Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecelakaan menjadi penyebab tertinggi kematian manusia pada usia 15-29


tahun, menjadi penyebab tertinggi kedua kematian manusia pada usia 5-14 tahun,
dan menjadi penyebab tertinggi ketiga kematian manusia pada usia 30-44 tahun di
dunia. Berdasarkan data WHO’s Global Burden of Disease Project pada tahun
2004 terjadi kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian lebih dari 1,27
juta orang tiap tahunnya. Hal ini menempatkan kecelakaan sebagai penyebab
kematian nomor sembilan pada manusia. Diperkirakan pada tahun 2030
kecelakaan akan menjadi penyebab kematian nomor empat di dunia (WHO,
2009). Berdasarkan data dari koordinator kepolisian RI tahun 2012, jumlah
kecelakaan yang terjadi pada tahun 2010 ada 1.571 kasus, dengan korban tewas
laki-laki sebanyak 349 orang dan perempuan sebanyak 100 orang. Sedangkan
korban luka berat sebanyak 1.008 orang dan luka ringan sebanyak 1.347 orang
(Kementrian Kesehatan RI, 2012).

Penyebab kematian tertinggi pada kecelakaan adalah akibat cedera yang


dialami korban. Cara optimal untuk mengurangi cedera yang mengancam nyawa
adalah melalui upaya pencegahan primer yang menurunkan insiden dan keparahan
cedera. Ketika pencegahan gagal, yang paling mungkin dilakukan untuk
meminimalkan akibat dari cedera adalah melalui pelayanan pre hospital (pra
rumah sakit) dan perawatan trauma yang efektif di rumah sakit (WHO, 2005).
Luka fatal dapat dicegah atau dikurangi keparahannya dengan perawatan trauma
pre hospital yang memadai. Manfaat yang besar dari perawatan pre hospital
direalisasikan selama fase kedua trauma, ketika pemberian perawatan tepat
dilakukan pada waktu yang tepat sehingga bisa membatasi atau menghentikan hal-
hal yang bisa menyebabkan kematian atau kecacatan seumur hidup. Tanpa
perawatan pre hospital, korban yang semula bertahan atas lukanya bisa meninggal
kemudian di tempat kejadian atau diperjalanan ke rumah sakit. Kebanyakan
kematian pada jam-jam pertama setelah cedera adalah akibat dari penekanan pada
jalan nafas, gagal pernafasan atau perdarahan yang tidak 3 terkontrol. Ketiga
kondisi ini dapat diatasi dengan menggunakan tindakan dasar pertolongan pertama
(WHO, 2005). Sebagian besar penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap
perawatan trauma pre hospital. Di banyak negara, beberapa korban menerima
perawatan di tempat kejadian dan lebih sedikit masih bisa berharap untuk
diangkut ke rumah sakit dengan ambulan. Apabila tersedia transportasi, biasanya
diberikan oleh kerabat pengamat terlatih, sopir taksi, sopir truk, atau polisi.
Sebagai akibatnya, banyak korban meninggal di tempat kejadian atau beberapa
jam pertama setelah cedera (WHO, 2005).

Sistem perawatan trauma pre hospital tidak dapat berfungsi sendiri.


Mereka harus sepenuhnya diintegrasikan ke dalam sarana prasarana kesehatan
pemerintahan yang ada di masyarakat. Sistem pre hospital dirancang untuk
menyediakan warga negara akses terhadap keperawatan kesehatan yang mendesak
dengan cepat, aman, dan efektif. Setiap sistem harus disesuaikan dengan
kebutuhan lokal dan pengkajian kapasitas dan dikembangkan dengan
memperhatikan budaya lokal, undang-undang, infrastruktur, kapasitas sistem
kesehatan, pertimbangan ekonomi dan sumber daya administrasi (WHO, 2005).
Rumah Sakit di Indonesia memiliki standar ambulan gawat darurat (bagian dari
pre hospital) yang berbeda. Baru mulai tahun 2004 sistem ambulan terpadu 118
diberlakukan di Jakarta. Diikuti dengan 4 kota besar lainya seperti Palembang,
Surabaya, Makasar dan Yogyakarta.

Di Yogyakarta, pelayanan ini lebih terkenal dengan sebutan YES 118


(Yogyakarta Emergency Services) yang merupakan program pemerintah Kota
Yogyakarta (Pitt, E & Pusponegoro, 2005). 4 Pada periode November-Desember
2008 YES 118 telah melayani 37 kasus (22 kasus trauma dan 6 kasus medis),
pada 2009 sebanyak 455 kasus (267 kasus trauma dan 188 kasus medis), pada
tahun 2010 sebanyak 1.156 kasus (693 kasus trauma dan 463 kasus medis), dan
pada tahun 2011 sebanyak 742 kasus (428 kasus trauma dan 314 kasus medis)
(Martino, 2013). YES 118 dilatarbelakangi adanya kasus gawat darurat medis
seperti kecelakaan, kekerasan, maupun kesakitan yang tidak tertangani dengan
cepat dan tepat sejak korban berada di lokasi kejadian ataupun ketika berada di
rumah sakit. Program ini bertujuan untuk mewujudkan layanan yang memberikan
penanganan kegawatdaruratan medis secara terintegrasi dengan lintas sektor
terkait, sehingga mengurangi resiko kematian, kecacatan, dan komplikasi akibat
kegawatdaruratan medis yang terlambat ataupun salah pertolongan (Martino,
2013).

Perawatan darurat pre hospital meliputi pengobatan, perawatan, dan


pemeriksaan pada pasien yang dipindahkan dengan ambulan atau helikopter
menuju ke rumah sakit. Penyeimbangan antara tindakan medis dan keperawatan
merupakan hal penting dalam pelayanan pre hospital. Hal ini bertolak belakang
dengan kultur emergency department yang menekankan pada teknik skills medis
dan efisiensi (Buckley, 2009). Berdasarkan wawancara dengan pegawai dinkes
bagian pelayanan masyarakat, dan sekretaris sub divisi YES 118, dalam usia enam
tahun pelayanan YES 118 dilaksanakan, evaluasi terus dilaksanakan setiap tiga
bulan sekali. Hal ini ditujukan 5 dilakukan hanya mencakup proses pelaksanaan
teknis yang telah dibakukan dalam pedoman teknis YES 118 tanpa melibatkan
feedback dari pasien. Tidak ada layanan kritik saran yang disediakan ataupun
kuesioner yang dibagikan guna mengetahui sebaik apa pelayanan yang diberikan.
Baik dan tidaknya suatu pelayanan bisa dilihat salah satunya dari tingkat kepuasan
pasien. Namun pada kondisi ini, kepuasan pasien terhadap pelayanan YES 118
belum bisa diketahui. Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator kualitas
pelayanan kesehatan, baik di bagian emergency department termasuk pre hospital,
maupun bagian lain dalam sistem pelayanan kesehatan. Sehingga pengukuran
kepuasan pasien menjadi sangat penting sebagai salah satu rujukan untuk
perencanaan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan (Buckley, 2009). Penelitian
multivariat yang berjudul patient satisfaction in the emergency departmen: a
review of the literature and implications for practice mengungkapkan bahwa yang
paling mempengaruhi kepuasan pasien adalah interaksi interpersonal dengan
dokter dan perawat. Teknik keterampilan dan waktu tunggu juga berpengaruh
terhadap kepuasan pasien, tetapi tidak lebih berpengaruh dari pada interaksi
personal terhadap pemberi pelayanan gawatdarurat (Boudreaux, Edwin
D&O’Hea, 2004). Pelayanan pre hospital Yogyakarta atau sering disebut dengan
YES 118, belum memiliki sistem evaluasi untuk mengukur kepuasan pasien.
Padahal tingkat kepuasan pasien perlu diukur sebagai salah satu rujukan perbaikan
kualitas pelayanan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagimana Laporan pendahuluan mengenai cdera kepala?

1.2.2 Bagaimana contoh Asuhan Keperawatan pada cedera kelapa ?

1.3 Manfaat

1.3.1 Teoritis

a. Dapat dijadikan landasan teori pada pendidikan akademik

b. Dapat dijadikan referensi dalam pembuatan asuhan keperawatan cedera


kepala

1.3.2 Praktis

a. Dapat dijadikan sebagai acuhan dalam pemeberian intervensi asuhan


keperawatan pada klien dengan cedera kepala.

b. Dapat dijadikan acuhan dalam pertolongan pertama pada kecelelakaan

Anda mungkin juga menyukai