Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat. Penyakit
ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan
tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang
belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan
kematian. Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti
virus, bakteri, jamur atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak.
Daerah " sabuk meningitis" di Afrika terbentang dari Senegal di barat ke Ethiopia
di timur. Daerah ini ditinggali kurang lebih 300 juta manusia. Pada 1996 terjadi
wabah meningitis di mana 250.000 orang menderita penyakit ini dengan 25.000
korban jiwa.
Sedangkan Epilepsi atau penyakit ayan dikenal sebagai satu penyakit tertua di
dunia (2000 tahun SM). Penyakit ini cukup sering dijumpai dan bersifat menahun.
Penderita akan menderita selama bertahun-tahun. Sekitar 0,5 – 1 % dari penduduk
adalah penderita epilepsi. Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya
muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan
hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan
aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan membahas secara detail tentang
Meningitis dan Epilepsi. Tujuannya agar pembaca mengerti dan waspada
terhadap penyakit meningitis dan epilepsy
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit Meningitis ?
2. Bagaimana konsep penyakit Epilepsi ?
3. Bagaimana konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada kasus Meningitis?
4. Bagaimana konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada kasus Epilepsi ?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1 Untuk mengetahui konsep penyakit Meningitis.
2 Untuk mengetahui konsep penyakit Epilepsi.
3 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada kasus
Meningitis.
4 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada kasus
Epilepsi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Penyakit Meningitis
2.1.1 Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur. Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya
ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok,
Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat.
2.1.2 Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut :
1. Bakteri seperti Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
3. Faktor predisposisi seperti jenis kelamin lakilaki lebih sering
dibandingkan dengan wanita.
4. Faktor maternal seperti ruptur membran fetal, infeksi maternal pada
minggu terakhir kehamilan.
5. Faktor imunologi seperti defisiensi mekanisme imun, defisiensi
imunoglobulin.
6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan.

3
2.1.3 Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak, yaitu
1. Meningitis Serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.
2. Meningitis Purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
2.1.4 Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti
dengan septicemia yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis
bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas,
otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain,
prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran
vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran
mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini
penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi
radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan
trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami
gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi.
Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis.
Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.

4
Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis
intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah
pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK. Pada
infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal,
kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada
sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan
endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif,
dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a. Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
b. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam
keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna.
c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan
fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas
bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi
ektremita yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat
eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan
karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi),
pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat
kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.

5
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-
tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati
intravaskuler diseminata.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal
a. Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat,
kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b. Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur
biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi
bakteri.
5. Elektrolit darah : Abnormal
6. ESR/LED : meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
9. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra
kranial.
2.1.7 Komplikasi
1. Hidrosefalus obstruktif
2. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal
bilateral)
4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
5. Efusi subdural

6
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
11. Attention deficit disorder
2.2 Konsep Penyakit Epilepsi
2.2.1 Definisi
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik
yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya
kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan
aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.
Epilepsi adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak
yang ditandai dengan terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan
dengan kehilangan kesadaran, gerakan yang berlebihan, atau kehilangan tonus
atau gerakan otot, dan gangguan prilaku suasana hati, sensasi dan persepsi.
Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
besifat sementara. Istilah epilepsy biasanya merupakan suatu kelaianan yang
bersifat kronik yang timbul sebagai suatu bentuk kejang berulang.
2.1.2 Etiologi
Epilepsi dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut :
1. Idiopatik.
2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
a. Trauma Lahir
b. Trauma Kepala (5-50%)
c. Tumor Otak
d. Stroke
e. Cerebral Edema (bekuan darah pada otak)
f. Hypoxia

7
g. Keracunan
h. Gangguan Metabolik
i. Infeksi (Meningitis)
2.1.3 Klasifikasi
Ditinjau dari penyebabnya, epilepsy dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak
ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga bahwa terdapat kelainan
atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area
jaringan otak yang abnormal.
2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada
jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawah sejak lahir
atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir
atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera
selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi
(misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6),
faktor-faktor toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan
sirkulasi, dan neoplasma.
2.1.4 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya serangan epilepsi ialah adanya focus yang bersifat
hipersensitif (focus epilesi) dan timbulnya keadaan depolarisasi parsial di
jaringan otak, meningkatnya permeabilitas membran, meningkatnya senstitif
terhadap asetilkolin, L-glutamate dan GABA (gama-amino-butiric-acid)
bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps.
Fokus epilepsy dapat menjalar ke tempat lain dengan lepasnya muatan
listrik sehingga terjadi ekstasi, perubahan medan listrik dan penurunan
ambang rangasang yang kemudian menimbulkan letupan listrik masal. Bila
focus tidak menjalar kesekitarnya atau hanya menjalar sampai jarak tertentu

8
atau tidak melibatkan seluruh otak, maka akan terjadi bangkitan epilepsy lokal
(parsial).
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi
berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas
muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang
abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis
epilepsi, baik yang umum maupun yang lokal (parsial). Lepas muatan listrik
ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan
melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan
epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron
diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun
mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka
menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat ini
belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel
neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme
terjadinya epilepsi).
2.1.5 Manifestasi Klinis
1. Kejang Parsial Sederhana
Hanya jari atau tangan yang bergetar; atau mulut yang bergergerak tak
terkontrol, bicara tidak dapat dimengerti, mungkin pening, dapat
mengalami perubahan penglihatan, suara, bau atau pengecapan yang tak
lazim atau tak menyenangkan.
2. Kejang Parsial Kompleks
Masih dalam keadaan sedikit bergerak atau gerakan secara otomatis tetapi
tidak bertujuan; dapat mengalami perubahan emosi, ketakutan, marah,
kegirangan, atau peka rangsang yang berlebihan; tidak mengingat periode
tersebut ketika sudah berlalu.

9
3. Kejang Umum (Kejang Grand Mal)
Mengenai kedua hemisfer otak, kekuatan yang kuat dari seluruh tubuh
diikuti dengan perubahan kedutan dari relaksasi otot dan kontraksi
(kontraksi tonik klonik umum).
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalografi (EEG) membantu dalam mengklasifikasikan tipe
kejang.
2. CT Scan untuk mendeteksi lesi, abnormalitas fokal, abnormalitas
vaskuler cerebral, dan perubahan degeneratif serebral.
2.2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksaan epilepsy direncanakan sesuai dengan program jangka
panjang dan dibuat untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing klien.
Tujuan dari pengobatan adalah untuk menghentikan kejang sesegera
mungkin, untuk menjamin oksigenasi serebral yang adekuat, dan untuk
mempertahankan klien dalam status bebas kejang. Pengobatan Farmakologis
dilakukan yaitu sebagai berikut :
1. Pengobatan biasanya dimulai dengan dosis tunggal.
2. Pengobatan anti konvulsan utama termasuk karbamazepin, primidon,
fenitoin, fenobarbital, etosuksimidin, dan valproate.
3. Lakukan pemeriksaan fisik secara periodic dan pemeriksaan laboratorium
untuk klien yang mendapatkan obat yang diketahui mempunyai efek
samping toksik.
4. Cegah terjadinya hiperplasi gingival dengan hygiene oral yang
menyeluruh, perawatan gigi teratur, dan masase gusi teratur untuk klien
yang mendapatkan fenitoin (Dilantin).
5. Pembedahan
Diindikasikan bila epilepsy diakibatkan oleh tumor intrakranial, abses,
kista, atau anomaly vaskuler.

10
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Meningitis
3.1.1 Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Periksa apakah terdapat sumbatan jalan napas, pastikan kepatenan
jalan napas, dan siapkan alat bantu untuk memperlancar jalan napas
jika perlu.
b. Breathing
1) Kaji respiratory rate
2) Kaji saturasi oksigen
3) Auskultasi dada
4) Lakukan pemeriksaan gas darah
5) Berikan oksigen 100% melalui non re-breath mask
c. Circulation
1) Kaji heart rate
2) Monitoring tekanan darah, jika tekanan darah sistolik < 90
mmHg merupakan tanda grognosis yang jelek
3) Periksa waktu pengisian kapiler
4) Pasang infuse
5) Periksa lab untuk darah lengkap, urine, elektrolit
d. Disability
1) Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
2) Obserasi tanda neurologis fokal
e. Exposure
Kaji adanya ptechie, tanda ancaman terhadap kehidupan jika pasien
menunjukan adanya tanda kegawatan menunjukan pasien harus
dibawa secepatnya ke ICU. Adapun tandanya yaitu kemerahan

11
semakin banyak, CRT >4 detik, oliguria, pernapasan >30 per menit,
asidosis, kejang, bradikardia, dan hipertensi.
2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas
Dikaji identitas klien yang terdiri dari nama, umur, alamat,
pekerjaan, agama, tanggal masuk rumah sakit, dan tanggal
pengkajian. Selain itu perawat harus mengkaji identitas penanggung
jawab.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dirasakan biasanya sakit kepala dan
demam.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti
sakit kepala, demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan,
sembuh atau bertambah buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan
stimulus apa yang sering menimbulkan kejang.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit TB paru, infeksi jalan napas bagian atas, otitis
media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala
dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya perlu
ditanyakan pada pasien. Pengkajian pemakaian obat obat yang
sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid,
pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai
resistensi pemakaian antibiotik).
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat.
2) Pemeriksaan Persistem
a) B1 : Biasanya peningkatan kerja pernapasan pada fase awal.

12
b) B2 : Biasanya TD meningkat, nadi menurun, tekanan nadi
berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh
pada pusat vasomotor), takikardia, disritmia (pada fase akut)
seperti disritmia sinus.
c) B3 : Biasanya afasia/ kesulitan dalam berbicara, mata
(ukuran/ reaksi pupil), unisokor atau tidak berespon terhadap
cahaya (peningkatan TIK) nistagmus (bola mata bergerak-
gerak terus menerus), kejang lobus temporal, otot mengalami
hipotonia/ flaksid paralysis (pada fase akut meningitis),
hemiparese/ hemiplegi, tanda Brudzinski (+) dan atau tanda
kernig (+) merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (fase
akut), refleks tendon dalam terganggu, babinski (+), refleks
abdominal menurun/ tidakl ada, refleks kremastetik hilang
pada laki-laki.
d) B4 : Biasanya terdapat adanya inkontinensia dan/atau retensi.
e) B5 : Biasanya terdapat muntah, anoreksia, kesulitan menelan.
f) B6 : Biasanya turgor kulit jelek
3.1.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan dalam kasus Meningitis yaitu :
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
2. Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen
dari patogen.
3. Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema
serebral yang mengubah/menghentikan darah arteri/virus

13
3.1.3 Intervensi
No Tujuan dan Intervensi Rasional
DX Kriteria Hasil
1 Setelah 1. Lakukan Health 1. Pengetahuan yang
dilakukan Education tentang meningkat dapat
tindakan penyebab nyeri yang menambah pengetahuan
keperawatan dirasakan pasien pasien tentang penyebab
diharapkan 2. Dukung untuk nyeri yang dirasakannya
nyeri yang menemukan posisi 2. Menurunkan iritasi
dirasakan yang nyaman(kepala meningeal, resultan
pasien dapat agak tingi) ketidaknyamanan lebih
berkurang, 3. Berikan latihan lanjut
dengan rentang gerak 3. Dapat membantu
criteria hasil aktif/pasif. merelaksasikan
pasien tidak 4. Gunakan pelembab ketegangan otot yang
mengatakan hangat pada nyeri meningkatkan reduksi
nyeri yang leher atau pinggul nyeri
dirasakan 5. Observasi Skala 4. Meningkatkan relaksasi
mulai nyeri dan TTV otot dan menurunkan rasa
berkurang, pasien sakit/ rasa tidak nyaman
pasien tidak 6. Kolaborasi dengan 5. Skala nyeri dan TTV
lagi meringis dokter dalam pasien dapat terpantau
kesakitan pemberian terapi 6. Untuk menghilangkan
obat seperti nyeri yang berat
analgetik,
asetaminofen

2 Setelah 1. Lakukan Healt 1. Pasien dapat mengetahui


dilakukan Education tentang penyebab dan akibat
tindakan akibat dan penyebaran infeksi
keperawatan penyebaran infeksi 2. Pada fase awal
diharapkan 2. Berikan isolasi meningitis, isolasi
tidak terjadi sebagai pencegahan mungkin diperlukan
penyebaran 3. Pertahankan teknik sampai organisme
infeksi aseptik dan teknik diketahui/dosis
dengan cuci tangan yang antibiotik yang cocok
kriteria hasil : tepat. telah diberikan untuk
1. Tidak ada 4. Ubah posisi pasien menurunkan resiko
tanda- secara teratur, penyebaran pada orang
tanda dianjurkan nafas lain
penyebara dalamUbah posisi 3. Menurunkan resiko
n infeksi pasien secara pasien terkena infeksi
teratur, dianjurkan sekunder

14
nafas dalam 4. Memobilisasi secret dan
5. Observasi TTV meningkatkan
pasien kelancaran secret yang
6. Kolaborasi dengan akan menurunkan resiko
dokter dalam terjadinya komplikasi
pemberian terapi terhadap pernapasan
5. TTV pasien dapat
terpantau
6. Obat yang dipilih
tergantung pada tipe
infeksi dan sensitivitas
individu

3 Setelah 1. Lakukan Healt 1. Pasien mengetahui


dilakukan Education tentang penyebab perubahan
tindakan penyebab perubahan perfusi jaringan serebral
keperawatan perfusi jaringan yang terjadi pada pasien
diharapkan serebral 2. Perubahan tekanan CSS
tidak 2. Tirah baring dengan mungkin merupakan
terjadinya posisi kepala datar potensi adanya resiko
perubahan 3. Bantu berkemih, herniasi batang otak
perfusi membatasi batuk, yang memerlukan
jaringan muntah mengejan. tindakan medis dengan
serebral, 4. Tinggikan kepala segera
dengan tempat tidur 15-45 3. Aktivitas seperti ini akan
kriteria hasil : derajat. meningkatkan tekanan
1. Tidak ada 5. Observasi TTV intratorak dan
tanda pasien intraabdomen yang
perubahan 6. Kolaborasi dalam dapat meningkatkan
perfusi memberikan cairan TIK.
jaringan iv 4. Peningkatan aliran vena
serebral dari kepala akan
menurunkan TIK
5. TTV pasien dapat
terpantau
6. Meminimalkan fluktuasi
dalam aliran vaskuler
dan TIK

15
3.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Epilepsi
3.2.1 Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal
Ditujukan untuk mengkaji sumbatan total atau sebagian dan
gangguan servikal ada/tidaknya sumbatan jalan nafas, distres
pernafasan, adanya kemungkinan fraktur cervical. Biasanya
ditemukan klien mengatupkan giginya sehingga menghalangi jalan
napas, klien menggigit lidah, mulut berbusa, dan pada fase posiktal,
biasanya ditemukan perlukaan pada lidah dan gusi akibat gigitan
tersebut.
b. Breathing
Biasanya pernapasan klien menurun/cepat, peningkatan sekresi
mukus, dan kulit tampak pucat bahkan sianosis. Pada fase post iktal,
klien mengalami apneu.
c. Circulation
Biasanya terjadi peningkatan nadi dan sianosis, klien biasanya dalam
keadaan tidak sadar.
d. Disability
Biasanya klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis serangan
atau karakteristik dari epilepsi yang diderita. Biasanya pasien merasa
bingung, dan tidak teringat kejadian saat kejang
e. Exposure
Biasanya pakaian klien dibuka untuk melakukan pemeriksaan
thoraks, apakah ada cedera tambahan akibat kejang.
2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas
Dikaji identitas klien yang terdiri dari nama, umur, alamat,
pekerjaan, agama, tanggal masuk rumah sakit, dan tanggal

16
pengkajian. Selain itu perawat harus mengkaji identitas penanggung
jawab.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan
kesadaran.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Dikaji kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuensi
serangan, ada faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur,
dan emosi yang labil.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Dikaji apakah pernah menderita sakit berat yang disertai
hilangnya kesadaran, kejang, cedera otak operasi otak. Apakah
klien terbiasa menggunakan obat-obat penenang atau obat
terlarang, atau mengkonsumsi alkohol.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Biasanya kondisi umum klien nampak lemah dan terlihat sakit
berat.
2) Pemeriksaan fisik
a) Kepala dan leher
Biasanya sakit kepala, leher terasa kaku.
b) Thoraks
Biasanya pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan
otot bantu napas.
c) Ekstermitas
Keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam
beraktivitas, perubahan tonus otot, gerakan
involunter/kontraksi otot.

17
d) Eliminasi
Biasanya terjadi peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus sfingter. Pada post iktal terjadi inkontinensia
(urine/fekal) akibat otot relaksasi.
e) Sistem pencernaan
Biasanya sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan
lunak.
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada klien dengan
epilepsi yaiitu :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, peningkatan sekresi mucus.
2. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan perubahann kesadaran,
kerusakan kognitif,selama kejang atau kerusakan perlindungan diri.
3. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit
berhubungan dengan kurangnya informasi.
3.2.3 Intervensi
No Tujuan dan Intervensi Rasional
DX Kriteria Hasil
1 Setelah 1. Anjurkan klien untuk 1. Menurunkan resiko
dilakukan mengosongkan mulut aspirasi atau
tindakan dari benda/zat masuknya benda
keperawatan tertentu/gigi palsu asing ke faring
diharapkan atau alat lainnya jika 2. Meningkatkan
dapat fase aura terjadi dan aliran (drainase)
mempertahanka untuk menghindari secret, mencegah
n pola rahang mengatup jika lidah jatuh sehingga
pernapasan kejang terjadi tanpa menyumbat jalan
efektif dengan ditandai gejala awal napas
jalan napas 2. Letakkan klien pada 3. Untuk memfasilitasi
paten dengan posisi miring, usaha bernapas
kriteria hasil : permukaan datar, 4. Mencegah
1. Klien tidak miringkan kepala tergigitnya lidah

18
sesak selama serangan dan memfasilitasi
2. Klien kejang saat melakukan
bernafas 3. Tanggalkan pakaian penghisapan lender.
efektif pada daerah leher, 5. Menurunkan resiko
dada, dan abdomen aspirasi atau
4. Masukkan spatel asfiksia
lidah/ jalan napas
buatan atau gulungan
benda lunak sesuai
indikasi
5. Lakukan penghisapan
sesuai indikasi

2 Setelah 1. Kaji karakteristik 1. Untuk mngetahui


dilakukan kejang seberapa besar
tindakan 2. Jauhkan pasien dari tingkatan kejang
keperawatan benda benda tajam / yang dialami
diharapkan membahayakan bagi pasien
dapat pasien 2. Benda tajam dapat
mengurangi 3. Masukkan spatel melukai dan
resiko injuri lidah/jalan napas mencederai fisik
pada klien buatan atau pasien
dengan kriteria gulungan benda 3. Mengurangi resiko
hasil : lunak sesuai indikasi pasien menggigit
1. Klien tidak 4. Kolaborasi dalam lidah
mengalami pemberian obat anti 4. Mengurangi resiko
injuri kejang untuk cidera pun
berkurang
3 Setelah 1. Kaji tingkat 1. Pendidikan
dilakukan pendidikan keluarga merupakan salah
tindakan klien. satu faktor penentu
keperawatan 2. Kaji tingkat tingkat
diharapkan pengetahuan keluarga pengetahuan
pengetahuan klien. seseorang.
keluarga 3. Jelaskan pada 2. Untuk mengetahui
meningkat keluarga klien tentang seberapa jauh
dengan kriteria penyakit kejang informasi yang
hasil : demam melalui telah mereka
1. Keluarga penyuluhan. ketahui.
mengerti 4. Beri kesempatan pada 3. Untuk
dengan keluarga untuk meningkatkan
proses menanyakan hal yang pengetahuan
penyakit belum dimengerti. 4. Untuk mengetahui
epilepsy seberapa jauh

19
2. Keluarga 5. Libatkan keluarga informasi yang
klien tidak dalam setiap tindakan sudah dipahami
bertanya lagi pada klien. 5. Agar keluarga
tentang dapat memberikan
penyakit, penanngan yang
perawatan tepat jika suatu-
dan kondisi waktu klien
klien. mengalami kejang
berikutnya.

3.2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Implementasi merupakan
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada
nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan, penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
3.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien. Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam
proses kepweawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana
tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur. Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya
ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok,
Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus).
Sedangkan Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan
listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan
hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal,
kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.
4.2 Saran
Meningitis dan epilepsi merupakan penyakit yang berbahaya. Untuk itu hal
yang perlu dilakukan agar menghindari penyakit ini ialah dengan memiliki
pengetahuan yang baik mengenai meningitis dan epilepsi kemudian
mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki di kehidupan nyata. Selain itu
kita juga harus menjaga pola hidup kita agar segala sesuatu yang buruk bagi
kesehatan kita dapat dicegah.

21
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda J.(2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.


Corwin, Elizabeth J. (2009). Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.
Kowalak, Jennifer. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn E, dkk.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made
Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester,
Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk. Editor edisi bahasa
Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And
Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998.
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.
Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994.
Long, Barbara C. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan; 1996.

22

Anda mungkin juga menyukai