Anda di halaman 1dari 6

Disentri Amoeba

1. DEFINISI
Disentri amoeba adalah penyakit infeksi usus yang ditimbulkan oleh Entamoeba
histolytica, suatu mikroorganisme anaerob bersel tunggal (protozoon). Penyakit ini tersebar
diseluruh dunia dan banyak terdapat di negara (sub) tropis dengan tingkat sosio-ekonomi
rendah dan hygiene yang kurang. Penyebarannya melalui makanan yang terinfeksi serta
kontak seksual. Bila tidak diobati dengan tepat dapat menjadi sistemis dan menjalar ke
organ-organ lain, khususnya hati.
Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja.

2. PENYEBAB
Disentri Amoeba disebabkan oleh Entamoeba histolyticayang merupakan
protozoa usus, sering hidup sebagai komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila
kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen (membentuk koloni di dinding usus,
menembus dinding usus menimbulkan ulserasi) dan menyebabkan disentri amoeba
. Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan banyak terdapat di negara (sub) tropis dengan
tingkat sosio-ekonomi rendah dan hygiene yang kurang. Penyebarannya melalui makanan
yang terinfeksi serta kontak seksual. Bila tidak diobati dengan tepat dapat menjadi sistemis
dan menjalar ke organ-organ lain, khususnya hati.
Disentri amoeba ditularkan lewat feko-oral, baik secara langsung melalui tangan,
maupun tidak langusng melalui air minum atau makanan yang tercemar. Sebagai sumber
penularan adalah tinja yang mengandung kista amoeba. Kemungkinan faktor diet rendah
protein juga memegang peranan dalam penyebab dissentri Amoeba.
Di Indonesia diperkirakan insiden disentri amoeba ini cukup tinggi. Penularan
dapat terjadi lewat beberapa cara, misalnya : pencemaran air minum, pupuk kotoran
manusia, vektor lalat dan kecoa, dan kontak langsung, seksual kontak oral-anal pada
homoseksual. Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemi
sering terjadi lewat air minum yang tercemar.
Penyebaran kuman yang menyebabkan penyakit ini juga termasuk perilaku
yang salah. Perilaku tersebut diantaranya adalah:
 Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan.
 Menggunakan botol susu. Penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh
kuman yang berasal dari tinja dan sukar dibersihkan. Sewaktu susu dimasukkan ke
dalam botol yang tidak bersih akan terjadi kontaminasi kuman dan bila tidak segera
diminum kuman akan tumbuh.
 Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
 Menggunakan air minum yang tercemar oleh tinja.
 Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau
sebelum memasak makanan

3. GEJALA
 Diare disertai darah dan lendir dalam tinja
 Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
 Sakit perut hebat (kolik)
 Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3
kasus)

4. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis dapat ditegakkan semata-mata dengan menemukan tinja bercampur
darah. Diagnosis etiologi biasanya sukar ditegakkan. Penegakan diagnosis etiologi melalui
gambaran klinis semata sukar, sedangkan pemeriksaan biakan tinja untuk mengetahui
agen penyebab seringkali tidak perlu dilakukan karena memakan waktu lama (minimal 2
hari) dan umumnya gejala membaik dengan terapi antibiotika empiris.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
1. Pemeriksaan tinja
2. Benzidin test
3. Biakan tinja
4. Pemeriksaan darah rutin

5. PATOGENESIS
Terjadinya diare bisa disebabkan oleh salah satu mekanisme di bawah ini :
a. Diare osmotik:
Substansi hipertonik nonabsorbsi  peningkatan tekanan osmotik
intralumen usus  cairan masuk ke dalam lumen  diare.
Diare osmotik terjadi karena:
1) pasien memakan substansi non absorbsi antara lain laksan magnesium sulfat
atau antasida mengandung magnesium.
2) pasien mengalami malabsorbsi generalisata sehingga cairan tinggi konsentrasi
seperti glukosa tetap berada di lumen usus.
3) pasien dengan defek absorbtif, misalnya defisiensi disakaride atau malasorbsi
glukosa-galaktosa.
b. Diare sekretorik:
Peningkatan sekresi cairan elektrolit dari usus secara aktif dan penurunan
absorbsi  diare dengan volume tinja sangat banyak.
1) Malasorbsi asam empedu dan asam lemak:
2) Pada diare ini terjadi pembentukan micelle empedu.
3) Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit:
4) Terjadi penghentian mekanisme transport ion aktif pada Na K ATP-ase di
enterosit dan gangguan absorbsi Na dan air.
5) Gangguan motilitas dan waktu transit usus:
6) Hipermotilitas usus  tidak sempat di absorbsi  diare.
7) Gangguan permeabilitas usus:
8) Terjadi kelainan morfologi usus pada membran epitel spesifik  gangguan
permeabilitas usus.
c. Diare inflamatorik:
Kerusakan sel mukosa usus  eksudasi cairan, elektrolit dan mukus yang
berlebihan  diare dengan darah dalam tinja.6
Patogenesis E. histolytica diyakini tergantung pada 2 mekanisme, yaitu kontak sel
dan pemajanan toksin. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa kematian
tergantung kontak oleh trofozoid yang meliputi perlekatan, sitolisis ekstraseluler, dan
fagositosis. Reseptor lektin spesifik-galaktosa diduga bertanggung jawab dalam
menjembatani perlekatan pada mukosa kolon., Juga telah dirumuskan bahwa amoeba
dapat mengeluarkan protein pembentuk pori yang membentuk saluran pada membran sel
sasaran hospes. Bila trofozoid E histolytica menginvasi usus, akan menyebabkan tukak
dengan sedikit respon radang lokal. Organisme memperbanyak diri dan menyebar di bawah
usus untuk menimbulkan ulkus yang khas. Lesi ini biasanya ditemukan pada coecum, colon
transversum dan kolon sigmoid.
6. KOMPLIKASI
Komplikasi disentri amoeba ada 2 yaitu:
a. Komplikasi intestinal
1). Perdarahan usus
2). Perforasi usus
3). Ameboma
4). Penyempitan usus atau striktura
b. Komplikasi ekstra intestinal
1). Amebiasis hati
2). Amebiasis pleuro pulmonal
3). Abses otak dam limfa
4). Amebiasis kulit
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti:
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Hipokalemi (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan
pada elektrokardiogram).
d. Hipoglikemi
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.
7. PENATALAKSANAAN
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan
pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk
mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai
penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai adanya syok sepsis.

2. Komponen terapi disentri :


a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit.
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan
dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan
koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit

b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet
lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi
vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan
disentri, terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi. Untuk
mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat seng
oral8,9. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya resiko
untuk memperpanjang masa sakit.

c. Antibiotika
Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan
terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi
masa sakit dan menurunkan resiko komplikasi dan kematian.
• Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimokasazol
(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi
dalam 2 dosis, selama 5 hari.
• Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian
kotrimoksazol dibandingkan placebo10.
• Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4
dosis o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone
50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4 dosis.
• Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan
darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari
tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif
lain.
• Terapi antiamubik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit
Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah
menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing
diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler.
• Terapi yang dipilih sebagai antiamubik intestinal pada anak adalah
Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila
disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik
dalam 2-3 hari terapi.

d. Antipiretik
Antipiretik berfungsi untuk menghambat produksi prostaglandin yang memacu
peningkatan suhu lewat hipotalamus sehingga dapat menurunkan demam

e. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih
sehabis membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Soewandojo E. Amebiasis.2002.Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3.Jakarta:


Fakultas Kedokteran Unifersitas Indonesia
http://www.ezcobar.com/dokter-online/dokter15/templates/ja_purity/favicon.ico

Anda mungkin juga menyukai