Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“ Pengertian Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan


serta Contohnya dalam Perencanaan Wilayah dan Kota “

Dosen :

Prof. Dr. Ir. R. Osok, MSi

Oleh :

Fidyah Ayu Pasha (201874051)

Universitas Pattimura Ambon

Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota

FIDYAH Page 1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufiq serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah
dengan judul “ Pengertian Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan serta Contohnya dalam
Perencanaan Wilayah dan Kota “ Keberhasilan penulis dalam menyusun karya tulis ilmiah ini
tentunya tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, tidak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ilmiah
ini.

Akhir kata, karya penulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya senantiasa
menampung kritik dan saran untuk menghasilkan karya yang lebih baik. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita dan dapat menambah wawasan serta kepekaan kita mengenai keadaan
yang terjadi di masyarakat.

Ambon, 2 Maret 2019

Penulis

FIDYAH Page 2
DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………………………………. 1

Kata Pengantar ………………………………………………………………………………… 2

Daftar Isi ……………………………………………………………………………………….. 3

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………. 4


1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………… 4
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………… 4
1.3 Tujuan ………………………………………………………………...……………... 5

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………….. 6

2.1 pengertian pengelolaan dan perlindungan lingkungan …...……….…….................... 6

2.2 contoh studi kasus dari pengelolaan dan perlindungan lingkungan dalam perencanaan
wilayah dan kota…….……….………………………….………………...…………. 7

BAB III KESIMPULAN …………………………………………………………………..…..17

3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………..…….. 17

Daftar Pustaka ................................................. ........................................................................


18

FIDYAH Page 3
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 LATAR BELAKANG
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang memengaruhi
perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan
bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik (benda hidup) misalnya manusia, hewan, dan
tumbuhan dan lingkungan abiotik (benda mati). Seringkali lingkungan yang terdiri dari
sesama manusia disebut juga sebagai lingkungan sosial. Lingkungan sosial inilah yang
membentuk sistem pergaulan yang besar peranannya dalam membentuk kepribadian
seseorang. Sedangkan pengertian dari lingkungan hidup berdasarkan UU No. 23 Tahun
1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan
makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Namun yang terjadi di masa sekarang ini lingkungan tempat hidup telah
mengalami kerusakan. Hal ini dikarenakan lingkungan hidup sekitar kita tidak dipelihara
dengan baik sehingga lingkungan tercemar dan rusak. Berdasarkan faktor penyebabnya,
bentuk kerusakan lingkungan hidup dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:Kerusakan
Lingkungan Hidup akibat Peristiwa Alam dan Kerusakan Lingkungan Hidup karena
Faktor Manusia. Manusia memang terus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan
hidupnya. Tetapi, tidak berarti harus merusak dan mencemari lingkungan sehingga
mengancam kelestarian kehidupan dan mengurangi hak generasi yang akan datang.
Ketika lingkungan telah mengalami kerusakan, manusia baru menyadari pentingnya
mengelola, melindungi serta melestarikan lingkungan yang ada sekarang ini. Pelestarian
lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup.

1. 2 RUMUSAN MASALAH

FIDYAH Page 4
1. Apa yang dimaksud dengan pengelolaan dan perlindungan lingkungan ?
2. Berikan contoh dari pengelolaan dan perlindungan lingkungan dalam perencanaan
wilayah dan kota !

1. 3 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian pengelolaan dan perlindungan lingkungan
2. Mengetahui contoh studi kasus dari pengelolaan dan perlindungan lingkungan dalam
perencanaan wilayah dan kota
3. Pemenuhan tugas kuliah Sumber Daya Alam dan Lingkungan

FIDYAH Page 5
BAB II

PEMBAHASAN

3.1 PENGERTIAN PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN

Adapun hakekat dari pengelolaan lingkungan adalah usaha untuk


memelihara/memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita terpenuhi,
(Soemarwoto, 1985). Hakekat tersebut mengandung makna yang luas yaitu, untuk
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dengan memperhatikan kualitas hidup
manusia secara keseluruhan.

Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup dalam pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa Perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan: a)
melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup; b) menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c) menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem; d) menjaga
kelestarian fungsi lingkungan hidup; e) mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
lingkungan hidup; f) menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa
depan; g) menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian
dari hak asasi manusia; h) mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; i)
mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan j) mengantisipasi isu lingkungan global.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas: a. tanggung
jawab negara; b. kelestarian dan keberlanjutan; c. keserasian dan keseimbangan; d.
keterpaduan; e. manfaat; f. kehati-hatian; g. keadilan; h. ekoregion; i. keanekaragaman hayati;
j. pencemar membayar; k. partisipatif; l. kearifan lokal; m. tata kelola pemerintahan yang
baik; dan n. otonomi daerah. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi: a.
FIDYAH Page 6
perencanaan; b. pemanfaatan; c. pengendalian; d. pemeliharaan; e. pengawasan; dan f.
penegakan hukum.

Menurut Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan LingkunganHidup


dijelaskan bahwa Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untukmelestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. engelolaan
lingkungan bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (Mitra Info, 2000).

3.2 CONTOH STUDI KASUS DARI PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN


LINGKUNGAN DALAM PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

A. CONTOH KASUS AMDAL DI INDONESIA :TPA, BANTAR GEBANG, BEKASI.


Di kawasan Bantar Gebang Bekasi menyebutkan, akibat dijadikan kawasan
tersebut sebagai TPA, warga di sekitar menderita yang tiada berujung. Dampak, seperti
Penyakit ISPA, Gastritis, Mialgia, Anemia, Infeksi kulit, Kulit alergi, Asma, Rheumatik,
Hipertensi, dan lain-lain merupakan hasil penelitian selama kawasaan tersebut dijadikan
TPA.

Hasil perhitungan berdasarkan jumlah penduduk,jumlah limbah domestik dari


rumah tangga adalah sebesar 2.915.263.800 ton/tahun atau 5900 – 6000 ton/hari; lumpur
dari septic tank sebesar 60.363,41 ton/tahun dan yang bersumber dari industri
pengolahan sebesar 8.206.824,03 ton/tahun. Penanganan kebersihan di wilayah DKI
Jakarta dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta, dengan jumlah sarana dan
prasarana yang terdiri dari tonk sebanyak 737 buah (efektif : 701 buah); alat-alat besar :
128 buah (efektif : 121 buah); kendaraan penunjang : 107 buah (efektif : 94 buah),

FIDYAH Page 7
sarana pengumpul/pengangkutan sampah dari rumah tangga : gerobak sampah : 5829
buah; gerobak celeng : 1930 buah, galvanis : 201 buah.
Sampah yang diangkut dari Lokasi Penampungan Sementara (LPS) akan diolah di
Tempat Pemusnahan Akhir (TPA). TPA yang sekarang adalah TPA Bantar Gebang,
Bekasi dengan luas yang direncanakan 108 Ha. Status tanah adalah milik Pemda DKI
Jakarta dan sistim pemusnahan yang dilaksanakan adalah “sanitary landfill”. Luas tanah
yang sudah dipergunakan sebesar 85 persen, sisanya ± 15 persen diperkirakan dapat
menampung sampah sampai tahun 2004, sehingga Pemda DKI Jakarta saat ini sudah
mencari alternatif-alternatif lain sistim penanganan sampah melalui kerjasama dengan
pihak swasta.

Akibat operasional yang tidak sempurna, maka timbul pencemaran terhadap


badan air di sekitar LPA dan air tanah akibat limbah serta timbulnya kebakaran karena
terbakarnya gas methan. Untuk mengatasi hal ini Dinas Kebersihan telah melakukan
kegiatan-kegiatan antara lain :
1. Menambah fasilitas Unit Pengolahan Limbah dan meningkatkan efisiensi
pengolahan sehingga kualitas limbah memenuhi persyaratan untuk dibuang.
2. Meningkatkan/memperbaiki penanganan sampah sesuai dengan prosedur
“sanitary landfill”.
3. Membantu masyarakat sekitar LPA dengan menyediakan air bersih, Puskesmas
dan ambulance.
4. Mengatur para pemulung agar tidak mengganggu operasional LPA.
Besarnya beban sampah tidak terlepas dari minimnya pengelolaan sampah dari
sumber penghasil dan di tempat pembuangan sementara (TPS) sampah. Baru sekitar 75
m3 yang didaur ulang atau dibuat kompos. Sementara itu, sisanya sekitar 60% dibuang
begitu saja tanpa pengolahan ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Dan, 30%
dibiarkan di TPS. Tak heran bila sampah akan menumpuk di TPA. Akibatnya, daya
tampung TPA akan menjadi cepat terpenuhi.

FIDYAH Page 8
B. PEMBANGUNAN RIBUAN PERUMAHAN KOTA BATAM DIATAS KAWASAN
HUTAN LINDUNG

Badan Otorita Batam (BOB) memiliki dua kewenangan. Kewenangan tersebut


meliputi penyelenggaraan ‘dual functions’, yaitu (a) sebagian fungsi pemerintahan,
berupa pemberian izin, pelayanan masyarakat, pertanahan dan sebagainya, atas dasar
pendelegasian berbagai kewenangan Pemerintah Pusat dan Departemen teknis terkait; (b)
fungsi pembangunan, di mana Badan Otorita Batam mengelola sarana dan prasarana
seperti bandara, pelabuhan laut, listrik, air minum, rumah sakit dan lain-lain dalam
rangka mempertahankan daya saing sebagai kawasan industri, kegiatan alih kapal,
perdagangan dan pariwisata. (Sumber : Makalah Tantangan Batam dalam Era Otonomi
Daerah, Dept. PU, 2006).

Kembali kepada permasalahan koordinasi terkait konflik perizinan dan


pemanfaatan ruang antara BPN dan instansi di bawah pemerintah daerah / kota. Otorita
Batam sudah megalokasikan lahan di atas hutan bakau untuk menjadi lahan perumahan
padahal lahan tersebut termasuk ke dalam lahan kawasan lindung (ditetapkan oleh Dinas
Tata Ruang Kota Batam / Pemkot). Di mana izin prinsip atau kepemilikan lahan
diterbitkan oleh Badan Otorita Batam atas pertimbangan BPN, sedangkan izin lokasi
terkait keruangan seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diterbitkan oleh Pemkot
Batam. Akibatnya, pemerintah kota (pemkot) tidak dapat melaksanakan peran
sepenuhnya terkait pengendalian pembangunan, karena pemerintah kota hanya
mendapatkan proporsi dalam urusan yang terkait pengendalian tertib bangunan saja.

Pemerintah Kota Batam sebenarnya telah melaksanakan kewajibannya dalam


penyusunan rencana tata ruang sesuai yang diamanatkan dalam UU No. 24 Tahun 1992
dan UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, namun sekali lagi pemkot tidak
memiliki kewenangan dalam pengawasan tata ruang di wilayah kota Batam karena hal ini
terkait dengan kewenangan pemberian ijin penggunaan lahan yang hingga saat ini masih
dipegang oleh Otorita Batam. Apabila konflik kewenangan ini tidak segera diselesaikan

FIDYAH Page 9
maka akan membawa dampak yang amat serius bagi keseimbangan tata guna lahan kota
Batam yang notabene sangat terbatas. (Sumber : Makalah Tantangan Batam dalam Era
Otonomi Daerah, Dept. PU, 2006)

Inti dari kasus perumahan Kota Batam adalah ada di permasalahan pemberian izin
penggunaan lahan dan izin lokasi yang diterbitkan oleh lembaga yang berbeda. Satu
lembaga bersifat centralized dan lembaga lainnya bersifat decentralized. Oleh karena itu,
koordinasi menjadi sulit dilakukan oleh kedua belah pihak. Berbeda dengan di negara
maju, di mana sertifikat tanah dan perizinan lokasi diterbitkan oleh lembaga yang sama.
Sehingga kasus seperti ini jarang terjadi.

Dengan koordinasi antar lembaga (antara BPN atau juga Badan Otorita Batam
dengan Pemerintah Kota Batam / Dinas – Dinas). Karena Badan Pertanahan Nasional
(BPN) maupun Badan Otorita Batam (BOB) dan Pemkot Batam (misalnya Dinas Tata
Ruang) sulit untuk melakukan hubungan / koordinasi, akibatnya terjadi tata guna lahan
yang keliru. Hal ini dikarenakan secara birokratis tidak ada garis komado / garis
koordinasi antara pemerintah Kota Batam dengan BPN atau pun Badan Otorita Batam .
Perubahan guna lahan yang tidak sesuai dengan rencana / zoning cenderung sulit untuk
diatasi, karena terbentur hak orang / lembaga atas lahan tersebut (misalnya dalam kasus
ini hak lahan yang jatuh pada para developer).

Solusi yang bisa dipertimbangkan untuk mencegah konflik masalah seperti yang
dijelaskan di atas dapat berupa :

1. Bangun koordinasi antara Badan Pertanahan Nasional (yang juga terkait dengan
Badan Otorita Batam) dengan Pemerintah Kota (terutama badan perizinan lokal
seperti dinas tata ruang) dengan sebelumnya harus diperjelas mengenai
kewenangan dari masing-masing lembaga, jangan sampai terdapat kewenangan
yang overlap. Akan tetapi mungkin Pemkot Batam justru harus melakukan
pendekatan koordinasi terlebih dahulu dengan kanwil atau kanah.

FIDYAH Page 10
2. Idealnya sistem yg sekarang dirombak, di mana badan atau lembaga yang
berwenang mengurus perizinan dan pemilikan lahan idealnya adalah lembaga
yang sama. Dengan demikian, diharapkan pemberian izin dan terkait kepemilikan
lahan dilakukan secara terpadu dan meninjau segala aspek secara komperensif
3. Badan Pertanahan Nasional (atau Kanah dalam konteks kota) sebaiknya tidak
bersifat centralized tetapi dibentuk menjadi semacam kementerian di mana dalam
lingkup kota / wilayah, badan pertanahan yang ada di kota seperti Kanah memiliki
koordinasi juga dengan pemerintah kota. Dengan demikian, tidak ada
misskoordinasi antar lembaga terkait.

C. PELANGGARAN YANG DILAKUKAN PT MARIMAS TERHADAP


KETENTUAN DALAM UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN
DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

Pembangunan disamping memberikan dampak positif berupa kesejahteraan, namun


disisi yang lain juga menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya kerusakan atau
tercemarnya lingkungan hidup. Oleh karena itu, apabila terjadi penurunan fungsi
lingkungan hidup akibat perusakan dan/atau pencemaran lingkugan hidup, maka
serangkain kegiatan penegakan hukum (law enforcement) harus dilakukan.

Namun dewasa ini masih saja terdapat beberapa pihak yang melakukan pencemaran
lingkungan hidup, salah satunya yang dilakukan oleh pabrik PT Marimas di Semarang. Menurut
warga, Pabrik PT Marimas telah mencemari aliran sungai disekitar pabrik selamat 2 sampai 3
tahun terakhir. Pencemaran semakin parah karena saluran pembuangan limbah jebol, yang mana
mengakibatkan bau menyengat yang berasal dari pembuangan limbah tersebut. Selain mencemari
lingkungan, kini warga kesulitan untuk mencari air bersih karena limbah telah bercampur dengan
air sumur. Pencemaran tersebut telah melanggar ketentuan dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mana setiap orang
dilarang untuk:[6]

a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan


hidup;

FIDYAH Page 11
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
h. melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau
j. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak
informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.

Dapat disimpulkan bahwa pabrik PT Marimas telah melanggar beberapa ketentuan dalam
pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009. Maka pihak dari pabrik PT Marimas harus melakukan
penanggulangan dan pemulihan terhadap lingkungan yang sudah tercemar oleh limbah pabrik
ltersebut. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 53 UU No. 32 Tahun 2009, setiap orang yang
melakukan pencemaran lingungan hidup wajib melakukan penanggulangan lingkungan hidup
yang dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Apabila tahap penanggulangan lingkungan hidup telah dilaksanakan maka pihak yang
mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup wajib untuk melakukan pemulihan lingkungan
hidup sebagaimana yang diatur dalam pasal 54 UU No. 32 Tahun 2009, dilakukan dengan
tahapan:[7]
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

FIDYAH Page 12
D. KASUS SENGKETA LIMBAH INDUSTRI PADA PT. RAYON UTAMA MAKMUR
(RUM) SUKOHARJO.

PT. Rayon Utama Makmur (RUM) merupakan anak perusahaan PT Sri Rejeki Isman Tbk
(Sritex) yang berlokasi di Plesan, Nguter, Sukoharjo, sekitar 15 km dari Kota Surakarta. Serat
rayon (kapas sintetik) ini untuk memasok kebutuhan lini bisnis utama Sritex yaitu garmen.
Sebagai sebuah perusahaan yang memasok serat rayon, PT. RUM Sukoharjo ternyata
menghasilkan limbah industri berupa polusi udara yang cukup meresahkan masyarakat
Kabupaten Sukoharjo. Masyarakat beranggapan bahwa PT RUM memiliki Karbon Disulfida
Plant atau tempat produksi Karbon Disulfida yang sangat berbahaya bagi lingkungan Sukoharjo.

Dalam Keputusan bupati memutuskan untuk memberikan sanksi administrativ dalam


rangka perlinudngan dan pengelolaan lingkungan hidup berupa paksaan pemerintah kepada
Pramono Presiden Direktur selaku penanggungjawab Perusahaan PT.RUM untuk menghentikan
sementara kegiatan produksi pada PT.RUM. Pemberian sanksi administrasi tersebut diberikan
kepada PT. RUM, karena telah melanggar ketentuan sebagaimana tercantum dalam Izin
Lingkungan dan Peraturan perundang-undangan bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yaitu:

1) Tidak memasang Continous Emission Monitoring (CEM) pada cerobong Cimney


sebagai upaya yang harus dilakukan dalam rangka pemantauan emisi

2) Tidak secara optimal melakukan pengendalian emisi secara optimal sehingga


menimbulkan dampak bau yang mengganggu masyarakat, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengedalian Pencemaran
Udara, dan

3) Belum memenuhi keajiban menyelesaikan pemasangan pipa pembuangan air limbah


hasil pengolahan limbah dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sampai dengan

FIDYAH Page 13
sungai Bengawan solo sebagaimana termuat dalam dokumen (AMDAL PT Rayon
Utama Makmur) Solusi penyelesaian masalah lingkungan

Selain itu juga penanggung jawab perusahaan dalam rangka memenuhi ketentuan izin
lingkungan dan peraturan perundang-undanga di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, harus melakukan hal-hal sebagai berikut yaitu:

1) Memasang Continius Emission Monitoring (CEM) Pada cerobong Cimney

2) Melakukan pengendalian emisi sehingga tidak menimbulkan bau sesuai baku mutu,
dan

3) Menyelesaikan pemasangan pipa pembuangan air limbah hasil pengolahan limbah dari
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sampai dengan sungai bengawan solo

E. MASALAH PERTAMBANGAN BATU BARA (KOTA SAMARINDA)

Pertambangan batubara di Indonesia telah berlangsung selama 40 tahun lebih, sejak


keluarnya UU No.11 tahun 1967 tentang pokok-pokok Pertambangan yang kemudian diganti
dengan UU Pertambangan Mineral dan Batu Bara Tahun 2009. UU ini telah menjadi landasan
eksploitasi sumberdaya mineral dan batu bara secara besar-besaran untuk mengejar
pertumbuhan ekonomi. Salah satu daerah penghasil batubara adalah kota Samarinda. Kota
Samarinda yang terletak di daerah katulistiwa. Pada dasawarsa tahun 2000-an, perkembangan
peningkatan produksi batubara di Kota Samarinda semakin meningkat. Sehingga Samarinda
juga dikenal dengan sebutan kota tambang karena hampir 38.814 ha (54%) dari total 71.823 ha
luas kota Samarinda merupakan areal tambang batubara. Pertambangan batubara yang sudah
berproduksi dengan rincian 38 KP (Kuasa Pertambangan) yang mendapat ijin dari wali kota
samarinda dan 5 (lima) PKP2B2 (Perusahaan Pemegang Perjanjian Karya perjanjian usaha
Pertambangan) dengan izin pemerintah pusat. (kompas 30 mei 2009) yang belum beroperasi.
Belum lagi ada puluhan tambang-tambang illegal yang banyak dikelola pengusaha dan
masyarakat. Bahkan sekarang kegiatan pertambangan ini telah merambah kawasan lindung

FIDYAH Page 14
maupun perkotaan. Hal ini diketahui setelah adanya bukti-bukti bahwa kawasan hutan raya
bukit suharto telah dirambah pertambangan batubara dan penambangan illegal yang dikenal
dengan batubara karungan yang banyak terdapat di kawasan perumahan-perumahan penduduk
di kota Samarinda makin memperparah kondisi lingkungan kota Samarinda.

Izin Investasi pertambangan batubara yang dikeluarkan begitu mudah, tentu


dikawatirkan akan mengabaikan tuntutan perlindungan lingkungan dan konflik yang
disebabkan oleh kegiatan pertambangan yang semata-mata berorintasi ekonomi, yaitu
bagaimana memperoleh keuntungan yang besar dari ekspoitasi, semantara aspek lingkungan
dan sosial dipinggirkan. Pada hal pertimbangan lingkungan, sosial dan ekonomi dalam
aktivitas pertambangan harus menjadi satu kesatuaan yang tidak terpisahkan.

Walaupun semenjak adanya pertambangan batubara ini peningkatan Pendapatan Asli


Daerah (PAD) kota sangat terasa dan devisa negara semakin meningkat namun dampak
lingkungan dari kegiatan penambangan batubara yang semakin banyak tersebut juga cukup
meresahkan bagi masyarakat Samarinda. Dampak lingkungan ini antara lain adalah erosi dan
banjir dan pencemaran udara,air dan tanah. Indikator kerusakan lingkungan yang semakin
parah tersebut bisa dilihat dari DAS Sungai Karang Mumus yang semakin berkurang kawasan
hutannya akibat pembukaan pertambangan yang berakibat dampak dari erosi semakin tinggi
mengakibatkan sungai karang mumus semakin dangkal sehingga daya tampung airnya pun
semakin berkurang. Hampir kerap terjadi bila hujan dengan intensitas kecil -sedang bisa
mengakibatkan beberapa daerah tergenang oleh banjir. Bahkan data Selama tiga bulan terakhir
saja sejak November dan Desember 2008 serta Januari 2009--Samarinda lima kali didera banjir
cukup besar menyebabkan puluhan ribu warga menjadi korban akibat rumahnya terendam air
antara 30 Cm sampai satu meter., padahal awal tahun 90 – 2000, tiap tahun hanya 1 - 2x banjir
melanda kota Samarinda.

Dampak perubahan iklim pun juga dirasakan pada saat ini, akibat konversi hutan
menjadi pertambangan menjadikan suhu kota Samarinda naik hampir 1,5 digit, Belum dampak
turunan dari banjir dan perubahan iklim tersebut yaitu banyak penyakit-penyakit seperti
muntahber, ISPA, Kulit dan lain-lain yang semakin sering diderita warga Samarinda.

FIDYAH Page 15
Dan dampak yang dirasakan langsung oleh warga Samarinda akibat pertambangan
batubara ialah dampak polusi udara dari kegiatan konstruksi dan operasi serta banyaknya truk-
truk pengangkut batubara yang menggunakan jalan-jalan umum kota Samarinda, selain
mengakibatkan polusi juga menimbulkan kerusakan jalan.

Menyadari bahwa permasalahan kerusakan lingkungan hidup yang demikian kompleks,


diperlukan kebijakan dan strategi untuk meningkatkan penanganan terpadu dengan melibatkan
stakeholders dan instansi teknis terkait bersama-sama untuk mencegah, menanggulangi dan
memulihkan kerusakan lingkungan tersebut.

Penanggung jawab perusahaan dalam rangka memenuhi ketentuan izin lingkungan dan
peraturan perundang-undanga di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
melakukan hal sebagai berikut seperti yang tertera pada Pasal 85 ayat (1) tersebut menyebutkan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang menyatakan:

(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan untuk


mencapai kesepakatan mengenai:

a. Bentuk dan besarnya ganti rugi;

b. Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;

c. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau


perusakan; dan/atau

d. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

FIDYAH Page 16
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
 Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dalam pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa Perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
 Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan: a) melindungi wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup; b) menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia; c) menjamin
kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem; d) menjaga
kelestarian fungsi lingkungan hidup; e) mencapai keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan lingkungan hidup; f) menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa
kini dan generasi masa depan; g) menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas
lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia; h) mengendalikan
pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; i) mewujudkan pembangunan
berkelanjutan; dan j) mengantisipasi isu lingkungan global.
 Beberapa contoh studi kasus dari pengelolaan dan perlindungan:

 Contoh kasus amdal di indonesia TPA, Bantar Gebang, Bekasi


 Pembangunan Ribuan Perumahan Kota Batam Diatas Kawasan Hutan Lindung
 Pelanggaran Yang Dilakukan Pt Marimas Terhadap Ketentuan Dalam Uu No.
32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
 Kasus Sengketa Limbah Industri Pada Pt. Rayon Utama Makmur (Rum)
Sukoharjo.
 Masalah Pertambangan Batu Bara (Kota Samarinda)

 Penataan hukum lingkungan di Indonesia khususnya dalam hal penegakannya masih


belum efektif terbukti dengan adanya pembuangan limbah industri yang dilakukan
mengakibatkan tercemarnya air yang berada di lingkungan sekitar pabrik yang
menimbulkan keresahan warga sekitar. pencemaran karena pertambangan juga belum
dapat di minimalisir karna kurangnya pengawasan dari pemerintah. Serta kurangnya
koordinasi antar lembaga pemerintahan menyebabkan terjadinya konflik dan
kesalahpahaman.

FIDYAH Page 17
DAFTAR PUSTAKA

 https://bangazul.com/dasar-dasar-pengelolaan-lingkungan-2/
 taff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-ir-suhartini-ms/pendampingan-guru-sma-
ma-pengayaan-materi-pengelolaan-lingkungan.pdf
 https://erfan1977.wordpress.com/2011/07/31/apa-pengelolaan-lingkungan-itu/
 https://datakata.wordpress.com/2015/01/17/pengelolaan-lingkungan-hidup/

 http://gustiafif.blogspot.com/2015/07/studi-kasus-pertambangan.html
 https://www.academia.edu/5694734/Analisis_Penyelesaian_Sengketa_Lingkungan_Hidu
p_studi_kasus_AMDAL_Pada_Usaha_Pertambangan_CV._Arjuna_di_Makroman_Sama
rinda_Kalimantan_Timur
 https://www.academia.edu/34922203/ANALISIS_KASUS_PENCEMARAN_LINGKUN
GAN_OLEH_PT_MARIMAS_DI_KOTA_SEMARANG_DALAM_UPAYA_PENEGA
KAN_PRIORITAS_LEGISLASI_NASIONAL_BERDASARKAN_UNDANG-
_UNDANG_NOMOR_32_TAHUN_2009
 http://eprints.ums.ac.id/67276/10/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
 https://debbyrahmi.wordpress.com/2012/12/25/pembangunan-ribuan-perumahan-kota-
batam-diatas-kawasan-hutan-lindung/
 http://yulindanurkrmh.blogspot.com/2017/01/pengertian-dan-contoh-kasus-amdal.html

FIDYAH Page 18

Anda mungkin juga menyukai