Anda di halaman 1dari 39

ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN DALAM

PELAYANAN KEBIDANAN

OLEH :

ANNISA UMI KALSUM

15340005

PROGRAM STUDI D4. KEBIDANAN


UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2015/2016
1. ASPEK, LEGAL, DAN LEGISLASI DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

A. Definisi dari Aspek Legal dalam Pelayanan Kebidanan


Pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan membantu
melayani apa yang dibutuhkan oleh seseorang, selanjutnya menurut kamus besar Bahasa
Indonesia, jika dikaitkan dengan masalah kesehatan diartikan pelayanan yang diterima oleh
sesorang dalam hubungannya dengan pencegahan, diagnosis dan pengobatan suatu
gangguan kesehatan tertentu.
Menurut Ps. 1 UU Kesehatan No: 36 Th. 2009], dalam Ketentuan Umum, terdapat
pengertian pelayanan kesehatan yang lebih mengarahkan pada obyek pelayanan. Yaitu
pelayanan kesehatan yang ditujukan pada jenis upaya, meliputi upaya peningkatan
(promotif) pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif).
pengertian pelayanan kebidananan yang termuat dalam Kepmenkes. RI Nomor:
369/Menkes/SK/III/2007 tentang standart profesi bidan, Pelayanan Kebidanan adalah
bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah
terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.
Dari beberapa pengertian tentang pelayanan kebidanan diatas maka dapat disimpulkan
pelayanan kebidanan adalah kegiatan membantu memenuhi kebutuhan seseorang atau
pasien, oleh bidan, dalam upaya kesehatan —(meliputi peningkatan, pencegahan,
pengobatan dan pemulihan)— yang sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
Sedangkan kata Legal sendiri berasal dari kata leggal (bahasa Belanda) yang artinya
adalah sah menurut undang-undang. Atau menurut kamus Bahasa Indonesia, legal
diartikan sesuai dengan undang-undang atau hukum.
Dari pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan, pengertian Aspek Hukum
Pelayanan Kebidanan adalah penggunaan Norma hukum yang telah disahkan oleh badan
yang ditugasi untuk itu menjadi sumber hukum yang paling utama dan sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan membantu memenuhi kebutuhan seseorang atau pasien/kelompok
masyarakat oleh Bidan dalam upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan
kesehatan.

1
B. Latar belakang sistem legislasi tenaga bidan Indonesia
a. UUD 1945
Amanat dan pesan mendasar dari UUD 1945 adalah upaya pembangunan nasional
yaitu pembangunan disegala bidang guna kepentingan, keselamatan, kebahagiaan, dan
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia secara terarah, terpadu dan berkesinambungan.

b. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan


Tujuan dari pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap warga negara indonesia melalui upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia
yang berkualitas.

c. Bidan erat hubungannya dengan penyiapan sumber daya manusia sepanjang


siklus kehidupan wanita.
Karena pelayanan bidan meliputi kesehatan wanita selama kurun kesehatan reproduksi
wanita, Sejak remaja, masa calon pengantin, masa hamil, masa persalinan, masa nifas,
periode interval, masa klimakterium dan menopouse serta memantau tumbuh kembang
balita serta anak pra sekolah.

d. Visi Pembangunan Kesehatan Indonesia sehat 2010 adalah derajat kesehatan


yang optimal dengan strategi : paradigma sehat, profesionalisme, JPKM, dan
desentralisasi.

C. Aspek-aspek hukum Praktek Kebidanan


Pada Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996:
1. Tenaga kesehatan sarjana yaitu dokter, dokter gigi, apoteker,sarjana lain dalam
bidang kesehatan
2. Tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah misalo asisten apoteker,
perawat, bidan

2
D. Pelayanan bidan yang terkait dengan aspek hukum
1. Tindakan kesehatan Administrasi meliputi : pendidikan formal,SIB.SIPB Inform
consent
2. Tindakan kesehatan diagnostik meliputi : jaminan kerahasiaan,mutu pelayanan
3. Tindakan kesehatan terapi meliputi : SPK, Standar profesi

E. Dasar hukum yang terkait dengan profesi bidan :


1. Undang-undang no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. SK Menkes no 125/IV/Kab/ BU/ 75 tentang susunan organisasi dan tata kerja DepKes
3. Peraturan Pemerintah no 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
4. Kepmenkes RI no 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan

F. Perubahan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pelayanan dan Wewenang Bidan:


• KEPMENKES No 5380/1963,tentang wewenang terbatas bagi Bidan
• KEPMENKES No 363 /MENKES/PER/IX/1980 TENTANG WEWENANG Bidan
• KEPMENKES No 572 /MENKES /PER/VI/1996 tentang registrasi dan Praktik Bidan
• KEPMENKES No 900/MENKES/sk/ VII/2002
tentang registrasi dan Praktik Bidan
• KEPMENKES NO.369/MENKES/ SK/III/2007

G. Berdasarkan Kepmenkes no. 900 th 2002 pasal Bab IV pasal 14


• Pelayanan yang diberikan bidan meliputi
1. Pelayanan kebibanan.
2. Pelayanan KB
3. Pelayanan kesehatan
Jika Bidan memberikan Pelayanan diluar kewenangan bisa dikenai sangsi
hukum
Undang-Undang No 23 tahun 1992
• Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan Hukum dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan Profesinya

3
• Dalam melakukan kewajibannya harus memenuhi standar Profesi dan menghormati
hak pasien
H. Otonomi bidan dalam pelayanan
Akuntabilitas bidan dalam praktik kebidanan merupakan suatu hal yang penting dan
dituntun dari suatu profesi, terutama profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa
manusia, adalah pertanggungjawaban dan tanggung gugat (accountability) atas semua
tindakan yang dilakukannya. Sehingga semua tindakan yang ilakukan oleh bidan harus
berbasis kompetensi dan didasari suatu evidence based. Akuntabiliti diperkuat dengan satu
landasan hukumyang mengatur batas-batas wewang profesi yang bersangkutan.
Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas, bidan memiliki hak
otonomi dan mandiri untuk bertindak secara profesional yang dilandasi kemampuan
berfikir logis dan sistematis serta bertindak sesuai standar profesi dan etika profesi.
Praktik kebidanan merupakan inti dari berbagai kegiatan bidan dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui :
1. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan
2. Penelitian dalam kebidanan
3. pengembangan ilmu dan tehknologi dalam kebidanan
4. Akreditasi
5. Sertifikasi
6. Registrasi
7. Uji Kompetensi
8. Lisensi
Beberapa dasar dalam otonomi pelayanan kebidanan antara lain sebagai:
1. Kepmenkes 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktik bidan.
2. Standar Pelayanan Kebidanan,2001
3. Kepmenkes Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar
Profesi Bidan.
4. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan.
5. PP No. 32/Tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
6. Kepmenkes 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang organisasi dan tata kerja Depkes.
7. UU No. 22/1999 tentang Otonomi daerah.

4
8. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
9. UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung, transplantasi.
10. KUHAP,dan KUHP,1981.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
585/Menkes/Per/IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
12. UU yang terkait dengan Hak reproduksi dan keluarga Berencana;
a. UU no. 10/1992 Tentang pengembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera
b. UU no.23/ 2003 Tentang PenghapusanKekerasan Terhadap Perempuan di
Dalam Rumah Tangga.

I. Model dasar praktik kebidanan


1. Sertifikasi (Pengaturan Kompetensi)
Sertifikasi adalah dokumen penguasaan kompetensi tertentu melalui kegiatan
pendidikan formal maupun non formal (Pendidikan berkelanjutan). Lembaga pendidikan
non formal misalnya organisasi profesi, rumah sakit, LSM bidang kesehatan yang
akreditasinya ditentukan oleh profesi. Sedangkan sertifikasi dan lembaga non formal
adalah berupa sertifikat yang terakreditasi sesuai standar nasional..
2. Registrasi (Pengaturan Kewenangan)
Registrasi adalah sebuah proses di mana seorang tenaga profesi harus
mendaftarkan dirinya pada suatu badan tertentu secara periodik guna mendapatkan
kewenangan dan hak untuk melakukan tindakan profesionalnya setelah memenuhi
syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh badan.
Registrasi bidan artinya proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan
terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar
penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu
melaksanakan praktik profesinya.
3. Lisensi (Pengaturan Penyelenggaraan Kewenangan)
Pengertian lisensi adalah proses ministrasi yang dilakukan oleh pemerintah
atau yang berwenang berupa surat ijin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi
yang telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri.

5
2. ISUE ETIK DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
1) Pengertian dan bentuk Etika
a. Etika diartikan "sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam
hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehandak dengan
didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan".
Etik ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa etik
adalah disiplin yang mempelajari tentang baik atau buruk sikap tindakan manusia.
Etika merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam
menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan penyelesaiannya baik atau
tidak (Jones, 1994)

b. Bentuk Etika
1. Etika deskriptif, yang memberikan gambaran dan ilustrasi tentang tingakh laku
manusia ditinjau dari nilai baik dan buruk serta hal-hai,mana yang boleh dilakukan
sesuai dengan norma etis yang dianut oleh masyarakat.
2. Etika Normatif, membahas dan mengkaji ukuran baik buruk tindakan manusia,
yang biasanya dikelompokkan menjadi:
a. Etika umum: yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi
manusia untuk bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori.
b. Etika khusus; terdiri dari Etika sosial, Etika individu dan Etika Terapan.
- Etika sosial menekankan tanggungjawab sosial dan hubungan antarsesama
manusia dalam aktivitasnya,
- Etika individu lebih menekankan pada kewajiban-kewajiban manusia
- Etika terapan adalah etika yang diterapkan pada profesi

2) Issue etik yang terjadi antara Bidan dengan Klien, Kelurga, dan Masyarakat Teman
Sejawat,Teman kesehatan lainya, Organisasi profesi.
a) Issue etik yang terjadi antara bidan dengan klien,keluarga,masyarakat
Issue etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga dan masyarakat
mempunyai hubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan. Seorang
bidan dikatakan profesional bila ia mempunyai kekhususan sesuai dengan peran dan fungsinya

6
yang bertanggung jawab menolong persalinan. Dengan demikian penyimpangan etik mungkin
saja akan terjadi dalam praktek kebidanan misalnya dalam praktek mandiri, bidan yang
bekerja di RS, RB atau institusi kesehatan lainnya. Dalam hal ini bidan yang praktek mandiri
menjadi pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali
pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan etik.

b) Issue Etik yang terjadi antara Bidan dengan Teman Sejawat


ETIK adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai benar dan
salah yang dianut suatu organisasi atau masyarakat.
 KONFLIK MORAL adalah suatu proses ketika 2 pihak atau lebih berusaha
memaksakan tujuannya dengan cara mengusahakan untuk menggagalkan tujuan
yang ingin dicapai pihak lain. (Setiawan. 1994).
 DILEMA MORAL adalah situasi yang menghadapkan individu pada dua
pilihan, dan tidak satupun dari pilihan itu dianggap sebagai jalan keluar yang
tepat.
 ISSUE ETIK adalah topic yang cukup penting untuk dibicarakan sehingga
mayoritas individu akan mengeluarkan opini terhadap masalah tersebut sesuai
dengan asas ataupun nilai yang berkenaan dengan akhlak, niali benar salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat.

c) Issue Etik Bidan dengan Team Kesehatan Lainnya


Yaitu perbedaan sikap etika yang terjadi pada bidan dengan tenaga medis lainnya.
Sehingga menimbulkanketidak sepahaman atau kerenggangan social.

d) Issue Etik yang terjadi antara bidan dan organisasi profesi


Issue etik yang terjadi antara bidan dan organisasi profesi adalah suatu topic masalah
yang menjadi bahan pembicaraan antara bidan dengan organisasi profesi karena
terjadinyasuatu hal-hal yangmenyimpang dari aturan-aturan yang telah ditetapkan.

7
3) Issue etik dalam pelayanan kebidanan

a. Pengertian Issue
Isu adalah masalah pokok yang berkembang di masyarakat atau suatu lingkungan yang
belum tentu benar, serta membutuhkan pembuktian. Isu adalah topic yang menarik
untuk didiskusikan dan sesuatu yang memungkinkan orang untuk mengemukakan
pendapat yang bervariasi. Isu muncul dikarenakan adanya perbedaan nilai.

b. Issue Etik Dalam Pelayanan Kebidanan


Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalm
menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah pernyataan itu baik
atau buruk. Issue etik dalam pelayanan kebidanan merupakan topik yang penting yang
berkembang di masyarakat tentang nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan
yang berhubungan dengan segala aspek kebidanan yang menyangkut baik dan
buruknya.
Beberapa pembahasan masalah etik dalm kehidupan sehari hari adalah sebagai
berikut:
1. Persetujuan dalam proses melahirkan.
a. Memilih atau mengambil keputusan dalam persalinan.
b. Kegagalan dalam proses persalinan.
c. Pelaksanan USG dalam kehamilan.
d. Konsep normal pelayanan kebidanan.
e. Bidan dan pendidikan seks.

2. Contoh masalah etik yang berhubungan dengan teknologi:


a. Perawatan intensif pada bayi.
b. Skreening bayi.
c. Transplantasi organ.
d. Teknik reproduksi dan kebidanan.

8
3. Contoh masalah etik yang berhubungan dengan profesi:
a. Pengambilan keputusan dan penggunaan etik.
b. Otonomi bidan dan kode etik profesional.
c. Etik dalam penelitian kebidanan.
d. Penelitian tentang masalah kebidanan yang sensitif.

4. Biasanyan beberapa contoh mengenai isu etik dalm pelayananan kebidanan


adalah berhubungan dengan masalah-masalah sebagai berikut:
a. Agama / kepercayaan.
b. Hubungan dengan pasien.
c. Hubungan dokter dengan bidan.
d. Kebenaran.
e. Pengambilan keputusan.
f. Pengambilan data.
g. Kematian.
h. Kerahasiaan.
i. Aborsi.
j. AIDS.
k. In-Vitro fertilization

Bidan dituntut untuk berprilaku hati-hati dalm setiap tindakannya dalam


memberikan asuhan kebidanan dengan menampilkan perilaku yang etis dan
profesional.

9
3. PERATURAN MENKES TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTEK
BIDAN

PERMENKES RI NO 1464/MENKES/PER/X/2010 TENTANG IZIN DAN


PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Bidan adalah seorang perempuan yg lulus dari pendidkan bidan yang telah teregistrasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yg digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif,
yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
3. Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat
kompetensi
4. Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang
diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan.
5. Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang
diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk mejalankan praktik
bidan mandiri
6. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar
operasional prosedur.
7. Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.
8. Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

10
BAB II
PERIZINAN

Pasal 2
 Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan.
 Bidan yg menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D
III) Kebidanan.
Pasal 3
 Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB.
 Setiap bidan yg menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
 SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1
(satu) tempat.
Pasal 4
 Untuk memperoleh SIKB dan SIPB sebagaimana dimaksud pada pasal 3, Bidan harus
mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan
melampirkan:
1. Fotokopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir
2. Surat keterangan sehat fisik dari dokter yangg memiliki SIP
3. Surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat
praktik
4. Pasfoto berwarna ukuran 4×6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar
5. Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk
6. Rekomendasi dari organisasi profesi.
 Kewajiban memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis
Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan,
Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
 Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Formulir I terlampir

11
 Contoh SIKB sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir.
 Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir
Pasal 5
 SIKB / SIPB dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten / kota
 Dalam hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka
persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (1) huruf e tidak diperlukan.
 Permohonan SIB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh pemerintah
daerah kabupaten /kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota kpeada pemohon dalam
waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.
Pasal 6
Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat kerja
dan 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 7
 SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika
habis masa berlakunya.
 Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan :
1. fotokopi SIKB/SIB yg lama
2. fotokopi STR
3. surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki SIP
4. pasfoto berwarna terbaru ukuran 4×6 sebanyak 3 (tiga) lembar
5. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk
sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e
6. rekomendasi dari oranisasi profesi
Pasal 8
SIKB/SIPB dinyatakan tidak berlaku bila :
1. Tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB
2. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang
3. Dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin

12
BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK

Pasal 9
Bidan dalam mejalankan praktik berwenang untuk memberikan Pelayanan yang meliputi :
1. Pelayanan kesehatan ibu
2. Pelayanan kesehatan anak
3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
Pasal 10
 Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a diberikan pada
masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa
antara dua kehamilan.
 Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
1. Pelayanan konseling pada masa pra hamil
2. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
3. Pelayanan persalinan normal
4. Pelayanan ibu nifas normal
5. Pelayanan ibu menyusui
6. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
 Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berwenang
untuk :
1. Episiotomi
2. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
3. Penanganan kegawat-daruratan, dlanjutkan dengan perujukan
4. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
5. Pemberian Vit A dosis tinggi pada ibu nifas
6. Bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi ASI ekslusif
7. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
8. Penyuluhan dan konseling
9. Bimbingan pada kelompok ibu hamil
10. Pemberian surat keterangan kematian

13
11. Pemberian surat keterangan cuti bersalin
Pasal 11
 Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksd dalam pasal 9 huruf b diberikan pada
bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah
 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berwenang untuk :
1. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi,
inisiasi menyusu dini, injeksi vit K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal
(0-28 hr) dan perawatan tali pusat
2. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
3. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan rujukan
4. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah
5. Pemantauan tubuh kembang bayi, anak balita dan anak prasekolah
6. Pemberian konseling dan penyuluhan
7. Pemberian surat keterangan kelahiran
8. Pemberian surat keterangan kematian
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c berwenang untuk
1. Memberikan penyuluhan dan konseling; kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana
2. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom
Pasal 13
 Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, 11, dan 12, bidan yang
menjalankan program pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan
meliputi:
1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kotrasepsi dalam rahim, dan alat kontrasepsi
bawah kulit
2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu
dilakukan dibawah supervisi dokter
3. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan

14
4. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak,
anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah, dan anak sekolah
6. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
7. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi
Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya
8. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) melalui informasi dan edukasi
9. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah
 Pelayanan alat kontasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi
dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk dan memberikan
peyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta
pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah dilatih untuk itu.
Pasal 14
 Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9.
 Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota.
 Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter,
kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
Pasal 15
 Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktek mandiri
tertentu untuk melaksanakan program pemerintah
 Bidan praktek mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak
atas pelatihan dan pembinaan dari pemeritah daerah provinsi/kabupaten/kota.
Pasal 16
 Pada daerah yang belum memiliki dokter, pemerintah dan pemerintah daerah harus
menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.

15
 Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah
dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
 Pemerintah daerah propinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan
pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memilki dokter.
Pasal 17
 Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi :
1. Memiliki tempat praktek, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan
kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan
pra sekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat
2. menyediakan maksimal 2 ( dua ) tempat tidur untuk persalinan
3. memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku
4. Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) satu tercantum dalam Lampiran Peraturan ini
Pasal 18
 Dalam melaksanakan praktek/kerja, bidan berkewajiban untuk :
1. menghormati hak pasien
2. memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang
dibutuhkan
3. merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat
waktu
4. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
5. menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
6. melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelyanan lainnya secara sistematis
7. mematuhi standar
8. melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk
pelaporan kelahiran dan kematian
 Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan
profesinya, dengan mengikuti perkembangan iptek melalui pendidikan dan pelatihan
sesuai dengan bidang tugasnya.
 Bidan dlm menjalankan praktik kebidanan hrs membantu program pemerintah dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

16
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktek bidan mempunyai hak :
1. perlindungan hukum dalam pelaksanaan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar
2. memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya
3. melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar
4. menerima imbalan jasa profesi.

BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 20
 Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai

dg pelayanan yg diberikan.
 Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas wilayah
tempat praktik.
 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang
bekerja di fasilitas pelayan kesehatan.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 21
 Menteri, Pemerintah daerah Provinsi, Pemda kabupaten/kota melakukan pembinaan
dan pengawasan dengan mengikutsertakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia,
Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi institusi
pendidikan yang bersangkutan.
 Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pd ayat (1) diarahkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat
terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan

17
 Kepala Dinas Kesehatan Kab/kota hraus melaksanakan pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan praktik bidan.
 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas
Kab/Kota hraus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di desa
serta menetapkan dokter Puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas supervisi
terhadap bidan di wilayah tersebut.

Pasal 22
Pimpinan fasilitas kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang berhenti bekerja
di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kab/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi

Pasal 23
 Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21,
Menteri, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kab/kota dapat memberikan
tindakan administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
penyelenggaraan praktik dalam Peraturan ini.
 Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui :
1. teguran lisan
2. teguran tertulis
3. pencabutan SKIB/SIPB untuk sementara paling lama 1(satu) tahun; atau
4. pencabutan SKIB/SIPB selamanya

18
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 25
 Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Kepmenkes No
900/Menkes/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Permenkes No
HK.02.02/Menkes/149/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini sampai dengan masa
berlakunya berakhir.
 Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat
Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya berdasarkan Peraturan ini.
Pasal 26
Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Kesehatan Provinsi
(MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan tugasnya maka registrasi bidan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
Registrasi dan Praktik Bidan.
Pasal 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan
Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini paling selambat-lambatnya 1
(satu) tahun sejak peraturan ini ditetapkan.
Pasal 28
Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang menjalankan praktik
mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima)
tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.

19
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29
Pada saat peraturan ini mulai berlaku :
1. Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan
sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dan praktik bidan
2. Permenkes No HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan penyelenggaraan
Praktik Bidan; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 30
Peraturan ini berlaku pada tgl diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2010

20
4. PERAN DAN FUNGSI MENJADI PERTIMBANGAN ETIK BIDAN (MPEB)

Majelis Etika Profesi Bidan


Pengertian majelis etika profesi merupakan badan perlindungan hokum terhadap para
bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan
tidak melakukan indikasi penyimpangan hokum.Realisasi Majelis Etika Profesi Bidan
(MPEB) Majelis pembelaan Anggota (MPA).Latar belakang dibentuknya Majelis
Pertimbangan Etika Bidan atau MPEB adalah adanya unsure-unsur pihak-pihak terkait :
1. Pemeriksa pelayanan untuk pasien
2. Sarana pelayanan kesehatan
3. Tenaga pemberi pelayanan yaitu bidan

Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma, etika, dan agama. Tetapi apabila ada
kesalahan dan menimbulkan konflik etik, maka di perlukan wadah untuk menentukan
standar profesi, prosedur yang baku dan kode etik yang di sepakati, maka perlu di bentuk
Majelis Etika Bidan,yaitu MPEB dan MPA.
Tujuan dibentuknya Majelis Etika Bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang
seimbang dan objektif kepada Bidan dan penerima pelayanan.

Lingkup Majelis Etika Kebidanan meliputi :


a) Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standart profesi pelayanan
bidan(kepmenkes No.900/Menkes/SK/VII/Tahun 2002
b) Melakukan supervise lapangan, termasuk tentang teknis dan pelaksanaan praktik,
termasuk penyimpangan yang terjadi. Apakah pelaksanaan praktik bidan sesuai
denagan Standart Praktik Bidan, Standart Profesi dan Standart Pelayanan
Kebidanan, juga batas-batas kewenangan bidan.
c) Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik kebidanan
d) Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang um kesehatan, khususnya yang
berkaitan atau melandasi praktik biadan.

21
Penorganisasian majelis etik kebidanan, adalah sebagai berikut:
a) Majelis etik kebidanan merupakan lembaga organisai yang mandiri, otonom, dan
non
structural.
b) Majelis etik kebidanan dibentuk ditingkat propinsi dan pusat
c) Majelis etik kebidanan pusat berkedudukan di ibukota Negara dan majelis etik
kebidanan propinsi berkedudukan di ibu kota propinsi.
d) Majelis etik kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh sekretaris
e) Jumlah anggota masing-masing terdiri daei lima orang
f) Masa bakti anggota majelis etik kebidanan selam tiga tahun dan sesudahnya,jika
berdasarkan evaluasi masih memenuhi ketentuan yang berlaku, maka anggota
tersebut
dapat dipilih kembali
g) Anggota majelis etik kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh menteri kesehatan
h) Susunan organisasi majelis etik kebidanan tediri dari:
1. Ketua dengan kualifikasi mempunyai kompetensi tambahan dibidang hukum
2. Sekretaris merangkap anggota
3. Anggota majelis etik bidan

Tugas majelis etik kebidanan adalah sebagai berikut:


a) Meneliti dan menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam
menerapkan
standart profesi yang dilakukan oleh bidan
b) Penilaian didasarkan atas prmintaan pejabat, pasien, dan keluarga yang dirugikan
oleh pelayanan kebidanan
c) Permohonan secara tertulis dan disertai data-data
d) Keputusan tingakt propinsi bersifat final dan bias konsul ke majelis etik kebidanan
pada tingkat pusat
e) Siding majelis etik kebidanan paling lambat tujuh hari, stelah diterima pengaduan.
Pelaksanaan siding menghadirkan dan meminta keterangan dari bidan dan saksi-saksi

22
f) Keputusan paling lambat 60 hari, dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada
pejabat yang berwewenang
g) Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI
ditingkat profensi
Dalam pelaksanaanya dilapangan sekarangan ini bahwa organisasi profesi bidan
IBI,telah melantik MPEB (Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Pembelaan
Anggota),namun dalam pelaksanaanya belum terealisasi dengan baik.

Majelis etika profesi bidan (MEPB)


Merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan
adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi
penyimpangan hukum.
Latar belakang dibentuknya MPEB dan MPA (Majelis Pembelaan Anggota) adanya
unsur 3 pihak terkait:
1. pemeriksaan pelayanan untuk pasien
2. sarana pelayanan kesehatan
3. tenaga pemberi pelayanan

23
5. PERATURAN UU KESEHATAN TENTANG ABORSI

Peraturan Perundang-Undangan tentang Aborsi


1. Abortus atas indikasi medik diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia, No 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan.

a. Pasal 75
1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2) larangan pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin yang menderita penyakit genetik
beratdan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan.
3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah
melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling
pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
4) Tindakan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

b. Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:
1) Sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
kecuali dalam hal kedaruratan medis.
2) Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
3) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan.
4) Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
5) Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri.

24
c. Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan
tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

d. Pasal 194 (ketentuan pidana)


Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah).

2. Beberapa pasal dalam Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur


aborsi buatan/disengaja :

a. Pasal 229
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati
dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan. Maka orang tersebut diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat puluh ribu rupiah.
2) Jika yang bersalah berbuat demikian demi mencari keuntungan, menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atrau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian,
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.

b. Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan, menghabisi nyawa kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.

25
c. Pasal 347
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan
kandungan
seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya orang tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.

d. Pasal 348
1) Siapa yang dengan sengaja menggugurkan atau menghabisi nyawa kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama
lima tahun enam bulan.
2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.

e. Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang diterangkan
dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam Pasal itu ditambah
dengan sepertiga dan dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana
kejahatan dilakukan.

f. Pasal 535
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk
menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau diminta menawarkan,
ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta,
menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantara yang demikian itu, diancam
dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah.

26
6. PERATURAN PEMERINTAH TENTANG UU ADOPSI
Adopsi adalah suatu proses penerimaan seorang anak dari seseorang atau lembaga
organisasi ketangan orang lain secara sah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Adopsi juga berarti memasukkan anak yang diketahuinya sebagai anak orang
lain kedalam keluarganya dengan status fungsi sama dengan anak kandung.
Adopsi juga diartikan sebagai perbuatan hukum, dimana seseorang yang cakap
mengangkat seorang anak orang lain menjadi anak sah-nya. Pada adopsi tidak berarti
memutuskan hubungan darah dengan orang tua kandungnya, tetapi secara hukum
terbentuk hubungan hukum sebagai orang tua dan anak.

Peraturan Perundang-Undangan tentang Adopsi


Ø Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan adopsi :
1. Pasangan Suami Istri. Ketentuan mengenai adopsi anak bagi pasangan suami
istri diatur dalam SEMA No.6 tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2
tahun 1979 tentang pemeriksaan permohonan pengesahan/ pengangkatan anak. Selain itu
Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Perizinan Pengangkatan Anak juga menegaskan bahwa syarat untuk mendapatkan izin
adalah calon orang tua angkat berstatus kawin dan pada saat mengajukan permohonan
pengangkatan anak, sekurang-kurangnya sudah kawin lima tahun. Keputusan Menteri ini
berlaku bagi calon anak angkat yang berada dalam asuhan organisasi sosial.

2. Orang tua tunggal


a. Staatblaad 1917 No. 129. Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan
anak bagi orang-orang Tionghoa yang selain memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda
yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda).
Namun bagi janda yang suaminya telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat
yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat
melakukannya.
Pengangkatan anak menurut Staatblaad ini hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan
hanya dapat dilakukan dengan Akte Notaris. Namun Yurisprudensi (Putusan Pengadilan

27
Negeri Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei 1963, telah membolehkan mengangkat anak
perempuan.

b. Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983,


mengatur tentang pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain
menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dan orang
tua angkat (private adoption), juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh
seorang warga negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum
menikah (single parent adoption). Jadi, jika Anda belum menikah atau Anda memutuskan
untuk tidak menikah dan Anda ingin mengadopsi anak, ketentuan ini sangat
memungkinkan Anda untuk melakukannya.

c. Tata cara mengadopsi.


Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang cara mengadopsi anak
menyatakan bahwa untuk mengadopsi anak harus terlebih dahulu mengajukan permohonan
pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri di tempat anak yang akan diangkat itu
berada. Bentuk permohonan itu bisa secara lisan atau tertulis, dan diajukan ke panitera.
Permohonan diajukan dan ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan
dibubuhi materai secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat.

d. Isi permohonan, adapun isi Permohonan yang dapat diajukan adalah motivasi
mengangkat anak, yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak tersebut. -
penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang.

e. Untuk itu dalam setiap proses pemeriksaan, juga harus membawa dua orang saksi yang
mengetahui seluk beluk pengangkatan anak tersebut. Dua orang saksi itu harus pula orang
yang mengetahui betul tentang kondisi pemohon (baik moril maupun materil) dan
memastikan bahwa pemohon akan betul- betul memelihara anak tersebut dengan baik.

28
f. Yang dilarang dalam permohonan, Ada beberapa hal yang tidak diperkenankan
dicantumkan dalam permohonan pengangkatan anak, yaitu:
1) Menambah permohonan lain selain pengesahan atau pengangkatan anak.
2) Pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari pemohon. Hal ini
disebabkan karena putusan yang dimintakan kepada Pengadilan harus bersifat tunggal,
tidak ada permohonan lain dan hanya berisi tentang penetapan anak tersebut sebagai anak
angkat dari pemohon, atau berisi pengesahan saja. Mengingat bahwa Pengadilan akan
mempertimbangkan permohonan, maka pemohon perlu mempersiapkan segala sesuatunya
dengan baik, termasuk pula mempersiapkan bukti-bukti yang berkaitan dengan kemampuan
finansial atau ekonomi. Bukti-bukti tersebut akan memberikan keyakinan kepada majelis
hakim tentang kemampuan pemohon dan kemungkinan masa depan anak tersebut. Bukti
tersebut biasanya berupa slip gaji, Surat Kepemilikan Rumah, deposito dan sebagainya.

g. Pencatatan di kantor Catatan Sipil, Setelah permohonan Anda disetujui Pengadilan,


Anda akan menerima salinan Keputusan Pengadilan mengenai pengadopsian anak. Salinan
yang Anda peroleh ini harus Anda bawa ke kantor Catatan Sipil untuk menambahkan
keterangan dalam akte kelahirannya. Dalam akte tersebut dinyatakan bahwa anak tersebut
telah diadopsi dan didalam tambahan itu disebutkan pula nama Anda sebagai orang tua
angkatnya.

h. Akibat hukum pengangkatan anak, pengangkatan anak berdampak pula pada hal
perwalian dan waris.
1) Perwalian
Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat
menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban
orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan
beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya
hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya.
2) Waris
Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional,
memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama,

29
artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan
pewarisan bagi anak angkat.
Ø Pengangkatan Anak diatur dalam pasal 39 – 41 UUPA
1. Pasal 39
a. Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak
dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan
perundang-
undangan yang berlaku.
b. Pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan
darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
c. Calon orang tua anak harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak
angkat.
d. Pengangkatan anak oleh WMA hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
e. Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan
agama
mayoritas penduduk setempat.

2. Pasal 40
a. Orang tua wajib memberitahukan keoada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan
orang tua kandungnya.
b. Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.

3. Pasal 41
Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP No 54 Tahun 2007).

30
7. PERATURAN UU TENTANG BAYI TABUNG

 Pengertian Bayi Tabung


Merupakan proses pembuahan diluar tubuh/ pertemuan antara sperma dan ovum
dilakukan diluar tubuh yaitu didalam tabung (piring petri) dan kemudian setelah terjadi
pembuahan dimasukkan kembali kedalam rahim wanita sehingga dapat tumbuh menjadi
janin sebagaimana layaknya janin biasa.

 Jenis-jenis Bayi Tabung


a. Inseminasi buatan dengan sperma suami.
b. Inseminasi buatan dengan sperma donor.
c. Inseminasi buatan denganmodel titipan.

 Peraturan Perundang-Undangan tentang Bayi Tabung


1. Dasar Hukum Pelaksanaan Bayi Tabung di Indonesia Undang-Undang RI No
36/2009.
a. Pasal 127
1) Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami
istri yang sah dengan ketentuan:
(a) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri darimana ovum berasal.
(b) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan

(c) Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.


2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara alamiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

31
2. Undang-undang bayi tabung berdasarkan hukum perdata dapat ditinjau dari
beberapa kondisi berikut ini:
a) Jika sperma berasal dari pendonor dan setelah terjadi embrio diimplantasikan ke
dalam rahim isteri, maka anak yang terlahir statusnya sah dan memiliki hubungan
waris serta keperdataan selama suami menerimanya (Pasal 250 KUH Perdata).
b) Jika embrio diimplantasikan ke rahim wanita lain yang telah bersuami, maka
anak yang terlahir statusnya sah dari pasangan penghamil, dan bukan dari pasangan
yang memiliki benih (Pasal 42 UU No. 1/1974 dan Pasal 250 KUH Perdata).
c) Jika sperma dan sel telur berasal dari orang yang tidak terikat perkawinan tetapi
embrionya diimplantasikan ke rahim wanita yang terikat perkawinan, anak yang
terlahir statusnya sah bagi pasutri tersebut.
d) Jika embrio diimplantasikan ke rahim gadis, maka status anak yang terlahir
adalah anak di luar nikah.

32
8. APLIKASI ETIK DALAM PRAKTEK KEBIDANAN

KODE ETIK PROFESI BIDAN


Setiap profesi mutlak mengenal atau mempunyai kode etik. Dengan demikian dokter,
perawat,-,bidan, guru dan sebagainya yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai
kode etik.

Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap
anggota profesi yang bersangkutan didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam
hidupnya di masyarakat.

Kode etik profesi merupakan "suatu pernyataan komprehensif dari profesi yang memberikan
tuntunan bagi angotanya untuk melaksanakan praktik dalam bidang profesinya baik
yangberhubungan dengan klien /pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi
dan dirinya sendin". Namun dikatakan bahwa kode etik pada zaman dimana nilai–nilai
perada ban semakin kompleks, kode etik tidak dapat lagi dipakai sebagai pegangan satu–
satunya dalam menyelesaikan masalah etik, untuk itu dibutuhkan juga suatu pengetahuan
yang berhubungan dengan hukum. Benar atau salah pada penerapan kode etik,
ketentuan/nilai moral yang berlaku terpulang kepada profesi.

TUJUAN KODE ETIK


Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi adalah
untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi.
Secara umum tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai berikut:

1). Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi


Dalam hal ini yang dijaga adalah image dad pihak luar atau masyarakat mencegah orang luar
memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi
akan melarang berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat
mencemarkan nama baik profesi di dunia luar. Dari segi ini kode etik juga disebut kode
kehormatan.

33
2). Untuk menjaga dan memelihara kesejahtraan para anggota
Yang dimaksud kesejahteraan ialah kesejahteraan material dan spiritual atau mental. Dalam hal
kesejahteraan materil angota profesi kode etik umumnya menerapkan larangan-larangan bagi
anggotanya untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga
menciptakan peraturan-peraturan yang ditujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak
pantas atau tidak jujur para anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi.

3). Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi


Dalam hal ini kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota
profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian profesinya.
Oleh karena itu kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan oleh para
anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.

4). Untuk meningkatkan mutu profesi


Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya. Selain itu kodeetik juga
mengatur bagaimana cara memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi.
Dimensi Kode Etik
1. Anggota profesi dan Klien/ Pasien.
2. Anggota profesi dan sistem kesehatan.
3. Anggota profesi dan profesi kesehatan
4. Anggota profesi dan sesama anggota profesi
Prinsip Kode Etik
1. Menghargai otonomi
2. Melakukan tindakan yang benar
3. Mencegah tindakan yang dapat merugikan.
4. Memberlakukan manisia dengan adil.
5. Menjelaskan dengan benar.
6. Menepati janji yang telah disepakati.
7. Menjaga kerahasiaan

34
Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para anggotanya. Penetapan kode etik
IBI harus dilakukan dalam kongres IBI.

KODE ETIK BIDAN


Kode etik bidan di Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disyahkan dalam
kongres nasional IBI X tahun 1988, sedang petunjuk pelaksanaanya disyahkan dalam rapat
kerja nasional (RAKERNAS) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disyahkan pada
kongres nasional IBI XII tahun 1998. Sebagai pedoman dalam berperilaku, kode etik
bidan Indonesiamengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam
mukadimah, tujuan dan bab.

SECARA UMUM KODE ETIK TERSEBUT BERISI 7 BAB YAITU:


1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
1). Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2). Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
3). Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan
tanggungjawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
4). Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati
hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
5). Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien,
keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya.
6). Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan -
tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat
kesehatannya secara optimal.

35
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
1). Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan
masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan
klien, keluarga dan masyarakat.
2). Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam
mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan
atau rujukan.
3). Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan
kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau dipedukan sehubungan kepentingan
klien.

3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)


1). Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan
suasana kerja yang serasi.
2). Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap
sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)


1). Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan
menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada
masyarakat.
2). Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan did dan meningkatkan kemampuan
profesinya seuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3). Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenis yang
dapat meningkatkan mute dan citra profesinya.

5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)


1). Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya
dengan baik.
2). Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

36
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)
1). Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuanketentuan
pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan
keluarga dan masyarakat.
2). Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada
pemerintah untuk- meningkatkan mutu jangakauan pelayanan kesehatan terutama
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
7. Penutup (1 butir)
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan
mengamalkan Kode Etik BidanIndonesia.

37
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih, Heni Puji. Etika ProfesiKebidanan. Fitramaya; Yogyakarta. 2008

Marimba, Hanum.Etika dan Kode Etik ProfesiKebidanan. Mitra Cendikia


Press;Yogyakarta.2008

Carol Taylor,Carol Lillies, Priscilla Le Mone,1997, Fundamental Of Nursing Care,


ThirdEdition, by Lippicot Philadelpia, New York.

http://chellious.wordpress.com/2010/11/02/issue-etik-dalam-pelayanan-kebidanan/
file:///C:/Users/User/Downloads/tugas-etika-tentang-issue-etik-dalam.html

Marimbi, Hanum.2008. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan, Mitra Cendikia Press.
Jogjakarta

http://www.depkes.go.id/index.php?act=regulation&pgnumber=1&txtKeyword=&type=003&
year=2010

38

Anda mungkin juga menyukai