Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TENTANG TRAUMA ABDOMEN

Dosen Pengajar :
Nurma Afiani, S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh :
Kelompok 4

Florentina Narus (1608.14201.484)


Marzella I.C. Milla (1608.14201.498)
Riskayani (1608.14201.509)
Yustina Mete
Ferdianto R. Nene
Julian Mahendra

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah,


taufik, dan inayahnya kepada kita semua. Sehingga tugas makalah ini dapat
terselesaikan. Makalah yang berjudul “TRAUMA ABDOMEN ”ini dengan
tujuan untuk mengetahui teori tentang pasien dengan Trauma Abdomen
Mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan
makalah ini terdapat banyak kesalahan didalamnya. Kami mengharapkan
saran dan kritik yang membangun demi tercapainya kesempurnaan makalah
selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan


bagi pembaca umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Penulis,

2
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah ................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Otitis Media ................................................................... 6
2.2 Etiologi ........................................................................................ 7
2.3 Patofisologi ................................................................................. 8
2.4 Manifestasi Klinik ........................................................................ 9
2.5 Penatalaksanaan ...................................................................... 10
2.6 Komplikasi ................................................................................ 11
2.7 Asuhan Keperawatan................................................................ 12
2.8 Diagnosa .................................................................................. 13
2.9 Rencana Tindakan Keperawatan .............................................. 13
2.10
Evaluasi............................................................................................. 19

BAB III STUDI KASUS


BAB IV PEMBAHASAAN
3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 24
3.2 Saran ................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA 25

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abdomen adalah sebuah ronga besar yang dilingkupi oleh otot-


otot perut pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna
spinalis di sebelah dorsal. Bagian atas abdomen berbatasan dengan
tulang iga atau costae. Trauma pada penduduk sipil masih tetap
merupakan penyebab kematian pada seluruh kelompok usia terutama
pada usia produktif yaitu kelompok usia di bawah 45 tahun. Lebih dari
setengah pasien trauma merupakan akibat kecelakaan lalu lintas,
selebihnya akibat terjatuh, luka tembak dan luka tusuk, keracunan, luka
bakar, dan tenggelam. Trauma abdomen menempati peringkat ketiga
sebagai penyebab kematian akibat trauma setelah cedera kepala
dan cedera pada dada. Trauma abdomen merupakan penyebab yang
cukup signifikan bagi angka kesakitan dan kematian di Amerika
Serikat. Trauma abdomen yang tidak diketahui (terlewatkan dari
pengamatan) masih tetap menjadi momok penyebab kematian yang
seharus- nya bisa dicegah (preventable death).
Diagnosis dan penanganan yang tepat dari trauma abdomen
merupakan unsur terpenting dalam mengurangi kematian akibat
trauma abdomen. Pada pasien trauma penilaian abdomen merupakan
salah satu bagian yang menarik. Penilaian sirkulasi saat survei awal
harus mencakup deteksi dini dari kemungkinan adanya perdarahan
yang tersembunyi di dalam abdomen dan pelvis pada pasien trauma
tumpul. Trauma tajam pada dada diantara puting dan perineum harus
dianggap potensial menyebabkan cedera intra- abdominal. Pada
penilaian abdomen, prioritas maupun metode yang terbaik sangat
ditentukan oleh mekanisme trauma, berat dan lokasi trauma maupun
status hemodinamik penderita.
Sebagian dokter (ahli bedah) menganggap bahwa ruptur organ
berongga dan perdarahan dari organ padat akan menyebabkan
peritonitis dan akan mudah diketahui tapi kenyataannya gejala
fisik yang tidak jelas, kadang ditutupi oleh nyeri (shadowed by pain)
akibat trauma ekstra abdomen dan dikaburkan oleh intoksikasi atau
trauma kepala yang semuanya merupakan alasan utama
terlewatkannya diagnosis trauma abdomen. Sebagai tambahan, lebih
dari sepertiga pasien trauma abdomen yang membutuhkan tindakan
operasi segera. (Emergency laparotomy) pada awalnya mempunyai
gejala yang tidak khas (benign physical examination), sehingga klinisi
yang kurang waspada menganggap bahwa tidak ada trauma
abdomen.1,4
Untuk dua mekanisme yang berbeda yaitu trauma tajam
(penetrans) dan trauma tumpul (non penetrans) terdapat pendekatan
diagnostik yang berbeda. Adanya luka penetrasi saja sudah menarik

4
perhatian akan besarnya kemungkinan terjadi trauma pada organ
intra abdominal, sedangkan pada trauma tumpul biasanya terjadi
multisistem trauma yang menyebab-kan diagnosis lebih sulit
ditegakkan. Agar hasil pemeriksaan baik, selain pemeriksaan fisik
diperlukan alat bantu diagnostik. Alat bantu utama yang ada saat
ini ialah Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), Computed Tomography
(CT), Ultrasonography (USG), atau Diagnostic Laparoscopy (DL).
Tantangan terbesar dokter (ahli bedah) ialah bagaimana
menghindari laparotomi negatif yaitu ketika tidak ditemukannya
cedera organ intraabdomen saat laparotomi dengan cara
pemeriksaan fisik dan modalitas alat diagnostik.

1.2 Tujuan Masalah


1. Tujuan umum
Untuk mengetahui tentang penyakit trauma abdomen secara
umum.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian trauma abdomen
b. Mengetahui tentang macam-macam otitis media
c. Mengetahui penyebab trauma abdomen
d. Mengetahui tanda dan gejala otitis media
e. Mengetahui patofisiologi otitis media
f. Mengetahui penatalaksanaan pada pasien dengan otitis
media
g. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan otitis
media

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang
mengakibatkan cedera (Sjamsuhidajat, 1997). Trauma abdomen
terbagi menjadi jenis : Trauma terhadap dinding abdomen.Trauma
pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen ,disebabkan oleh trauma tumpul .
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera abdomen ,
tetapi trauma tumpul pada abdomen dapat terjadi karena
kecelakaan motor , jatuh, atau pukulan.
2. Laserasi , merupakan trauma tembus abdomen yang
disebabkan oleh luka tembakan atau luka tusuk yang bersifat
serius dan biasanya memerlukan pembedahan. Hampir
semua luka tembak membutuhkan bedah ekspolarasi, luka
tusuk mungkin lebih ditangani secara konservatif. ( Smeltzer,
2001) Trauma abdomen adalah terjadinya cedera atau
kerusakan pada organ abdomen yang menyebabkan
perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme ,
kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ.
B. ETIOLOGI
Penyebab trauma abdomen menurut Sjamsuhidajat (1997) antara
lain : trauma, iritasi , infeksi,obstruksi dan operasi . Kerusakan organ
abdomen dan pelvis dapat disebabkan trauma tembus ,biasanya
tikaman atau tembakan dan trauma tumpul akibat kecelakaan
mobil,pukulan langsung atau jatuh.. Luka yang tampak ringan bisa
menimbulkan cedera eksterna yang mengancam nyawa
(Boswick,1996).
C. Patofisiologi
Trauma abdomen terjadi karena trauma ,infeksi ,iritasi dan
obstruksi. Kemungkinan bila terjadi perdarahan intra abdomen yang
serius pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai
penurunan hitung sel darah merah dan akhirnya gambaran klasik syok
hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda
–tanda perforasi ,tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-
tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan , nyeri
spontan ,nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah
terjadi peritonitis umum. Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami
tatikardi dan peningkatan suhu tubuh , juga terdapat leukositosis.
Biasanya tanda –tanda peritonitis belum tampak .Pada fase awal
perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul . Bila
terdapat kecurigaan bahwa masuk kerongga abdomen , maka operasi
harus dilakukan (Sjamsuhidajat ,1997).
D. Manifestasi klinik

6
Manifestasi klinis trauma abdomen dapat meliputi : nyeri
(khususnya karena gerakan),nyeri tekan dan lepas(mungkin
menandakan iritasi peritonium karena cairan gastrointestinal atau
darah)distensi abdomen ,demam, anoreksia, mual dan muntah
,tatikardi ,peningkatan suhu tubuh ( Smeltzer,2001)
E. Tanda Dan Gejala menurut (FKUI, 1995) :
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) :
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
b. Respon stres simpatis
c. Perdarahan dan pembekuan darah
d. Kontaminasi bakteri
e. Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritonium)
a. Kehilangan darah
b. Memar / jejas pada dinding perut
c. Kerusakan organ-organ
d. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity)
dinding perut.
e. Iritasi cairan usus

F. Komplikasi
Komplikasi Trauma Abdomen menurut (Smeltzer, 2001)
1. Segera : hemoragi, syok, dan cedera
2. Lambat : infeksi
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan
hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000 /mm tanpa
terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup
banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang
meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas
atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan
kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara
bebas retro perineal dekat duodenum, corpus alineum dan
perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin

7
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya
trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada
persangkaan trauma pada ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus
dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL
inihanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi
(gold standard).
a) Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
1. Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan
sebabnya
2. Trauma pada bagian bawah dari dada
3. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
4. Pasien cedera abdominal dengan gangguan
kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
5. Pasien cedera abdominal dan cedera medula
spinalis (sumsum tulang belakang)
6. Patah tulang pelvis
b) Kontra indikasi relatif melakukan DPLadalah sebagai
berikut :
1. Hamil
2. Pernah operasi abdominal
3. Operator tidak berpengalaman
4. Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum
dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retro
peritoneum.
a. Pemeriksaan khusus
Abdomonal Paracentesis Merupakan pemeriksaan tambahan
yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan
dalam rongga peritoneum. Lebih dari100.000 eritrosit /mm
dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah
dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit,
merupakan indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan Laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut
abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-
sigmoidoskopi.

H. Penatalaksanaan

1. Pre Hospital

8
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi
dilokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan
bersihkan jalan napas.

a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membukajalan napas
menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan
kepala dan mengangkat dagu,periksa adakah benda asing
yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.

b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan
dengan menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak
lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau
tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).

I. Asuhan keperawatan

1. PENGKAJIAN
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan
singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Brunner & Suddart (2001), adalah
a. Aktifitas / istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala,nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam
keseimbangan cedera (trauma).
b. Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c. Integritas
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku / kepribadian (tenang
atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih / usus atau
mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
makan.

9
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
f. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara,vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma,
perubahan statusmental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi
yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas
i. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang
gerak.

J. Diagnosa keperawatan

1. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan


perdarahan.

2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka


penetrasi abdomen.

3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status


kesehatan

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.

6. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan


perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi,
prosedur invasif dan kerusakan kulit. infeksi tidak terjadi /
terkontrol.

K. Intervensi Keperawatan

1. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan


perdarahan
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital

R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan


b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan

10
vitamin
R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan
c. Kaji tetesan infus
R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi
tubuh.
e. Tranfusi darah
R/ menggantikan darah yang keluar.

2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka


penetrasi abdomen.
Tujuan : Nyeriteratasi
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri
R/ mengetahui tingkat nyeri klien.
b. Beri posisi semi fowler.
R/ mengurngi kontraksi abdomen
c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan
perhatian
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
e. Managemant lingkungan yang nyaman
R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman
klien

3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan


status kesehatan
Tujuan : Ansietas teratasi
Intervensi :
a. perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan
yang berhasil pada waktu lalu
R/ koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas
dan rasa takut dan berikan penanganan
R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi
masalah dan untuk memberikan penjelasan kepada klien.
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beripenguatan penjelasan
mengenai penyakit
R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan
dilakukan, klienmengerti dan diharapkan ansietas berkurang
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dantanpa stres
R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman
dalam menghadapi situasi

11
e. Dorong dan dukungan orang terdekat
R/memotifasi klien

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : Dapat bergerak bebas
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
R/ meminimalisir pergerakan kien
c. Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien
d. Bantu kebutuhan pasien
R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasarklien
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.


Tujuan:
Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan
luka
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka
dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan,
misalnya debridement.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional :
a. mengetahui tingkat kerusakan kulit klien
b. mengkaji resiko terjadinya infeksi
c. mengontrol tanda-tanda infeksi
d. membantu proses penyembuhan luka dan menjaha agar luka
kering dan bersih
e. memperbaiki keutuhan integritas kulit secara cepat
f. menjaga luka agar tidak terpapar mikroorganisme
g. membunuh mikroba penyebab infeksi

12
6. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi,
prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
• Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus,
kateter, drainase luka,
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan
darah, seperti Hb dan leukosit.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

Rasional :
a. mengetahui keadaan umum klien
b. menjaga agar luka bersih dan kering
c. mencegah terjadi infeksi lebih lanjut
d. memberikan data penunjang tentang resiko infeksi
e. membunuh mikroorganisme penyebab infeksi

13
BAB III
TREND ISU
A. Studi kasus
Seorang anak 16 tahun dibawa ke UGD RS UMM dengan keluhan nyeri
hebat di seluruh perutnya setelah menabrak sebuah truk yang diparkir di
tepi jalan. Kejadian tersebut ±45 menit sebelum masuk rumah sakit. Dari
hasil anamnesis diketahui bahwa saat korban mengendarai sepeda
motor, kecepatan tinggi, dan memakai helm sambil menerima telepon,
pasien tidak sadar kalau ada sebuah truk yang terparkir ditepi jalan dan
korban menabrak bagian belakang truk hingga t er ja t u h. Sa a t keja dia
n kor b a n mengaku tetap sadar namun perutnya terasa sakit akibat
membentur stang kemudi sepeda motornya. Korban juga merasakan
nyeri menjalar sampai di bahu sebelah kirinya disertai rasa mual tetapi
tidak muntah. Korban mengaku ba da n t era sa lema s dan ma ta
berkunang-kunang.
P a da p emer i ks a a n f is ik t r a u ma (primary survey) didapatkan
airway (A): clear; breathi ng (B) : bentuk dan gerak simetris, vesicular
breath sound simetris kanan dan kiri, ronchi dan wheezing negatif;
circulation (C): nadi 120x/menit, tensi 85/50 mmHg , ca p p i l a r y ref i l l t i
me 4 det ik; disability: GCS 15, pupil bulat isokor, reflek cahaya positif.
Pada secondary survey (p emer iks a a n h ea d t o t o e) t a mp a k
konjungtiva anemis. Regio abdomen hanya didapatkan vulnus
ekskoriatum (luka lecet) di kuadran kiri atas (gambar 1). Bising usus
masih ada tapi terdengar lemah. Didapatkan nyeri tekan diseluruh perut
dengan punctum ma xi mu m di p er u t k u a dr a n kir i a t a s . P emer iks
a a n p eka k p inda h ( s h i f t i n g duln ess) t idak dilakukan karena
pas ien mengeluh nyeri saat perubahan posisi. Pada pemeriksaan bagian
tubuh lainnya tidak didapatkan kelainan yang berarti selain vulnus
ekskoriatum di tangan dan kaki. Ha sil labora tor iu m didapa tka n
Hb8,5g%, leukosit 26.500/mm3, Ureum 29mg%, Kreatinin 1,00mg%. SGOT
24U/l, dan SGPT.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan la b o r a t or iu m p a s ien t er s
eb u t di a t a s didiagnosis dengan “syok hemorrhagik kelas III ec suspek
ruptur organ solid ec trauma tumpul abdomen”. Pemeriksaan penunjang
lanjutan yang dilakukan adalah pemeriksaan FAS T (Fo cu s ed Ab
d o men wi t h Sonography for Trauma) guna mengetahui ada tidaknya
cairan bebas intraabdomen. Hasilnya adalah ditemukan fluid collection di
mo r i s o n p o u ch , s p l en o ren a l , d a n ret ro vesi ca . Tindaka n emerg
en cy pa da pasien tersebut di UGD adalah resusitasi cairan RL
sebanyak 2000cc, pemasangan kateter untuk monitoring diuresis dan
NGT untuk dekomp resi ab domen. Pemberian antibiotika profilaksis dan
H2 Blocker untuk 3 0 U/ l. Unt u k gu la da r a h da n p r ofil pembekuan
darah dalam batas normal. mencegah stress ulcer. Dilakukan persiapan t
ra ns fus i dar a h denga n Pack Red Cel l (PRC) Setelah cairan RL
masuk sebanyak 2000cc dilakukan pengukuran vital sign namun tensi

14
menjadi 80/50mmHg dan nadi 120x/menit. Diputuskan untuk dilakukan
pembedahan exploratory laparotomy cito. Setelah dilakukan informed
consent kepada penderita dan keluarga, akhirnya operasi dilakukan
dalam general anesthesia. Saat operasi ditemukan darah di intra
abdomen ±1300cc bercampur dengan usus dan organ abdomen lainnya.
Segera dilakukan evakuasi blood clot dan suction serta packing di 4 ku
a dr a n a b domen u nt u k meloka l is ir perdarahan dan mencari sumber
perdarahan. Akhi r nya dit emu ka n b a hwa s u mb er perdarahan
berasal dari ruptur lien. Dicoba dilakukan Splenorraphy dan tidak berhasil,
akhirnya diputuskan dilakukan splenectomy total dengan memotong
pedikel lien terlebih dahulu untuk menghent ikan p erdara han
dilanjutkan dengan memotong ligamentum g a s t r o l i e n a l i s , s p l e
n o c o l i c a , s p l e n o p h ren i ca , da n s p l e n o ren a l i s . Akhir nya lu
ka op era s i dit u t u p denga n meninggalkan 2 buah vacuum drain dan 1
buah penrose drain di dinding abdomen.
Temuan saat operasi: A. Darah int r a a b domen ±1 3 0 0 cc ; B.
Sumber perdarahan adalah ruptur lien (panah putih); C. Dilakukan
Splenorraphy (panah putih); D. P a s c a S p l en ect o my den ga n memo
t ong ke-4 lig a men penggantung lien (panah putih); E. P enu t u p a n
dinding a b domen dengan meninggalkan 2 buah vacuum drain (panah
putih) dan 1 buah penrose drain (panah hitam). Setelah penutupan
dinding abdomen selesai, maka dilakukan pengecekan pada organ lien
dan didapatkan robekan pada facies diafragmatica berbentuk stellate dan
tembus (through end through) sampai ke facies visceralis. Hari ke-4
operasi vacuum drain sudah dilepas dan hari ke-5 operasi penrose drain
sudah dilepas. Pasien mobilisasi hari ke-5 sampai 6 dan pasien sudah bisa
pulang dengan membawa obat antibiotika dan analgetika. Benang jahitan
baru dilepas setelah 21 hari pasca operasi saat kontrol di poli bedah

15
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma abdomen yang disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak
menyebabakan kerusakan pada organ-organ padat maupun organ-organ
berongga pada abdomen dibandingkan dengan trauma abdomen yang
disebabkan oleh benda tajam.

B. Saran
Bagi seorang perawat dalam penanganan pasien tang mengalami trauma
abdomen yaitu perawat harus memperhatikan atau melakukan tindakan
kegawatdaruratan yang cepat dan tepat terutama pada kasus trauma
abdomen akibat cidera atau kecelakaan.

16
DAFTAR PUSTAKA

(Kandou & Sapan, n.d.)Kandou, P. R. D., & Sapan, H. B. (n.d.). Hubungan


penatalaksanaan operatif trauma abdomen dan kejadian. 058, 52–57.

Larsen, J. N., & Huskey, L. (2015). The arctic economy in a global context.
The New Arctic, III, 159–174. https://doi.org/10.1007/978-3-319-17602-
4_12

Kandou, P. R. D., & Sapan, H. B. (n.d.). Hubungan penatalaksanaan operatif


trauma abdomen dan kejadian. 058, 52–57.

17

Anda mungkin juga menyukai