Kecelakaan menjadi penyebab tertinggi kematian manusia pada usia 15-29
tahun, menjadi penyebab tertinggi kedua kematian manusia pada usia 5-14 tahun, dan menjadi penyebab tertinggi ketiga kematian manusia pada usia 30-44 tahun di dunia. Berdasarkan data WHO’s Global Burden of Disease Project pada tahun 2004 terjadi kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian lebih dari 1,27 juta orang tiap tahunnya. Hal ini menempatkan kecelakaan sebagai penyebab kematian nomor sembilan pada manusia. Diperkirakan pada tahun 2030 kecelakaan akan menjadi penyebab kematian nomor empat di dunia (WHO, 2009). Berdasarkan data dari koordinator kepolisian RI tahun 2012, jumlah kecelakaan yang terjadi pada tahun 2010 ada 1.571 kasus, dengan korban tewas laki-laki sebanyak 349 orang dan perempuan sebanyak 100 orang. Sedangkan korban luka berat sebanyak 1.008 orang dan luka ringan sebanyak 1.347 orang (Kementrian Kesehatan RI, 2012).
Penyebab kematian tertinggi pada kecelakaan adalah akibat cedera yang
dialami korban. Cara optimal untuk mengurangi cedera yang mengancam nyawa adalah melalui upaya pencegahan primer yang menurunkan insiden dan keparahan cedera. Ketika pencegahan gagal, yang paling mungkin dilakukan untuk meminimalkan akibat dari cedera adalah melalui pelayanan pre hospital (pra rumah sakit) dan perawatan trauma yang efektif di rumah sakit (WHO, 2005). Luka fatal dapat dicegah atau dikurangi keparahannya dengan perawatan trauma pre hospital yang memadai. Manfaat yang besar dari perawatan pre hospital direalisasikan selama fase kedua trauma, ketika pemberian perawatan tepat dilakukan pada waktu yang tepat sehingga bisa membatasi atau menghentikan hal- hal yang bisa menyebabkan kematian atau kecacatan seumur hidup. Tanpa perawatan pre hospital, korban yang semula bertahan atas lukanya bisa meninggal kemudian di tempat kejadian atau diperjalanan ke rumah sakit. Kebanyakan kematian pada jam-jam pertama setelah cedera adalah akibat dari penekanan pada jalan nafas, gagal pernafasan atau perdarahan yang tidak 3 terkontrol. Ketiga kondisi ini dapat diatasi dengan menggunakan tindakan dasar pertolongan pertama (WHO, 2005). Sebagian besar penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap perawatan trauma pre hospital. Di banyak negara, beberapa korban menerima perawatan di tempat kejadian dan lebih sedikit masih bisa berharap untuk diangkut ke rumah sakit dengan ambulan. Apabila tersedia transportasi, biasanya diberikan oleh kerabat pengamat terlatih, sopir taksi, sopir truk, atau polisi. Sebagai akibatnya, banyak korban meninggal di tempat kejadian atau beberapa jam pertama setelah cedera (WHO, 2005).
Sistem perawatan trauma pre hospital tidak dapat berfungsi sendiri.
Mereka harus sepenuhnya diintegrasikan ke dalam sarana prasarana kesehatan pemerintahan yang ada di masyarakat. Sistem pre hospital dirancang untuk menyediakan warga negara akses terhadap keperawatan kesehatan yang mendesak dengan cepat, aman, dan efektif. Setiap sistem harus disesuaikan dengan kebutuhan lokal dan pengkajian kapasitas dan dikembangkan dengan memperhatikan budaya lokal, undang-undang, infrastruktur, kapasitas sistem kesehatan, pertimbangan ekonomi dan sumber daya administrasi (WHO, 2005). Rumah Sakit di Indonesia memiliki standar ambulan gawat darurat (bagian dari pre hospital) yang berbeda. Baru mulai tahun 2004 sistem ambulan terpadu 118 diberlakukan di Jakarta. Diikuti dengan 4 kota besar lainya seperti Palembang, Surabaya, Makasar dan Yogyakarta.
Di Yogyakarta, pelayanan ini lebih terkenal dengan sebutan YES 118
(Yogyakarta Emergency Services) yang merupakan program pemerintah Kota Yogyakarta (Pitt, E & Pusponegoro, 2005). 4 Pada periode November-Desember 2008 YES 118 telah melayani 37 kasus (22 kasus trauma dan 6 kasus medis), pada 2009 sebanyak 455 kasus (267 kasus trauma dan 188 kasus medis), pada tahun 2010 sebanyak 1.156 kasus (693 kasus trauma dan 463 kasus medis), dan pada tahun 2011 sebanyak 742 kasus (428 kasus trauma dan 314 kasus medis) (Martino, 2013). YES 118 dilatarbelakangi adanya kasus gawat darurat medis seperti kecelakaan, kekerasan, maupun kesakitan yang tidak tertangani dengan cepat dan tepat sejak korban berada di lokasi kejadian ataupun ketika berada di rumah sakit. Program ini bertujuan untuk mewujudkan layanan yang memberikan penanganan kegawatdaruratan medis secara terintegrasi dengan lintas sektor terkait, sehingga mengurangi resiko kematian, kecacatan, dan komplikasi akibat kegawatdaruratan medis yang terlambat ataupun salah pertolongan (Martino, 2013).
Perawatan darurat pre hospital meliputi pengobatan, perawatan, dan
pemeriksaan pada pasien yang dipindahkan dengan ambulan atau helikopter menuju ke rumah sakit. Penyeimbangan antara tindakan medis dan keperawatan merupakan hal penting dalam pelayanan pre hospital. Hal ini bertolak belakang dengan kultur emergency department yang menekankan pada teknik skills medis dan efisiensi (Buckley, 2009). Berdasarkan wawancara dengan pegawai dinkes bagian pelayanan masyarakat, dan sekretaris sub divisi YES 118, dalam usia enam tahun pelayanan YES 118 dilaksanakan, evaluasi terus dilaksanakan setiap tiga bulan sekali. Hal ini ditujukan 5 dilakukan hanya mencakup proses pelaksanaan teknis yang telah dibakukan dalam pedoman teknis YES 118 tanpa melibatkan feedback dari pasien. Tidak ada layanan kritik saran yang disediakan ataupun kuesioner yang dibagikan guna mengetahui sebaik apa pelayanan yang diberikan. Baik dan tidaknya suatu pelayanan bisa dilihat salah satunya dari tingkat kepuasan pasien. Namun pada kondisi ini, kepuasan pasien terhadap pelayanan YES 118 belum bisa diketahui. Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan, baik di bagian emergency department termasuk pre hospital, maupun bagian lain dalam sistem pelayanan kesehatan. Sehingga pengukuran kepuasan pasien menjadi sangat penting sebagai salah satu rujukan untuk perencanaan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan (Buckley, 2009). Penelitian multivariat yang berjudul patient satisfaction in the emergency departmen: a review of the literature and implications for practice mengungkapkan bahwa yang paling mempengaruhi kepuasan pasien adalah interaksi interpersonal dengan dokter dan perawat. Teknik keterampilan dan waktu tunggu juga berpengaruh terhadap kepuasan pasien, tetapi tidak lebih berpengaruh dari pada interaksi personal terhadap pemberi pelayanan gawatdarurat (Boudreaux, Edwin D&O’Hea, 2004). Pelayanan pre hospital Yogyakarta atau sering disebut dengan YES 118, belum memiliki sistem evaluasi untuk mengukur kepuasan pasien. Padahal tingkat kepuasan pasien perlu diukur sebagai salah satu rujukan perbaikan kualitas pelayanan kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagimana Laporan pendahuluan mengenai cdera kepala?
1.2.2 Bagaimana contoh Asuhan Keperawatan pada cedera kelapa ?
1.3 Manfaat
1.3.1 Teoritis
a. Dapat dijadikan landasan teori pada pendidikan akademik
b. Dapat dijadikan referensi dalam pembuatan asuhan keperawatan cedera
kepala
1.3.2 Praktis
a. Dapat dijadikan sebagai acuhan dalam pemeberian intervensi asuhan
keperawatan pada klien dengan cedera kepala.
b. Dapat dijadikan acuhan dalam pertolongan pertama pada kecelelakaan