ABSTRAK
“The conquest of Atjeh would give the Spanish-Portuguese Crown the economic resources
where with to destroy not only ‘the Heresiarchs and their followers’, but to recover all
Christian territory lost to the Muslims (including Jerusalem), and to overthrow the Ottoman
Empire 1.” Seperti itulah ungkapan salah seorang Portugis ketika awal penjajahan ke
semenanjung Malaka. Aceh dan Istanbul memiliki jarak yang sangat jauh, sekitar ± 7.810 km
2
jika ditarik garis lurus dari Aceh ke Istanbul, tetapi dengan jarak yang jauh tersebut Portugis
kewalahan menghadapi kekuatan Aceh-Turki. Apa yang terjadi? bagaimana hal tersebut dapat
terjadi? Dalam tulisan ini, penulis akan membahasnya secara sistematis berdasar sumber-
sumber buku yang kredibel.
Kata Kunci: Hubungan, pan-Islamisme, Kesultanan Aceh Darussalam, Kesultanan Turki
Utsmaniyah, penaklukkan, jajahan.
PENDAHULUAN
Kesultanan Aceh Darussalam dapat dikategorikan sebagai salah satu Kesultanan Islam terkuat
yang ada di dunia, meskipun daerah kekuasaannya tidaklah sebesar Dinasti Umayyah maupun
Kesultanan Turki Utsmaniyah, Aceh memiliki kekuatan yang kuat berupa keimanan yang
mendarah daging, terbukti pada masa penjajahan Belanda, Aceh merupakan daerah terakhir
yang berhasil ditaklukkan oleh Belanda pada tahun 1903. Oleh karena itu, untuk memperkuat
politik dan keamanannya, Kesultanan Aceh kerap mengadakan komunikasi dengan negara-
negara Islam di seluruh dunia, tak terkecuali Kesultanan Utsmaniyah. Tercatat pada tahun
1539, Aceh telah menaklukkan Tano Batak melalui aliansi yang dibangun oleh Sultan Al-
1
C.R. Boxer (1969), A Note on Portuguese Reactions to The Revival of The Red Sea Spice Trade and The Rise
Of Atjeh, 1540-1600, Journal of Southeast Asian History, v. 10, no. 3, hal. 424.
2
Diambil dari data Google Maps, diakses pada 5 Januari 2017.
Qahhar yang terdiri dari 160 prajurit dari Turki Utsmaniyah, beberapa dari Abisinia – sekarang
Ethiopia – dan Gujarat, serta 200 orang dari Malabari 3. Oleh karena itu, ukhuwah islamiah
merupakan salah satu unsur perekat dan penguat negeri serambi Makkah tersebut.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah hubungan Kesultanan Aceh dan Turki Utsmani pada abad ke 15
dapat terjadi?
3. Hubungan apa sajakah yang dijalin oleh Kesultanan Aceh dan Turki Utsmani pada abad
ke-16?
4. Kejadian apa sajakah yang menandai hubungan Aceh dan Turki Utsmani pada abad ke-
16?
PERNYATAAN TESIS
Hubungan Kesultanan Aceh dan Kesultanan Turki Utsmani telah terjadi pada awal abad ke-16,
ditandai oleh dikirimnya delegasi dari Sultan Alauddin Al-Qahhar untuk menjalin hubungan
dengan Turki Utsmani dalam bidang politik, agama, keamanan, maupun kebudayaan. Juga
PEMBAHASAN
Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah Kesultanan Islam yang pernah berdiri di
Nusantara, tepatnya kini berada di provinsi Aceh, Indonesia. Kesultanan Aceh dideklarasikan
pertama kali oleh Sultan Mughayat Syah pada tahun 1520. Pada periode itu pula, Aceh berhasil
3
Azyumardi Azra (2006), Islam in The Indonesian World : An Account of Institutional Formation (Jakarta:
Mizan Pustaka), hal. 169.
menaklukkan Deli, Pedir, dan Pasai. Kesultanan Aceh berdiri dan muncul sebagai kekuatan
baru di Selat Malaka, menandingi Portugis yang telah menguasai Selat Malaka pada tahun
1511. Hal ini seperti momentum bangkitnya kesultanan Aceh pada tahun 1511-1520an, dimana
ketika para pedagang yang terdiri dari orang-orang Jawa, Maluku, Sulawesi, Kalimantan,
bahkan saudagar-saudagar dari Arab, yang pada mulanya melakukan aktivitas perdagangannya
di Selat malaka, akhirnya pindah dikarenakan politik dan perdagangan Portugis yang terlalu
Portugis tidak menginginkan negeri-negeri di Aceh berdiri, dengan cara apa pun Portugis
Kesultanan Aceh pada masa kepemimpinan Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim
berusaha melepaskan diri dari belenggu penjajahan Portugis. Sekitar tahun 1524, Kesultanan
Aceh berhasil mengalahkan kapal Portugis yang dipimpin oleh Simao de Souza Galvao di
Bandar Aceh 5. Setelah memiliki kapal hasil peperangan ini, Sultan Ali Mughayat Syah
bersiap-siap untuk menyerang Malaka yang dikuasai oleh Portugis, namun rencana tersebut
gagal. Ketika perjalanan menuju Malaka, awak kapal dari armada Kesultanan Aceh tersebut
justru berhenti sejenak di sebuah kota. Di sana mereka dijamu dan dihibur oleh rakyat sekitar,
sehingga secara tak sengaja sang awak kapal membeberkan rencananya untuk menyerang
Malaka yang dikuasai Portugis. Hal tersebut didengar oleh rakyat Portugis yang bermukim di
sana, sehingga ia pun melaporkan rencana tersebut kepada Gubernur daerah Portugis 6.
4
Mohammad Said (1981), Aceh Sepanjang Abad (Medan: Waspada), hal. 160.
5
Marwati Poesponegoro (2010), Sejarah Nasional Indonesia Jilid III (Jakarta: Balai Pustaka), hal. 28.
6
William Marsden (2008), Sejarah Sumatera (Depok: Komunitas Bambu), hal. 387.
Selain itu sejarah juga mencatat, usaha Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim untuk
perlawanan tersebut akhirnya Kesultanan Aceh berhasil merebut benteng yang terletak di
Pasai. Hingga akhirnya Sultan Ibrahim meninggal pada tahun 1528 karena diracun oleh salah
seorang istrinya. Sang istri membalas perlakuan Sultan Ibrahim terhadap saudara laki-lakinya,
Sultan Alauddin Syah atau disebut Salad ad-Din merupakan anak sulung dari Sultan Ibrahim.
Ia menyerang Malaka pada tahun 1537, namun itu tidak berhasil. Ia mencoba menyerang
Malaka hingga dua kali, yaitu tahun 1547 dan 1568, dan berhasil menaklukkan Aru pada tahun
1564. Hingga akhirnya ia wafat 28 September 1571. Sultan Ali Ri’ayat Syah atau Ali Ri’ayat
Syah, yang merupakan anak bungsu dari Sultan Ibrahim menggantikan kedudukan Salad ad-
Din. Ia mencoba merebut Malaka sebanyak dua kali, sama seperti kakaknya, yaitu sekitar tahun
Sejarah juga mencatat ketika masa pemerintahan Salad ad-Din, Aceh juga berusaha
Abisinia, dan Mesir. Bahkan sekitar tahun 1563, ia mengirimkan utusannya ke Konstantinopel
untuk meminta bantuannya kepada Turki dalam melakukan penyerangan terhadap Portugis
yang menguasai wilayah Aceh dan sekitarnya. Mereka berhasil menguasai Batak, Aru dan
7
Ibid., hal. 387-388.
8
Denys Lombard (2006), Kesultanan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (Jakarta: Balai Pustaka), hal. 65-66.
Penyerangan yang dilakukan oleh Kesultanan Aceh ini tak luput dari bantuan tentara Turki
Utsmaniyah.
Mansyur Syah atau Sultan Alauddin Mansyur Syah dari Kesultanan Perak di Semenanjung
adalah orang berikutnya yang naik tahta. Ia merupakan menantu Sultan Ali Ri’ayat Syah.
Menurut Hikayat Bustan as-Salatin, ia adalah seorang yang sangat baik, jujur dan mencintai
para ulama. Karena itulah banyak para ulama baik dari nusantara maupun luar negeri yang
datang ke Kesultanan Aceh. Hingga akhirnya ia wafat pada tahun 1585 dan digantikan oleh
Sultan Alauddin Ri’ayat Syah bin Sultan Munawar Syah yang memerintah hingga tahun 1588.
Sejak tahun1588, Kesultanan Aceh dipimpin oleh Sultan Alauddin Ri’ayat Syah bin Firman
Dari sumber kabar Portugis, sejak pemerintahan Sultan Alauddin Ri’ayat Syah Al-Qahhar, atau
pada pertengahan abad ke-16 (sekitar tahun 1540), Aceh telah mengadakan hubungan dengan
Turki.
1540
Perdagangan internasional Aceh, telah sampai kepada Turki di tahun 1540an. Sultan
Al-Qahhar mengirim utusan yang terdiri dari 4 kapal yang dipenuhi oleh lada dan
rempah-rempah. Jalur perdagangan yang dilalui utusan tersebut melalui Laut Merah –
Mecha (pelabuhan di Jazirah Arab) – Teluk Aqabah – dan jalur darat melalui Palestina
Utsmaniyah
9
Marwati Poesponegoro (2010), Sejarah Nasional Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, hal. 30-31.
10
Mohammad Said (1981), Aceh Sepanjang Abad (Medan: Waspada), hal. 183.
- 1540
Menurut Fernão Mendes Pinto, selain hubungan perdagangan yang dibangun pada
tahun 1540, hubungan politik dan keamanan pun mulai dibangun. Tercatat pada hikayat
Lada Secupak, setelah pengiriman 4 buah kapal ke Kesultanan Turki Utsmani, Sultan
Suleyman I menghadiahi Aceh dengan alat-alat perang serta 300 prajurit tempur untuk
11
membantu Aceh melawan musuh yang sama, yakni Portugis . Dan pada akhirnya,
- 1564
Setelah Sultan Alaudin Al-Qahhar wafat dan digantikan oleh putranya Sultan Husain
Ali Ri’ayat Syah, Sultan mengirimkan surat kepada Kesultanan Turki Utsmani dan
Kesultanan Aceh terhadap pemerintahan Turki Utsmaniyah - . Surat tersebut juga berisi
laporan mengenai armada Portugis yang sering mengganggu dan merompak kapal
pedagang Muslim yang tengah berlayar di jalur pelayaran Turki-Aceh dan sebaliknya.
Portugis juga sering menghadang jamaah haji dari Aceh dan sekitarnya untuk
menunaikan ibadah haji ke Makkah. Setelah menerima utusan dari Aceh, Sultan Selim
September 1567, Laksamana Turki di Suez Kurtoğlu Hızır Reis diperintahkan untuk
berlayar memimpin armada laut pergi ke Aceh. Pada tahun 1568, ia berlayar memimpin
armada yang terdiri dari 22 kapal yang membawa prajurit, perlengkapan militer, dan
pasokan lain. Pasukan ini diperintahkan berada di Aceh selama masih dibutuhkan oleh
Sultan Aceh. Walaupun berangkat dengan yang cukup besar, yang tiba di Aceh hanya
11
Azyumardi Azra (2006), Islam in The Indonesian World : An Account of Institutional Formation (Jakarta:
Mizan Pustaka), hal. 169.
sebagian saja. Karena di tengah perjalanan, sebagian armada dialihkan ke Yaman guna
resmi Sultan Selim II yang ditempatkan di wilayah tersebut. Secara serentak, Turki
dan sejak saat itu serangan terhadap Aceh akan dipandang sebagai serangan terhadap
Turki Utsmani. Sesampainya Kurtoğlu di wilayah Aceh, pasukan Turki Utsmani tiba di
seluruhnya ahli dalam seni bela diri maupun menggunakan senjata; senjata api,
penembak jitu, dan senjata mekanik. Dengan bantuan tentara Turki, Kesultanan Aceh
12
menyerang Malaka pada tahun 1568 . Setelah kemenangan didapat, agar aman dari
gangguan para perompak, lalu Turki Utsmani juga mengizinkan kapal-kapal Aceh
Pertukaran kultur dan agama antara Turki dan Aceh telah terjadi sejak awal hubungan
perdagangan dilancarkan ke timur tengah. Ketika Turki sebagai kesultanan yang besar
yang melakukan ekspansi besar-besaran di daratan Eropa, Afrika, dan Asia Barat.
Untuk memperluas pengaruh Turki Utsmani ke Asia Tenggara yang penduduknya telah
muslim di sana. Aceh mewujudkan jalinan ukhuwah Islamiyah yang kuat dengan
12
Azyumardi Azra (2006), Islam in The Indonesian World : An Account of Institutional Formation (Jakarta:
Mizan Pustaka), hal. 169.
yang sebelumnya selalu mengancam keselamatan orang-orang yang akan
melaksanakan haji. Hasilnya, seperti yang dijelaskan oleh Abdullah Munsyi, keadaan
kapal-kapal jamaah haji Melayu yang dulunya mengalami kesulitan, menjadi aman dan
13
terjamin . Turki yang sebelumnya hanya melihat ekspansi wilayah hanya kepada
manfaat yang cukup besar bagi pembangunan Islam di daerah Melayu. Sebelum
Afghani di awal abad 19, pan-Islamisme tersebut telah dilakukan oleh Kesultanan Aceh
14
dan Kesultanan Utsmani sejak abad ke-16 . Ketika Kesultanan Turki Utsmani
perpaduan antar kesultanan Islam. Gagasan pan-Islamisme ini dianggap sebagai model
persatuan umat Islam yang cocok untuk wilayah yang berbeda (timur dan barat).
Sejak awal abad ke 15 Aceh telah mengadakan hubungan diplomatik yang baik dengan Turki
Utsmani, hubungan tersebut diawali oleh perdagangan rempah-rempah yang diekspor dari
tanah Sumatera ke arah barat, yakni ke Istanbul. Ace menghubungi Turki untuk meminta
bantuan, akan tetapi tidak sesederhana itu, para pendiri Kesultanan Aceh Darussalam memiliki
tujuan yang sangat besar dalam membangun hubungan tersebut, Aceh telah lebih dulu
mengetahui bahwa di Eropa ada kerajaan Islam besar yang menguasai sebagian besar wilayah
13
Abdullah Munsyi (1981), Kisah Pelayaran Abdullah Ke Kelantan Dan Judah, Disusun Oleh Kassim Ahmad,
Kuala Lumpur : Fajar Bakti, hal. 94.
14
Norman Itzkowitz (1972), Ottoman Empire And Islamic Tradition, New York : Alfred A. Knof.
Eropa kala itu, dan dapat diketahui dalam tulisan ini bahwa pemikiran orang-orang Aceh kala
Dalam kitab Bustanus salatin disebutkan ada dua kubu kekuatan Islam paling besar pada masa
itu, di Eropa Turki dan di Timur adalah Aceh. Dalam tulisan ini dapat disimpulkan bahwa Aceh
tidak semata-mata mencari bantuan ke Turki, akan tetapi kedua negara ini saling
membutuhkan. Aceh memiliki hasil alam yang melimpah ruah, dan Turki memiliki kekuatan
perlengkapan perang yang sangat lengkap, oleh karenanya kedua negara tersebut saling