Anda di halaman 1dari 13

How to deal with Ocular Trauma

Delfitri Lutfi
Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK UNAIR / RSUD dr. Soetomo
Surabaya

Pendahuluan
Trauma okuli merupakan penyebab tersering pasien mata datang ke ruang gawat darurat,
yaitu sebanyak lebih dari 49% kasus. Setiap tahun, 55 juta orang di dunia mengalami trauma
okuli dan sekitar 750.000 orang diantaranya membutuhkan perawatan di rumah sakit. Di Amerika
Serikat, sekitar 2,5 juta insiden trauma okuli dilaporkan terjadi setiap tahun dan hampir 1 juta
orang dengan trauma okuli mengalami gangguan penglihatan permanen. Menurut USEIR, 3,6%
dari semua trauma pada mata disebabkan oleh trauma kimia.
Menurut data Instalasi Rawat Darurat (IRD) Mata RSUD Dr. Soetomo Surabaya, pada
tahun 2001 didapatkan 74,48% kasus trauma okuli dimana 30,9% merupakan kasus trauma okuli
mekanik. Trauma okuli merupakan penyebab sekitar 1,6 juta kasus kebutaan, 2,3 juta kasus
gangguan penglihatan pada kedua mata, dan 19 juta kasus kebutaan atau gangguan penglihatan
pada satu mata. Open globe injury adalah penyebab utama dari gangguan penglihatan dan
kebutaan. Angka insiden open globe injury secara global yaitu 3,5 per 100.000 orang setiap tahun
dimana didapatkan 203.000 kasus open globe injury setiap tahun di dunia.
Penyebab trauma okuli dibedakan menjadi penyebab kimia dan mekanik. Trauma kimia
pada mata dapat disebabkan oleh trauma kimia basa dan asam. Sedangkan traum mekanik dapat
disebabkan trauma benda tumpul maupun traum tajam. Anamnesis dan pemeriksaan yang baik
dalam diagnosis trauma okuli adalah hal yang utama. Anamnesa yang harus diketahui: penyebab
dan mekanisme trauma, waktu terkena trauma, waktu mendapatkan penanganan pertama, dan
penanganan serta terapi yang sudah didapat. Pada kasus trauma kimia, anamnesis sebaiknya
dilakukan setelah irigasi secara maksimal.
Pemeriksaan mata yang dilakukan pada kasus trauma okuli meliputi:
• tajam penglihatan (pada pasien yang mengalami erosi kornea sebelum dilakukan pemeriksaan
tajam penglihatan diberikan anestesi topikal dahulu)
• tekanan intraokuli (untuk mengetahui glukoma sekunder). Bila dicurigai adanya erosi atau
laserasi pada kornea merupakan kontra indikasi.
• segmen anterior (termasuk mengetahui reflek pupil) dan segmen posterior
• pergerakan bola mata (untuk mengetahui adanya parese persarafan atau untuk mengetahui
ada tidaknya otot yang terjepit)
• pemeriksaan lapang pandangan
• pemeriksaan tambahan : CT Scan kepala orbita, USG mata

Klasifikasi trauma :
1. Trauma non mekanik (trauma kimia asam/basa, trauma thermis)
2. Trauma mekanik (trauma tumpul dan trauma tajam)

TRAUMA KIMIA
Trauma kimia pada mata dapat menyebabkan kerusakan berat pada permukaan mata yang
mengakibatkan terjadinya gangguan penglihatan. Pada trauma kimia terutama yang diakibatkan
oleh basa, dapat terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bola mata, merusak stroma kornea dan
struktur segmen anterior mata. Namun sebagian besar bahan kimia cenderung hanya terdapat
pada permukaan bola mata.
Etiologi
Penyebab tersering trauma kimia basa yaitu : 1. ammonia (NH3; kandungan terbanyak
pada bahan pembersih rumah tangga dan dapat menyebabkan trauma kimia berat), 2. lye
(NaOH; kandungan yang sering didapatkan pada cairan pembersih); 3. potassium hydroxide
(KOH), magnesium hydroxide (Mg[OH]2); and 4. lime (Ca[OH]2).
Penyebab tersering trauma kimia asam yaitu : 1. sulfuric (H2SO4; penyebab trauma asam
terseing, merupakan kandungan dalam batteray automobile); 2. sulfurous (H2SO3); 3.
hydrofluoric (HF; penetrasi cepat dan menyebabkan trauma asam yang paling berat); 3. acetic
(CH3COOH); 4. chromic (Cr2O3); dan 5. hydrochloric (HCl).
Epidemiologi dan Prognosis
Dalam satu penelitian didapatkan: sebagian besar adalah dewasa muda (usia antar 16-
25 tahun), laki-laki (76%), penyebab tersering adalah kecelakaan akibat kerja (63%), trauma
kimia basa terjadi hampir 2 kali lipat dari trauma kimia asam, dan hanya kurang dari 1 % pasien
menderita gangguan penglihatan permanen.
Patofisiologi
Trauma kimia basa mengakibatkan peningkatan PH jaringan dan saponifikasi asam lemak
dalam membran sel dan kerusakan sel. Zat kimia dapat menembus stroma kornea sehingga
merusak lapisan proteoglikan, serat kolagen dan dapat menyebabkan inflamasi.
Trauma kima asam menyebabkan presipitasi pada protein sehingga kerusakan jaringan
yang disebabkan lebih ringan dibandingkan trauma kimia basa kecuali trauma kimia asam yang
mengandung asam hidroflorit.
Penetrasi bahan kimia basa dan asam pada stroma kornea dapat menyebabkan kematian
dan hidrasi keratosit sehingga terjadi hilangnya kejernihan stroma kornea. Hidrasi dan jaringan
kolagen dapat menyebabkan penebalan dan pemendekan jaringan trabekula dan berpotensial
menyebabkan peningkatan tekanan intra okuli. Waktu penetrasi ke dalam segmen anterior bola
mata bervariasi dari segera setelah trauma kimia karena ammonia hingga 3 – 5 menit setelah
trauma karena sodium hidroxyde.Penetrasi pada segmen anterior dapat menyebabkan terjadinya
glaukoma dan katarak. Bila pH permukaan mata dapat dikembalikan normal, pH humor akuos
dapat kembali normal dalam 30 menit hingga 3 jam tergantung seberapa luas penetrasinya.
Gambaran Klinis

Prinsip Tatalaksana
1. Irigasi adekuat dengan cairan normal salin atau ringer laktat dengan sebelumnya bila
memungkinkan menggunakan anestesi topikal. Pada saat irigasi menggunakan kelopak mata
dibukan menggunakan spreader, selang infus dialirkan sampai fornix konjungtiva dan kelopak
mata dibalik sehingga zat kimia terbilas tidak ada yang tersisa. Apabila cairan normal salin atau
ringer laktat tidak tersedia bisa menggunakan semua cairan yang tidak mengandung racun dan
tidak terpolusi. Irigasi dilakukan sampai pH normal dapat dicek dengan kertas pH. Apabila tidak
tersedia kertas pH lebih baik dilakukan irigasi dalam jangka waktu lama sampai diperkirakan
pH normal. Irigasi minimal dilakukan sebanyak 1 liter, minimal selama 30 menit untuk trauma
kimia asam dan 1 jam untuk trauma kimia basa hingga didapatkan pH mata normal.
2. Vitamin C 1-2 g dan tertrasiklin atau asam sitrat untuk kolagenase.
Efek paling optimal dari suplemen ascorbat topikal dan sistemik serta tetracycline derivatives
dalam merangsang sintesis kolagen dan menurunkan resiko ulcerasi kornea didapatkan pada
pemberian sesegera mungkin.
3. Antibiotika topikal dan sistemik jika dibutuhkan (pada trauma kimia berat)
4. Steroid topikal untuk mengurangi inflamasi. Penggunaan steroid digunakan pada fase akut
tidak lebih dari 2 minggu karena steroid dapat menyebabkan terhambatnya penyembuhan luka
kornea dan infeksi sekunder
5. Cycloplegic topikal untuk mengurangi nyeri yang disebabkan spasme dari siliaris.
6. Lubricen untuk melindungi permukaan mata
7. bebat mata
Prognosis
Prognosis tajam penglihatan tergantung:
1. Seberapa luas kerusakan permukaan bola mata dan ada tidaknya luka pada palpebra yg
mempengaruhi fungsi menutup mata.
2. Seberapa luas epitel limbus yang rusak dan seberapa banyak zat kimia yang terserap didalam
mata.
TRAUMA MEKANIK
Pada kasus trauma mekanik pada mata, anamnesis awal sangat berperan untuk
menentukan prioritas penanganan dan kapan pasien dirujuk ke dokter mata. Anamnesis yang
perlu ditanyakan yaitu riwayat kelainan mata sebelumnya termasuk pemakaian lensa kontak,
tetes mata, dan prosedur pembedahan mata. Bila pasien memiliki hanya satu mata yang bisa
berfungsi, rujukan segera ke dokter mata sangat dianjurkan. Perhatikan juga kondisi kelainan
sistemik dan riwayat obat sistemik.
Pemeriksaan pada mata seringkali memerlukan alat tertentu supaya adekuat.
Pemeriksaan awal bisa menggunakan senter dengan nyala baik. Tajam penglihatan dapat dinilai
dengan Snellen chart atau minimal dengan menggunakan hitung jari. Bila diperlukan untuk
melihat detail segment anterior bola mata, dapat menggunakan magnifikasi loupe. Bila tersedia,
pemeriksaan mata disarankan dengan menggunakan slit lamp dan funduskopi.
Trauma mekanik pada mata bisa dibedakan berdasarkan anatomi:
1. Non globe injury, mengenai kelopak mata dan orbita
2. Globe injury, mengenai bola mata
3. Orbital injury

Gambar anatomi bola mata kanan


NON GLOBE INJURY
LASERASI KELOPAK MATA
Investigasi
Diagnosis trauma kelopak mata ditunjang oleh anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik.
Anamnesis yang harus ditanyakan pada pasien dengan laserasi kelopak mata, yaitu: mekanisme
trauma, waktu kejadian, tanda dan gejala klinis perlu diperhatikan untuk memberikan tata laksana
yang tepat. Trauma kelopak mata seringkali diikuti dengan trauma pada bola mata dan benda
asing orbita.
Pemeriksaan
Pemeriksaan pada laserasi meliputi ukuran dan kedalaman luka perlu dilakukan. Semua laserasi
harus dieksplorasi untuk mencari kemungkinan perluasan ke struktur lain di mata seperti bola
mata dan orbita. Bila memungkinkan sebisa mungkin lakukan pemeriksaan tajam penglihatan.
Pemeriksaan mata sederhana dengan lampu senter dan bantuan loupe dapat membantu untuk
mencari adanya penetrasi atau laserasi kornea dan konjungtiva. Pemeriksaan dengan funduskopi
dilakukan bila diperlukan berdasarkan penemuan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan pada beberapa kasus trauma kelopak mata. CT scan
orbita harus dilakukan bila ada kecurigaan adanya benda asing di dalam rongga orbita.
Prinsip Manajemen
Laserasi kelopak mata tidak memerlukan tindakan penjahitan sesegera mungkin. Salep
antibiotik dan bebat mata dapat dilakukan untuk menstabilkan pasien hingga tindakan penjahitan
dilakukan dalam 24 hingga 48 jam setelah trauma. Tindakan penjahitan sebaiknya tidak ditunda
hingga lebih dari 48 jam.
Penjahitan laserasi kelopak mata sederhana dapat dilakukan di ruang gawat darurat
dengan pembiusan lokal. Anak-anak dan pasien yang kurang bekerja sama dan menderita
trauma kelopak mata kompleks sebaiknya dilakukan penjahitan dengan pembiusan umum.
Cara dan teknik penjahitan laserasi kelopak mata dipandu oleh anatomi kelopak mata yaitu
secara umum yaitu:
 Lamella anterior, terdiri atas kulit dan otot orbicularis okuli
 Lamella posterior, terdiri atas tarsus dan konjungtiva.
 Struktur pemandu pada tepi kelopak mata: garis bulu mata, gray line, dan orificum kelenjar
meibom.
Dengan penjahitan dan aposisi luka yang tepat, tujuan utama penjahitan yaitu mengembalikan
bentuk, fungsi, dan anatomi kelopak mata dapat dicapai.
Gambar Anatomi kelopak mata

Tata laksana laserasi kelopak mata :


 Sebelum dilakukan tindakan pada kasus trauma kelopak mata, perlu dipertimbangkan
pemberian profilaksis antibiotik sistemik dan anti tetanus, terutama pada luka yang kotor.
 Desinfeksi luka dengan betadine
 Penjahitan dilanjutkan pada struktur kelopak mata disesuaikan dengan anatomi kelopak mata
lapis demi lapis. Penjahitan lapisan dalam bisa dengan benang absorbable seperti vicryl 6.0.
Pada lapisan luar dan kulit dapat menggunakan benang non absorbable seperti silk atau
prolene 6.0.
Kapan dirujuk ke dokter mata?
 Bila laserasi kelopak mata disertai trauma pada bola mata yang membutuhkan
pembedahan seperti ruptur bola mata atau benda asing intra orbita.
 Bila posisi laserasi di daerah nasal atau dekat dengan punctum kelopak mata atas atau
bawah sehingga dicurigai terjadinya kerusakan pada sistem drainase nasolacrimal
 Bila terdapat kehilangan jaringan luas atau gangguan bentuk anatomi kelopak mata
 Bila terjadi laserasi full thickness yang mengenai seluruh lapisan kelopak mata atau
laserasi melibatkan tepi kelopak mata
GLOBE INJURY
Anamnesis
Anamnesis yang perlu ditanyakan pada pasien dengan kecurigaan trauma bola mata meliputi :
 Mekanisme trauma perlu untuk ditanyakan terutama berkaitan dengan kemungkinan adanya
trauma penetrasi. Kekuatan trauma, rendah atau tinggi juga harus didokumentasikan.
 Gejala klinis yang ditemukan pada pasien seperti hilangnya penglihatan, nyeri saat
menggerakkan bola mata, dan diplopia ataupun keluhan mata lainnya.
 Riwayat trauma dan pembedahan pada mata sebaiknya ditanyakan dan dapat berhubungan
dengan penurunan integritas dinding bola mata.

Closed Globe Injury


Kerusakan akibat trauma tidak mengenai seluruh dinding bola mata, dimana dinding bola mata
masih utuh.
Sering disebabkan oleh benda tumpul dimana trauma akibat benda tumpul pada mata dapat
menyebabkan kerusakan pada struktur di dalam bola mata.
Pemeriksaan
 Tajam penglihatan.
 Gerakan bola mata. Bila didapatkan adanya edema kelopak mata, hati-hati dalam membuka
kelopak mata untuk mengidentifikasi bola mata untuk memastikan tidak ada ruptur pada bola
mata. Gangguan gerakan bola mata dapat dicurigai disebabkan ruptur bola mata atau fraktur
dinding orbita.
 Slit lamp atau pemeriksaan segmen anterior untuk melihat adanya ruptur bola mata yang
seringkali terjadi di area limbus. Pemeriksaan juga dilakukan untuk melihat apakah
didapatkan darah di bilik mata depan (hifema).
 Pemeriksaan mencari kemungkinan laserasi pada kelopak mata.
 Ophthalmoscopy dilakukan terutama bila dicurigai didapatkan kelainan pada retina
 Investigation CT scan (axial dan coronal) dilakukan bila ada kecurigaan terjadi fraktur dinding
orbita.

Sub Conjunctival Bleeding


Perdarahan pada konjungtiva yang dapat disebabkan oleh trauma.
Apabila jaringan yang ada dibawahnya intak, dapat terjadi maka penyembuhan sendiri dalam 7-
10 hari. Terapi topikal dapat diberikan sebagai terapi supportif.
Gambar subcongjungtival bleeding

Benda Asing pada konjungtiva


Benda asing pada konjungtiva lebih sering ditemukan. Dari pemeriksaan mata harus disingkirkan
kemungkinan benda asing menancap lebih dalam ke dalam bola mata.
Pengambilan benda asing bisa dilakukan menggunakan cotton bud, forsep atau jarum no 30.
Dapat diberikan antibiotika tetes topikal, siklopegik topikal, dan bebat mata setelah dilakukan
pengambilan benda asing kecuali benda asing yang disebabkan tumbuhan karena dapat
menyebabkan infeksi jamur.
Evaluasi dilakukan 24 jam setelah pengambilan benda asing.

Gambar benda asing konjungtiva


Benda asing pada kornea
Semua kecurigaan adanya benda asing di kornea harus dirujuk segera ke dokter mata.
Anamnesis perlu dilakukan untuk mencari jenis benda asing sehingga dapat menghindari
komplikasi di kemudian hari.
Pemeriksaan
 Tajam penglihatan
 Slit lamp terutama untuk menilai ukuran, lokasi, da nasal benda asing serta kedalaman
masuknya benda asing di kornea.
 Pemeriksaan kornea, bilik mata depan, iris, pupil dan lensa untuk mencari tanda adanya
penetrasi ke dalam bola mata.
Tata laksana
1. Gunakan tetes mata topikal
2. Pengambilan benda asing dengan menggunakan slit lamp
3. Gunakan fluorescein untuk mengukur luas kerusakan epitel kornea
4. Topikal antibiotik dan siklopegik setelah dilakukan pengambilan benda asing
5. Anti nyeri oral bila diperlukan, tergantung ukuran dan lokasi benda

Gambar cara pengambilan benda asing kornea

Hifema
Perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan trauma pada iris perifer dan badan siliaris.
Harus segera dirujuk ke dokter mata.
Tata laksana:
 Beberapa kasus membutuhkan rawat inap
 Tidur setengah duduk dan membatasi aktivitas
 Steroid topikal atau dengan steroid sistemik jika didapatkan inflamasi yang berat
 Siklopegik topikal mungkin diperlukan
 Terapi glaukoma oral dan topikal jika didapatkan peningkatan tekanan intra okuli
 Waspada perdarahan berulang terutama pada hari ke 3-7, peningkatan tekanan bola
mata, dan pewarnaan pada kornea

Gambaran hifema pada bilik mata depan

Open Globe Injury


Kerusakan mengenai seluruh dinding bola mata (kornea dan sklera).
Dapat disebabkan benda tajam dan benda tumpul.
Pemeriksaan awal hanya dilakukan untuk memastikan riwayat trauma.
Jangan dilakukan banyak manipulasi pada mata yang dicurigai menderita trauma.
Tata laksana awal di ruang gawat darurat :
 Bed rest
 Bila perlu dapat diberikan analgesic atau antiemetic.
 CT scan orbita dapat dikerjakan tapi sebaiknya setelah diskusi dengan dokter mata untuk
memastikan fokus dari ct scan.
 Tutup (bukan bebat tekan) mata untuk memastikan tidak terjadi peningkatan tekanan bola
mata dan keluarnya isi bola mata.
 Jangan diberikan salep mata pada trauma penetrasi
 Dapat diberikan injeksi anti tetanus dan intra vena antibiotik terutama pada trauma kotor.
 SEGERA RUJUK ke dokter mata
 Penjahitan sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu 24 jam setelah trauma.
Gambar open globe injury dengan prolaps isi bola mata (iris dan koroid)

ORBITAL INJURY
Investigasi
 Mekanisme dari trauma harus ditanyakan dalam anamnesis, seperti terkena bola atau
dipukul seseorang
 Gejala klinis yang bisa ditemukan yaitu nyeri (terutama saat menggerakkan bola mata),
diplopia, edema kelopak mata, ptosis, dan krepitasi pada trauma pada tulang hidung.
 Trauma orbita yang sering terjadi yaitu “white’ blow-out fracture dapat disertai perdarahan
periorbital minimal, enophthalmos (bola mata terlihat masuk ke dalam), dan hambatan
pergerakan bola mata.
 Pemeriksaan mata lengkap sebaiknya dilakukan oleh dokter mata.
 Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan CT scan orbita dan kepala (potongan aksial dan
koronal).
Tata Laksana
 Dapat diberikan Nasal decongestant selama 7-10 hari
 Antibiotik broad spectrum oral
 Hindari Valsalva maneuver
 Kompres dingin pada orbita selama 24-48 jam
Kapan dirujuk ke dokter mata
 Rujuk segera (urgent) pada kasus trauma orbita yang disertai trauma mat
 Rujuk segera (non-urgent) pada kasus dengan kecurigaan fraktur orbita
 Pasien dapat diperiksa dalam 1-2 minggu setelah trauma terutama bila didapatkan diplopia
yang menetap atau enophthalmos
 Pembedahan dapat dilakukan dalam 4- 14 hari setelah trauma.
Gambar enophthalmos dan hambatan gerak bola mata kiri

Daftar Pustaka
1. American Academy of Opthalmology. External disease and cornea. Clinical aspects of toxic and
traumatic injuries of the anterior segment. BCSC 2016-2017
2. Gang A, Patel AS, Aswad LA, Shah M. Ocular trauma: Acute evaluation cataract, glaucoma. Eyewiki.
Juni 2015
3. Kales SN, Christian DC. Acute chemical emergency, N engl J Med. 2004:350:800-808
4. Kuhn F, Pieramici DJ, Ocular Trauma: Principles and Practice. Thieme Medical Publisher, New York.
2002
5. NSW Department of Health. Eye Emergency Manual, Second edition. Sydney. 2009

Anda mungkin juga menyukai