Anda di halaman 1dari 16

Strategi Sumber Daya Manusia (SDM), Desain Kerja dan Pengukuran Kerja

Manajemen SDM merupakan bidang strategis dari organisasi. MSDM harus dipandang
sebagai perluasan dari pandangan tradisional untuk mengelola orang secara efektif dan untuk itu
membutuhkan pengetahuan tentang prilaku manusia dan kemampuan untuk mengelolanya. Oleh
sebab itu wajarlah apabila penyusunan strategi SDM harus relevan terhadap penyusunan strategi
bisnis.
Sumber daya manusia biasanya mencakup
keseluruhan bidang manajemen personalia, dan juga merupakan salah satu input yang terpenting
dalam kegiatan operasional dalam suatu organisasi, demikian pula pada organisasi bisnis baik
yang bergerak di sektor yang menghasilkan barang maupun jasa. Terlebih pada sektor jasa,
dimana kepuasan konsumen ditentukan oleh pelayanan yang diberikan perusahaan melalui
tenaga kerja yang menjadi operatornya. Oleh karena itu keberhasilan operasional akan
ditentukan dengan pengelolaan sumber daya manusia yang efektif dan efisien.
Pembahasan dimulai dengan menekankan pada perubahan lingkungan bisnis dramatis
yang memiliki pengaruh terhadap perubahan peran SDM. Untuk mendukung perubahan tersebut
organisasi perlu melakukan Reposiotioning baik dalam hal perilaku dan kompetensi SDM
sebagai bagian dari Reposiotioning peran SDM untuk meningkatkan keunggulan kompetitif
perusahaan.
Perubahan Lingkungan Bisnis
Schuller (1990) melihat berbagai perubahan lingkungan bisnis tersebut meliputi aspek internal
dan eksternal. Perubahan eksternal lebih banyak melihat pada berbagai faktor di luar organisasi
yang mempengaruhi perubahan peran SDM. Sementara perubahan internal lebih banyak melihat
pada berbagai faktor di dalam organisasi yang mempengaruhi perubahan peran SDM.
1. Perubahan Eksternal
Perubahan eksternal dalam lingkungan bisnis meliputi tantangan global,yang berupa :
- Ekspansi global dan persaingan akan penugasan internasional,
- Persaingan domestik dan internasional (kinerja karyawan dan pemberdayaan),
- Karekterisitik demografi (gender,pendapatan,glass-ceilling effect,minoritas,mayoritas, dan
diversitas angkatan kerja),
- Karakterisitik angkatan kerja (tingkat pendidikan dan nilai budaya kerja),
- Trend ekonomi dan organisasional yang meliputi : perubahan skill dan pekerjaan,perubahan
organisasi,kemajuan teknologi,otomatisasi dan robotis.
2. Perubahan Internal
Perubahan internal dalam lingkungan bisnis meliputi permasalahan manajemen puncak
(nilai budaya,hak dan etika,serta program pengembangan),struktur organisasional (Manajemen
SDM strategis), budaya organisasi (filosofi SDM), ukuran organisasional (pengendalian prilaku).
Berbagai perubahan internal tersebut meliputi :

Tantangan kualitas
Berupa penciptaan produk dan jasa berkualitas,tingginya tuntutan untuk semakin
kreatif,berani mengambil resiko,dapat beradaptasi,mampu bekerja dalam kelompok serta
bertambahnya tekanan untuk meningkatkan kualitas kerja dan partisipasi kerja tim.
Tantangan teknologi,
Berupa perubahan struktural dan perubahan peran dari SDM,bertambahnya tekanan untuk
membuktikan peran dari SDM dalam meningkatkan kualitas SDM dan memberikan pelayanan
terbaik kepada dept lain,semakin bervariasinya pengalaman dan latar belakang karyawan yang
aktif berkarya dalam suatu organisasi.
Tantangan sosial,
Berupaya penanganan kompetensi karyawan dan cara perusahaan menangani konflik
kerja,makin meningkatnya tekanan untuk mengukur produkvitas kerja karena
adanya benchmarking,maka organisasi harus berlomba dalam meningkatkan kinerja agar
mampu bersaing di arena bisnis global dan terakhir berubahnya tekanan dari penghargaan
berdasarkan lama pekerjaan ke penghargaan berdasarkan prestasi kerja.
Lebih lanjut baik perubahan eksternal maupun internal memiliki implikasi lebih lanjut terhadap
organisasi untuk melihat keunggulan kompetitif yang dimiliki terutama potensi SDM demi
memenangkan persaingan global. Sehingga organisasi perlu mengkaji ulang strategi bisnis demi
meningkatkan kinerja daya saing.
3. Perubahan Peran SDM
Perubahan lingkungan bisnis akan membawa dampak perubahan pada strategi bisnis.
Sebagaimana telah diketahui perubahan strategi bisnis akan semakin mengarahkan manajer
untuk memperjelas ke arah mana visi dan misi bidang SDM akan dibawa. Dalam pengertian
bahwa SDM merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi. Karena perubahan ini
menyangkut banyak aspek dan tuntutan yang harus dicapai maka perlu dilakukan
pengembangan kualitas SDM.
Pengembangan kualitas SDM biasanya dilakukan melalui kegiatan investasi SDM maka
perlu diketahui bahwa dengan adanya investasi SDM maka pola strategi SDM akan berubah
dan menuntut perubahan tipe kompetensi pada tipe tugas berbeda yang akan berdampak pada
perubahan peran SDM. Terkait dengan perubahan peran SDM maka kita perlu melihat peran
SDM pada paradigma tradisional.
Dalam hal ini Cascio (1995) menggaris-bawahi beberapa peran SDM pada paradigma lama
seperti :
- Attraction yang meliputi identifikasi persyaratan pekerjaan,menentukan jumlah orang dan
kombinasi keterampilan yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan dan menyediakan kesempatan
yang sama bagi setiap kandidat terpilih.
- Selection yang meliputi memilih orang yang terbaik bagi pekerjaan yang bersangkutan.
- Retention yang meliputi memberikan reward bagi orang yang bekerja efektif dan
mempertahankan keamanan dan kenyamanan lingkungan kerja.
- Development yang meliputi meningkatkan dan menyiapkan kompetensi karyawan melalui
peningkatan knowledge,skill dan abilities dan pendekatan spesialis fungsi perusahaan.
- Assesment yang meliputi pengamatan dan penilaian perilaku dan sikap yang relevan dengan
pekerjaan dan kinerja SDM.
- Adjusment yang meliputi : pemeliharaan pemenuhan kebutuhan yang terkait dengan kebijakan
SDM perusahaan.
Organisasi perlu terus melakukan pengembangan SDM karena bagaimanapun dept SDM
merupakan mitra dept lain dalam pengembangan SDM. Paradigma pengembangan SDM baru
ternyata sudah lebih mengoptimalkan pada proses komunikasi dua arah dan perencanaan dari
bawah ke atas (bottom-up). Lebih khusus perubahan yang terjadi juga menyangkut perubahan
peran SDM. Manajer harus mampu melihat perubahan peran SDM seperti apa yang harus
dimainkan. Tuntutan ini terjadi karena dalam paradigma baru tentu akan tercermin budaya kerja
baru,strategi dan peran SDM baru dalam suatu tipologi organisasi baru,sebagaimana tabel
dibawah ini yang secara spesifik melukiskan pergeseran peran tersebut.
Jenis Organisasi Peran penting SDM
Organisasi dalam lingkungan lama Berkonsentrasi pada fungsi
produksi,keuangan dan pemasaran serta
bukan merupakan tipe manajemen yang
efektif karena berorientasi jangka pendek
Organisasi dalam lingkungan baru Berkonsentrasi pada fungsi SDM,
merupakan tipe manajemen yang efektif
karena berorientasi jangka panjang
Dari tabel diatas terlihat bahwa dengan adanya perubahan lingkungan organisasi maka
konsentrasi seorang manajer SDM dituntut berubah. Hal ini mengakibatkan tipe peran yang harus
diambil.
1. Repositioning Peran SDM
Upaya repositioning pada dasarnya merupakan transformasi peran yang menuntut
kemampuan,cara kerja,cara pikir dan peran baru dari SDM. Untuk dapat melakukan proses
repositioning dengan baik maka organisasi perlu mempersiapkan SDM yang mampu bersaing
di masa depan.
Repositioning Perilaku SDM berkaitan dengan peningkatan inisiatif bekerja dalam diri
maupun kompetensi SDM.
2. Repositioning Perilaku SDM
Yang perlu dibahas pada hal ini adalah hubungan strategi kompetitif yang menjelaskan bahwa
untuk mencapai strategi yang kompetitif dibutuhkan adanya perilaku tertentu dan mereka
mengajukan suatu hipotesis tentang model manajemen SDM yang dapat mencapai kondisi
organisasi yang mempunyai keunggulan kompetitif. Dalam hal in,ada tiga strategi untuk
mencapai keunggulan kompetitif.

1. Strategi inovasi digunakan untuk mengembangkan produk atau jasa yang berbeda dari para
pesaing.
2. Strategi kualitas lebih mengutamakan pada penawaran produk atau jasa yang lebih
berkualitas,meskipun produknya sama dengan pesaing.
3. Strategi pengurangan biaya menekankan pada usaha perusahaan untuk menjadi produsen
dengan penawaran harga produk rendah.
Beberapa dimensi peran perilaku karyawan yang diperlukan untuk mendukung penerapan atau
implikasi tiga strategi di atas tentu akan berbeda-beda. Ini dapat dilihat sebagai berikut :
Strategi inovasi,
Perilaku karyawan yang diperlukan adalah tingkat kreativitas tinggi,berfokus pada
jangka panjang,mempunyai tingkat kerjasama yang tinggi,perilaku mandiri,cukup memiliki
perhatian pada kualitas dan kuantitas,seimbang dalam orientasi proses dan hasil,penerimaan
resiko pada tingkat yang lebih tinggi serta toleransi yang cukup tinggi terhadap ketidakpastian.
Sebagai implikasinya,dalam mengelola karyawan sebaiknya memberikan sedikit
pengawasan,memilih karyawan yang mempunyai keterampilan tinggi,memberikan sumberdaya
yang lebih banyak untuk bereksperimen dan melakukan penilaian kinerja jangka panjang.
Strategi kualitas,
Perlu didukung dengan profil perilaku karyawan sebagai berikut :
- perilaku yang relatif berulang dan dapat diprediksi,
- berfokus pada jangka menengah,
- cukup mau melakukan kerjasama,
- perilaku mandiri,
- perhatian yang tinggi terhadap kualitas,
- fokus tinggi terhadap proses,
- kurang berani mengambil resiko dan cukup komitmen terhadap tujuan organisasi.
Sebagai implikasinya, karena strategi kualitas melibatkan komitmen dan pemamfaatan
karyawan secara lebih besar,maka organisasi hanya membutuhkan sedikit karyawan untuk
lebih besar,maka organisasi hanya membutuhkan sedikit karyawan untuk membuat output yang
sama atau standar.
Strategi pengurangan biaya,
Diperlukan perilaku karyawan yang relatif berulang dan dapat diprediksi,berfokus jangka
pendek,lebih mengutamakan pada kegiatan individu dan otomatisasi,cukup memberikan
perhatian kualitas,perhatian terhadap kuantitas output lebih tinggi,kurang berani menanggung
resiko dan lebih menyukai kegiatan yang bersifat stabil. Sebagai implikasinya,perusahaan akan
banyak menggunakan tenaga kerja yang part time,sub kontrak,menyederhanakan pekerjaan
dan prosedur pengukuran,melakukan otomatisasi,perubahan aturan kerja dan fleksibelitas
penugasan.

3. Repositioning Kompetensi SDM


Peran strategi SDM juga menyangkut masalah kompetensi SDM baik dalam
kemampuan teknis,konseptual dan hubungan manusiawi. Upaya Repositioningkompetensi
SDM dilakukan dengan merunbah pemahaman organisasi tentang peran SDM yang
semula people issues menjadi people related business issues.
People issues dapat didefinisikan sebagai isu bisnis yang hanya dikaitkan dengan orang
bisnis saja (business competency is only business people). Artinya lebih banyak yang terlibat
adalah eksekutif bisnis dan eksekutif SDM tidak perlu terlalu banyak terlibat dalam perencanaan
strategi bisnis yang akan diambil.
Sebagai implikasinya kompetensi karyawan atau eksekutif SDM cenderung kurang
diakui. Setelah terjadinya paradigma manajemen SDM maka pemahaman tersebut berubah
menjadi people related business issues (business competence is for every business people in
the organization included Human Resources Management People or Excecutives).
People related business issues didefinisikan sebagai persoalan bisnis yang selalu
dikaitkan dengan peran serta aktif SDM. Isu ini berkembang oleh karena adanya tendensi
seperti : People,service and profit,100% customer service,challenge and opportunities,no lay
off,guaranteed for treatment,survey or feedback or action,promote for work,profit sharing and
open door policy. Tendensi-tendensi ini memiliki implikasi yang menuntut kontribusi aktif semua
pihak yang ada dalam organisasi terutama karyawan SDM.
Dengan adanya kecenderungan tersebut maka peran SDM akan semakin dihargai
terutama dalam hal kompetensi SDM untuk pengelolaan bisnis. Penghargaan terhadap
kompetensi SDM memang diperlukan karena hal tersebut akan mempengaruhi keefektifan
kegiatan bisnis.
Maka terkait dengan peran strategis SDM ada beberapa keahlian yang harus dikuasai
oleh seorang manajer. Berbagai kompetensi atau keahlian dari manajer ternyata terkait dengan
beberapa upaya pengelolaan organisasi terhadap berbagai aspek bidang pengetahuan yang
harus dikuasai oleh seorang manajer (People related business issues). Secara terperinci
berbagai tipe pengelolaan tersebut dapat disajikan dalam tabel dibawah ini.
Bidang Elemen Penting
Kompetensi Tenaga Kerja Kompetensi transformasional,berbasis input dan output
Diversitas Angkatan Kerja Ras,Jenis kelamin,umur dan bahasa
Dukungan Keunggulan Customer values dan kompetensi manajerial
Globalisasi Tenaga Kerja Expatriate,Standarisasi SDM Internasional
Pengelolaan kompetensi tenaga kerja
Pengelolaan ini meliputi beberapa kompetensi SDM seperti : Kompetensi
transformasional, Kompetensi berbasis input dan Kompetensi berbasis output.
Kompetensi berbasis input : lebih menekankan pada manager-strategy-fit melalui proses
pengangkatan karyawan untuk organisasi dalam bentuk integrasi SDM.
Kompetensi transformasional : lebih menekankan inovasi dan pemanfaatan kewirausahaan
melalui proses pembentukan dan sosialisasi perilaku karyawan atas dasar kreativitas,kerjasama
dan saling percaya.
Kompetensi berbasis output : lebih menekankan pada keterlibatan yang lebih tinggi dari
karyawan melalui proses pembelajaran positif,pembangunan reputasi yang baik dan hubungan
positif dengan para stake holder.
Pengelolaan Diversitas Angkatan Kerja.
Merupakan pengelolaan terhadap berbagai aspek yang membedakan SDM satu sama
lain : ras , jenis kelamin,umur dan bahasa,tetapi ada juga yang melihat bahwa diversitas ini
meliputi : pemahaman diversitas sebagai pengetahuan sosial serta diadakannya paket
pelatihan bagi manajer dengan topik terkait.
Pengelolaan Dukungan Keunggulan Kompetitif Tenaga Kerja
Merupakan upaya yang membuat staf SDM dan manajer lini mampu mendukung upaya
organisasi untuk mencapai tujuan dalam suatu lingkungan yang lebih flat,bersih dan fleksibel.
Untuk merealisasikan hal tersebut mutlak diperlukan pengembangan SDM atau dapat juga
dikatakan bahwa pengelolaan keunggulan kompetitif meliputi : kemampuan organisasi
merumuskan strategi guna memaksimalkan profit dan membuat organisasi mempunyai nilai
transaksi yang baik,unik dan tidak dapat ditiru pesaing dimata pelanggan (customer
values). Tambahan kompetensi yaitu kompetensi manajerial yakni manajer SDM memiliki peran
dalam pembentukan visi strategik,penyusunan model organisasional dan adaptasi terhadap
perubahan lingkungan.
Pengelolaan Globalisasi Tenaga Kerja
Merupakan sebagai upaya untuk menanamkan kesadaran akan pentingnya
pengetahuan akan globalisasi dalam praktek bisnis. Globalisasi akan membuat tantangan
khusus terutama bagi para profesional dalam dekade 90-an. Beberapa aspek pengetahuan
akan globalisasi yang perlu diketahui misalnya.meliputi pemahaman
tentang expatriate,kebijakan SDM negara berkembang,penugasan internasional,standarisasi
internasional dan diversitas SDM.
Implikasi Repositioning Peran SDM
Untuk menunjang proses Repositioning peran SDM,dapat menggunakan beberapa
upaya Customerizing peran SDM sebagai pertimbangan yaitu :
- Kondisi wajar segala aktifitas SDM melalui pendefinisian tanggung jawab departemen SDM
untuk memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi. Faktor kuncinya adalah time and money
management,motivating,quality work of life and competency.
- Agenda aksi SDM melalui pelaporan periodik dari manajer SDM kepada manajer puncak
perihal tugas-tugasnya. Kuncinya adalah people is most important factor.
- Implementasi agenda aksi SDM melalui pemberian tanggung jawab pekerjaan yang tepat
sesuai dengan kapabilitas staf SDM. Kuncinya adalah the right man on right jobs.
- Evaluasi dan validasi aktivitas SDM melalui pembelajaran para eksekutif SDM untuk berprilaku
seperti orang bisnis. Kuncinya adalah large contribution to company with the fairly competition
and increase the cost control.
Berdasarkan pada empat faktor customerization di atas maka organisasi akan dapat
melakukan Repositioning divisi SDM yang akan meliputi peran baru,hubungan baru,cara
berpikir dan cara kerja baru manajer lini dan manajer SDM.Kemudian
proses Repositioning selanjutnya dihasilkan divisi SDM baru dimana terdiri dari para staf SDM
yang peduli terhadap isu bisnis,berfokus pada pelanggan,bekerja dalam kelompok dan memiliki
tipe perencanaan bottom-up. Peran baru manajer SDM diharapkan memiliki dampak positif
terhadap keefektifan pengembangan organisasional. Karena pada dasarnya eksekutif SDM
dapat menjadi agen perubahan organisasi yang handal.
Pencapaian Peran Strategi SDM
Peran strategis SDM sebagai outcome proses Repositioning diharapkan dapat
memberikan kontribusi signifikan dalam perencanaan strategi bisnis. Hal ini berarti pencapaian
peran strategi SDM sudah selayaknya dimulai dari analisa kompetensi SDM dan perilaku SDM.
Pencapaian peran strategis SDM dapat dilakukan dengan beberapa tahapan yang
meliputi Connecting role,enabling role,monitoring role,inovating role dan adapting
role, sebagaimana tertera pada tabel dibawah ini :
Elemen Diskripsi
Connecting role  Linking the HR to business role
 Know the needs of the business,where its going,where it should be
going and helping to get there
 Increase involvement in the key issues strategy direction
Enabling role Customerization: viewing everybody whether internal or
external to the organization as a customer and their putting first.
Monitoring role Using of computer technology and human resources
information system.
Inovating role Using contribution assestment to measure efficiently and
effectiveness of HRD.
Adapting role Using of flexible role model to dilute the bureaucration
Berbagai macam peran baru SDM sebagai hasil proses repositioning seperti :
(1) Business Person meliputi : praktisi SDM,partisipasi dalam bidang keuangan dan
operasional,rotasi posisi antar fungsi SDM dan fungsi lain
(2) Shaper of change seperti : partisispasi tim atas perubahan,melakukan penelitian,dan partisipasi
aktif pembentukan misi dan tujuan perusahaan.
(3) Consultant to organizer or partner to line seperti : aktif dalam konsorsium,penyiapan proposal
dan partisipasi dalam sistem komputerisasi.
(4) Strategy formulator and implementator seperti : mengerti strategi bisnis,orientasi bisnis
secara strategis,strategi semua divisi organisasi dan aplikasi praktek manajemen SDM dari
berbagai lini strategis.
(5) Talent manager seperti : komunikasi dengan semua manajer lini secara terus
menerus,konferensi pengembangan jaringan kerja dan computer intillegent.
(6) Asset manager and cost controller seperti : kursus akutansi dan keuangan,baca artikel jurnal
dan prosedur akuntansi.
Beberapa peran baru tersebut dapat dikategorikan sebagai peran strategis SDM karena
terkait langsung secara aktif dengan kegiatan bisnis organisasi. Adapun kategorisasi peran
strategis SDM sebagai berikut :
- Menjadi partner manajer dalam pelaksanaan strategi.
Artinya manajer SDM mampu untuk melakukan audit organisasional,menemukan metode
pengembangan yang tepat dan terakhir melakukan prioritas dalam penentuan skala dan
pelaksanaan tindakan.
- Menjadi eksekutif administratif yang ahli.
Artinya manajer SDM tentunya bukan hanya terampil dalam pekerjaan administrasi belaka
tetapi juga terampil dalam pekerjaan manajerial yang membutuhkan pengambilan keputusan
yang tepat,cepat dan benar.
- Menjadi eksekutif yang juara.
Artinya mampu menjadi panutan bagi karyawan lain dalam bekerja dan fasilitator serta
motivator jika karyawan lain mengalami kesulitan.
- Menjadi agen perubahan.
Artinya menjadi inovator dalam arti memberikan nilai tambah bagi kemajuan organisasi dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis yang terjadi di sekitarnya.
Tujuan Strategi Sumber Daya Manusia
Tujuan dari strategi sumber daya manusia ini antara lain untuk menopang keberhasilan
suatu organisasi atau perusahaan, baik yang bergerak di bidang produksi barang maupun jasa,
organisasi bisnis ataupun organisasi non bisnis.
Suatu organisasi baik bisnis maupun non bisnis tidak akan dapat beroperasi tanpa adanya faktor
sumber daya manusia. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi yang berkaitan dengan sumber
daya manusia, sehingga dapat menentukan bakat dan keahlian yang disesuaikan dengan
kebutuhan operasional yang tersedia dalam organisasi. Dibutuhkan cara dalam pengelolaan dan
perancangan tenaga kerja yang tepat guna, sehingga orang-orang tersebut (tenaga kerja) bisa
efektif dan efisien.
Agar Tenaga kerja/sumber daya manusia tersebut menjadi efektif dan efisien, maka yang
pertama tenaga kerja itu harus :
1. Dimanfaatkan secara efisien dalam lingkup operasional yang ada.
2. Memiliki mutu kehidupan kerja yang baik dalam suasana yang saling terkait dan
saling percaya.
Ada berbagai batasan yang harus dipertimbangkan dalam membuat keputusan mengenai
sumber daya manusia, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Untuk menjawab pertanyaan apa? maka berkaitan dengan keputusan strategi
produk yaitu keahlian dan bakat yang dibutuhkan, bahan yang dibutuhkan dan masalah
keamanan kerja.
2. Untuk mejawab pertanyaan kapan? maka berkaitan dengan keputusan strategi
penjadwalan.
3. Untuk menjawab pertanyaan dimana? maka berkaitan dengan keputusan strategi
lokasi yaitu mempertimbangkan berbagai varibel yang dipertimbangkan dalam memilih
lokasi seperti kondisi iklim maupun suhu udara, pencahayaan maupun kualitas udara.
4. Untuk menjawab pertanyaan mengenai prosedur? Maka berkaitan dengan
keputusan strategi proses yaitu mempertimbangkan teknologi, mesin maupun keamanan.
5. Untuk menjawab pertanyaan mengenai siapa? Maka berkaitan dengan masalah
perbedaan individu dari kemampuan fisik maupun mental serta intelektual.
6. Untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana? Maka berkaitan dengan
keputusan strategi layout (tata letak) sesuai dengan pilihan organisasi perusahaan.

DESAIN PEKERJAAN / DESAIN PENUGASAN


Desain pekerjaan atau desain penugasan merupakan sebuah pendekatan yang
menentukan tugas-tugas yang terkandung dalam suatu pekerjaan bagi seorang atau sekelompok
karyawan. Desain pekerjaan atau desain penugasan dapat diartikan juga sebagai suatu
pendekatan tugas secara spesifik, yang ditetapkan menjadi suatu uraian tugas (deskripsi) di
antara pekerja dengan kelompok atau organisasi.
a. Spesialiasi Tenaga Kerja
Spesialisasi tenaga kerja merupakan pembagian tugas secara khusus atau special, yang
dapat dilakukan dengan mengembangkan keterampilan karyawan, mengurangi kerugian waktu
sebagai akibat keengganan karyawan untuk melakukan peralihan tugas, serta pelatihan untuk
menggunakan peralatan secara special atau khusus.
b. Pengembangan Tugas/Pekerjaan
Pengembangan tugas karyawan dilakukan untuk dapat mengantisipasi perubahan
permintaan atas produk atau jasa dari pelanggan. Perubahan permintaan konsumen dapat
menjadi perubahan secara total sebagai sistem konversi, sehingga akan mengubah dan
mengembangkan tugas karyawan yang ada di dalam sistem konversi, antara lain dengan cara
memperluas tugas karyawan (job enlargement), melakukan mutasi tugas karyawan (job rotation),
memperkaya tugas karyawan (job enrichment), disertai dengan pemberdayaan karyawan
(employee empowerment).
1. Memperluas tugas (job enlargement)
Merupakan penambahan jenis tugas yang bertujuan selain mengurangi sifat tugas yang
monoton sehingga karyawan menjadi jenuh, tujuan lainnya untuk menambah keterampilan
karyawan (dexterity).
2. Perputaran tugas (job rotation)
Merupakan system pengembangan karyawan dengan melakukan mutasi atau rotasi tugas,
sehingga setiap tugas yang ada dalam kelompok kerja dapat dikuasai, apabila suatu kurun waktu
kemudian hari ada promosi bagi karyawan tersebut tidak akan ragu-ragu lagi untuk mengatasi
persoalan yang dihadapinya.
3. Pengayaan tugas (job enrichment)
Merupakan memperkaya tugas karyawan dengan cara tertentu di dalam tugas yang sama.
Tujuannya adalah meningkatlan kepuasan kerja dan rasa percaya diri bagi karyawan, serta dapat
menciptakan efisiensi bagi perusahaan, artinya apabila tugas-tugas yang ada dapat diselesaikan
karyawan tersebut maka tidak diperlukan penambahan karyawan untuk melakukannya.
Pemberdayaan pekerja (employee empowerment),
Merupakan proses pendelegasian wewenang bagi karyawan dari atasan (manajer atau
supervisor) untuk mempersiapkan kerjanya. Pemberdayaan karyawan merupakan fungsi atasan,
seperti supervise dan pengarahan, serta motivasi bagi karyawan.
Kepercayaan diri di dalam kelompok (self- directed teams)
Merupakan proses pemberdayaan karyawan untuk dapat bekerja sama di dalam kelompok,
di dalam kesatuan target.

3. Faktor Psikologis Dalam Desain Tugas


Karakteristik tugas mempunyai komponen psikologis :
1. Kemampuan yang bervariasi (skill variety), sehingga pekerja harus disesuaikan
dengan karakter kemampuan dan bakat karyawan,
2. Pengenalan tugas (job identity),
3. Signifikansi tugas (job significance),
4. Memberi kebebasan dalam kreasi tugas (autonomy),
5. Umpan balik (feed back), dan
6. Evaluasi performa secara periodik untuk mengetahui kemajuan dan kinerja
karyawan, baik untuk kepentingan karyawan maupun untuk kepentingan organisasi.
Kepercayaan Diri di Dalam Kelompok Kerja (self-Directed Teams)
Merupakan proses pemberdayaan karyawan untuk dapat bekerja sama di dalam kelompok, di
dalam kesatuan target.
Keuntungan dari penerapan spesialisasi dalam pekerjaan:
1. Memungkinkan diperolehnya produktifitas yang tinggi karena setiap pekerja hanya
menangani suatu tugas yang spesifik.
2. Biaya produksi per unit menjadi lebih rendah karena meningkatnya produktivitas.
3. Berkurangnya waktu yang terbuang karena pekerja tidak perlu berganti tugas dan
peralatan yang dipakai.
4. Rendahnya investasi karena setiap pekerja menggunakan alat secukupnya
dengan tugasnya.
Motivasi dan Sistem Insentif
Di samping komponen psikologis, yang perlu diperhatikan di dalam pengembangan
karyawan adalah faktor psikologis lainnya, seperti kepuasan kerja karyawan dan motivasi kerja
perlu dipelajari, agar dapat memaksimalkan produktivitas karyawan. Faktor-faktor tersebut antara
lain bonus, pembagian laba, dan keuntungan organisasi perusahaan, serta dasar dari penetapan
insentif.
 Bonus (Reward), merupakan system imbalan uang, dan biasanya diberikan secara tunai
atau deposito yang diberikan kepada karyawan di dalam organisasi.
 Pembagian Laba (Profit Sharing), merupakan system yang mengatur bagian dari laba
perusahaan yang dibagikan kepada karyawan. Biasanya dikaitkan dengan pencapaian target
yang ditetapkan organisasi.
 Pembagian keuntungan (Gain Sharing), dapat sebagai pemberian keuntungan sesudah
dilakukan laporan tahunan perusahaan, di mana karyawan diberi bagian dari keuntungan, di
samping keuntungan bagi para pemilik saham (owner’s).
 Sistem Insentif (Incentive System), merupakan sistem yang diketahui oleh karyawan
bahwa dengan peningkatan produktivitas individu maupun kelompok akan memperoleh sejumlah
insentif berdasarkan sistem insentif yang ada.
 Penetapan Sistem Kompensasi (Based Pay System), merupakan dasar bagi karyawan
untuk mengetahui porsi kompensasi (pembayaran) yang akan diterimanya apabila karyawan di
dalam melakukan tugas disertai kemampuan dan pengetahuan yang baik menyelesaikan
tugasnya.
Faktor-faktor diatas dapat menjadi pendorong untuk menciptakan kepuasan dan motivasi kerja
karyawan. Makin tinggi insentif yang diperoleh karyawan, akan makin tinggi kepuasan dan
motivasi kerja karyawan. Kondisi tingkat kepuasan dan motivasi kerja karyawan yang tinggi akan
menjadi suatu keunggulan bagi organisasi untuk bersaing. Dengan keunggulan ini, sumber daya
manusia perusahaan akan dapat mengikuti perubahan dan perkembangan pasar, sesuai dengan
permintaan konsumen atau pelanggan.
Metode Analisis dan Studi Kerja
Di dalam menjalankan tugas karyawan, apakah pelaksanaan tugas dapat menciptakan
produktivitas kerja atau tidak, maka perlu diadakan analisis dan studi kerja untuk mengetahui
setiap permasalahan yang ada di dalam pelaksanaan tugas karyawan, di samping untuk
pengembangan prosedur dan keamanan kerja, juga untuk meningkatkan kualitas kerja karyawan.
Langkah-langkah untuk itu dapat dilakukan dengan membuat diagram alir kerja (flow diagrams),
kartu prosedur kerja (process chart), kartu aktivitas (activity chart), kartu operasional (operation
chart).
 Diagram Alir Kerja (Flow Diagrams), menggunakan gambar-gambar untuk menganalisis
pergerakan manusia dan bahan atau material. Sehingga dapat di desain alir kerja yang paling
efisien dan paling aman.
 Kartu Prosedur Kerja (Process Chart), merupakan grafik yang menguraikan kegiatan dan
sinkronisasinya pada setiap langkah prosedur kerja, sehingga akan dapat dianalisis setiap
langkah-langkah tersebut apakah sudah dapat menghasilkan efisiensi dan kualitas kerja.
 Kartu Aktivitas (Activity Chart), yang berisi alur kegiatan beserta peralatan yang
dipergunakan, disertai kombinasi pemakaian mesin dan peralatan dari operator atau karyawan.
 Kartu Operasional (Operation Chart), yang menggambarkan bagian-bagian kegiatan,
yang digambarkan apa yang dilakukan tangan kiri dan kanan.
Dengan menganalisis gambaran, grafik dari setiap kegiatan ini akan dapat dilakukan
pengembangan dan perbaikan tugas lebih meningkat dan berkualitas.
Visualisasi Tempat Kerja
Visualisasi tempat kerja merupakan langkah yang paling baik untuk
melakukan monitoring karyawan di tempat kerja, sekaligus untuk manganalisis situasi di tempat
kerja apakah sudah memadai atau masih dapat lebih ditingkatkan. Tujuannya untuk
meningkatkan komunikasi antar karyawan atau karyawan dengan atasannya, dan karyawan
dengan peralatan yang ada. Visualisasi di tempat kerja dilakukan umpamanya di dalam
penggunaan peralatan operasional, gambaran tingkat persdiaan, gambaran cek-time untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan, gambaran informasi kebutuhan persediaan setiap hari,
gambaran monitor peralatan dan mesin yang memerlukan bantuan karyawan, serta gambar
prosedur kerja operasional yang secara spesifik di tempat kerja.
Standar Tenaga Kerja (Labor Standards)
Standar tenaga kerja digunakan untuk tujuan:
1. Mengevaluasi pelaksanaan tugas dalam pekerjaan karyawan, serta pemanfaatan
fasilitas operasional.
2. Untuk membuat forcasting, perencanaan, dan pengawasan.
Kedua tujuan standar tenaga kerja tersebut merupakan dasar untuk membuat keputusan
operasional.
Pengukuran Kerja (Work Measurement)
Pengukuran kerja merupakan penentuan tingkat dan kuantitas karyawan yang langsung
terlibat di dalam system konversi. Pertama-tama di tentukan standar waktu kerja karyawan
berdasarkan data kemampuan rata-rata kerja karyawan yang pada umumnya dilakukan dengan
cara mengadakan sampel pengamatan. Sampel tersebut terdiri dari sejumlah karyawan dengan
tingkat keterampilan yang berbeda, kemudian tingkat output yang diperoleh masing-masing
diukur. Dari hasil pengukuran itu diperoleh rata-rata kemampuan kerja mereka.
Menetapkan standar waktu karyawan (labor standar) dapat dilakukan melalui teknik
pengukuran kerja dengan beberapa macam pendekatan.
1. Pendekatan dengan Mengabaikan Formalitas
Pada usaha jasa, pada umumnya bersifat padat karya, standar karyawan diukur dengan
teknik ini, dengan demikian, gaji atau upah tidak di dasarkan atas efektivitas kerja.
2. Pendekatan Data Historis
Teknik ini menganggap bahwa apa yang sudah dilaksanakan adalah normal. Jadi standar
karyawan di tetapkan berdasarkan data pelaksanaan yang sudah dilakukan.
3. Pendekatan Waktu Langsung
Pada umumnya teknik ini disebut studi waktu atau stopwatch, dan alat yang digunakan
adalah stopwatch.
4. Pendekatan Sampel Kerja
Teknik ini dapat menggunakan metode Tippet yang diperkenalkan tahun 1934, di mana
Morrow merupakan orang pertama yang menggunakan metode ini di Inggris dan menyebutnya
“rasio penundaan”. Sejak 1952, metode tersebut berkembang pesat, khususnya di Amerika dan
negara-negara industri maju yang ada sekarang.
Dasar-dasar teknik ini menggunakan metode statistik dalam menentukan proporsi dan
besaran sampel. Langkah penggunaan teknik adalah :
1. Menentukan kegiatan yang bisa digolongkan sebagai kaitan bekerja dan tidak
bekerja terhadap objek studi (karyawan, mesin, atau kedua-duanya);
2. Menentukan lama waktu pengamatan terhadap satu unsur objek studi (umumnya
yang tergolong kepada kegiatan bekerja);
3. Menghitung proporsi satu unsur objek studi tersebut terhadap jumlah pengamatan
Penetapan tujuan dari strategi sumber daya manusia dan pengukuran kerja adalah manajemen
tenaga kerja dengan mendesain tugas setiap orang secara efektif dan efisien di dalam
pemanfaatannya. Fokus dari strategi sumber daya manusia adalah;
 Memanfaatkan secara efisien, dengan semua keterbatasannya untuk keputusan
manajemen operasional
 Memiliki kualitas kehidupan yang dapat diterima akal, untuk menciptakan suatu iklim untuk
membuat komitmen atas dasar saling mempercayai.
Pengalaman Masa Lalu (Work Sampling)
Standar pekerja dapat diestimasi berdasarkan apa yang telah terjadi di masa lalu yaitu
berapa jam kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Cara ini memiliki
kelebihan karena relatif murah dan mudah didapatkan. Standar seperti ini lazimnya didapatkan
datanya dari kartu waktu atau dari data produksi. Akan tetapi kelemahannya adalah tidak objektif
dan tidak dapat diketahui keakuratannya apakah kecepatan kerjanya layak atau tidak, dan
apakah kejadian yang tidak biasa sudah diperhitungkan atau belum. Oleh karena itu penggunaan
teknik ini tidak dianjurkan, maka tiga cara yang lain adalah yang dianjurkan.

PENGUKURAN KERJA
Pengukuran Kerja (Work Measurement) adalah tindakan pengukuran yang dilakukan
terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada suatu perusahaan. Hasil
pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan
informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan
memerlukan penyesuaian–penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian
Dalam pengukuran kerja, biasanya dilihat dari proses operasi dalam perusahaan dapat efisien
atau tidak biasanya didasarkan atas lama waktu untuk membuat suatu produk atau
melaksanakan suatu pelayanan (jasa). Jumlah waktu yang harus digunakan untuk
melaksanakan kegiatan tertentu dibawah kondisi kerja normal disebut standar pekerja (labor
standards).

METODE
Manajer operasional dapat menetapkan standar pekerja yang benar yaitu secara tepat
dapat menentukan rata-rata waktu yang dibutuhkan seorang karyawan untuk melaksanakan
aktivitas tertentu dalam kondisi kerja normal. Penetapan standar pekerja dapat menggunakan
empat cara yaitu :
Pengalaman Masa Lalu (Historical Experience)
Standar pekerja dapat diestimasi berdasarkan apa yang telah terjadi di masa lalu yaitu berapa
jam kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Cara ini memiliki kelebihan
karena relatif mudah dan murah didapatkan. Standar seperti ini lazimnya didapatkan datanya
dari kartu waktu pekerja atau dari data produksi. Akan tetapi kelemahannya adalah tidak
obyektif dan tidak dapat diketahui keakuratannya apakah kecepatan kerjanya layak atau tidak,
dan apakah kejadian yang tidak biasa sudah diperhitungkan atau belum. Oleh karena itu
penggunaan teknik ini tidak dianjurkan maka tiga cara yang lain adalah yang dianjurkan.
Studi Waktu (Time Study)
Studi waktu adalah bagian dari prosedur pengukuran kerja yang digunakan, dimana
usaha manusia menjadi bagian dari aktivitas produktif dan beberapa prosedur yang digunakan
untuk mengukur human time untuk beberapa konsep dari sebuah level standar dari suatu usaha
(Mundel and Danner, 1994).
Studi terhadap waktu dapat menunjukkan ukuran kerja, yang melibatkan teknik dalam
penetapan waktu baku yang diijinkan untuk melakukan tugas yang telah diberikan berdasarkan
ukuran suatu metode kerja dengan memperhatikan faktor kelelahan, pekerja dan kelambatan
yang tidak dapat dihindarkan. Analisa studi waktu dapat menggunakan beberapa teknik untuk
menetapkan sebuah standar yaitu dengan cara studi waktu menggunakan stopwatch,
pengolahan data dengan menggunakan komputerisasi, data standar, dasar mengenai data
gerakan, pengambilan contoh kerja, dan perhitungan berdasarkan masa lalu. Setiap teknik
mempunyai penerapan tersendiri pada setiap kondisi, studi analisis waktu harus dapat diketahui
ketika hal ini harus menggunakan teknik tertentu dan kemudian menggunakan teknik tersebut
secara benar.

Standar waktu digunakan untuk :


- menentukan tenaga kerja dan peralatan yang dibutuhkan;
- untuk membantu dalam pengembangan metode kerja yang efektif;
- untuk mengatur pekerja dalam melakukan pekerjaannya;
- untuk membantu dalam membandingkan performansi kerja dari suatu rencana yang sudah
ditetapkan dengan beban kerja dan sumberdaya yang digunakan;
- dan untuk melaksanakan pengukuran produktivitas secara total.
Aktivitas pengukuran waktu kerja diperkenalkan pertama kali untuk penyelesaian kerja.
Dengan adanya waktu ini maka sistem pengaturan upah atau insentif akan dapat dibuat
berdasarkan “a fair day’s pay for a fair day’s work”. Begitu pula dengan mengetahui waktu ini
maka estimasi akan keluaran kerja yang dihasilkan serta jadwal perencanaan kerja dapat dibuat
secara lebih akurat.

Standar Waktu Yang Telah Ditentukan (Predetermined Time Study)


Suatu pembagian pekerjaan manual menjadi elemen dasar kecil yang waktunya telah
ditetapkan dan dapat diterima secara luas. Caranya dengan menjumlahkan faktor waktu bagi
setiap elemen dasar dari pekerjaan. Cara ini membutuhkan biaya yang besar. Metode yang
paling umum adalah metode pengukuran waktu (MTM = Methods Time Measurement).
Standar waktu yang telah ditetapkan merupakan perkembangan dari gerakan dasar
yang disebut sebagai Therblig yang ditemukan oleh Frank Gilbreth, yang mencakup aktifitas
seperti memilih, mengambil, mengarahkan, merakit, menjangkau, memegang, beristirahat,
meneliti.
Standar waktu yang telah ditetapkan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan studi
waktu yaitu:
(1) Standar waktu dapat dibuat di laboratorium sehingga prosedur ini tidak mengganggu
aktifitas sesungguhnya,
(2) Karena standar dapat ditentukan sebelum pekerjaan benar-benar dilakukanmaka dapat
digunakan untuk membuat rencana,
(3) Tidak ada pemeringkatan kinerja yang dibutuhkan,
(4) Serikat pekerja cenderung menerima metode ini sebagai cara yang wajar untuk menetapkan
standar,
(5) Standar waktu yang telah ditentukan biasanya efektif pada perusahaan yang melakukan
sejumlah besar penelitian pada tugas yang sama.
Pengambilan Sampel Kerja (Work Sampling)
Metode ini dikembangkan di Inggris oleh L. Tipper pada tahun 1930. Pengambilan sampel kerja
memperkirakan persentase waktu yang dihabiskan oleh seorang pekerja pada beragam
pekerjaan. Hasilnya digunakan untuk menentukan bagaimana karyawan mengalokasikan waktu
mereka diantara aktivitas yang beragam. Hal ini akan mendorong adanya perubahan karyawan,
penugasan ulang, perkiraan biaya aktivitas dan kelonggaran keterlambatan bagi standar
pekerja. Apabila pengambilan sampel ini untuk menetapkan kelonggaran keterlambatan, maka
sering disebut penelitian rasio keterlambatan (ratio delay study). Prosedur dalam metode ini ada
lima langkah sebagai berikut:
(1) Mengambil sampel awal untuk mendapatkan sebuah perkiraan nilai parameter seperti
persentase waktu sibuk seorang pekerja,
(2) Hitung ukuran sampel yang dibutuhkan,
(3) Buat jadwal pengamatan pada waktu yang layak. Konsep angka acak digunakan untuk
menapatkan pengamatan yang benar-benar acak,
(4) Lakukan pengamatan dan catat aktivitas pekerja,
(5) Tentukan bagaimana pekerja menghabiskan waktu mereka biasanya dalam persentase.
Fokus pada pengambilan sampel kerja adalah untuk menentukan bagaimana para
pekerja mengalokasikan waktu mereka diantara beragam aktivitas yang dilakukannya. Hal ini
dapat dicapai dengan menetapkan persentase waktu yang dihabiskan oleh seorang pekerja
pada aktifitas yang ada pada sejumlah waktu tertentu. Seorang analis hanya mencatat aktivitas
yang dilakukan secara acak
Pengukuran Kerja Manajemen Operasi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel ini perlu diberi pranala ke halaman lain untuk
membantu pembentukan jaringan dalam ensiklopedia. Anda bisa
membantu mengembangkannya dengan menambahkan pranala yang sesuai ke
dalam kalimat yang ada. (Maret 2016)

Pengukuran Kerja (Work Measurement) adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap
berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada suatu perusahaan. Hasil pengukuran tersebut
kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi
pelaksanaan suatu rencana dan titik di mana perusahaan memerlukan penyesuaian–penyesuaian
atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.[1][2][3]
Dalam pengukuran kerja, biasanya dilihat dari proses operasi dalam perusahaan dapat efisien atau
tidak biasanya didasarkan atas lama waktu untuk membuat suatu produk atau melaksanakan suatu
pelayanan (jasa). Jumlah waktu yang harus digunakan untuk melaksanakan kegiatan tertentu
dibawah kondisi kerja normal disebut standar pekerja (labor standards).

Daftar isi
[sembunyikan]

 1Metode
o 1.1Pengalaman Masa Lalu (Historical Experience)
o 1.2Studi Waktu (Time Study)[5]
o 1.3Standar Waktu Yang Telah Ditentukan (Predetermined Time Study)
o 1.4Pengambilan Sampel Kerja (Work Sampling)
 2Referensi

Metode[sunting | sunting sumber]


Manajer operasional dapat menetapkan standar pekerja yang benar yaitu secara tepat dapat
menentukan rata-rata waktu yang dibutuhkan seorang karyawan untuk melaksanakan aktivitas
tertentu dalam kondisi kerja normal. Penetapan standar pekerja dapat menggunakan empat
cara [4] yaitu :
Pengalaman Masa Lalu (Historical Experience)[sunting | sunting sumber]
Standar pekerja dapat diestimasi berdasarkan apa yang telah terjadi di masa lalu yaitu berapa jam
kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Cara ini memiliki kelebihan karena
relatif mudah dan murah didapatkan. Standar seperti ini lazimnya didapatkan datanya dari kartu
waktu pekerja atau dari data produksi. Akan tetapi kelemahannya adalah tidak objektif dan tidak
dapat diketahui keakuratannya apakah kecepatan kerjanya layak atau tidak, dan apakah kejadian
yang tidak biasa sudah diperhitungkan atau belum. Oleh karena itu penggunaan teknik ini tidak
dianjurkan maka tiga cara yang lain adalah yang dianjurkan.
Studi Waktu (Time Study)[5][sunting | sunting sumber]
Studi waktu adalah bagian dari prosedur pengukuran kerja yang digunakan, di mana usaha manusia
menjadi bagian dari aktivitas produktif dan beberapa prosedur yang digunakan untuk
mengukur human time untuk beberapa konsep dari sebuah level standar dari suatu usaha (Mundel
and Danner, 1994).
Studi terhadap waktu dapat menunjukkan ukuran kerja, yang melibatkan teknik dalam penetapan
waktu baku yang diijinkan untuk melakukan tugas yang telah diberikan berdasarkan ukuran suatu
metode kerja dengan memperhatikan faktor kelelahan, pekerja dan kelambatan yang tidak dapat
dihindarkan. Analisis studi waktu dapat menggunakan beberapa teknik untuk menetapkan sebuah
standar yaitu dengan cara studi waktu menggunakan stopwatch, pengolahan data dengan
menggunakan komputerisasi, data standar, dasar mengenai data gerakan, pengambilan contoh
kerja, dan perhitungan berdasarkan masa lalu. Setiap teknik mempunyai penerapan tersendiri pada
setiap kondisi, studi analisis waktu harus dapat diketahui ketika hal ini harus menggunakan teknik
tertentu dan kemudian menggunakan teknik tersebut secara benar [6].
Standar waktu digunakan untuk menentukan tenaga kerja dan peralatan yang dibutuhkan; untuk
membantu dalam pengembangan metode kerja yang efektif; untuk mengatur pekerja dalam
melakukan pekerjaannya; untuk membantu dalam membandingkan performansi kerja dari suatu
rencana yang sudah ditetapkan dengan beban kerja dan sumberdaya yang digunakan; dan untuk
melaksanakan pengukuran produktivitas secara total [7]. Aktivitas pengukuran waktu kerja
diperkenalkan pertama kali untuk penyelesaian kerja. Dengan adanya waktu ini maka sistem
pengaturan upah atau insentif akan dapat dibuat berdasarkan “a fair day’s pay for a fair day’s work”.
Begitu pula dengan mengetahui waktu ini maka estimasi akan keluaran kerja yang dihasilkan serta
jadwal perencanaan kerja dapat dibuat secara lebih akurat.
Standar Waktu Yang Telah Ditentukan (Predetermined Time
Study)[sunting | sunting sumber]
Suatu pembagian pekerjaan manual menjadi elemen dasar kecil yang waktunya telah ditetapkan
dan dapat diterima secara luas. Caranya dengan menjumlahkan faktor waktu bagi setiap elemen
dasar dari pekerjaan. Cara ini membutuhkan biaya yang besar. Metode yang paling umum adalah
metode pengukuran waktu (MTM = Methods Time Measurement). Standar waktu yang telah
ditetapkan merupakan perkembangan dari gerakan dasar yang disebut sebagai Therblig yang
ditemukan oleh Frank Gilbreth, yang mencakup aktivitas seperti memilih, mengambil, mengarahkan,
merakit, menjangkau, memegang, beristirahat, meneliti.
Standar waktu yang telah ditetapkan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan studi waktu
yaitu:
(1) Standar waktu dapat dibuat di laboratorium sehingga prosedur ini tidak mengganggu aktivitas
sesungguhnya,
(2) Karena standar dapat ditentukan sebelum pekerjaan benar-benar dilakukanmaka dapat
digunakan untuk membuat rencana,
(3) Tidak ada pemeringkatan kinerja yang dibutuhkan,
(4) Serikat pekerja cenderung menerima metode ini sebagai cara yang wajar untuk menetapkan
standar,
(5) Standar waktu yang telah ditentukan biasanya efektif pada perusahaan yang melakukan
sejumlah besar penelitian pada tugas yang sama.
Pengambilan Sampel Kerja (Work Sampling)[sunting | sunting sumber]
Metode ini dikembangkan di Inggris oleh L. Tipper pada tahun 1930. Pengambilan sampel kerja
memperkirakan persentase waktu yang dihabiskan oleh seorang pekerja pada beragam pekerjaan.
Hasilnya digunakan untuk menentukan bagaimana karyawan mengalokasikan waktu mereka di
antara aktivitas yang beragam. Hal ini akan mendorong adanya perubahan karyawan, penugasan
ulang, perkiraan biaya aktivitas dan kelonggaran keterlambatan bagi standar pekerja. Apabila
pengambilan sampel ini untuk menetapkan kelonggaran keterlambatan, maka sering disebut
penelitian rasio keterlambatan (ratio delay study). Prosedur dalam metode ini ada lima langkah
sebagai berikut:
(1) Mengambil sampel awal untuk mendapatkan sebuah perkiraan nilai parameter seperti
persentase waktu sibuk seorang pekerja,
(2) Hitung ukuran sampel yang dibutuhkan,
(3) Buat jadwal pengamatan pada waktu yang layak. Konsep angka acak digunakan untuk
menapatkan pengamatan yang benar-benar acak,
(4) Lakukan pengamatan dan catat aktivitas pekerja,
(5) Tentukan bagaimana pekerja menghabiskan waktu mereka biasanya dalam persentase.
Fokus pada pengambilan sampel kerja adalah untuk menentukan bagaimana para pekerja
mengalokasikan waktu mereka di antara beragam aktivitas yang dilakukannya. Hal ini dapat dicapai
dengan menetapkan persentase waktu yang dihabiskan oleh seorang pekerja pada aktivitas yang
ada pada sejumlah waktu tertentu. Seorang analis hanya mencatat aktivitas yang dilakukan secara
acak

Anda mungkin juga menyukai