M3KB1
M3KB1
Pembelajaran Kelas
Posted by Unknown Sunday, October 20, 2013
Teori belajar behavioristik adalah teori proses belajar yang bertujuan untuk memicu behavior atau kebiasaan
siswa. Hasil belajar dari metode ini adalah berupa kebiasaan yang diharapkan muncul.
Proses pembelajaran yang dilakukan adalah dengan memberi rangsangan kepada siswa. Sehingga perilaku kognitif
sebagai hasil rangsangan bisa diukur.Aplikasi pembelajaran secara behavioristikmembutuh 2 faktor. Yaitu stimulus-
respon dan reinforcement. Masing-masing faktor tersebut akan berpengaruh terhadap behavior atau kebiasaan
sebagai hasil pembelajaran. Berikut penjelasannya.
Stimulus adalah rangsangan yang diberikan kepada siswa. Stimulus ini merupakan input. Ketika ada input yang
masuk otomatis akan muncul output. Bentuk output dari rangsangan adalah respon bagaimana siswa berperilaku
terhadap stimulus yang diberikan. Perilaku tersebut merupakan perilaku kognitif yang bisa diukur. Sehingga behavior
bisa dikontrol sesuai dengan yang diharapkan.
Faktor berikutnya adalah reinforcement atau penguatan. Ini berupa besar kecilnya penguatan stimulus yang
diberikan. Dengan kekuatan stimulus yang berbeda maka respon yang dihasilkan juga berbeda. Di sinilah pengajar
berperan untuk memberikan besar rangsangan atau stimulus secara tepat. Tujuan dari pembelajaran secara
behavioristik adalah untuk mengubah perilaku. Dengan pengaturan reinforcement, maka perubahan perilaku
kebiasaan bisa didapat.
Teori belajar behavioristik memiliki prinsip-prinsip dasar yang perlu dipegang. Fungsinya agar pembelajaran secara
behavioristik benar-benar bisa memperoleh hasil yang diharapkan. Menurut Berliner Gage, terdapat 6
prinsip pembelajaran behavioristik. Prinsip-prinsip tersebut yaitu:
3. Schedules of reinforcement
Prinsip mengenai pemberian rangsangan/stimulus secara terjadwal. Dengan pemberian rangsangan yang terjadwal
maka respon juga bisa diketahui pengaruhnya.
4. Contingency management
Contingency management merupakan prinsip yang berhubungan dengan kesehatan mental seseorang. Contingency
management digunakan untuk memberikan perawatan kejiwaan kepada seseorang.
Oleh karena itu perilaku-perilaku tertentu sebagai sebagai output perlu dihilangkan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Teori Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang telah cukup lama dianut oleh
para pendidik. Teori ini dicetuskan oleh Gage dan Berliner yang berisi tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah
laku. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme
tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi
kebiasaan yang dikuasai individu. Dengan kata lain proses pembelajaran menurut teori
Behaviorisme adalah bahwa proses pembelajaran lebih menekankan pada proses pemberian
stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon yang dilakukan oleh siswa. Inti pembelajaran dalam
pandangan behaviorisme terletak pada stimulus respon (S-R).
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus
dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input
yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Advertisement
Loading...
B. Ringksan Artikel
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus
dan respon (Slavin, 2000).
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang siswa dalam
berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya
merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang
ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara
hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997)
c. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan
teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku
manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh
lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional
atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh
faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku
manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap
lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan
teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Salah satu tujuan utama pengajaran bahasa adalah mempersiapkan siswa untuk
melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah. Agar interaksi dapat
bermakna bagi siswa, perlu didesain secara mendalam program pembelajaran bahasa
Indonesia. Desain yang bertumpu pada kontekstual, konstruktif, komunikatif, intergratif, dan
kuantum yang didasari oleh kompetensi dasar siswa.
Kemampuan berbahasa Indonesia berarti siswa terampil menggunakan bahasa Indonesia
sebagai alat komunikasi. Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, berbicara, membaca,
dan menulis dalam bahasa Indonesia. Menghayati bahasa dan sastra Indonesia berarti siswa
memiliki pengetahuan bahasa dan sastra Indonesia, dan memiliki sikap positif terhadap bahasa
dan sastra Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Artikel Pertama
Pada artikel ini membahas tentang analisis dan aplikasi yang mempengaruhi dalam
proses pembelajaran
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari
semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching
Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat
(reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang
dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi
belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan
dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini
tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus
dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi
siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak
dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman
penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga
dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya
mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan
adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati
tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak
kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan
atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor
yang ber
pengaruh yang mempengaruhi proses belajar. Jadi
teori belajar tidak sesederhana yang dilukiskan teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan
penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan
berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada
beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum)
bila hukuman berlangsung lama.
3. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk)
agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum
melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
2. Artikel Kedua
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang
individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan
pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin”
(Homo Mechanicus).
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan
peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku
manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari
lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara
reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini
berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku
adalah hasil belajar.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku
dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam
berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya
merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang
ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara
hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi
pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak
dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman
penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga
dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya
mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan
adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati
tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen,
tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses
pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu,
sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak
faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan
ataushaping.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka
responpun akan semakin kuat. Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1)
Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement;(3) Schedules of
Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The
Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Untuk mempermudah mengenal teori belajar behavioristik dapat dipergunakan ciri-cirinya yakni:
7. ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’ atau trial and error.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan
telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah
ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan
dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang
diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh
murid.
Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk metode pembelajaran bagi anak yang belum
dewasa. Karena hasil eksperimentasi bihavioristik cenderung mengesampingkan aspek-aspek
potensial dan kemampuan manusia yang dilahirkan. Bahkan bihaviorisme cenderung
menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada manusia baik sebagai subjek maupun
objek pendidikan yang netral etik dan melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai fitrah
manusia. Oleh karena itu behaviorisme cenderung antropomorfis skularistik.
4. Penerapan Teori Behavioristik Dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Bagi Anak
Sekolah Dasar
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan
telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar
atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag
sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang
dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami
oleh murid.
teori behavioristik ini lebih menekankan pada hasil yang dicapai dan proses yang
dilakukan. Maka proses untuk pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia bagi anak
sekolah dasar itu sendiri lebih cocok pada metode pembelajaran yang lebih mementingkan hasil
yang dicapai. Seperti post test dan evaluasi hasil belajar yang bisa juga disebut ulangan atau
ujian. Selain itu juga dengan wawancara juga mampu mengetahui hasil berbicara siswa. Namun
juga tidak dapat menghilangkan pendekatan, metode, serta teknik pengajaran guru terhadap
murid. Karena hal tersebut sangat diperlukan untuk memberi pengetahuan atau stimulus pada
murid unruk belajar dan mendapat ilmu pengathuan yang baru dan murid juga akan berusaha
belajar dengan sendirinya.
Selain itu yang harus diperhatikan adalah hasil dari ujian itu sendiri harus memenuhi aspek
kelulusan murid ata peserta didik, antara lain berbicara, menyimak, menulis, membaca, dan
kebahasaannya. Menurut penulis yang lebih cocok teknik pengajaran dalam bahasa Indonesia
anak sekolah dasar itu adalah dengan teknik pengajaran menulis. Karena kebanyakan pada era
masa kini dalam proses ujian adalah teknik menulis.
Adapun uraian teknik pengajaran menulis antara lain dijelaskan dibawah ini.
a. Teknik Menggambar Garis
b. Teknik Menyalin Huruf
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Teori behaviorisme memandang bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari adanya interaksi antara stimulus dan respons.
b. Keberhasilan pembelajaran dipengaruhi banyak faktor, salah satu diantaranya adalah proses
pelaksanaan. Pelaksanaan pembelajaran yang baik dipengaruhi oleh perencanaan yang baik
pula.
c. Suatu perencanaan berkaitan dengan penentuan apa yang harus dilakukan. Dalam
perencanaan pembelajaran, guru harus menentukan skenario atau strategi atau biasa disebut
langkah-langkah pembelajaran dengan baik sehingga tercipta suasana belajar yang
menyenangkan bagi para siswa.
d. Dalam pembelajaran, guru perlu memahami kondisi siswa dengan memberikan bimbingan dan
menyediakan lingkungan belajar yang tepat bagi siswa. Agar seorang guru dapat memberikan
perlakuan mendidik yang diharapkan, digunakan beberapa prinsip dalam pengajaran. Prinsip
pengajaran yang diberikan biasanya mengacu pada teori-teori belajar atau konsep psikologi
tertentu.
e. Dalam perencanaan program pengajaran, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
pelaksanaan pengajaran dapat berjalan lebih lancar dan hasilnya dapat lebih baik, yaitu :
Kurikulum, kondisi sekolah, kemampuan dan perkembangan siswa serta keadaan guru. Apabila
hal-hal tersebut diperhatikan dan dilaksanakan maka diharapkan dapat meningkatkan mutu
pendidikan.