Anda di halaman 1dari 6

MC :

Terima kasih kepada Bapak Wakil Menteri Keuangan, kami mohon Bapak Wakil Menteri
Keuangan untuk dapat membuka acara hari ini secara simbolis dengan membuka gong dan di
damping oleh Bapak Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Sekda Provinsi Sulawesi
Selatan.
Dengan demikian acara sosialisasi hari ini resmi dibuka. Bapak ibu yang kami hormati, kita akan
memasuki pemaparan materi sesi yang pertama, pemaparan ini akan disampaikan oleh Bapak
Dirjen Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tema “Kebijakan dan Tantangan Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2017.”
Dirjen Perimbangan Keuangan
Bapak Boediarso Teguh Widodo
Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Bapak dan Ibu sekalian yang kami hormati, kami akan menyampaikan kebijakan dan tantangan
dari pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa tahun 2017 dan 2018.
Kebijakan transfer ke daerah dan dana desa ini adalah salah satu instrument di dalam
pelaksanaan desentralisasi fiskal. Seperti diamanatkan di dalam Pasal 18 Bab 6 UUD 1945,
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI dibagi atas daerah provinsi dibagi atas
kabupaten dan kota. Masing-masing dari kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Bapak dan Ibu sekalian itulah sesi dari otonomi dan desentralisasi. Desentralisasi berarti
penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah di dalam mengurus dan
mengatur sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan tadi. Di
dalam kaitan ini penyerahan atas fungsi dan tugas tadi harus diakui dengan penyerahan atas
sumber. Sumber pendanaan, itulah esensi dari disentralisasi fiscal yaitu penyerataan sumber
pendanaan atau yang disebut dengan revenue assigmens dan yang kedua, adalah penyerahan di
dalam diskresi pengelolaan dan penggunaan setiap rupiah dari belanja daerah.
Di dalam perkembangannya sejak pasca krisis tahun 97-98, terjadi perubahan dan fundamental
di dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di dalam tata pemerintahan, yang kita kenal
dengan Big Bang Pulse. Big Bang Pulse tadi menandai era baru di dalam tata pemerintahan di
Indonesia dengan tujuan untuk memperkuat pelaksanaan otonomi dan desetralisasi.
Desentralisasi memberikan konsekuensi pada dua pola hubungan, pertama memperhatikan
kekhususan dan keragaman daerah, yang kedua adalah hubungan keuangan yang hari ini kita
bicarakan antara pemerintah pusat dan daerah yang harus diatur dan dilaksanakan secara adil
dan selaras berdarakan undang-undang.
Bapak dan Ibu, saat ini kita tengah menyelesaikan finalisasi draft dari hubungan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kalau Undang-undang 33 yang lalu yang saat
ini masih berlaku, itu hanya mengatur perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, maka
pada draft Undang-undang hubungan keuangan pusat dan daerah atau AKPD akan mengatur
empat jenis kedua, akan mengatur hubungan keuangan antara pemerintah provinsi dengan
pemerintah kabupaten kota. Yang ketiga, mengatur hubungan antar pemerintah antara provinsi
satu dengan yang lainnya, antara kabupaten satu dengan yang lainnya, atau antar kota dengan
kabupaten dan seterusnya. Dan yang keempat, hubungan keuangan antara pemerintah daerah
dengan berbagai lembaga lainnya, baik BUMD, pihak ketiga maupun dengan pemerintah daerah
di luar negeri.
Bapak dan Ibu selain ditandai dengan berkembangnya daerah dari semula provinsi 26 menjadi
sekarang 34, dari kabupaten kota dari 294, sekarang menjadi 508, dan juga berbagai jenis dari
lahirnya undang-undang mengenai pemerintahan daeran dari Undang-undang 22 tahun2009
hingga 23 tahun2014 dan juga Undang-undang Perimbangan Keuangan mulai dari 25 tahun 99
yang kemudian diperbarui dengan Undang-undang 33 tahun 2004, juga naik secara signifikan
dari transfer ke daerah dan dana des yang tadi telah disampaikan oleh Bapak Wakil Menteri
Keuangan. Ada sedikitnya empat peran strategis dari kebijakan alokasi transfer ke daerah dan
dana desa. Pertama, dua yang mendasar, yang utama adalah perbaikan layanan dasar publik.
Yang pada akhirnya menuju pada peningkatan dari kutub tujuan dari transfer ke daerah sebagai
salah satu instrumensasi fiskal tadi, ada beberapa tujuan antara; pertama adalah penurunan
kesenjangan layanan public antara daerah yang tadi dari awal telah diingatkan oleh Bapak Wakil
Menteri. Yang kedua adalah pengetasan kemiskinan, penciptaan dan perluasan lapangan kerja
produktif dan seterusnya. Jadi disampaikan Bapak Wakil Menteri dalam dua tahun tahun
terakhir pada kabinet kerja telah terjadi transformasi di dalam proses penganggaran kita dengan
memperbesar que transfer ke daerah dan dana desa melebihi dari belanja kementrian dan
lembaga. Apa maksudnya? Ini membuktikan bahwa pemerintah konsisten untuk memperkuat
pelaksanaan desentralisasi fiskal, dalam hubungan antara bangsa. Yang kedua adalah sebagai
implementasi dari pelaksanaan Nawacita, khususnya cita sebagai cita ketiga, yaitu membangun
dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa di dalam kerangka NKRI. Yang kedua,
transformasi di dalam dan reformasi di dalam kebijakan transfer ke daerah adalah perubahan
format dan struktur dari postur transfer ke daerah dan dana desa.
Jika pada tahun 2015 yang lalu transfer ke daerah terbaru terdi dari empat jenis yang utama
yaitu dana perimbangan yang kita kenal dengan 3 jenis yaitu DAU, DBH dan DAK. Yang kedua
adalah dana otonomi khusus terutama untuk Papua – Papua Barat dan Maluku dan Aceh.
Kemudian prkembangan menjadi dana keistimewaan Yogyakarta, yang ada dua dan tiga tadi
sesuai dengan amanat undang-undang. Dan yang keempat adalah jenis transfer lainnya. Ini
tidak dikenal di dalam Undang-undang 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang makin lama makin beragam jenisnya. Mulai dari
dana insentif daerah, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), TPH (Tunjangan Profesi Guru),
Tambahan Penghasilan Guru PNS (TAMSIL) dan proyek pemerintah daerah dan desentralisasi.
Maka pada tahun 2016, mulai tahun 2016 di dalam postur struktur dari transfer ke daerah dan
dana desa tadi kita re-format ulang dengan mengelompokkan berbagai jenis dana transfer
sesuai dengan, ; Pertama Diskresi penggunaan, yang kedua aturan main yang diamanatkan oleh
peraturan perundang-undang dan yang ketiga kita munculkan instrument baru di dalam sistem
transfer kita. Yaitu dana perimbangan terdiri dari dua jenis, Dana Transfer Umum (DTU) ini jenis
dana transfer yang penggunaannya, diskresi penggunaannya ada pada daerah terdiri dari dana
bagi hasil dan dana akulasi umum DPH dan DAU, karena dua jenis dana transfer ini, penggunaan
diskresi , keleluasaan, kewenangan penggunaannya, diserahkan kepada daerah untuk tujuan
pembayaran dasar public yang tadi saya sampaikan sesuai dengan kebutuhan dan proritas
daerah yang kedua adalah dana transfer khusus (DPK), yaitu jenis dana transfer yang
penggunaannya telah ditentukan untuk bidang sektor tertentu, baik dengan prioritas dan
kebutuhan daerah namun juga harus selaras dengan prioritas nasional yang kita kenal dengan
DAK fisik dan DAK non fisik, yang DAK non fisik ini merupakan transformasi dari berbagai jenis
transfer lainnya, ada BOS, ada TPG dan TAMSIL, tiga besar tadi kemudian berkembang ditambah
lima jenis lagi, yaitu tujuan khusus guru di daerah sanagt terpencil, kemudian BOK dan BOKB,
Bantuan Operasional Kesehatan dan Bantuan Operasional Keluarga Berencana serta BOPAUD,
Bantuan Operasional Pelenyenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini. Bahkan pada tahun 2017
ditambah dua, yang terakhir yaitu dana peningkatan Kapasitas Operasional Usaha Kecil dan
Menengah atau P2UKM dan Pelayanan Administrasi Kependudukan. Bapak dan Ibu itulah
transformasi dua yang penting dari struktur transfer ke daerah dan dana desa.
Selain dari dua perubahan mendasar pada tatanan porsi makro tadi juga terdapat sejumlah lagi
bersifat final, selama ini , selama bertahun-tahun , sepuluh tahun terakhir, sejk lahirnya Undang-
undang 33, setiap tahun DAU itu tetap. Artinya walaupun terjadi kenaikan atau penurunan dari
pendapatan negara, baik pajak maupun PNBP, DAU tetap jumlahnya, sepanjang tahun. Mulai
tahun 2017 ini, DAU tidak lagi bersifat final, artinya DAU akan naik dan turun mengikuti
perkembangan pendapatan negara, baik dari pajak maupun bukan pajak, artinya pada saat ini
nantidi APBNP pendapatan negara naik, DAU Nasional pagunya naik, tentu alokasi DAU
perdaerahnya juga akan naik. Sebaliknya jika pendapatan negara turun pada APBN-P maka tentu
DAU nasional juga akan turun dan alokasi DAU perdaerah juga akan turun. Ini penting untuk
dketahui oleh setiap dari Kepala daerah, setiap pelenyenggara, itu sebabnya sosialisasi penting
agar dari awal Bapak dan Ibuk menyadari sepenuhnya bahwa ada imlikasi yang harus
diantisipasi atas perubahan kebijakan ini. Apa implikasinya? Implikasinya tentu perlu dan wajib
dilakukan perubahan APBD. APBD nya harus mau tidak mau harus berubah, harus ada Perda
tentang APBD-P kalau naik berarti APBD Pendapatan Daerah dalam APBD juga akan naik, kalua
turun juga akan turun. Yang kedua, implikasi yang harus Bapak dan Ibu antisipasi adalah mau
tidak mau, suka tidak suka harus dilakukan, dibuka seluas-luasnya ruang penyesuaian, dibuka
seluas-luasnya ruang penyesuain di dalam APBD Perubahan. Yang ketiga, mulai dari sekarang
harus di pikirkan ruang penyesuain tadi. Pertama kalau ada tambahan DAU dari sekarang,
karena nanti pasti perubahannya pada pertengahan tahun, harus di identifikasi tambhan
kenaikan DAU, untuk apa? Jangan sampai begitu ada tambhan dana kemudian mubazir. Dan
sekarang mulai harus diidentifikasi mana kandidat proyek-proyek, terutama insfrastruktur
pelayanan dasar publik yang perlu diberikan tambahan anggran. Perlu ditingkatkan
anggarannya, sehingga pada saat terjadi penyesuaian perubahan DAU, tambahan DAU pada
pertengahan tahun akan segera bisa dilaksanakan di eksekusi terutama yang bisa selesai pada
sisa waktu 6 bulan tadi. Ini nggak gampang Bapak dan Ibu, tetapi kalau mulai difikirkan dari
sekarang pasti antisipasi tadi semuanya akan berjalan dengan baik. Yang kedua, selain , kalau
yang tadi tambahan, bagaimana ruang penyesuaian ke bawah jika terdapat penurunan dari
alokasi DAU. Artinya pendapatan identifikasi belanja-belanja mana yang kurang penting
prioritasnya, yang tidak mendukung langsung belanja untuk peningkatan pelayangan dasar
publik atau infrastruktur seperti misalnya, perjalanan dinas, rapat dinas, dan biaya-biaya
operasional pelenyenggaraan pemerintah sehari-hari, mana segmen-segmen yang perlu di
tingkatkan efesiensinya itulah yang perlu dilakukan dari sekrang. Selain itu yang terakhir adalah
perlu dilakukan fleksibelitas di dalam kontrak-kontrak pelaksanaan dari pekerjaan oleh para
kontrak tadi karena setiap DAU akan dibelanjakan pada proyek-proyek, apakah itu infrastruktur
atau yang lain, gitu ya. Dan itulah perlu dilakukan klausul fleksibelity di dalam kontrak jika
terjadi penurunan tadi perlu dilakuakan penyesuaian, kalau dari awal itu dilakuakn, insyaallah
tidak ada kendala. Jika itu yang penting mulai dari bupati, gubernur, walikota, kepala DPKD,
BPKD dan seterusnya. Nah kemarin kami juga bicara di beberapa forum dengan DPRD fraksi
masing-masing partai melenyenggarakan seperti yang terakhir kemarin di Surabaya, di fraksi
partai NasDem, sebelumnya juga dari partai partai Golkar, PDI Perjuangan, sebentar lagi juga
dari partai Demokrat, saya bicara dengan semua anggota DPRD, baik provinsi, kabupaten kota,
maupun pihak-pihak lain pengurus lintas partai dan juga para bupati, walikota dan gubernur
yang mewakili dari masing-masing partai, seperti yang saya sampaikan pada hari ini. Karena
membutuhkan sinergi antara DPRD dengan kepala daerah.
Bapak dan Ibu itu perubahan kebijakan DAU, selain dari kebijakan tadi yang DAU tidak lagi
bersifat final, perubahan kebijakan kedua adalah DAU juga menampung atau mengakomodasi
pengalihan kewenangan, baik kewenangan wajib, urusan wajib, maupun kewenangan urusan
konkuren dari kabupaten kota dan provinsi ke pusat maupun kewenangan, pengalihan
kewenangan delapan kewenangan dari pemerintah kabupaten kota ke provinsi, untuk tahun
2017-2018 dan seterusnya. Untuk kewenangan wajib delapan tadi urusan yang paling besar
adalah beban anggarannya itu ada di urusan pendidikan menengah, tetapi kita kemarin telah
memperhitungkan dalam pagu DAU Nasional untuk kabupaten kota tidak mengalami
penurunan tidak mengalami penurunan total DAU masing-masing daerah dari sebelumnya
sekalipun urusannya telah berpindah dari kabupaten kota ke provinsi, tapi DAU nya tetap. Itu
kebijakan awal. Untuk provinsi di tambah , tidak ada yang turun tapi naik, ditambah dengan
beban pengalihan dan kabupaten kota dan provinsi yang sati itu dihitung bebannya seluruhnya
15,4 triliun. Namun kemudian setelah keluar Perpres tentang rician APBN yang didalamnya
mengatur antara lain rincian DAU, DAK,DPA, Dana Desa per kabupaten kota dan provinsi,
hampir semua Gubernur mengirim surat kepada saya, mengirim surat cinta. Mengeluhkan
kekurangan DAU untuk membiayai bebaban pengalihan urusan, delapan urusan tadi dari
kabupaten kota ke provinsi. Saya sudah menghitung ulang, mengivestigasi dari seluruh surat
gubernur tadi, kita hitung bebannya adalah 19,05 triliun. Juga asosiasi pemerintah kabupaten
juga mengirim surat mengeluhkan hal yang sama. Totalnya itu 19 triliun, kalau 19 triliun
dikurangi 15,4 berarti diperlukan tambhan 3,6 triliun itu yang akan kita tampung dalam APBN
Perubahan 2017 nanti. Nah itu, itulah nanti kita akan bahas dengan DPR dan setelah disetujui
kita akan alokasikan ke provinsi. Bapak dan Ibu itu kebijakn terkait dengan pengalihan
kewenangan yang delapan dari kabupaten kota ke provinsi.
Terkait dengan pengalihan urusan konkuren dari kabupaten kota dan provinsi ke pusat, kita
telah memperhitungkan beban angsurannya, kira-kira ada sekitar 3 triliun, dari 3 triliun tadi ada
yang sudah ditampung dalam APBN oleh masing-masing kementrian lembaga tetapi ada
sebagian yang belum diperhitungkan dari dalam anggaran belanja masing-masing kementrian
lembaga kemudian kementrian dalam negeri, menteri dalam negeri telah juga menyampaikan
Permendagri tentang pedoman penyusunan APBD yang di dalamnya mengatur bahwa terhadap
pengalihan urusan konkuren dari kabupaten kota ke pusat, 6 bulan pertama yaitu sejak mulai
Januari sampai juni itu menjadi beban APBD masing-masing daerah, nanti pada saat APBN-P,
sisanya yang satu setengah triliun tadi akan diperhitungkan dalam APBN Perubahan, yaitu sesuai
dengan prinsip money follows function and money follows program, maka setiap pegalihan
urusan juga harus diikuti dengan pengalihan dokumen, pengalihan sumber daya, SDM dan
pengalihan dana. Karena fungsinya berpindah dari daerah ke pusat maka anggarannya juga
beralih dari daerah ke pusat. Kita akan memperhitungkan dari satu setengah triliun sisanya, 50%
akan berpindah ke pusat yaitu 750 dan kemudian implikasinya DAU yang ke daerah juga akan
disesuaikan separuhnya 750 milyar itu menjadi pengurang bagi DAU di APBN-P nanti itu yang
terkait dengan DAU, pengalihan beban, pengalihan yang terkait dengan DAU juga adalah
amanat dari Undang-undang APBN bahwa 25% dari total DAU dan DPH harus dialokasikan
untuk pembangungan infrastruktur yang terkait langsung dengan pelayanan publik,
pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan. Itu yang
terkait dengan DAU, mulai 2017. Yang kedua terkait dengan dana bagi hasil, saya tidak ingin
mengulang mengenai formula, kalau formulanya, tentu bapak dan ibu sudah paham untuk
masing-masing jenis untuk apa, nanti bisa dibaca dipaparan, nanti kita akan share ke bapak dan
ibu. DBH, tujuan utamanya mengatasi ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah, sehingga
alokasinya untuk masing-masing daerah itu berdasarkan pada prinsip. Satu prinsip by Origin,
artinya daerah penghasil akan memperoleh alokasi yang lebih besar ketimbang daerah-daerah
lain di provinsi yang bersangkutan yang juga akan mendapat alokasi sesuai dengan prinsip
pemerataan. Yang kedua, penyaluran DAU berbasis pada realisasi, artinya kalau realisasinya
lebih tinggi, daerah akan menerima penyaluran DBH yang lebih tinggi. Sebaliknya kalau di dalam
perkembangannya terdapat penurunan, realisasi DBH akan dilakukan penyesuaian. Pada
akhirnya dilakukan verifikasi dan audit oleh BPK. Selisih antara yang telah disalurkan dengan
hasil verifikasi akan diperhitungkan pada APBN tahun berikutnya, sebagai kurang bayar atau
sebagai lebih bayar kalau ternyata penyalurannya lebih besar dari hasil verifikasi akan
diperhitungkan pada alokasi pada APBN-P tahun 2017. Saya menerima beberapa surat dari
kepala-kepala Daerah agar lebih bayarnya tidak langsung dipotong dari DBH tahu 2017 tapi
dicicil, ya kita akan lihat nanti ya, kalau terlalu besar saya juga tidak ingin agar daerah itu
menjadi beban. Demikian juga kalau terjad kurang bayar, artinya dana DBH yang disalurkan itu
lebih kecil dari hasil verifikasi oleh BPK nanti kita akan tampung pada APBN-P 2017 atau tahun-
tahun berikutnya 2018 sebesar nilai kurang bayar tadi. Selain dari mekanisme lebih dan kurang
bayar tadi, 25% dari DBH juga harus digunakan.

Anda mungkin juga menyukai