Laporan Pendahuluan Halusinasi
Laporan Pendahuluan Halusinasi
HALUSINASI
3. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart 2007 jenis halusinasi terdiri dari:
a. Halusinasi pendengaran
Yaitu klien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya
dengan stimulus yang nyata / lingkungan dengan kata lain orang yang
berada disekitar klien tidak mendengar suara / bunyi yang didengar
klien.
b. Halusinasi penglihatan
Yaitu klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya
stimulus yang nyata dari lingkungan, stimulus dalam bentuk kilatan
cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau
kompleks.
c. Halusinasi penciuman
Yaitu klien mencium sesuatu yang bau yang muncul dari sumber
tertentu tanpa stimulus yang nyata.
d. Halusinasi pengecapan
Yaitu klien merasa merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya
merasakan rasa yang tidak enak.
e. Halusinasi perabaan
Yaitu klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang
nyata.
f. Cenestetik
Merasakan funisi tubuh seperti aliran darah dari vena dan arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine.
g. Kinistetik
Merasakan gerakan sementara berdiri tegak.
h. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizoprenia
dengan waham kebesaran terutama menjadi organ-organ.
i. Halusinasi viseral
Timbulnya perasaan tertentu pada tubuhnya.
4. Tahapan Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart Lardia
(2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda yaitu :
a. Fase I
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian,
rasa bersalah serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Disini kliuen tyersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri. Jika kecemasan
datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya
namun intensitas persepsi meningkat.
b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsi. Disini terjadi penin gkatan tanda-tanda sistem
saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital.
Asyik dengan pengalaman sensori danb kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita. Ansietas meningkat dan
berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, individu
berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran internal
menjadi menonjol, gambaran suara dan sensori dan halusionasinya
dapat berupa bisikan yang jelas, klien membuat jarak antara dirinya
dan halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi
datang dari orang lain atau tempat lain.
c. Fase III
Klien menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Disini klien sukar berhubungan
dengan orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien
menjadi lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya.
Kadang halusinasi tersebut memberi kesenangan dan rasa aman
sementara.
d. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancamjika klien mengikuti
perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik
diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan
tidak mampu berespon lebih dari satu orang. Kondisi klien sangat
membahayakan. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain
karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup dalam dunia
yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau bahkan
selamanya.
Respon Respon
Adaptif
Maladaptif
C. Faktor Predisposisi
1. Biologis
Abnormalitas otak dapat menyebabkan respon neuro biologik yang
maladptif, misal adanya lesi pada area frontal, temporal dan limbik yang
paling berhubungan dengan munculnya perilaku psikotik. Perubahan-
perubahan kimia di otak juga dapat dikaitkan dengan skizoprenia seperti
kelebihan neurotransmiter dopamin, ketidakseimbangan dopamin dengan
neurotransmiter lain dan masalah pada reseptor.
2. Psikologis
Selama lebih dari 20 tahun skizoprenia diyakini sebagai penyakit yang
dapat disebabkan oleh keluarga dan sebagian oleh karakter individu itu
sendiri. Ibu yang selalu cemas, over protektif, dingin dan tidak
berperasaan ayah yang tidak dekat dengan anaknya atau terlalu
memanjakan, konflik pernikahan juga dapat menyebabkan gangguan ini.
Skizoprenia juga dipandang sebagai kaegagalan membangun tahap
awal perkembangan psikososial. Skizoprenia dipandang sebagsi contoh
paling berat dari ketidakmampuan mengatasi stress. Gangguan identitas,
ketidakmampuan untuk mengontrol insting-insting dasar diduga sebagai
teori kunci dari skizoprenia.
3. Sosial budaya
Beberapa ahli menyimpulkan bahwa kemiskinan, ketidakmampuan
sosial budaya dapat menyebabkan skizoprenia. Ilmuan lain menyatakan
bahwa skizoprenia di sebabkan terisolasi dikota atau segera tempat
tinggalnya. Walaupun stress yang terakumulasi berhubungan dengan faktor
lingungan berkontribusi untuk munculnya skizoprenia dan untuk
kekambuhannya, penemuan neurobiologis mengembangkan proses
terjadinya gangguan psikotik ini.
D. Faktor Presipitasi
Faktor sosial budaya : teori ini mengatakan bahwa stress lingkungan
dapat menyebabkan terjadinya respon neurobiologis yang maladaptif
misalnya lingkungan yang penuh kritik (rasa bermusuhan), kehilangan
kemandirian dalam kehidupan atau kehilangan harga diri, kerusakan dalam
hubungan interpersonal, kesepian, tekanan dalam pekerjaan dan kemiskinan.
Teori ini mengatakan bahwa stress yang menumpuk dapat menunjang
terhadapa terjadinya gangguan psikotik tetapi tidak diyakini sebagai
penyebab utama gangguan.