Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN SISTEM ENDOKRIN

“GIGANTISME”

OLEH :

KELOMPOK 4

ADEK AISYA PUTRI

DESI PUTRI ANGGI.S

TIARA LINALTI

MIMI AFNITA SARI 1411311019

ELSY SOVIANTY 1411311020

ERNI CAHAYA YANTI.G 1411311023

BERLIANA MUSI DANI 1411311025

SUCI RAHMA YUNI 1411312001

SANDRA MERZA

1
NIA RAHMANANDA PUTRI

SUZIA REVIANI

UCI RAMADANI ANWAR

FANNY NOVRIWINDA

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Gigantisme pada Anak”.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis telah berusaha untuk mencapai


hasil yang maksimal, tetapi dengan keterbatasan wawasan pengetahuan, pengalaman,
dan kemampuan yang dimiliki, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan dan sempurnanya makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi penulis dan
para pembaca.

2
Padang, Maret 2016

Kelompok

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.3 TUJUAN

BAB II PEMBAHASAN

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gigantisme adalah pertumbuhan abnormal, terutama dalam tinggi badan


(melebihi 2,14 m), akibat kelebihan growth hormone pada anak sebelum fusi epififis.
(Brooker, 2009). Frekuensi gigantisme di Amerika Serikat sangat jarang, diperkirakan

5
ada 100 kasus yang dilaporkan hingga saat ini. Gigantisme biasa terjadi di Negara barat
karena di Negara barat gigantisme bisa terdiagnosis secara dini, sedangkan di Afrika,
Amerika Selatan dan Asia jarang terdiagnosis secara dini. (Herder, 2008).

Pada orang dewasa, kelebihan growth hormone pada pria dan wanita adalah
sama. (Shim,2004). Gigantisme adalah kelainan yang disebabkan oleh karena sekresi
Growth Hormone (GH) yang berlebihan. Gigantisme terjadi sebelum proses penutupan
epifisis.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa itu defenisi gigantisme?

1.2.2 Bagaimana anatomi dan fisiologi kelenjar hipofisis?

1.2.3 Apa itu growth hormon?

1.2.4 Apa etiologi gigantisme?

1.2.5 Bagaimana patofisiologi gigantisme?

1.2.6 Bagaimana manifestasi Klinis gigantisme?

1.2.7 Bagaimana woc dari gigantisme?

1.2.8 Apa saja pemeriksaan Penunjang gigantisme?

1.2.9 Bagaimana Penatalaksanaan gigantisme?

1.3.1 Apa saja Pengkajian dari gigantisme?

1.3.2 Apa saja Diagnosa Keperawatan Nanda, NOC, NIC gigantisme?

1.3 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum

6
Setelah perkuliahan diharapkan mahasiswa mengetahui mengenai konsep
asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan pada hipofisis.
1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mengetahui anatomi hipofisis.

2. Mahasiswa mengetahui mekanisme gigantisme

3. Mahasiswa mengetahui pengkajian pada kasus gigantisme

4. Mahasiswa mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan


gangguan hipofisis.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gigantisme


Gigantisme hipofisis seringkali terjadi sebagai akibat dari sekresi GH
berlebihan sebagai akibat tumor hipofisis dengan onset terjadinya pada anak-anak
sebelum epifisis menutup. Gigantisme biasanya menyerang pada anak-anak umur 6-15
tahun.
Gigantisme merupakan peningkatan hormon protein dalam banyak jaringan,
meningkatkan penguraian asam lemak dan jaringan adipose dan kadar glukosa darah.
Gigantisme terjadi pada periode anak-anak ketika skeleton masih berpotensi untuk
tumbuh, atau pada pra pubertas.
Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH yang berlebihan. Keadaan ini dapat
diakibatkan tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena kelainan hipotalamus
yang mengarah pada pelepasan GH secara berlebihan. Gigantisme dapat terjadi bila
keadaan kelebihan hormone pertumbuhan terjadi sebelum lempeng epifisis tulang
menutup atau masih dalam masa pertumbuhan. Penyebab kelebihan produksi hormone
pertumbuhan terutama adalah tumor pada sel-sel somatrotop yang menghasilkan
hormone pertumbuhan.
Penyebab gigantisme yang paling sering adalah adenoma kelenjar pituitary,
tetapi gigantisme telah di amati pada anak laki-laki berusia 2,5 tahun dengan tumor
hipotalamus yang mugkin mensekresi GHRH, terutama pada pancreas yg telah
mensekresi dengan sejumlah besar GHRH (Arvin, 2000).

2.2 Anatomi dan fisiologi kelenjar hipofisis


Hipofisis merupakan sebuah kelenjar sebesar kelereng yang melekat pada
permukaan bawah otak melalui infundibulum. Lokasinya sangat terlindungi baik yaitu
terletak pada sella turcica ossis sphenoidalis. Disebut master endocrine gland karena
hormon yang dihasilkan kelenjar ini banyak mempengaruhi kelenjar endokrin lainnya.
Jika hipofisis membesar, akan cenderung mendorong ke atas seringkali menekan

8
daerah otak yang membawa sinyal dari mata dan mungkin akan menyebabkan sakit
kepala atau gangguan penglihatan.
Kelenjar hipofisis manusia dewasa terdiri dari lobus posterior atau
neurohipofisis sebagai lanjutan dari hipotalamus, dan lobus anterior atau adenohipofisis
yang berhubungan dengan hipotalamus melalui tangkai hipofisis. Berikut dibahas dua
bagian kelenjar hipofisis tersebut.

1. Hipofisis Anterior (Adenohipofisis)

Hipofisis anterior terdiri dari pars anterior (pars distalis) dan pars intermedia
dipisahkan oleh suatu celah, sisa kantong embrional. Juluran dari pars anterior yaitu
pars tuberalis meluas keatas sepanjang permukaan anterior dan lateral tangkai
hypofisis. Pada manusia pars Intermedia menyatu dengan pars anterior. Berikut ini
adalah hormone yang dihasilkan di kelanjar hipofisis anterior:
a) Hormon Pertumbuhan (GH)
Meningkatkan pertumbuhan seluruh tubuh dengan cara mempengaruhi
pembentukan protein, pembelahan sel, dan deferensiasi sel.
b) Adrenokortikotropin (Kortikotropin)
Mengatur sekresi beberapa hormon adrenokortikal, yang selanjutnya akan
mempengaruhi metabolism glukosa, protein dan lemak.
c) Hormon perangsang Tiroid (Tirotropin)
Mengatur kecepatan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid, dan
selanjutnya mengatur kecepatan sebagian besar reaksi kimia diseluruh tubuh.
d) Prolaktin
Meningkatkan pertunbuhan kelenjar payudara dan produksi air susu.
e) Hormon Perangsang Folikel dan Hormon Lutein
Mengatur pertumbuhan gonad sesuai dengan aktivitas reproduksinya.

2. Hipofisis Posterior (Neurohipofisis)

9
Hipofisis posterior divaskularisasi oleh Arteri carotis interna bercabang arteri
Hypophysialis superior dan inferior. Vena bermuara kedalam sinus intercavernosus.
Hipofisis posterior terdiri dari 2 macam struktur yaitu Pars nervosa : infundibular
processus dan Infundibulum : neural stalk (merupakan tangkai yang menghubungkan
neurohypophyse dengan hypotalamus). Hormon yang dihasilkan oleh hipofisis
posterior adalah sebagai berikut:
a) Hormon Antideuretik (vasopresin)
Mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam urin dan dengan cara ini akan
membantu mengatur konsentrasi air dalam cairan tubuh
b) Oksitosis.
Membantu menyalurkan air susu dari kelenjar payudara ke putting susu selama
pengisapan dan mungkin membantu melahirkan bayi pada saat akhir masa
kehamilan.

3. Pars Intermedia

Pars intermedia daerah kecil diantara hipofisis anterior dan posterior yang
relative avaskular, yang pada manusia hampir tidak ada sedangkan pada bebrapa jenis
binatang rendah ukurannya jauh lebih besar dan lebih berfungsi.
Pembuluh darah yang menghubungkan hipotalamus dengan sel- sel kelenjar
hipofisis anterior. Pembuluh darah ini berkhir sebagai kapiler pada kedua ujungnya dan
disebut system portal hipotalamus – hipofisis.
System portal merupakan saluran vascular yang penting karena memungkinkan
pergerakan hormone pelepasan dari hypothalamus ke kelenjar hipofisis sehingga
memungkinkan hypothalamus mengatur fungsi hipofisis. Rangsangan yang berasal dari
neuron dalam nucleus hypothalamus yang menyintesis dan menyekresi protein densgan
berat molekul yang rendah. Protein atau neuro hormone ini dikenal sebagai hormone
pelepas dan penghambat.
Hormon –hormon ini dilepaskan kedalam pembuluh darah system portal dan
akhirnya mencapai sel – sel dalam kelenjar hipofisis. Dalam rangkaian kejadian
tersebut hormon- hormon yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis diangkt bersama

10
darah dan merangsang kelenjar-kelenjar lain menyebabkan pelepasan hormon –
hormon kelenjar sasaran. Akhirnya hormon – hormon kelenjar sasaran bekerja pada
hipothalamus dan sel – sel hipofisis yang memodifikasi sekresi hormone.

2.3 Growth Hormon


Growth hormone adalah suatu hormone yang diproduksi oleh hipofisis anterior
yang berfungsi meningkatkan pertumbuhan dan metabolism pada sel target. Target sel
hormone ini berada di hampir seluruh bagian tubuh. Growth hormone juga berperan
dalam mensintesis somatomedin pada liver untuk menstimulasi pertumbuhan lempeng
epifiseal. Dampak metabolic dari GH yaitu mobilisasi asam lemak bebas pada jaringan
adiposa dan hambatan metabolisme glukosa di otot dan di jaringan adiposa
Growth hormone merupakan polipeptida dengan 191-asam amino (BM 21.500)
yang disintesis dan disekresi oleh somatotrof hipofisis anterior. Seperti namanya
hormone pertumbuhan berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan linier yang
diperantarai oleh insulin liked growth factor-1 (IGF-1) yang juga dikenal somatomedin.
(Greenspan & Baxter, 2000)
Hormone pertumbuhan meni ngkatkan sintesis protein dengan peningkatan
masukan asam amino dan langsung mempercepat transkripsi dan translasi mRNA.
Selain itu, dapat menurunkan katabolisme protein dengan mobilisassi lemak sebagai
sumber bahan bakar yang berguna. Secara langsung GH membebaskan asam lemak
dari jaringan lemak dan mempercepat perubahan menjadi asetil-KO yang merupakan
asal energi. Pengaruh penghematan terhadap protein adalah mekanisne yang paling
penting dimana GH meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan.
GH juga mempengaruhi metabolism karbohidrat. Pada keadaan berlebihan,
akan meningkatkan penggunaan karbohidrat dan mengganggu ambilan glukosa
kedalam sel. Resistensi terhadap insulin karena GH tampak berhubungan dengan
kegagalan postreseptor pada kerja insulin. Kejadian ini nebtakibatkan intoleransi
glukosa dan hiperinsulinisme sekunder.
GH beredar terutama tidak terikat dalam plasma dan mempunyai waktu paruh
20-50 menit. Pada orang dewasa, normal sekresinya kurang lebih 400 µg/hari (18,6

11
nmol/hari), sebaliknya orang dewasa mudah mengsekresikan 700 µg/d (32,5
nmol/hari).
Pada orang dewasa konsetrasi GH pada pagi hari dalam keadaan puasa kurang
dari 2 ng/ml (93 pmol/L). tidak terdapat perbedaan nyata antara kedua jenis kelamin.
Kadar IGF-1 ditentukan dengan cara radio receptor assay maupun dengan cara
radio immunoassay. Penentuan kadar mediator kerja GH ini menghasilkan penilaian
aktifitas biologis GH lebih akurat. (Greenspan & Baxter, 2000)
Sekresi GH diperantarai oleh 2 hormon hipotalamus : growt hormone –
releasing hormone (GHRH) dan somatostatin (Growt hormone-inhibiting hormone).
Pengaruh hipotalamus ini diatur dengan ketat melalui integrasi sistem saraf,
metabolism dan factor hormonal. Karena baik GRH maupun somatostatin tidak dapat
diperiksa secara langsung, hasil akhir setiap factor terhadap sekresi GH harus dianggap
merupakan jumlah efeknya pada hormone hipotalamus ini.
Pada makalah ini, kelompok membahas tentang GH yang disekresikan berlebih
oleh kelenjar hipofisis. Berikut adalah factor-faktor yang menyebabkan sekresi GH
berlebih.

2.4 Epidemiologi Gigantisme

Gigantisme sangat jarang dijumpai. Di eropa, setiap tahunnya hanya dilaporkan 3-


4 kasus/ 1juta penduduk. Kejadiannya pada wanita dan laki-laki sama. Laporan adanya
kasus ini di Indonesia juga sangat jarang. Dalam KONAS PERKENI II, tahun 1989 di
Surabaya, Wijaya dkk melaporkan adanya kasus yang di rawat di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.

2.5 Etiologi
Penyebab gigantisme dapat digolongan, sbb:

1. Gigantisme Primer atau Hipofisis, dimana penyebabnya adalah adenoma hipofisis


2. Gigantisme sekunder atau hipothalamik, disebabkan karena hipersekresi GHRH
dari hipothalamus.

12
Sekresi hGh yang berlebihan yang membuat seluruh bagian tubuh berubah
sehingga menyebabkan akromegali. Jika sekresi yang berlebihan ini terjadi
sebelum masa pubertas, penderita mengalami gigantisme.
3. Gigantisme yang disebabkan oleh tumor ektopik (paru, pankreas, dll) yang
mensekresi GH atay GHRH.
4. Kemungkinan juga ada pengaruh genetik (keturunan)

Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH yang berlebihan. Keadaan ini dapat


diakibatkan tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena kelainan hipotalamus
yang mengarah pada pelepasan GH secara berlebihan. Gigantisme dapat terjadi bila
keadaan kelebihan hormone pertumbuhan terjadi sebelum lempeng epifisis tulang
menutup atau masih dalam masa pertumbuhan. Penyebab kelebihan produksi hormone
pertumbuhan terutama adalah tumor pada sel-sel somatrotop yang menghasilkan
hormone pertumbuhan.
Adenoma hipofisis merupakan penyebab yang paling sering. Tumor pada
umumnya dijumpai di sayap lateral sella tursica, tetapi gigantisme telah diamati pada
anak laki-laki berusia 2,5 tahun dengan tumor hipotalamus yang mungkin mensekresi
GhRH.
Gigantisme terbanyak disebabkan oleh adenoma hipofisis yang mensekresi GH.
Insiden hipersekresi GH dibagi menjadi 2 kategori yaitu primer pada hipofisis dan
peningkatan Growth hormone- Realasing Hormon (GhRH) atau disregulasi.
Kebanyakan insiden gigantisme karena adenoma hipofisis yang mensekresi GH atau
karena hyperplasia. Gigantisme tampak juga pada keadaan lain seperti: multiple
endokrin neoplasma (MEN) tipe satu, MC Cune-albright syndrome (MAS),
Neurofibromatosis, sklerosis tuberrosistas atau kompleks carney. (Eugster & Pescuvitz,
1998)

2.6 Patofisiologi

13
Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH yang berlebihan. Keadaan ini
diakibatkan oleh tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena kelainan
hipotalamus yang mengarah pada pelepasan GH secara berlebihan.

Sel asidofilik, sel pembentuk hormone pertumbuhan di kelenjar hipofisis


anterior menjadi sangat aktif atau bahkan timbul tumor pada kelenjar hipofisis tersebut.
Hal ini mengakibatkan sekresi hormone pertumbuhan menjadi sangat tinggi.
Akibatnya, seluruh jaringan tubuh tumbuh dengan cepat sekali, termasuk tulang. Pada
Gigantisme, hal ini terjadi sebelum masa remaja, yaitu sebelum epifisis tulang panjang
bersatu dengan batang tulang sehingga tinggi badan akan terus meningkat (seperti
raksasa).

Biasanya penderta Gigantisme juga mengalami hiperglikemi. Hiperglikemi


terjadi karena produksi hormone pertumbuhan yang sangat banyak menyebabkan
hormone pertumbuhan tersebut menurunkan pemakaian glukosa di seluruh tubuh
sehingga banyak glukosa yang beredar di pembuluh darah. Dan sel-sel beta pulau
Langerhans pancreas menjadi terlalu aktif akibat hiperglikemi dan akhirnya sel-sel
tersebut berdegenerasi. Akibatnya, kira-kira 10 persen pasien Gigantisme menderita
Diabetes Melitus.

Pada sebagian besar penderita Gigantisme, akhirnya akan menderita


panhipopitutarisme bila Gigantisme tetap tidak diobati sebab Gigantisme biasanya
disebabkan oleh adanya tumor pada kelenjar hipofisis yang tumbuh terus sampai
merusak kelenjar itu sendiri.

Bila kelebihan GH terjadi selama masa anak-anak dan remaja, maka


pertumbuhan longitudinal pasien sangat cepat , dan pasien akan menjadi seorang
raksasa. Setelah pertumbuhan somatic selesai , hipersekresi GH tidak akan
menimbulkan gigantisme, tetapi menyebabkan penebalan tulang-tulang dan jaringan
lunak yang disebut akromegali. Penebalan tulang terutama pada wajah dan anggota
gerak. Akibat penonjolan tulang rahang dan pipi, bentuk wajah menjadi kasar secara
perlahan dan tampak seperti monyet. Tangan dan kaki membesar dan jari-jari tangan

14
kaki dan tangan sangat menebal. Tangan tidak saja menjadi lebih besar, tetapi
bentuknya akan makin menyerupai persegi empat (seperti sekop) dengan jari-jari
tangan lebih bulat dan tumpul. Penderita mungkin membutuhkan ukuran sarung tangan
yang lebih besar. Kaki juga menjadi lebih besar dan lebih lebar, dan penderita
menceritakan mereka harus mengubah ukuran sepatunya. Pembesaran ini biasanya
disebabkan oleh pertumbuhan dan penebalan tulang dan peningkatan pertumbuhan
jaringan lunak. Sering terjadi gangguan saraf perifer akibat penekanan saraf oleh
jaringan yang menebal. Dan karena hormone pertumbuhan mempengaruhi metabolisme
beberapa zat penting tubuh, penderita sering mengalami problem metabolisme
termasuk diabetes mellitus.

Selain itu, perubahan bentuk raut wajah dapat membantu diagnosis pada
inspeksi. Raut wajah menajdi makin kasar, sinus paranasalis dan sinus frontalis
membesar. Bagian frontal menonjol, tonjolan supraorbital menjadi semakin nyata, dan
terjadi deformitas mandibula disertai timbulnya prognatisme (rahang yang menjorok ke
depan) dan gigi-geligi tidak dapat menggigit. Pembesaran mandibula menyebabkan
gigi-gigi renggang. Lidah juga membesar, sehingga penderita sulit berbicara. Suara
menjadi lebih dalam akibat penebalan pita suara.

Deformitas tulang belakang karena pertumbuhan tulang yang berlebihan,


mengakibatkan timbulnya nyeri di punggung dan perubahan fisologik lengkung tulang
belakang. Pemeriksaan radiografik tengkorak pasien akromegali mnunjukkan
perubahan khas disertai pembesaran sinus paranasalis, penebalan kalvarium, deformitas
mandibula (yang menyerupai bumerang), dan yang paling penting ialah penebalan dan
destruksi sela tursika yang menimbulkan dugaan adanya tumor hipofisis.

Bila akromegali berkaitan dengan tumor hipofisis, maka pasien mungkin


mengalami nyeri kepala bitemporal dan gangguan penglihatan disertai hemianopsia
bitemporal akibat penyebaran supraseral tumor tersebut, dan penekanan kiasma
optikum.

15
Pasien dengan akromegali memiliki kadar basal GH dan IGF-1 yang tinggi dan
juga dapat diuji dengan pemberian glukosa oral. Pada subjek yang normal, induksi
hiperglikemia dengan glukosa akan menekan kadar GH. Sebaliknya, pada pasien,
akromegali atau gigantisme kadar GH gagal ditekan. CT scan dan MRI pada sela
tursika memperlihatkan mikroadonema hipofisis, serta makroadonema yang meluas ke
luar sel mencakup juga sisterna di atas sela, dan daerah sekitar sela, atau sinus
sphenoid.

2.7 Manifestasi Klinis


Beberapa penderita memiliki masalah penglihatan dan perilaku. Pada
kebanyakkan kasus yang terekam, pertumbuhan abnormal menjadi nyata pada masa
pubertas, tetapi keadaan ini telah ditegakkan seawal masa bayi baru lahir pada seorang
anak dan pada usia 1 bulan. Pada gigantisme, jaringan lunak seperti otot dan lainnya
tetap tumbuh. Gigantisme dapat disertai gangguan penglihatan bila tumor membesar
hingga menekan khiasma optikum yang merupakan jalur saraf mata.

Manusia dikatakan berperawakan raksasa (gigantisme) apabila tinggi badan mencapai


dua meter atau lebih. Ciri utama gigantisme adalah perawakan yang tinggi hingga
mencapai 2 meter atau lebih dengan proporsi tubuh yang normal. Hal ini terjadi karena
jaringan lunak seperti otot dan lainnya tetap tumbuh. gigantisme dapat disertai gangguan
penglihatan bila tumor membesar hingga menekan khiasma optikum yang merupakan
jalur saraf mata.
Keabnormalan skeletal dan tanda-tanda intoleransi glukosa seperti yang terlihat
pada penderita akromegali.
Pembesaran tumor pituitari (yang menyebabkan hilangnya hormon trofik lain,
misal hormon yang menstimulasi tiroid, hormon yang menstimulasi folikel dan
kortikotropin).
Berikut ini adalah gejala gigantisme yang disebabkan oleh kelebihan sekresi
GH:

1. Tanda-tanda intoleransi glukosa.

16
2. Hidung lebar, lidah membesar dan wajah kasar

3. Mandibula tumbuh berlebihan

4. Gigi menjadi terpisah-pisah

5. Jari dan ibu jari tumbuh menebal

6. Kelelahan dan kelemahan

7. Kehilangan penglihatan pada pemeriksaan lapang pandang secara seksama


karena khiasma optikum saraf mata tertekan.

2.8 WOC
Terlampir

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan glukosa darah
Gigantisme (+) : glukosa darah meningkat
- Pemeriksaan Growth Hormone darah atau SM-C (IGF 1):
Gigantisme (+) : peningkatan GH darah atau SM-C (IGF 1)
- Pemeriksaan Somatostatin:
Gigantisme (+) : somatostatin meningkat
b. Pemeriksaan radiologi
- CT-Scan
- MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Roentgenogram tengkorak dapat menunjukkan pembesaran sella tursika dan sinus
paranasalis ; sken tomografi komputasi atau foto resonansi nmagnetik (MRI)
menampakkan tumor. Ikatan falangs dan bertambahnya penebalan bantal tumit
adalah biasa. Maturasi tulang adalah normal.

17
2.10 Penatalaksanaan

1. Operasi

Operasi adalah pilihan utama yang dianjurkan pada kebanyakan pasien


gigantisme, karena termasuk dalam pengobatan yang cepat dan efektif. Operasi
dilakukan dengan melakukan insisi melalui hidung atau melalui bibir bagian atas.
Dengan alat khusus dokter bedah menghilangkan jaringan tumor. Operasi ini biasanya
disebut operasi transsphenoidal. Prosedur ini mengurangi tekanan pada daerah otak
sekitarnya dan dengan cepat menurunkan kadar GH. Jika operasi ini berhasil,
penampilan wajah dan pembengkakan jaringan akan kembali membaik pada beberapa
hari. Pembedahan berhasil baik pada kebanyakan pasien dengan kadar GH dalam darah
dibawah 45 ng/mg sebelum operasi dan jika diameter tumor hipofisis belum mencapai
10 mm.
Komplikasi yang mungkin terjadi saat pembedahan adalah kerusakan jaringan
di sekitar hipofisis yang normal sehingga pasien memerlukan menggunaan hormon
hipofisis dalam waktu yang lama. Bagian dari hipofisis menyimpan antidiuretik
hormon yang penting dalam balance cairan yang mungkin secara sementara maupun
permanen membahayakan kesehatan pasien sehingga pasien membutuhkan terapi
medis. Komplikasi yang lain yaitu meningitis.

2. Terapi medikasi

Terapi medis sering digunakan jika pembedahan tidak berhasil dengan baik.
Tiga kelompok obat yang digunakan untuk pengobatan gigantisme :

a. Somatostatin analogs (SSAs) berefek pada penurunan produksi GH dan efektif


menurunkan kadar GH dan IGF-I pada 50-70% pasien. SSAs juga mengurangi
ukuran tumor sekitar 0-50% pasien tp hanya pada tingkat yang kecil. Beberapa
penelitian menunjukkan SSAs aman dan efektif digunakan dalam jangka

18
panjang dalam pengobatan pasien dengan akromegali gigantisme yang tidak
disebabkan tumor hipofisis.

b. GH reseptor antagonist (GHRAs)

Kelompok obat yang kedua adalah antagonis reseptor GH (GHRAs), yang


mengganggu kerja GH dan menormalkan kadar IGF-I di lebih dari 90 persen pasien.
Diinjeksikan sehari sekali, GHRAs biasanya ditoleransi dengan baik oleh pasien. Efek
jangka panjang pada pertumbuhan tumor masih diteliti. Efek sampingny antara lain
sakit kepala, fatig dan gangguan fungsi hati.
Agonis dopamin membentuk kelompok obat ketiga. Obat ini tidak seefektif
obat lain dalam menurunkan GH atau IGF-I tingkat, dan menormalkan kadar IGF-I
pada sebagian kecil pasien. Agonis dopamin kadang-kadang efektif pada pasien yang
memiliki derajat ringan GH berlebih dan pasien yang mengalami gigantisme dan
hiperprolaktinemia. Agonis dopamin dapat digunakan dengan kombinasi SSAs. Efek
samping obat termasuk mual, sakit kepala.

3. Radioterapi

Terapi radiasi biasanya diperuntukkan bagi pasien yang mempunyai sisa-sisa


tumor paska pembedahan. Karena radiasi menyebabkan hanya sedikit penurunan kadar
GH dan IGF-I pasien yang menjalani terapi radiasi juga menerima medikasi untuk
menurunkan kadar hormon.
Tujuan dari penatalaksanaan gigantisme ini adalah:

1. Mengurangi peroduksi hormon berlebih menjadi normal

2. Mengurangi tekanan karena pertambahan masa tumor hipofisis yang dapat


menekan area otak di sekitar tumor.

3. Mengembalikan funsi normal hipofisis dan menangani terjadinya kekurangan


hormon.

19
4. Menangani gejala gigantisme

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Anamnesa

Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.

2. Keluhan Utama

Keluhan utama pasien dengan gigantisme adalah pertumbuhan organ tubuh yang
berlebih serta postur tubuh yang tinggi.

3. Riwayat penyakit sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya gigantisme, apa yang dirasakan klien dan apa saja
yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya.

4. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat tumor hipofisis atau penyakit lain yang berkaitan dengan
gigantisme.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

20
Ada anggota keluarga pasien yang mengalami gigantisme.

6. Riwayat Psikososial

Berhubungan dengan perasaan dan emosi yang di alami pasien mengena.i sakitnya
dan tanggapan keluarga tentang penyakitnya

7. Pemeriksaan Fisik
 B1 ( Sistem pernafasan)
 B2 ( sistem kardiovaskuler)
Nadi menurun ( N=60-100x/menit), hipertensi, hipertrofi jantung,
 B3 ( sistem persyarafan)
Sakit kepala, gangguan penglihatan
 B4 ( Sistem perkemihan)
 B5 ( Sistem Pencernaan)
Anorexia, disfagia
 B6 ( Sistem Muskuloskeletal)
Lemah, lipatan kulit kasar, kulit tebal, turgor jelek

1. Pemeriksaan Diagnostik

2. Pemeriksaan fisik Tinggi tubuh abnormal

3. CT Scan dan MRI kelenjar hipofisis

4. Pemeriksaan kadar GH

3.2 Diagnosa Keperawatan Nanda, NOC, NIC


No NANDA NOC NIC
1 Nyeri  Manjemen nyeri
 Level nyeri Aktivitas :
Indikator : - Lakukan penilaian nyeri
- melaporkan nyeri secara komprehensif dimulai
- ekspresi wajah
dari lokasi, karakteristik,
saat nyeri
durasi frekuensi, kualitas,
- kegelisahan tidak

21
ada intensitas dan penyebab.
- perubahan - Kaji ketidaknyamanan secara
frekuensi non verbal, terutama untuk
pernafasan pasien yang tidk bisa
mengokomunikasikan secara
 Tingkat efektif.
- Pastikan pasien mendapatkan
kenyamanan
perawatan yang analgesik
Indikator : - Tentukan dampak nyeri
- Melaporkan terhadap kehidupan sehari
perkembangan hari (tidur, nafsu makan,
fisik aktivitas kesadaran, mood,)
- Mengekspresikan - Menyediakan informasi
perasaan dengan tentang nyeri, contohnya
hubungan sosial penyebab nyeri, bagaimana
- Mengekspresikan
kejadiannya, mengantisipasi
kepuasaan dengan
ketidaknyamanan terhadap
kontrol nyeri
prosedur.
 Kontrol nyeri
 Pemberian analgesik
Indikator :
Aktivitas :
- Menilai faktor
- Periksa order atau pesanan
penyebab
- Recognize medis untuk obat, dosis dan
lamanya nyeri frekuensi yang di tentukan
- Penggunaan analgesik.
mengurangi nyeri - Cek riwayat alergi obat
- Tentukan jenis analgesik yang
dengan non
digunakan (narkotik, non
analgesik
- Penggunaan narkotik, atau NSAID)
analgesik yang berdasarkan tipe dan tingkat
tepat nyeri.
- Laporkan tanda / - Monitor TTV sebelum atau
gejala nyeri pada sesudah pemberian obat

22
tenaga kesehatan nerkotik dengan dosis
profesional pertama atau jika ada catatan
luar biasa.
- Cek pemberian analgesik
selama 24 jam untuk
mencegah terjadinya punvak
nyeri tanpa rasa sakit,
terutama dengan nyeri yang
menjengkelkan.
2 Gangguan Citra  Mau menerima  Peningkatan Body Image
Tubuh penampilannya
Aktivitas:
 Percaya diri
- Diskusikan dengan klien tentang
perubahan dirinya
- Bantu klien dalam memutuskan
tingkat actual perubahan dalam
tubuh atau level fungsi tubuh
- monitor frekuensi pernyataan klien
· - berikan dukungan dan suport
mental serta spiritual.
· - Libatkan keluarga untuk
memberikan dukungan sacara mental
dan spiritual

3. Ketidakseimban Tujuan : Asupan nutrisi  Terapi nutrisi


gan Nutrisi cukup untuk memenuhi Aktivitas :
Kurang dari kebutuhan metabolic - Mengontrol penyerapan
Kebutuhan Kriteria Hasil : makanan / cairan yang
 Status nutrisi mengandung intake
Indikator : kalori harian jika diperluka
 Asupan zat - Menentukan kalori dan jenis
zat makanan yang dibutuhkan

23
gizi untuk Memenuhi kebutuhan
 Asupan nutrisi ketika berkolaborasi
makanan dengan ahli makanan jika
dan cairan diperlukan
- Memastikan bahwa makanan
 Energy
berupa makanan yang tinggi
 Indeks
serat untuk mencegah
massa
konstipasi
tubuh
 Bantuan penambahan berat
 Berat
badan
badan
Aktivitas :
 Biochemic
- Menimbang berat badan
al measure pasien pada jarak waktu
 Status nutrisi : tertentu jika diperlukan
intake makanan - Melakukan pengobatan untuk
dan cairan mengurangi mual dan nyeri
Indikator : sebelum makan jika
 Intake diperlukan
disaluran - Anjurkanmeningkatkan intake

makanan kalori

 Intake
cairan
 Pengontrolan berat
badan
Indikator :
 Mempertah
ankan
intake
kalori
optimal

24
harian
 Memilih
nutrisi
makanan
dan snack
 Mempertah
ankan pola
makan
yang
dianjurkan
 Melakukan
pengobatan
ketidaksei
mbangan
elektrolit

25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

26
WOC

27
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, A. (2010). Askep Endokrin- Gigantisme dan Akromegali. Diakses pada tanggal 19
April 2014. Diambil dari http://abdulaziz-fkp10.web.unair.ac.id/artikel_detail-79687-
askep%20endokrin-Gigantisme%20dan%20Akromegali.html
Guyton dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. 2008
Price, Sylviana Anderson dan Wilson , Lorraine McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis Prose-
Proses Penyakit edisi 6 Vol.2. Jakarta : EGC. 2005

28

Anda mungkin juga menyukai