Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PEMERIKSAAN AKUNTANSI 2

“Pemeriksaan Aset Takberwujud (Intengible Assets)”

Endah Prawesti Ningrum, S.E., M.Ak.

Disusun oleh:

Rona Sekar Rossiana (201610315093)

Windy Julianingtyas (201610315087)

Zamiah Quro Walhupaz (201610315097)

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

2019
PEMBAHASAN

PEMERIKSAAN ASET TAKBERWUJUD (INTANGIBLE ASSETS)

Pengertian dan Sifat Aset Tidak Berwujud Menurut SAK ETAP


(IAI,2009:76)

Aset tidak berwujud adalah aset non moneter yang dapat di identifikasi dan tidak
mempunyai wujud fisik.

 Suatu aset dapat diidentifikasi jika :


1. Dapat Dipisahkan, yaitu kemampuannya untuk menjadi terpisah atau terbagi
dari perusahaan dan dijual, dialihkan, disewakan atau ditukarkan melalui suatu
kontrak terkait aset atau liabilitas secara individual atau secara bersama.
2. Muncul dari hak kontraktual atau hukum lainnya, terlepas apakah hal tersebut
dapat dialihkan atau dapat dipisahkan dari perusahaan atau dari hak atau
kewajiban lainnya.

 Aset tidak berwujud tidak termasuk :


1. Efek ( surat beharga )
2. Hak atas mineral dan cadangan mineral, misalnya, minyak, gas alam dan
sumber daya yang tidak dapat diperbarui lainnya.

 Aset tidak Berwujud diakui jika :


1. Kemungkinan perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomi masa depan dari
aset tersebut.
2. Biaya perolehan aset atau nilai aset tersebut dapat diukur oleh andal.

 Entitas mengukur aset tidak berwujud pada awalnya sebesar biaya perolehan.
Biaya perolehan aset tidak berwujud yang diperoleh secara berpisah terdiri atas
:
1. Harga beli, termasuk bea impor dan pajak yang sifatnya tidak dapat
dikreditkan,setelah diskon dan potongan dagang.
2. Biaya – biaya yang dapat di atribusikansecara langsung dalam mempersiapkan
aset sehingga siap digunakan sesuai dengan tujuannya.

 Entitas harus mengakui pengeluaran internal yang terjadi atas aset tidak
berwujud, termasuk semua pengeluaran untuk aktivitas riset dan
pengembangan sebagai beban pada saat terjadinya, kecuali pengeluaran
tersebut merupakan bagian dari biaya perolehan aset lainnya yang memenuhi
kriteria pengakuan dalam SAK ETAP.

Pengertian dan Sifat Aset Tak Berwujud menurut PSAK No.10 (revisi 2015)

1. Biaya Perolehan adalah, jumlah kas atau setara kas yang di bayarkan atau
nilai wajar imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh aset pada saat
perolehan atau kontruksi, atau jika dapat diterapkan, jumlah yang di
atribusikan ke aset saat pertama kali di akui sesuai dengan persyaratan
tertentu dalam PSAK lain.
2. Amortisasi, adalah alokasi sistematis jumlah tersusutkan aset tak berwujud
selama umur manfaatnya.
3. Jumlah tersusutkan adalahbiaya perolehan aset.
4. Jumlah tercatat aset adalah jumlah aset yang diakui dalam laporan posisi
keuangan setelah dikurangi dengan akumulasi amortisasi dan akumulasi
rugi penurunan nilai.
5. Nilai spesifik entitas adalah nilai kini dari arus kas yang di harapkan
entitas akan timbul dari penggunaan aset secara berkelanjutan dan dari
pelepasan aset tersebut pada akhir umum manfaatnya atau yang
diharapkan terjadi saat penyelesaian liabilitas.
6. Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset atau
harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam
transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran.
7. Pengembangan adalah penerapan temuan penelitian atau pengentahuan
lain pada suatu rencana atau rancangan produksi bahan baku, alat, produk,
proses, sistem, atau jasa yang baru.
8. Penelitian adalah, penyelidikan asli dan terencana yang dilaksanakan
dengan harapan memperoleh pembaruan pengentahuan dan pemahaman
teknis atau ilmu yang baru.

Menurut penulis, sifat asset tak berwujud adalah :

1. Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun;


2. Tidak mempunyai bentuk, sehingga tidak bisa dipegang atau diraba atau
dilihat;
3. Diperoleh dengan mengeluarkan sejumlah uang tertentu yang jumlahnya
cukup material.

Contoh :

1. Goodwill – timbul pada suatu perusahaan pada waktu membeli


perusahaan lain di atas harga yang berlaku untuk asset notenya setelah
dikurangi biaya-biaya, karena perusahaan yang dibeli mempunyai
keunggulan tertentu.
2. Hak Paten – jika suatu perusahaan atau seseorang menemukan suatu
produk baru setelah melakukan riset selama beberapa waktu dengan
mengeluarkan biaya yang cukup besar. Untuk itu ia dapat mendaftarkan
produk ciptaannya ke Direktorat Hak Paten, untuk memperoleh Hak Paten,
sehingga orang lain tidak dapat membuat produk yang sama, kecuali orang
tersebut sudah membeli Hak Paten tersebut atau membayar royalti kepada
pemilik hak paten.
3. Hak Cipta – (copy right) yang diberikan kepada seseorang yang mencipta
lagu atau mengarang buku.
4. Franchise – misalnya Kentucky Fried Chicken, Mc Donald, Es Teller 77.
Jika seseorang ingin menjual makanan atau minuman dengan rasa, bentuk,
cara penyajian, dan dekorasi yang sama, terlebih dahulu harus membeli
hak franchise.

Tujuan Pemeriksaan (Audit Objective) Aset Tak Berwujud

Tujuan pemeriksaan asset tak berwujud adalah sebagai berikut :

1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup atas asset
tak berwujud.
2. Untuk memeriksa apakah perolehan, penambahan dan penghapusan asset
takberwujud, didukung oleh bukti-bukti yang sah dan lengkap serta
diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang..
3. Untuk memeriksa apakah asset takberwujud yang dimiliki perusahaan
masih mempunyai kegunaan di masa yang akan datang (manfaat lebih dari
satu tahun).
4. Untuk memeriksa apakah amortisasi asset takberwujud dilakukan sesuai
dengan standar akuntansi keuangan ETAP/PSAK/IFRS.
5. Untuk memeriksa apakah hasil/pendapatan yang diperoleh dari asset
takberwujud sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan.
6. Untuk memeriksa apakah penyajian asset takberwujud dalam laporan
keuangan sudah dilakukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan
ETAP/PSAK/IFRS.

Penjelasan atas tujuan pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik


atas asset takberwujud.
Dalam hal ini auditor cukup menggunakan internal control questionnaires
(ICQ).
Beberapa cirri internal control yang baik atas asset tak berwujud adalah :
a. Adanya sistem otorisasi dalam penambahan dan penghapusan asset tak
berwujud.
b. Adanya internal auditor yang memeriksa kelengkapan bukti
pendukung dari perolehan dan penambahan asset tak berwujud, serta
otorisasinya.
2. Untuk memeriksa apakah perolehan, penambahan, dan penghapusan
atas asset takberwujud, didukung oleh bukti-bukti yang sah dan
lengkap serta diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang.
Misalnya, untuk memperoleh franchaise apakah ada perjanjian
franchisenya serta apakah sudah diotorisasi oleh direksi.
3. Untuk memeriksa apakah asset takberwujud yang dimiliki
perusahaan masih mempunyai kegunaan di masa yang akan datang.
Untuk menaksir masa manfaat asset takberwujud harus dipertimbangkan
antara lain :
a. Ketentuan hukum, peraturan, pejanjian yang membatasi masa manfaat
maksimum;
b. Kemungkinan untuk memperbaharui atau memperpanjang batas masa
manfaat yang telah ditentukan;
c. Pengaruh keusangan, permintaan, persaingan, dan factor perubahan
ekonomi dan teknologi yang mempengaruhi manfaat.
4. Untuk memeriksa apakah amortisasi asset tak berwujud yang dimiliki
perusahaan sesuai dengan standar akuntansi keuangan
ETAP/PSAK/IFRS.

Menurut SAK ETAP (IAI, 2009) 80

Entitas harus mengalokasikan jumlah yang dapat disusutkan dari asset


takberwujud secara sistematis selama umur manfaatnya. Beban amortisasi untuk
setiap periode harus diakui sebagai beban.
Amortisasi dimulai ketika asset siap digunakan, yaitu asset tersebut berada
di alokasi dan kondisi yang dibutuhkan untuk mampu beroperasi sesuai dengan
keinginan manajemen. Amortisasi dihentikan ketika asset dihentikan-
pengakuannya. Entitas harus memilih metode amortisasi yang mencerminkan pola
pemanfaatan asset di masa mendatang. Jika entitas tidak dapat menetapkan pola
yang andal, maka entitas harus menggunakan metode garis lurus.

Entitas harus mengukur asset tidak berwujud pada biaya perolehan


dikurangi akumulasi amortisasi dan akumulasi rugi penurunan nilai.

Semua asset tidak berwujud dianggap mempunyai umur manfaat yang


terbatas. Umur manfaat asset tidak berwujud yang ebrasal dari hak kontraktual
atas hak hukum lainnya tidak boleh melebihi periode hak kontraktual atau hukum
tersebut, tetapi mungkin lebih pendek tergantung pada lamanya periode ekspektasi
penggunaan asset tersebut. Jika hak kontraktual atau hak hukum lainnya untuk
masa yang terbatas dapat diperbaharui maka umur manfaat asset tidak berwujud
harus termasuk periode temasuk periode yang diperrbaharui hanya jika terdapat
bukti yang mendukung pembaruan oleh entitas tanpa biaya signifikan.

Jika entitas mampu mengestimasi umur manfaat suatu asset tidak


berwujud maka umur manfaatnya dianggap 10 tahun.

Menurut PSAK No. 19 (Revisi 2015) 19.34

 Jumlah tersusutkan asset takberwujudkan dengan umur manfaat terbatas


dialokasikan secara sistematis selama umur manfaatnya. Amortisasi
dimulai ketika asset tersedia untuk digunakan, yakni ketika asset berada
pada lokasi dan dalam kondisi untuk beroperasi sesuai dengan cara
dimaksudkan oleh manajemen. Amortisasi dihentikan pada waktu mana
yang lebih dulu antara ketika asset tersebut digolongkan sebagai asset
yang dimiliki untuk dijual (atau termasuk dalam kelompok asset lepas
yang dikelompokkan dalam asset yang dimiliki untuk dijual) sesuai
dengan PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk
Dijual dan Operasi yang Dihentikan dan Tanggal ketika Aset Dihentikan
Pengakuannya. Metode amortisasi yang digunakan menggambarkan pola
entitas atas manfaat ekonomi masa depan diharapkan. Jika pola tersebut
tidak dapat ditentukan secara andal, maka digunakan metode garis lurus.
Amortisasi yang dibebankan untuk setiap periode yang diakui dalam
laporan laba rugi kecuali Pernyataan ini atau PSAK lain mengizinkan atau
mensyaratkan amortisasi tersebut dimasukkan dalam jumlah tercatat asset
lain.
 Terdapat berbagai metode amportisasi untuk mengalokasikan jumlah
tersusutkan asset atas dasar yang sistematis selama umur manfaatnya.
Metode tersebut mencangkup metode garis lurus, metode saldo menurun
dan metode unit produksi. Metode yang digunakan dipilih berdasarkan
pada pola konsumsi manfaat ekonomi masa depan yang dihharapkan dan
diterapkan secara konsisten dari period eke periode, kecuali terdapat
perubahan dalam perkiraan pola konsumsi tersebut.
 Nilai residu asset takberwujud dengan umur manfaat tidak terbatas
diasumsikan sama dengan nol, kecuali :
a. Ada komitmen dari pihak ketiga untuk membeli asset
takberwujud tersebut pada akhir umur manfaatnya; atau
b. Ada pasar aktif bagi asset takberwujud tersebut, dan;
c. Nilai residu asset takberwujud dapat ditentukan dengan
mengacu pada harga yang berlaku di pasar tersebut; dan
d. Terdapat kemungkinan besar bahwa pasar akan tetap tersedia
sampai akhir untuk manfaat asset tersebut.

5. Untuk memeriksa apakah hasil/pendapatan yang diperoleh dari asset


takberwujud sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan.
Contohnya perusahaan mempuunyai hak paten, copy right atau franchise
dan memberikan / menjual asset takberwujud tersebut kepada pihak ketiga,
maka auditor harus yakin bahwa pendapatan berupa royalty betul-betul
sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan.

6. Untuk memeriksa apakah penyajian aset takberwujud dalam laporan keuangan


sudah dilakukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia
ETAP/PSAK/IFRS.

Menurut SAK ETAP (IAI, 2015) 19.20

Entitas harus mengungkapkan hal-hal berikut untuk setiap kelompok aset tidak
berwujud.

a. Umur manfaat atau tarif amortisasi yang digunakan.


b. Metode amortisasi yang digunakan.
c. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi pada awal dan akhir
periode.
d. Unsur pada laporan laba rugi yang di dalamnya terdapat amortisasi aset
tidak berwujud.
e. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan penambahan, pelepasan, amortisasi, dan perubahan lainnya
secara terpisah.

Entitas juga harus mengungkapkan:

a. penjelasan, jumlah tercatat dan sisa periode amortisasi dari setiap aset
tidak berwujud yang material bagi laboran keuangan entitas;
b. keberadaan dan jumlah tercatat aset tidak berwujud yang hak
penggunaannya dibatasi dan jumlah tercatat aset tidak berwujud yang
ditentukan sebagai jaminan atas uang;
c. jumlah komitmen untuk memperoleh aset tidak berwujud.
Menurut PSAK No. 19 (Revisi 2010) 19.40

1.Entitas mengungkapkan hal berikut untuk setiap kelompok aset takberwujud,


dipisahkan antara aset takberwujud yang dihasilkan secara internal dan aset
takberwujud lain:

a. umur manfaat tidak terbatas atau terbatas dan, jika umur manfaat
terbatas diungkapkan, tingkat amortisasi yang digunakan atau umur
manfaatnya;

b. metode amortisasi yang digunakan untuk aset takberwujud dengan


umurmanfaat terbatas;

c. jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi (secara agregat dengan


akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode;

d. pos dalam laporan laba rugi komprehensif yang mana amortisasi aset
takberwujud termasuk di dalamnya;

e. rekonsiliasi atas jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan:

1) penambahan, yang secara terpisah mengindikasikan aset


takberwujud dari pengembangan internal, diperoleh secara
terpisah, dan diperoleh melalui kombinasi bisnis;

2) aset yang dikelompokkan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual


atau termasuk dalam kelompok aset lepasan yang dikelompokkan
sebagai dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58 (revisi 2009):
Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang
dihentikan dam Pelepasan Lain;

3) peningkatan atau penurunan selama periode yang berasal dan


evaluasi sesuai dengan dijelaskan di atas dari pengakuan rugi
penurunan nilai atau pembalikan di pendapatan komprehensif lain
sesuai denganPSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset (jika
ada);

4) rugi penurunan nilai yang diakui dalam rugi laba selama periode
sesuai dengan PSAK 48 (jika ada);

5) rugi penurunan nilai yang dibalik dalam rugi laba selama


periode sesuai dengan PSAK 48 ( jika ada);

6) setiap amortisasi yang diakui selama periode;

7) selisih kurs neto yang timbul dari nilai penjabaran laporan


keuangan suatu ke mata uang penyajian, dan penjabaran operasi
luar negeri ke mata uang penyajian yang digunakan perusahaan;
dan

8) perubahan lain pada jumlah tercatat aset tersebut selama


periode.

2. Suatu kelompok aset takberwujud adalah pengelompokan aset yang memiliki


sifat dan digunakan yang serupa dalam kegiatan operasi entitas. Contoh dari
kelompok terpisah mencakup:

a. nama merek;
b. kepala surat kabar dan judul publisitas;
c. peranti lunak komputer;
d. lisensi dan waralaba;
e. hak cipta, paten, dan hak kekayaan intelektual industri lain, serta hak
operasional dan penyediaan jasa lain
f. resep, formula, model, desain, dan purwarupa; dan
g. aset takberwujud dalam pengembangan.
Klasifikasi tersebut dipisah (atau digabung) menjadi kelompok lebih kecil (atau
lebih besar) jika hal tersebut menghasilkan informasi yang relevan bagi pengguna
laporan keuangan.

1. Entitas mengungkapkan informasi mengenai penurunan nilai aset


takberwuiud sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2015).

2. PSAK 25 (revisi 2015): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi


Akuntansi dan Kesalahan mensyaratkan entitas untuk mengungkapkan
sifat dan jumlah perubahan dalam estimasi akuntansi yang memiliki
pengaruh internal pada periode kini atau diharapkan memiliki pengaruh
material pada periode selanjutnya. Pengungkapan tersebut mungkin timbul
akibat dari perubahan dalam:

a. penilaian umur manfaat aset takberwujud;

b. metode amortisasi; atau

c. nilai residu.

3. Entitas juga mengungkapkan:

a. untuk aset takberwujud yang dinilai dengan umur manfaat tidak


terbatas jumlahtercatat aset dan alasan yang mendukung penilaian
umum manfaat tidak terbatas tersebut. Dalam memberikan alasan,
entitas menjelaskan faktor signifikan dalam menentukan aset yang
memiliki umur manfaat tidak terbatas;

b. penjelasan, jumlah tercatat dan sisa periodeamortisasi dan setiap


aset takberwuiud yang material terhadap laporan keuangan Entitas;

c. untuk aset aset takberwujud yang diperoleh melalui hibah


pemerintah dan awalnya diakui pada nilai wajar:

(i) nilai wajar pada pengakuan awal atas aset tersebut;

(ii) jumlah tercatatnya; dan


(iii) aset tersebut diukur setelah pengakuan awal dengan
model biaya atau model revaluasi.

d. keberadaan dan jumlah tercatat aset takberwujud yang


kepemilikannya dibatasi dan jumlah tercatat aset takberwujud yang
menjadi jaminan untuk liabilitas.

e. nilai komitmen kontaktual untuk akuisis aset takberwujud.

4. Entitas mengungkapkan nilai agregat dari pengeluaran penelitian dan


pengembangan yang diakui sebagai beban selama periode.

5. Pengeluaran penelitian dan pengembangan terdiri dari seluruh


pengeluaran yang dapat diatribusikan secara langsung pada kegiatan
penelitian dan pengembangan.

6. Entitas dianjurkan, namun tidak diharuskan, untuk mengungkapkan


informasi:

a. penjelasan mengenai aset takberwujud yang telah diamortisasi


seluruhnya tetapi masih digunakan; dan

b. penjelasan mengenai aset takberwujud signifikan yang


dikendalikan oleh Entitas namun tidak diakui sebagai aset karena
tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam pernyataan ini atau
karena aset tersebut diperoleh atau dihasilkan sebelum PSAK 19
(revisi 2000): Aset Tidak Berwujud Efektif Diberlakukan.

AUDIT PROSEDUR ATAS ASET TAKBERWUJUD

1. Pelajari dan evaluasi internal control atas aset takberwujud.

2. Minta perincian aset takberwujud per tanggal laporan posisi keuangan


(neraca) yang antara lain menunjukkan:
a. saldo awal, penambahan, amortisasi dan penghapusan serta saldo
akhir.

3. Cocokkan saldo awal dan saldo akhir ke buku besar, lalu checkfooting
dan cross footing.

4. Periksa penambahan aset takberwujud:

a. apakah diotorisasi pejabat entitas yang berwenang.

b. periksa notulen rapat direksi/pemegang saham, untuk


mengetahui apakah otorisasi tersebut diberikan melalui rapat
tersebut.

c. periksa keabsahan dan kelengkapan bukti-bukti pendukungnya.

5. Periksa amortisasi dan penghapusan (jika ada) aset takberwujud. Periksa


apakah amortisasi dilakukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan di
Indonesia ETAP/PSAK/IFRS dan perhitungannya akurat.

Jika ada aset tak berwujud yang di hapuskan misalnya goodwill. Karena tidak lagi
mempunyai kegunaan, maka harus di periksa otorisasi dari pejabat entitas yang
berwenang.

6. Periksa perjanjian perjanjian yang di buat entitas, dengan pihak ketiga


yang ingin menggunakan hak paten. hak cipta, dan [franchise) yang
dimiliki perusahaan. Periksa apakah pendapatan dan perjanjian tersebut
dalam bentuk royalty fee. Sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan

7. Periksa apakah penyajian aset tak berwujud dalam laporan keuangan


sudah sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia
ETAP/PSAK/IFRS
Penjelasan atas audit prosedur aset takberwujud.

l. Pelajari dan evaluasi internal control atas aset takberwujud.

Biasanya dilakukan dengan menggunakan internal control questionnaires,


contohnya bisa dilihat di Exhibit15-1.

Jika auditor menyimpulkan bahwa internal control atas aset takberwujud


adalah baik, maka ruang lingkup (scope) pemeriksaan bisa dipersempit.

2. Minta rincian aset takberwujud per tanggal laporan posisi


keuangan (neraca).

Contoh rincian bisa dilihat di Exhibit 15-2.

Penambahan aset takberwujud bisa berasal dari pembelian (goodwill, hak


paten) atau perusahaan melakukan riset untuk membuat produk-produk
baru, yang jika dianggap marketable bisa diurus (didapatkan) hak patennya
ke Direktorat Hak Paten, sehingga perusahaan lain tidak boleh membuat
produk yang sarna, kecuali membayar royalti kepada pemegang hak paten.

Audit prosedur 3, 4, dan 5 sudah cukup jelas.

6. Periksa perjanjian-perjanjian yang dibuat perusahaan dengan


pihak ketiga dan periksa apakah pendapatan dari perjanjian tersebut
sudah dicatat dan diterima perusahaan.

Perjanjian untuk menjual/menyewakan hak paten, hak cipta dan franchise


milik perusahaan kepada pihak ketiga, biasanya dilakukan di hadapan
notaris. karena itu auditor harus meminta copy perjanjian tersebut untuk
permanentfile. Untuk royalti yang diperoleh harus diperiksa apakah sudah
dikenakan PPh 23 sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku.

Selain itu auditor harus memeriksa buku penerimaan kas (bank) untuk
mengetahui apakah pendapatan dari penjualan/penyewaan tersebut sudah
diterima oleh perusahaan dan dicatat di buku perusahaan.
6. Periksa apakah penyajian aset takberwujud dalam laporan keuangan
sudah sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia
ETAP/PSAK/IFRS. Dalam hal ini entitas harus mencatat
perolehan/penambahan aset takberwujud sebesar harga perolehannya. Di
laporan posisi keuangan (neraca) aset takberwujud disajikan sebesar nilai
netonya, setelah diamortisasi. Sedangkan di catatan atas laporan keuangan
harus dijelaskan antara lain: saldo aset takberwujud terdiri dari apa saja,
dengan mencantumkan nilai neto dari masing-masing jenis aset
takberwujud, dan metode serta periode amortisasinya.

Di kertas kerja pemeriksaan aset takberwujud auditor harus mencantumkan


kesimpulan pemeriksaannya mengenai kewajaran saldo perkiraan aset
takberwujud.

Anda mungkin juga menyukai