Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

PENGINDERAAN JAUH
MODUL IV : SUHU PRMUKAAN LAUT

Disusun Oleh:
LOVENSIA ZUKRUFF ALBASIT
26040117140098/ ILMU KELAUTAN C

Koordinator Mata Kuliah Penginderaan Jauh :


Ir. Petrus Subardjo, M.Si
NIP. 19561020 198703 1 001

Tim Asisten
Salman Asatidz 26020216120035
Sagita Difa Wardhani 26020216120033
Guntur Irsyad Mahendra 26020216120042
Theresa Pinkan Gustya Primasti 26020216120043
Bima Andriantama 26020216140053
Muhamad Hafiz Maulavi Haban 26020216130058
Ardiansyah Desmont P 26020216130069
Alvin Aulia Adam 26020216140071
Firda Irmawanti Khusnia 26020216140073
Khusnul Khotimah Febrianti 26020216130089
Hifzhan Husna 26020216140116

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
Tgl Praktikum : 25 April 2019

Tgl Pengumpulan : 9 Mei 2019

Lembar Penilaian Dan Pengesahan

Modul IV: Suhu Permukaan Air Laut

Nama : Lovensia Zukruff A. NIM : 26040117140098 Ttd: ..................

NO. KETERANGAN NILAI


1. Pendahuluan
2. Tinjauan Pustaka
3. Materi dan Metode
4. Hasil dan Pembahasan
5. Penutup
6. Daftar Pustaka

TOTAL

Mengetahui,
Koordinator Asisten Asisten

Salman Asatidz Muhamad Hafiz Maulavi Haban


26020216120035 26020216130058
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Laut Indonesia mempunyai luasan wilayah mencapai 70% dari keseluruhan
wilayah Indonesia. Laut dalam beberapa dekade terakhir menjadi perhatian bagi
para peneliti. Hal ini berkaitan dengan perubahan parameter lingkungan laut yang
sangat mempengaruhi berbagai kehidupan organisme dan ekosistem di dalamnya,
bahkan juga dapat berdampak secara global pada perubahan iklim. Salah satu
parameter lingkungan laut yang paling berdampak tersebut adalah suhu
permukaan laut atau sea surface temperature (SST). Suhu permukaan laut
menjadi faktor oseanografis utama bagi organisme laut untuk melakukan
pertumbuhan, metabolisme, maupun reproduksi. Hal ini karena kenaikan suhu air
laut 1oC saja dapat memberikan stress lingkungan bagi organisme laut, sehingga
organisme laut sangat rentan terhadap perubahan suhu.
Penelitian mengenai kondisi lingkungan suatu perairan maupun kondisi
organisme yang terpapar oleh kenaikan suhu air laut dapat dibantu dengan
teknologi penginderaan jauh. Penginderaan jauh dapat meningkatkan efektivitas
dan efisiensi penelitian karena suatu citra yang diambil dapat mencakup seluruh
wilayah target penelitian. Perbedaan suhu air laut terdistribusi secara vertikal,
sedangkan suhu di permukaan laut mempunyai suhu yang terdistribusi seragam,
oleh karena itu, penginderaan jauh sangat diperlukan dalam melakukan pemetaan
suhu permukaan air laut dengan cepat dan efektif.
Proses penginderaan jauh untuk mengambil citra SST dilakukan
menggunakan sensor MODIS yang terdapat di satelit Terra dan Aqua. Satelit
Aqua mempunyai resolusi yang bervariasi, mulai dari 72, 400, 800, 1200 dan
1500 km. Satelit tersebut mampu mengambil citra permukaan bumi baik yang di
darat, laut maupun udara. Satelit Aqua mampu merekam suhu air laut dan
kandungan klorofil yang ada di laut. Berbagai penelitian yang memerlukan
metode penginderaan jauh akan semakin banyak dilakukan kedepannya, oleh
karena itu, praktikum kali ini menjadi dasar bagi para mahasiswa agar dapat
melakukan penelitian yang berakaitan dengan suhu permukaan air laut
menggunakan penginderaan jauh dan berbagai aplikasinya di masa mendatang.
1.2. Tujuan Praktikum
1. Mengunduh citra suhu permukaan air laut.
2. Menampilkan citra suhu permukaan air laut.
3. Analisa spasial suhu permukaan laut.

1.3. Manfaat Praktikum


1. Mahasisa dapat mengetahui cara mendapatkan citra permukaan bumi
melalui situs Ocean Color NASA.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara mengoreksi awan dari citra di
SeaDAS.
3. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi algoritma untuk koreksi awan,
4. Mahasiswa dapat memvisualisasikan citra suhu permukaan air laut level
2 dari NASA.
5. Mahasiswa mampu menganalisis suhu permukaan air laut di daerah citra
masing-masing.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Suhu Permukaan Laut


Suhu permukaan laut (SPL) adalah besaran fisika yang menyatakan tingkat
bahang/energi panas/kalor yang terkandung dalam permukaan air laut. Suhu
adalah parameter fisika yang penting di laut karena suhu dapat mempengaruhi
proses biologis secara langsung terhadap biota, fungsi fisiologis dan siklus
reproduksi biota akan sangat terpengaruh oleh kenaikan maupun penurunan suhu.
Jumlah gas seperti O2 dan CO2 yang terlarut dalam air laut juga dipengaruhi oleh
suhu. Hal ini karena suhu dapat menciptakan gerak antar partikel sehingga
kenaikan ataupun penurunan suhu akan menimbulkan keluar dan masuknya
partikel dan molekul gas dari udara ke air laut atau sebaliknya. Daya larut tersebut
menjadi variabel penting untuk berbagai biota agar tetap hidup. SPL juga menjadi
penanda adanya fenomena alam yang terjadi di dalam laut seperti upwelling dan
downwelling (Alfajri et al., 2017).
Menurut Zahroh dan Sukojo (2016), suhu permukaan laut (SPL) didapatkan
dari pengolahan data citra satelit MODIS. SPL dapat tervisualisasi pada citra
apabila telah dilakukan pengolahan dengan algoritma dari kombinasi band yang
terdapat di citra satelit MODIS. Algoritma tersebut menggunakan nilai kecerahan
dan suhu yang terdapat pada band 31 dan 32 citra MODIS. Sensor MODIS pada
satelit Aqua dapat mengukur hampir semua parameter laut yang berupa data
klorofil-a dan suhu permukaan laut. Suhu permukaan laut dan klorofil-a
merupakan parameter utama untuk mengidentifikasi daerah upwelling.

2.2. Citra Satelit Aqua MODIS


MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) merupakan
suatu instrumen berupa sensor multispektral yang terdapat pada satelit Terra (EOS
PM) dan Aqua (EOS AM). Sensor MODIS memiliki 36 band spektral berupa
kanal-kanal yang bertanggung jawab untuk menerima setiap panjang gelombang
tertentu sesuai spesifikasinya. Satelit Terra mengorbit bumi dari utara ke selatan
melintasi equator di pagi hari, sedangkan Satelit Aqua melintasi belahan bumi
selatan ke utara melintasi equator di sore hari. Sensor MODIS menghasilkan
informasi mengenai sumber daya alam yang terdapat di suatu wilayah, seperti
fitoplankton, zooplankton ataupun ikan. Satelit Terra ataupun Aqua MODIS
mengamati seluruh permukaan bumi setiap 1 sampai 2 hari (Annas, 2009).
MODIS adalah salah satu instrumen esensial berupa sensor di dalam satelit
Terra (EOS AM) yang diluncurkan pada tanggal 18 Desember 1999 dan Aqua
(EOS PM) yang diluncurkan pada tanggal 4 Mei 2002. MODIS baik Aqua
maupun Terra dapat terus mengorbit bumi selama 6 tahun. Tujuan utama Aqua
dan Terra adalah memahami proses yang saling berkesinambungan antara
atmosfer, laut, dan daratan dengan perubahan sistem cuaca dan pola iklim di
bumi. Sensor MODIS yang dipasang di kedua satelit tersebut juga dapat
mengukur hampir semua parameter darat, laut, dan udara sehingga kegunaannya
mempunyai cakupan yang banyak. MODIS dapat merekam indeks tumbuhan,
kelembaban tanah, kadar aerosol di udara, suhu permukaan laut, hingga
kandungan klorofil laut-seluruhnya. Secara keseluruhan terdapat 86 parameter
yang dapat diukur oleh sensor MODIS dari Terra maupun Aqua, sehingga banyak
informasi lain bisa ditumpangkan/overlay (NASA, 2009).

2.3. Karakteristik Citra Satelit Aqua MODIS


Sensor MODIS menghasilkan citra dengan resolusi spasial yang berbeda-
beda. Resolusi citra MODIS dimulai dari 250 m pada band 1-2, 500 m pada band
3-7, 1000 m pada band 8-36. Panjang gelombang yang diterima oleh sensor
MODIS dimulai dari 0,620 – 14,385 µm. Band 1 – 9 menangkap spektrum cahaya
tampak, sedangkan band 20 – 36 menangkap gelombang inframerah. Sensor ini
mengorbit bumi secara polar (kutub ke kutub) pada ketinggian 705 km dan luas
cakupan wilayah pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2.330 km.
Selain dapat mengukur parameter di laut, sensor MODIS juga dapat mengukur
parameter di atmosfer. Setiap band mempunyai fungsinya masing-masing, di
antaranya band 1 – 2 dapat merekam citra daratan, awan, dan batas aerosol
atmosfer, band 3 – 7 berfungsi untuk merekam citra daratan, awan dan partikel
aerosol, band 8 – 14 dapat merekam warna laut, fitoplankton, maupun properti
biogeokimia laut (NASA, 2009).
MODIS mengamati seluruh permukaan bumi setiap 1-2 hari dengan lebar
view/tampilan lebih dari 2300 km. MODIS juga menyediakan citra radiasi
matahari yang direfleksikan pada siang hari dan emisi termal siang/malam
diseluruh penjuru bumi. Resolusi spasial MODIS berkisar dari 250-1000 dan
memiliki 36 band/saluran. Citra MODIS bisa diunduh gratis dari situs resmi
NASA pada level 1 sampai level 3. Setiap level mempunyai spesifikasi dan
kelebihan citra masing-masing (Annas, 2009).

2.4. Perbedaan Aqua MODIS Level 1&2 dan 3


Terdapat 3 jenis citra Aqua MODIS, yaitu level 1a, 1b, 2 dan 3. Citra modis
level 1a merupakan data citra yang belum diolah sehingga masih perlu proses
menggunakan algoritma untuk memisahkan data-data citranya. Level 1 b adalah
citra MODIS yang telah dilakukan kalibrasi terlebih dahulu dari citra level 1 a.
Citra MODIS level 2 adalah citra yang telah diproses terlebih dahulu
menggunakan algoritma. Citra level 2 ini sering dipakai oleh para peneliti
oseanografis untuk meneliti fenomena di laut. Umumnya, citra MODIS level 1a
dan 1b sudah tergabung menjadi satu dengan level 2 (Febriani dan Sukojo, 2016).
Beberapa perbedaan antara citra MODIS level 1 & 2 dan level 3 terletak
pada resolusi spasial, adanya koreksi, adanya algoritma, proses pengolahan dan
biaya untuk memperoleh kedua jenis citra tersebut. Citra MODIS level 1&2
mempunyai resolusi spasial yang lebih tinggi daripada level 3, yaitu 250, 500 dan
1000 m. Citra MODIS level 3 mempunyai resolusi yang cukup rendah, yaitu 4 km
dan 9 km. Citra MODIS level 1&2 masih berupa citra mentah, yang artinya belum
dilakukan koreksi radiometrik dan geometrik, sedangkan untuk citra MODIS level
3 telah dilakukan koreksi radiometrik dan geometrik oleh NASA sebagai instansi
yang menyediakan. Citra MODIS level 1&2 juga belum dilakukan pengolahan
algoritma, sedangkan level 3 sudah dilakukan proses pengolahan algoritma. Hal
tersebut membuat citra MODIS level 3 sudah siap pakai, sedangkan level 1&2
perlu diolah terlebih dahulu oleh pengguna. Keunggulan citra MODIS level 3
membuat para pengguna harus membayar untuk memperolehnya, sedangkan
untuk level 1&2 dapat diunduh tanpa dikenakan biaya (Annas, 2009).
2.5. Karakteristik Suhu Permukaan Laut di Perairan Selat Bali
Menurut Khasanah et al. (2013), suhu permukaan di perairan Selat Bali
pada bulan November 2012 berkisar antara 26,4oC - 27,2oC. Lapisan homogen
permukaan berada mulai dari permukaan laut hingga kedalaman 10 m - 30 m
dengan suhu berkisar antara 26oC - 27oC. Lapisan termoklin berada mulai dari
batas bawah lapisan homogen permukaan hingga kedalaman 180 m - 230 m
dengan suhu berkisar antara 12oC - 26oC. Lapisan homogen dalam berada di
bawah lapisan termoklin. Massa air permukaan di utara Selat Bali umumnya lebih
hangat dibandingkan bagian selatannya. Di bagian utara suhu permukaan berkisar
antara 26,82oC - 27,18oC, sedangkan di bagian selatannya berkisar antara 26,47oC
-26,91oC. Pertemuan antara massa air hangat dan massa air dingin di tengah-
tengah selat membentuk adanya thermalfront dengan suhu antara 26,9oC - 27,0oC.
Menurut Yuniarti et al. (2013), pada tahun 2007 memiliki nilai suhu
permukaan laut yang cukup tinggi dengan nilai suhu 28,37oC. Sedangkan pada
tahun 2008 mengalami penurunan yaitu mencapai puncak suhu terendah sebesar
27,87oC, namun pada tahun 2009 mengalami peningkatan dengan nilai suhu
28,71oC. Pada tahun 2010 mengalami peningkatan nilai suhu permukaan laut
yaitu mencapai puncak suhu tertinggi sebesar 29,65oC, kemudian pada tahun 2011
mengalami penurunan dengan nilai suhu 28,21oC. Nilai suhu permukaan laut yang
rendah terletak pada lintang 8,4 °LS – 8,8 °LS. Hal ini dikarenakan letaknya yang
berhubungan langsung dengan Samudera Hindia. Adanya fluktuasi suhu
permukaan laut antar-tahunan diduga terkait dengan fenomena IODM (Indian
ocean dipole mode). Tingginya kisaran suhu pada tahun 2010 di perairan Selat
Bali yang mencapai 29,65oC diperkirakan berhubungan dengan fenomena IODM
pada tahun 2010 di Samudera Hindia yang mempengaruhi perairan Selat Bali.

2.6. Pengaruh Musim Terhadap Suhu Permukaan Laut


Perubahan iklim ialah menyimpangnya nilai-nilai dari unsur-unsur iklim
dari biasanya, yang disebabkan oleh faktor internal ataupun eksternal seperti oleh
ulah manusia yang terus merubah komposisi kimia atmosfer dan kondisi
lingkungan. Dampak dari perubahan iklim ialah naiknya nilai suhu muka laut atau
Sea Surface Temperature (SST). Secara umum, nilai suhu muka laut di berbagai
wilayah perairan Indonesia menurut hasil analisis yang dilakukan oleh para ahli
mengalami kenaikan nilai. Namun, hal ini berbanding terbalik dengan wilayah di
Samudera Hindia di selatan Jawa, Selat Bali dan Laut Arafura yang mengalami
penurunan nilai suhu muka laut. Jika nilai suhu muka laut naik di kebanyakan
wilayah Indonesia, kandungan klorofil-a jutsru mengalami penurunan di banyak
wilayah. Kecuali di Samudera Hindia, Selat Bali dan Laut Arafura yang
mengalami penurunan nilai suhu muka laut (Cahya et al., 2016).
Menurut Susilo (2015), nilai rata-rata bulanan suhu permukaan laut (SPL)
di Selat Bali dari data MODIS tahun 2011 dapat dillihat dari variabilitas SPL.
Hasil pengukuran menunjukkan pola variasi mengikuti musim, pada saat musim
barat SPL cenderung lebih tinggi daripada musim timur. Peningkatan SPL terlihat
mulai bulan November hingga mencapai suhu tertinggi pada bulan Maret sebesar
30,31±0,53oC. Trend penurunan SPL mulai terlihat sejak awal musim timur
(April) dengan nilai terendah pada bulan September sebesar 25,71±0,44oC.
Distribusi spasial SPL di bagian utara Selat Bali cenderung lebih hangat bila
dibandingkan dengan bagian selatan Selat Bali pada musim timur. Massa air
dengan suhu rendah terlihat di bagian selatan perairan dengan nilai berkisar antara
26,78 - 26,77oC.

2.7. Analisa Spasial Suhu Permukaan Laut


Menurut Raharjo (2010), analisa spasial merupakan suatu teknik yang
dapat digunakan dalam pengolahan data SIG. Analisa spasial juga dapat dikatakan
sebagai teknik untuk meneliti dan mengeksplorasi data dari prespektif keruangan
atau bentuk lahan suatu wilayah. Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam
menyajikan data dapat berupa memanipulasi data yang berupa spasial dan data
yang berupa atribut. Manfaat analisa spasial dalam pengolahan data SIG, yaitu; a)
membuat, memilih, memetakan, dan menganalisis data raster berbasis sel,
melaksanakan analisis data dan/atau vektor yang terintegrasi, b) memperoleh
informasi baru dari data yang sudah ada, c) memilih informasi dari beberapa layer
data, d) mengintergrasikan sumber data raster dengan data vektor. Pengukuran
analisa spasial meliputi 5 fungsi spasial berupa jarak antar dua titik, luas wilayah
unsur-unsur spasial, keliling atau parameter unsur-unsur spasial yang dapat berupa
tipe vektor atau raster, dan centroid untuk menentukan titik pusat dari unsur-unsur
spasial bertipe raster.
Menurut Alfajri et al. (2017), variabilitas suhu permukaan laut (SPL)
Indonesia sangat penting untuk diketahui karena kaitannya yang begitu erat
dengan kondisi iklim. Analisa spasial dilakukan terhadap tampilan citra suhu
permukaan laut hasil olahan dilakukan berdasarkan data harian tiap bulan yang
dipilih berdasarkan data citra yang bebas dari awan. Analisa spasial bertujuan
untuk mengetahui distribusi spasial SPL Indonesia setiap bulan dan penjalaran
SPL Indonesia dalam arah utara-selatan dan timur barat. Hasil analisa ini
dipergunakan untuk melihat distribusi sebaran suhu permukaan laut suatu
perairan. Adapun metode yang digunakan adalah perhitungan rata–rata sederhana
dan metode perhitungan Hovmoller yang dispasialkan menggunakan metode
interpolasi inverse distance weighting (IDW). Penjalaran suhu permukaan laut
terjadi dalam arah utara selatan dan timur barat yang dipicu oleh pergerakan
semu matahari, angin muson, dan ITF.
III. MATERI DAN METODE

3.1. Waktu Dan Tempat


Hari, Tanggal : Kamis, 25 April 2019
Waktu : 09.40 – 11.30 WIB
Tempat : Laboratorium Komputasi Gedunge E Lantai 1, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro,
Semarang.

3.2. Materi
Terdapat tiga materi yang disampaikan pada praktikum modul 4 kali ini,
yaitu mengunduh citra suhu permukaan air laut melalui situs web Ocean Color
milik NASA. Materi kedua yaitu menampilkan citra suhu permukaan laut level 2.
Maksud dari level 2 adalah level citra yang diunduh dari situs NASA. Materi yang
ketiga adalah analisa spasial suhu permukaan laut. Citra yang digunakan pada
praktikum kali ini adalah Citra MODIS dengan mengambil area target di daerah
Selat Bali.

3.3. Metode
3.3.1. Download Citra Suhu Permukaan Laut
1. Buka situs https://oceancolor.gsfc.nasa.gov/ pada sistem browser.
2. Klik menu bar Data kemudian klik Data Browse > Level 1,2 Browser.

3. Jika sudah, akan muncul halaman yang menampilkan spesifikasi citra


yang ingin diunduh. Satelit yang dipilih adalah Aqua, maka pada
kolom MODIS > Aqua diceklis dan kolom day diceklis.

4. Selanjutnya pilih tanggal untuk pengambilan data citra yang


diinginkan.
5. Pilih Indonesia pada pilihan Region.

6. Klik Find Swath, setelah loading selesai, pilih lokasi citra sesuai
dengan yang diinginkan.

7. Pilih format file yang bertipe SST.nc kemudian download dan tunggu
hingga selesai.
3.3.2. Koreksi Nilai Awan
1. Buka perangkat lunak SeaDAS.

2. Buka file citra yang telah diunduh dari web Ocean Color sebelumnya
dengan cara klik file > open > lalu pilih file citra format nc.

3. Klik band folder raster pada File Manager kemudian klik sst, tunggu
hingga loading selesai dan citra akan muncul.
4. Klik menu bar view > Tool Windows > Color manager.

5. Pilih warna untuk citra yang diinginkan.

6. Pilih menu bar Raster kemudian klik Math Band.


7. Kemudian beri nama_NIM pada kolom Name lalu klik Edit Expression
dan masukkan algoritma ‘(if qual_sst then NaN else 1)*sst’. Jika
terdapat pernyataan ‘Okay, no errors’ maka klik Ok.

8. Apabila opsi ‘Replace NaN and infinity results by’ sudah terisi dengan
NaN maka klik Ok.

9. Citra akan berubah menjadi hitam putih.


10. Kemudian pilih menu bar Raster kemudian klik Reproject.

11. Pada I/O parameter uncheck opsi Save As.

12. Klik Map Projection & Settings kemudian pada opsi Projection pilih
UTM/WGS 84 (Automatic) kemudian klik Run, jika sukses kemudian
klik Close.
13. Pada File Manager akan muncul file baru hasil reproyeksi citra,
kemudian klik Raster dan klik dua kali pada file Nama_NIM, maka
citra akan muncul.

3.3.3. Cropping Citra


1. Klik file Nama_NIM yang telah direproyeksi sebelumnya.

2. Ganti warna citra dengan tool Color Manager.


3. Kemudian klik tool Zoom In pada window Navigation Tool dan
perbesar pada daerah yang diinginkan.

4. Selanjutnya klik menu bar Raster kemudian pilih Crop.

5. Klik Band Subset kemudian pilih satu file citra terakhir yang telah
diberi Nama_NIM dan telah direproyeksi sebelumnya, klik Ok.
6. Apabila muncul window Incomplete Subset Definition klik Yes, pada
window Flag selanjutnya klik No. Proses cropping citra telah selesai.

3.3.4. Menampilkan Citra Suhu Permukaan Laut


1. Klik Raster pada file terbaru di File Manager kemudian klik file citra
yang telah di-crop dan diberi nama sebelumnya.

2. Klik Color Manager di kiri bawah citra, maka secara otomatis suhu
minimum dan maksimum akan terlihat pada kolom Range.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Download Citra Suhu Permukaan Laut

Gambar 1. File citra SST hasil unduhan dari website


oceancolor.gsfc.nasa.gov/.

4.1.2. Koreksi Nilai Awan

Gambar 2. Citra SST sebelum koreksi awan.

Gambar 3. Citra SST setelah koreksi awan.


4.1.3. Cropping Citra

Gambar 4. Hasil cropping citra SST Selat Bali.

4.1.4. Menampilkan Suhu Permukaan Laut

Gambar 5. Tampilan suhu permukaan laut Selat Bali.

4.2. Pembahasan
4.2.1. Download Citra Suhu Permukaan Laut
Download atau pengunduhan citra adalah langkah pertama yang harus
dilakukan dalam proses pengolahan data citra suhu permukaan laut. Pengunduhan
dilakukan terlebih jika pengguna belum memiliki data citra yang akan diolah
dengan SeaDAS. Pengunduhan data citra pada praktikum kali ini berasal dari situs
resmi NASA, yaitu https://oceancolor.gsfc.nasa.gov/. Situs tersebut secara legal
menyediakan data citra dari sensor MODIS satelit Terra dan Aqua, sensor
SeaWiFS, VIIRS dan MERIS. Praktikum kali ini hanya menggunakan sensor
MODIS dari satelit Aqua, data yang disediakan berupa suhu permukaan laut
(SPL), klorofil, dan true color (TC) dari laut di seluruh dunia.
Pengunduhan citra dapat disesuaikan dengan tujuan pengguna, mulai dari
tanggal, daerah dan parameter visual yang diinginkan. Tanggal menunjukkan
kondisi suatu citra pada kondisi real-time di tanggal yang dikehendaki. Hal ini
memungkinkan untuk pengguna membuat perbandingan citra yang terdahulu
dengan kondisi yang baru, sehingga dapat diketahui perkembangan maupun
perubahan yang terjadi di suatu daerah dari waktu ke waktu. Data citra yang
diunduh pada praktikum kali ini adalah citra level 1 & 2. Citra tersebut dipilih
karena tidak berbayar sehingga pengguna dapat mengakses data secara gratis,
berbeda dengan citra level 3 yang berbayar, meski begitu, citra level 3 tentunya
mempunyai variabel data yang lebih bervariasi. Citra SPL yang diunduh kali ini
merupakan citra daerah perairan Selat Bali pada tanggal 25 April 2019. Hasil citra
suhu permukaan laut yang diunduh mempunyai tipe format ‘nc’.

4.2.2. Koreksi Nilai Awan


Koreksi nilai awan merupakan langkah yang penting dalam pengolahan citra
SPL. Koreksi nilai awan termasuk dalam koreksi radiometrik yang bertujuan
untuk mengeliminasi gangguan astmosferik, seperti aerosol, debu, dan awan.
Koreksi ini dilakukan menggunakan perangkat lunak SeaDAS. Koreksi awan
perlu dilakukan karena partikel atmosferik mengganggu visualisasi SPL, sehingga
apabila tidak dikoreksi maka kualitas visualisasi citra akan buruk dan
interpretasinya akan terganggu. Koreksi awan dilakukan menggunakan fitur
Raster dan Math Band. Koreksi dilakukan dengan cara menuliskan rumus
algoritma, yaitu ‘(if qual_sst then NaN else 1)*sst’ pada kolom Edit Expression.
Maksud dari rumus logaritma tersebut adalah jika seluruh data SST (Sea Surface
Temperature) adalah NaN/nol maka nilai yang lainnya adalah satu dan dikali
dengan nilai SST. Tujuannya adalah mengalikan nilai data SST dengan nilai 1
yang sudah diubah sebelumnya dari nol. Penulisan rumus algoritma harus tepat
agar elgoritma dapat terekspresikan pada citra.
Hasil dari koreksi awan adalah citra yang lebih spesifik dan terlihat
lamparan citra yang lebih sedikit daripada sebelum dilakukan koreksi awan.
Warna yang terdapat di citra sebelum koreksi lebih banyak dibandingkan dengan
warna citra yang telah dikoreksi. Warna pada citra dapat diatur menggunakan fitur
Color Manager. Pengguna dapat mengubah warna asli citra, yaitu hitam putih
menjadi warna yang diinginkan. Warna tersebut merepresentasikan tingkatan suhu
permukaan laut yang terdistribusi secara horizontal, mulai dari suhu rendah
hingga suhu tinggi yang diwakili oleh warna tertentu. Koreksi awan berhasil
dilakukan apabila terdapat pernyataan ‘Okay, no errors’ pada Edit Errors yang
menunjukkan bahwa logaritma yang dimasukkan sudah tepat.

4.2.3. Analisis Suhu Permukaan Laut


Suhu permukaan laut dapat dianalisis pada SeaDAS dengan cara melihat
skala warna pada Color Manager. Setiap warna merepresentasikan skala suhu
yang terdapat di permukaan laut. Spektrum warna mulai dari paling ungu hingga
ke merah mnunjukkan suhu permukaan laut dari suhu terendah hingga suhu
tertinggi. Tingkat suhu maksimal dan minimal juga dapat dilihat secara langsung
pada Range yang terdapat di Color Manager. Hasil olah data SPL menggunakan
SeaDAS menunjukkan adanya suhu terendah di Selat Bali sebesar 25,96oC dan
suhu tertinggi mencapai 30,3oC. Hal tersebut menunjukkan perbedaan suhu yang
terdistribusi secara horizontal tidak signifikan dan suhu permukaan laut di Selat
Bali cenderung seragam. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa SPL di
Selat Bali mengalami peningkatan. Hal ini karena menurut penelitian Yuniarti et
al. (2013), Selat Bali mempunyai suhu maksimal sebesar 29,56oC pada tahun
2010 dan mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 28oC. Penelitian
tersebut juga menunjukkan adanya peningkatan SPL setiap tahunnya mulai dari
25 – 29oC per tahun 2006 sampai 2011. Hal ini menunjukkan bahwa pemanasan
global yang terjadi di Bumi semakin meningkat dan akan terus meningkat selama
suhu di Bumi tidak dapat diturunkan.
Suhu permukaan laut di suatu daerah terutama di Indonesia dapat
dipengaruhi oleh musim, khususnya musim barat dan musim timur. Musim barat
adalah musim dimana angin bertiup dari benua Asia menuju benua Australia
karena adanya perbedaan tekanan, dimana di belahan bumi bagian utara, yaitu
Asia sedang mengalami musim dingin sehingga tekanannya lebih tinggi
dibandingkan dengan belahan bumi selatan. Musim barat terjadi pada bulan
Oktober – April yang menyebabkan musim panas di Australia. Sebaliknya, musim
timur adalah musim dimana angin bertiup dari benua Australia ke benua Asia
karena di belahan bumi selatan sedang musim dingin, sehingga menyebabkan
tekanan yang lebih tinggi daripada di belahan bumi utara. Musim timur terjadi di
bulan April – Oktober yang menyebabkan benua Asia mengalami musim panas.
Terdapat beberapa perbedaan warna pada permukaan laut yang menunjukkan
variasi suhu permukaan laut. Hasil pengolahan citra menunjukkan adanya
permukaan laut yang berwarna ungu dan biru yang mengindikasikan sebagai
daerah upwelling. Hal ini diperjelas dengan adanya permukaan yang berwarna
oren yang menunjukkan suhu tinggi. Upwelling menyebabkan air laut di lapisan
bawah terangkat ke atas sehingga suhunya rendah, hal ini berbeda dengan daerah
non upwelling yang SPL-nya cenderung tinggi karena terpapar sinar matahari.
Selat Bali sendiri merupakan perairan yang terdampak oleh adanya musim
barat dan timur. Pada saat musim barat, SPL di Selat Bali akan lebih rendah
karena di Indonesia sedang mengalami musim hujan sehingga intensitas
penyinaran oleh matahari akan lebih sedikit dan suhu rendah akan mendominasi.
Hal ini juga disebabkan oleh angin yang bertiup dari Asia ke Australia bersifat
basah sehingga permukaan laut di Selat Bali akan mendapat kelembaban yang
lebih tinggi dan suhunya akan lebih rendah. Pada musim timur, suhu permukaan
laut di Selat Bali akan lebih tinggi karena di benua Asia sedang mengalami musim
kemarau. Selain itu, SPL yang tinggi di Selat Bali juga disebabkan oleh angin
yang bertiup dari benua Australia ke benua Asia bersifat kering dan panas
sehingga angin yang melewati Selat Bali memiliki kelembaban udara yang rendah
dengan intensitas penyinaran matahari yang lebih, oleh karena itu suhu tinggi
akan mendominasi. Hasil pengolahan data menunjukkan suhu minimal 29oC dan
suhu maksimal 30oC. Suhu tersebut termasuk ke suhu tinggi. Hal tersebut juga
berkaitan dengan citra yang diunduh adalah citra pada bulan April akhir, yang
mana pada bulan tersebut Indonesia sedang mengalami musim timur atau musim
kemarau. Angin yang bertiup dari Australia bersifat kering dan panas sehingga
SPL di Selat Bali pun tinggi.
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Pengunduhan citra suhu permukaan air laut berasal dari situ resmi
NASA yaitu https://oceancolor.gsfc.nasa.gov/. Data yang diunduh
adalah data SPL level 1 dan 2 citra Selat Bali dan menghasilkan data
citra berformat ‘nc’.
2. Citra suhu permukaan air laut menggunakan citra perairan Selat Bali.
Citra dapat divisualisasikan menggunakan perangkat lunak SeaDAS
dengan tahapan koreksi awan, cropping citra, dan visualisasi citra
menggunakan teknik algoritma. Visualisasi citra berupa warna
permukaan laut yang merepresentasikan SPL.
3. Analisis spasial suhu permukaan laut menunjukkan suhu minimal di
selat bali adalah 29oC dan suhu maksimal 30oC yang dipengaruhi oleh
musim timur pada bulan April. Pola suhu permukaan laut di Selat Bali
menunjukkan adanya daerah upwelling.

5.2. Saran
1. Sebaiknya disediakan proyektor tetap di laboratorium komputasi gedung
E untuk melancarkan kegiatan praktikum penginderaan jauh.
2. Sebaiknya pada saat praktikum dijelaskan mengenai kaitan antara suhu
permukaan laut dengan musim.
3. Sebaiknya pada saat praktikum dijelaskan proses pengunduhan citra
SPL hingga selesai.
DAFTAR PUSTAKA

Alfajri, Mubarak, dan A. Mulyadi. 2017. Analisis Spasial dan Temporal Sebaran
Suhu Permukaan Laut di Perairan Sumatera Barat. Dinamika Lingkungan
Indonesia. 5(2) : 65-74.

Annas, R. 2009. Pemanfaatan Data Satelit MODIS untuk Menentukan Suhu


Permukaan Laut. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Cahya, C.M., D. Setyohadi, dan D. Surinanti. 2016. Pengaruh Parameter


Oseanografi Terhadap Distribusi Ikan. Oseana. 11 (1) : 1-14.

Febriani, E.R. dan B.M. Sukojo. 2016. Analisa Perbandingan Penggunaan Citra
Modis Level 1b dan Level 2 dalam Menentukan Prakiraan Daerah
Penangkapan Ikan (Studi Kasus: Pantai Selatan Blitar). Jurnal Teknik ITS.,
5 (2) : 439 – 443.

Khasanah, R. I., A. Sartimbul, dan E. Y. Herawati. 2013. Kelimpahan dan


Keanekaragaman Plankton di Perairan Selat Bali. Ilmu Kelautan. 18 (4) :
193-202.

NASA. 2009. Sea Surface Temperature. Dapat diakses di [https://earthobservatory


.nasa.gov/global-maps/MYD28M]. Diakses pada 26 April 2019.

Raharjo, P. D. 2010. Penggunaan Data Penginderaan Jauh dalam Analisis


Bentukan Lahan Asal Proses Fluvial di Wilayah Karang Sambung. Jurnal
Geografi. 7 (2) : 146-152.

Susilo, E. 2015. Variabilitas Faktor Lingkungan pada Habitat Ikan Lemuru di


Selat Bali Menggunakan Data Satelit Oseanografi dan Pengukuran Institu.
Omni-Akuatika. 14 (20) : 13-22.

Yuniarti, A., L. Maslukah, dan M. Helmi. 2013. Studi Variabilitas Suhu


Permukaan Laut Berdasarkan Citra Satelit Aqua MODIS Tahun 2007-2011
di Perairan Selat Bali. Jurnal Oseanografi. 2(4) : 416-421.
Zahroh, L. Dan B.M. Sukojo. 2016. Analisis Suhu Permukaan Laut untuk
Penentuan Daerah Potensi Ikan Menggunakan Citra Satelit Modis Level 1B
(Studi Kasus: Selat Bali). Jurnal Teknik ITS., 5 (2) : 846 – 850.

Anda mungkin juga menyukai