Dikumpul
Dikumpul
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Kebencanaan
Kelompok 4
Heri Purnomo (15/380191/SV/07998)
Lubby Salim M S (15/384743/SV/09100)
Fenni Nursita Sari (15/386732/SV/10118)
Judul :
SEKOLAH VOKASI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia dan bencana merupakan dua hal yang seolah tidak dapat
dipisah. Fenomena alam yang lumrah terjadi ini, pada awalnya adalah bahaya dan
akan berubah menjadi bencana bila terdapat aktivitas kehidupan manusia yang
berada di sekitarnya. Masalah pun akan menjadi kompleks jika bertemu dengan
terhambat, kondisi psikologis juga ikut terganggu, perasaan putus asa korban
persoalan administrasi publik dan kebijakan publik, karena menyangkut isu- isu
berikut : siapa korbannya?, berapa banyak anggaran yang harus dikeluarkan?, siapa
daerah, upaya pengurangan risiko bencana (PRB) merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Ini
terhadap risiko bencana (Roem, 2013). Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam
organisasi dengan tujuan untuk mencapai hasil akhir tertentu (Helfat & Peteraf,
2003).
negara sendiri lalai dari tanggung jawabnya, maka akan terjadi problematika yang
lebih besar lagi, tentunya berdampak di segala sektor dan berpengaruh pada
merupakan sebuah prioritas nasional dan lokal harus dilaksanakan dengan dasar
kelembagaan yang kuat, sebagaimana yang termaktub dalam Perka BNPB Nomor
Mengelola bencana alam merupakan inti dari kebijakan nasional, oleh karena itu,
semua level pemerintahan harus memiliki peran dan kebijakan yang jelas untuk
kelembagaan dalam hal ini belum memiliki kapabilitas yang memadai, karena
masih terlihat dari semrawutnya tata kelola (manajemen) bencana mulai dari fase
(produk dari) tiga hal pokok yaitu : struktur organisasi, sumberdaya manusia dan
finansial. Kapabilitas dinilai berhasil jika suatu fungsi atau tugas-tugas pokok
yang telah ditetapkan dari pekerjaan tim organisasi atau sistem dianggap telah
sesuai atau dijalankan apabila turut menyumbang tercapainya misi dan tujuan
yang strategis secara efektif, efisien dan berkelanjutan. Dalam ilmu manajemen,
kapabilitas organisasi dinyatakan sebagai faktor penentu keberhasilan program
dari perannya dalam implementasi program. Hal ini sebagaimana dalam Riawan et
keberhasilan implementasi.
Salah satu negara yang sering dijadikan contoh dalam manajemen bencana
gempabumi dan tsunami, sama halnya dengan Indonesia (Pratama, 2014). Jepang
memiliki sistem peringatan dini yang paling baik di dunia. Pemerintahan yang
baik dan penegakan hukum juga menjadi faktor krusial yang menyelamatkan jiwa
rumah sakit tidak ada yang rubuh saat terjadi gempa, sebab fasilitas publik dibangun
tanpa pungli dan korupsi dari penyelenggara negarannya. Bukti lain dari tanggung
jawab dan kesiapsiagaan Pemerintah Jepang secara cepat dan tepat adalah
pengumuman keadaan darurat nasional hanya dua jam setelah gempa terjadi.
sebagaimana yang terjadi pada peristiwa tsunami di 11 Maret 2011 silam (Azhari,
2011). Jepang telah menunjukan bahwa dengan adanya kapabilitas yang baik dari
efektif.
Ketika bencana mulai menjadi ancaman serius, orang semakin sadar,
seluruh proses dan hasil pembangunan yang sudah dilakukan, oleh karena itu,
pembangunan tidak dapat dipisahkan dari bencana sebab “Kita Hidup Akrab dengan
namun berbagai kejadian bencana alam yang ada di Indonesia secara umum
banyak terjadi di kawasan pesisir. Risiko bencana yang terjadi di kawasan pesisir
Kawasan pesisir mengalami tekanan yang besar baik dari segi proses fisik maupun
(2003) wilayah pesisir Indonesia sangat kaya akan sumberdaya alam yang
penduduk, disisi lain juga rentan terhadap tekanan lingkungan dan bencana alam.
tempat pertemuan dua lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia dan Lempeng
Indo-Australia yang secara tektonik sangat aktif dan dapat menjadi sumber
gempa, 29 menit kemudian tsunami. Luas lahan terpapar 37.722 ha dengan jumlah
Disisi lain, meskipun berada dalam zona bahaya tsunami, kawasan pesisir
pelabuhan perikanan, bandara, dan tambang pasir besi akan dibangun di sepanjang
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 1.2 tersebut, dapat disimpulkan
wisata pantai yakni sebanyak 338.642 orang dengan persentase 82% dibanding
dengan objek wisata lainnya. Total pendapatan bersih daerah terbanyak juga berasal
pemasukan daerah yang cukup besar. Total lahan di sepanjang pesisir Kulonprogo
seluas 2.927 ha, dari luasan itu, 80% atau sekitar 2.066 ha potensial untuk usaha
pertanian antara lain untuk budidaya cabai. Tahun 2013 produktivitas cabai di lahan
pesisir jauh lebih tinggi dibanding lahan lain. Produktivitas cabai di lahan pesisir
mencapai 14-15 ton/ha, sedangkan di lahan selain pesisir rata-rata hanya mencapai
Kerangka Kerja Sendai 2015-2030. Penelitian ini akan terfokus pada kapabilitas
Kulonprogo.
bencana beberapa telah dilakukan, namun belum ada yang membahas secara khusus
memulihkan dari dampak bahaya alam. Ia menilai kapabilitas tersebut akan timbul
pelatihan, alokasi sumber daya, latihan simulasi) dan ditinjau secara teratur. Jika
akan menjadi tolak ukur keberhasilan jika pemerintah daerah memiliki struktur
yang jelas, peran, tanggung jawab, dan hubungan dengan semua tingkatan
pemerintahan lainnya, sumber daya serta keuangan yang cukup untuk mendukung
(2014) indikator kapasitas dilihat dari aspek kelembagaan, SDM, dan keuangan.
Penelitian Triawan dan Suroso (2012) juga terdapat kesamaan dalam menentukan
dalam hal ini penelitian Fathoni (2013) sedikit berbeda, karena pengukuran
2. Developing Disaster 1. Memberikan sebuah kerangka kerja Penelitian kualitatif. 1. Mengkaji kapabilitas dalam manajemen bencana,
Management Capability: An untuk pengembangan dan evaluasi fokus pada perencanaan kesiapsiagaan dalam respon
Assessment Centre Approach, hasil simulasi secara kritis; tanggap darurat dikhususkan bagi para praktisi;
(Paton & Jackson, 2012) 2. Meningkatkan kompetisi kognitif 2. Rancangan kerangka kerja untuk pengembangan
yang mendasar untuk komunikasi dan evaluasi kritis dari hasil simulasi.
dan pembuatan keputusan dalam
tanggap darurat.
3. Understanding and Reducing 1. Memperluas pemahaman konsep Studi literatur. 1. Merekomendasikan pergeseran pemikiran ke arah
Vulnerability: from The kerentanan; konsep kerentanan dari pada prioritas terhadap
Approach of Liabilities and 2. Memberikan panduan kebijakan bahaya;
Capabilities (McEntire, 2012) bagi para praktisi. 2. Kerentanan diatasi dengan mengurangi risiko,
meningkatkan ketahanan (infrastruktur),
meningkatkan daya tahan (manusia).
4. Studi Kapasitas Pemerintah 1. Mengetahui tingkat kapasitas yang Deskriptif kualitatif dengan Kota Pariaman memiliki kapasitas regulasi, aparatur
Daerah dalam Pengurangan dimiliki Pemerintah Kota Pariaman metode desk study dan dan pembiayaan yang masih lemah. Faktor-faktor
Risiko Bencana Gempabumi. dalam pengurangan risiko survey research. yang dinilai sangat mempengaruhi tingkat kapasitas
Studi Kasus: Kota Pariaman, gempabumi; ini adalah terbatasnya regulasi, minimnya SDM
Sumatera Barat (Triawan & 2. Melihat faktor yang mempengaruhi aparatur dan pembiayaan.
Suroso, 2012) kapasitas.
Tabel 1.3 Lanjutan
No. Judul Penelitian Tujuan Metode Temuan
5. Studi Kapasitas Pemerintah 1. Mempelajari kapasitas Pemerintah Mix method. 1. Kapasitas Pemda dalam PRB PI rendah;
Daerah Dalam Pengurangan Daerah; 2. Terdapat 4 SKPD yang berperan dalam PI yaitu
Risiko Bencana Akibat 2. Menganalisis pembagian; BPBD,DKP,BLH, dan PU sedangkan SKPD lain
3. Merumuskan strategi penguatan belum memasukan PRB PI dalam rencana kerjanya;
Perubahan Iklim di Pulau-pulau
kapasitas Pemda. 3. Strategi penguatan kapasitas yang dapat dilaksanakan
Kecil : Kasus di Kabupaten Alor yaitu memperkuat kelembagaan dan regulasi,
Provinsi Nusa Tenggara Timur membentuk forum PRB yang mempertemukan
(Fathoni, 2013) seluruh pemangku kepentingan secara teratur, serta
melakukan PRB berbasis masyarakat melalui
pelatihan dan simulasi.
6. Analisis Kapasitas dalam 1. Kajian kapasitas kelembagaan, Kuantitatif deskriptif. 1. Spesialisasi tugas dan kompetensi personil yang
Tanggap Darurat SDM, dan Keuangan dalam mengisi peran dalam struktur organisasi belum
Penanggulangan Bencana Banjir tanggap darurat; memadai dan merata, hubungan antara dinas terkait
2. Menemu kenali kapasitas yang tanggap darurat penanggulangan bencana banjir
: Studi Kasus Penanggulangan
paling berpengaruh. belum ada;
Bencana Banjir di Kabupaten 2. SDM masih rendah, pengetahuan dan pelatihan yang
Nias Utara (Zendrato, 2014) belum merata;
3. Ketersediaan dana cadangan tanggap darurat tidak
rutin dianggarkan;
4. Kapasitas kelembagaan memiliki pengaruh lebih
besar daripada kapasitas SDM dan keuangan dalam
tanggap darurat penanggulangan bencana banjir.
KESIMPULAN DAN SARAN
dan tujuan penelitian. Bab ini juga memuat saran yang merupakan sumbangsih
Kulonprogo.
KESIMPULAN
tsunami di Kulonprogo
tertuang dalam Kerangka Kerja Sendai untuk pengurangan risiko bencana 2015-
2030 yang terdiri dari : prioritas 1 tentang memahami risiko bencana, prioritas 2
tentang penguatan tata kelola risiko bencana, prioritas 3 tentang investasi dalam
pada level 5, sedangkan kesiapan kajian risiko bencana daerah di level 4. Prioritas
2 terdiri dari indikator peran partisipatif dari komunitas lokal dalam PRB berada
pada level 4 dan indikator prosedur untuk menilai dampak risiko bencana dari
indikator sumber daya finansial di tingkat pemerintahan untuk PRB di level 4 dan
indikator kesiapan pembangunan sosial di daerah rawan bencana juga berada pada
level yang sama. Prioritas 4 terdiri dari indikator kesiapan sistem peringatan dini
tsunami daerah berada pada level 5 dan indikator kapasitas teknis operasional untuk
presepsi dan kehendak terhadap tujuan yang ingin dicapai, regulasi yang
SARAN
Bagi Pemerintah
Dibutuhkan komitmen politik yang t inggi dari pemerintah daerah yang
apabila terjadi bencana. Hal-hal seperti biaya atau jumlah, urgensi atau waktu,
kegawatan atau akibat buruk, dan perkiraan hasil dapat menjadi pertimbangan
dalam menentukan dasar prioritas dan masalah bencana termasuk salah satu yang
utama.
Prinsip yang mendasar dari desentralisasi dan otonomi daerah yang luas,
ditekankan pada strategi dalam hal distribusi dana bantuan pembangunan itu
sendiri kepada daerah secara proporsional menurut kriteria yang rasional, sesuai
kondisi, potensi serta problem khusus di daerah yang bersangkutan dan
masyarakat, LSM, dan swasta. Penelit ian ini juga hanya terbatas dalam lingkup
kabupaten (lokal). Sementara itu, pada Kerangka Kerja Sendai tidak hanya
membahas peran PRB lingkup lokal saja, namun juga pada aksi lintas sektor
lainnya yang meliputi tingkat nasional, regional, dan global. Kapabilitas kinerja
pemerintah dalam pandangan dan penilaian publik juga tidak dibahas secara detail
di sini, padahal menurut teori administrasi hal ini sangat berpengaruh terhadap
kualitas pelayanan publik. Oleh karena itu, diharapkan bagi penelitian selanjut nya
terbatas pada bencana tsunami saja, melainkan juga pada bencana lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail
&act=view&typ=html&buku_id=98010&obyek_id=4
Astuti, E. Z.L. (2012). Konflik Pasir Besi: Pro dan Kontra Rencana Penambangan
Pasir Besi di Kabupaten Kulon Progo. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
16(1), 62-74.
BPBD Bantul. (2014). BPBD DIY Tingkatkan Kapasitas Staf dan Operator
Pusdalops PB. https://bpbd.bantulkab.go.id/ (diunduh pada 10 Februari
2016.