bantuan ventilasi
Batasan karakteristik Setelah diberikan asuhan keperawatan  Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Perubahan kedalaman pernapasan selama 1 x 6 jam, klien mampu  Posisikan pasien untuk mengurangi
o Perubahan ekskursi dada menunjukan ventilasi yang dyspnea
o Bradipneu adekuat dengan kriteria hasil  Posisikan untuk meminimalkan upaya
o Penurunan tekanan ekspirasi : bernapas (misalnya, mengangkat kepala
o Penurunan ventilasi semenit  Frekuensi pernafasan normal tempat tidur, dan memberikan over bed
o Penurunan kapasitas vital  Irama pernafasan normal table bagi pasien untuk bersandar
 Dispneu  Kedalaman inspirasi normal o Monitor kelelahan otot pernafasan
o Peningkatan diameter anterior-posterior  Pengembangan dinding dada simetris o Mulai dan pertahankan oksigen
o Pernapasan cuping hidung o Tidak ada gangguan ekspirasi tambahan seperti yang ditentukan
o Ortopneu  Kelola pemberian obat nyeri yang tepat
o Fase ekspirasi memanjang untuk mencegah hipoventilasi
o Pernapasan bibir  Monitor pernafasan dan status
 Tachipneu oksigenasi
o Penggunaan otot aksesorius untuk Terapi oksigen
bernapas  Pertahankan jalan napas yang paten
Faktor berhubungan  Atur peralatan oksigenasi
o Ansietas  Monitor aliran oksigen
o Cedera medulla spinalis  Pertahankan posisi pasien
o Derformitas diding dada  Observasi adanya tanda-tanda
o Deformitas tulang hipoventilasi
o Disfungsi neuromuscular
o Gangguan musculoskeletal
 Gangguan neurologis ( EEG,trauma
kepala, dan gangguan kejang)
o Hiperventilasi
o Imaturitas neurologis
o Keletihan
o Keletihan otot pernafasan
o Nyeri
o Obesitas
o Posisi tubuh ynag menghambat
ekspansi paru
o Sindrom hipoventilasi
Risiko syok Pencegahan syok Pencegahan syok
Faktor risiko: Manajemen syok  Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah
□ Hipotensi Setelah diberikan asuhan keperawatan dan nadi), warna kulit, suhu kulit,
 Hypovolemia selama 1 x 6 jam diharapkan masalah kapiler refill
□ Hipoksemia kekurangan volume cairan dapat teratasi Fluid Monitoring
 Hipoksia dengan kriteria hasil :  Monitor fungsi renal (BUN SC)
□ Infeksi  Tekanan darah dalam batas normal  Monitor input dan output cairan
□ Sepsis  Denyut nadi dalam batas normal □ Monitor EKG
□ Sindrom respon inflamasi sensorik □ Kadar hematocrit dalam batas normal  Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai
 Kadar serum elektrolit (BUN dan indikasi
osmolaritas urin) dalam batas normal)
 Turgor kulit elastis
 Intake dan output cairan 24 jam seimbang
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan Perfusi Jaringan : Cerebral Monitor Tekanan Intrakranial (TIK)
cerebral Setelah dilakukan tindakan keperawatan □ Berikan informasi kepada pasien dan
Faktor resiko : selama 1 x 6 jam diharapkan tidak terjadi keluarga/orang penting lainnya
□ Agen farmaseutikal peningkatan tekanan intracranial dengan  Monitor tekanan aliran darah otak
□ Aterosklerosis aortic kriteria hasil :  Monitor status neurologis
□ Baru terjadi infark miokardium  Tekanan darah sistolik dan diastolic  Monitor suhu dan jumlah WBC
□ Diseksi arteri normal □ Periksa pasien terkait ada tidaknya gejala
□ Embolisme □ Sakit kepala menurun atau hilang kaku kuduk
□ Endokarditis infektif  MAP dalam batas normal  Monitor intake dan output
□ Fibrilasi atrium □ Tidak gelisah  Berikan antibiotic
□ Hiperkolesterolemia  Tidak mengalami muntah  Letakkan kepala dan leher pasien dalam
□ Hipertensi □ Tidak mengalami penurunan kesadaran posisi netral , hindari fleksi pinggang
□ Kardiomiopati dilatasi □ Tidak demam yang berlebihan.
□ Katup prostetik mekanis □ Tidak mengalami agitasi  Sesuaikan kepala tempat tidur untuk
□ Koagulasi intravascular diseminata mengoptimalkan perfusi serebral
□ Koagulopati (misalnya, anemia sel sabit
)
□ Masa protrombin abnormal
□ Masa tromboplastin parsial abnormal
□ Miksoma atrium
□ Neoplasma otak
□ Penyalahgunaan zat
□ Sekmen ventrikel kiri akinetik
□ Sindrom sicksinus
□ Strenosis carotid
□ Strenosis mitral
□ Terapi trombolitik
□ Tumor otak ( misal, gangguan
serebrovaskular, penyakit
neurologis,tumor )
 Trauma
E. PELAKSANAAN

No. Waktu Implementasi Respon Paraf


1,2 13.30 Wita Memonitor tekanan darah, nadi, DS : -
frekuensi napas, irama napas dan DO : TD : 100/90 mmHg, ND : 140 x/menit kualitas nadi kuat, RR : 20
SaO2 setiap 15 menit x/menit irama napas irreguler, SaO2 : 84 %
1 13.30 Wita Melakukan suction DS : -
DO : Suction berhasil dilakukan
3 14.30 Wita Memonitor WBC, HGB dan BUN DS : -
SC DO : HGB : 8,8 gr/dL, WBC : 15,7, Ureum : 52 mg/dl, SC : 0,95 mg/dl
3 15.00 Wita Memonitor input dan output cairan DS : -
DO : IVFD RL 500 ml 40 tpm, Produksi urine 1000 ml (Jumlah Urine di
urine bag ke I telah dibuang pukul 13.30 Wita sebanyak 1200 ml)
3 15.00 Wita Kolaborasi pemberian cairan infus DS : -
dan analgetik DO : masuk cairan IVFD RL 500 ml ke 5 20 tpm dan Ketorolac 30
mg/ml dan citioline 250 mg/ml

3 16.00 Wita Kolaborasi pemberian antibiotik DS : -


DO : Cefotaxime 1 gram
1,2 16.00 Wita Memonitor tekanan darah, nadi, DS : -
frekuensi napas, irama napas dan DO : TD : 130/80 mmHg, ND : 122 x/menit kualitas nadi kuat, RR : 20
SaO2 setiap 15 menit x/menit irama napas irreguler, SaO2 : 93 %
3 16.00 Wita Memonitor input dan output cairan DS : -
DO : IVFD RL 500 ml 20 tpm,Urine di urine bag ke II telah dibuang
pukul 16.00 Wita sebanyak 1200 ml) Output cairan sampai pukul 16.00
Wita sebanyak 2200 ml

F. EVALUASI

No. Waktu Catatan Perkembangan Paraf


1 16.00 Wita S:-
O : bunyi napas tambahan gurgling (-), SaO2 : 93 %
A : Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Teratasi
P : Pertahankan Intervensi
Pantau kepatenan jalan napas secara periodik
2 16.00 Wita S:-
O : RR 20 x/menit, irama napas irreguler terpasang O2 NRM 14 lpm
A : Ketidakefektifan pola napas belum teratasi
P : Kolaborasi Intervensi
− Lanjutkan pemberian terapi O2 dengan NRM 14 Lpm
− Evaluasi respirasi pasien secara berkala (30 menit) dalam proses perjalanan
− Evaluasi SaO2 secara berkala (30) Menit dalam proses perjalanan

3 16.00 Wita S:-


O : Tingkat kesadaran : sopor, GCS : 6, pupil : unisokhor, pasien tidak kooperatif
A : Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral belum teratasi
P : Modifikasi dan kolaborasi intervensi
− KIE keluarga untuk merujuk pasien ke RSUP Sanglah agar mendapatkan perawatan intensif dan
komprehensif
− Monitor tingkat kesadaran secara periodic selama proses perjalanan
− Monitor TTV secara periodic selama proses perjalanan
BAB IV
SIMPULAN

Berdasarkan definisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu
kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh trauma
benda tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit,
tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan. Risiko utama
pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau
pembengkakaan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Maka diperlukan asuhan keperawatan yang tepat pada
seseorang yang mengalami cedera otak. Tindakan resusitasi, anamnesa, dan
pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara komprehensif dan
spesifik untuk meminimalkan angka morbiditas dan mortalitas pasien cidera kepala.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan ed-3. Jakarta : EGC


Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia Edisi
Keenam. Singapore: Elsevier.
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia
Edisi Keenam. Singapore: Elsevier
Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem
persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta
: EGC
http://www.scribd.com/doc/20357839/Cedera-Kepala

Anda mungkin juga menyukai