Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh

NAMA :

NIM :

KELAS : KEPERAWATAN A

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN LMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR


2019

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Defenisi

Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang menunjukan bahwa ia

dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain atau lingkungan, baik secara fisik,

emosional, seksual dan verbal (NANDA,2016). Risiko perilaku kekerasan terbagi

menjadi dua, yaitu risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for sel-directed

violence) dan risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed

violence). (NANDA, 2016) menyatakan bahwa resiko perilaku kekerasan terhadap diri

sendiri merupakan perilaku yang rentan di mana seorang individu bias menunjukkan atau

mendemonstrasikan tindakan yang membahayakandirinyasendiri, baiksecarafisik,

emosional, maupun seksual. Hal yang sama juga berlaku untuk resiko perilaku kekerasan

terhadap orang lain, hanya saja diutujukkan lansung terhadap orang lain.

Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku untuk melukai atau

mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan secara verbal atau fisik (Stuart & Laraia,

2005). Menurut Stuart dan sundeen 1995, dalam Fitria (2009) perilaku kekerasan

merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat

membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Menurut Damaiyanti 2008 dalam Jurnal Suparman(2012), perilaku kekerasan

adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang baik secara fisik

maupun psikologis yang dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang

lain ataupun lingkungan. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri

maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol

(Kusumawati & Hartono, 2010).


Dari beberapa penjelasan diatas mengenai perilaku kekerasan penulis

menyimpulkan bahwa perilaku kekerasan yaitu suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan fisik baik terhadap diri sendiri, orang

lain maupun lingkungan, dimana perilaku kekerasan ini dapat dilakukan secara verbal

maupun fisik, disertai dengan tingkah laku yang tidak terkontrol.

B. Respon Perilaku

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif PK

Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan

mengungkapkan menapai tujuan tidak dapat mengekspresikan marah dan

rasa marah tanpa kepuasan saat mengungkapkan secara fisik, tapi bermusuhan

menyalahkan marah dan tidak perasaannya, masih terkontrol, yang kuat dan

orang lain dan dapat menemukan tidak berdaya mendorong orang hilang kontrol

memberikan alternatifnya dan menyerah lain dengan disertai amuk,

kelegaan. ancaman merusak

lingkungan

Gambar Rentang Respon Marah

1. Respon Adaptif

Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang

berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu

masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif (Mukripah Damaiyanti,

2012: hal 96) :

a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman

d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran

e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
2. Respon Maladaptif
Respon Maladaptif terdiri dari :

a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun

tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial

b. Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang

dimanifestasiakn dalam bentuk fisik

c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati

d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur (Mukripah

Damaiyanti, 2012: hal 97).

C. Etiologi

1. Factor presidposisi

Menurut stuart (2013), masalah perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh

adanya factor predisposisi (factor yang melatarbelakangi) munculnya masalah.

a. Factor biologis

1) Teori dorongan naluri

Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu

dorongan kebutuhan dasar yang kuat.

2) Teori psikomatik

Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respon psikologi terhadap stimulus

eksternal maupun internal. Sehingga, system limbic memiliki peran sebagai

pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.

b. Factor psikologi

1) Teori agresif frustasi

Teori ini menerjemah perilaku kekerasan terjadi sebagai akumulai frustasi. Hal

ini dapat terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau

terhambat. Keadaan frustasi dapat mendorong individu untuk berperilaku

agresif karena perasaan frustasi berkurang melalui PK.

2) Teori perilaku
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat dicapai

apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement yang di

terima saat melakukan kekerasan sering menimbulkan kekerasan di dalam

maupun luar rumah.

3) Teori eksistensi

Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai perilaku. Apabila

kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku konstruktif, maka individu

akan memenuhi kebutuhanya melalui perilaku destruktif.

2. Factor presipitasi

Factor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh stressor yang

mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stressor dapat disebabkan

dari luar maupun dari dalam. Stressor yang berasal dari luar dapat berupa

serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain. Stressor yang berasal dari

dalam dapat berupa, kehilangan keluarga atau sahabat yang dicintai, ketakutan

terhadap penyakit fisik, penaykit kondusif, seperti penuh penghinaan, tindakan

kekerasan, dapat memicu PK.

D. Manifestasi Klinis

Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku

kekerasan :

a. Data subjektif

1) Ungkapan berupa ancaman

2) Ungkapan kata-kata kasar

3) Ungkapan ingin memukul melukai

b. Data objektif

1) Wajah memerah dan tegang

2) Pandangan tajam

3) Mengatupkan rahang dengan kuat


4) Mengepal kantangan
5) Bicara kasar

6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak

7) Mondar mandir

8) Melempar atau memukul benda/orang lain

c. Perilaku

1) Klien dengan PK memiliki beberapa perilaku yang perlu diperhatikan. Adapun

perilaku yang harus dikenali dari klien gangguan resiko PK, antara lain

2) Menyerang atau menghindari

3) Menyatakan secara asertif

4) Memberontak

5) Perilaku kekerasan

E. Mekanisme Koping

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi diri

antara lain :

a. Sublimasi Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata

masyarakat unutk suatu dorongan yang megalami hambatan penyalurannya secara

normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada

objek lain seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya,

tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah

Damaiyanti, 2012: hal 103).

b. Proyeksi Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik,

misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan

seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut

mencoba merayu, mencumbunya(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).

c. Represi Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam sadar.

Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.

Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya

(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).

d. Reaksi formasi Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan

melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai

rintangan misalnya sesorangan yang tertarik pada teman suaminya,akan

memperlakukan orang tersebut dengan kuat (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).

e. Deplacement Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek

yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi

itu ,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan

hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai

perang-perangan dengan temanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 104).

F. Penatalaksanaan

a. Farmako terapi

Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai

dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk

mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis efektif rendah.

Contohnya trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan

transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian

keduanya mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi (Eko Prabowo,

2014: hal 145).

b. Terapi okupasi

Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian

pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan

mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus

diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran, main catur

dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu
diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi
dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas

terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan program

kegiatannya (Eko Prabowo, 2014: hal 145).

c. Peran serta keluarga

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan

langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu keluarga agar

dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat

keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,

menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada

pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengtasi masalah akan

dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi perilaku

maladaptif (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptif ke

perilakuadaptif (pencegahan tersier) sehinnga derajat kesehatan pasien dan keluarga

dapat ditingkatkan secara optimal (Eko Prabowo, 2014: hal 145).

d. Terapi somatik

Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi

yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah

perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindakan yang

ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi adalah perilaku pasien (Eko Prabowo,

2014: hal 146).

e. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk

terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan

arus listrik melalui elektroda yang menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali

terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko

Prabowo, 2014: hal 146).


G. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri Efek

Perilaku kekerasan Cor problem

halusinasi causa

Harga diri rendah

Koping individu tidak efektif

Faktor predisposisi dan presipitasi


BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai

seseorang baik secara fisik maupun psikologi. Perilaku kekerasan dapat dilakukan

secara verbal yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku

kekerasan mengacu pada dua bentuk yaitu perilaku kekerasan saat sedang

berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat PK).

1. Faktor predisposisi

a. Faktor biologi

1) Teori dorongan naluri

2) Teori psikomatik

b. Faktor psikologis

1) Teori agresif frustasi.

2) Teori perilaku

3) Teori eksistensi

2. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi ini b.d pengaruh stressor yang mencetus PK bagi setiap individu.

Stresor dapat disebabkan dari luar maupun dalam. Stressor yang berasal dari luar

berupa serangan fisik, kematian, kehilangan dan lain – lain. Stresor yang berasal dari

dalam dapat berupa kehilanagn keluarga atau sahabat yang dicintai, ketakutan

terhadap penyakit fisik, penyakit dalam dll. Selain itu, lingkungan yang kurang

kondusif, seperti penuh penghinaan, tindakan kekerasan, dapat memicu PK.

3. Faktor resiko

NANDA (2016) menyatakan faktor – faktor resiko dari resiko PK terhadap diri

sendiri dan resiko PK terhadap orang lain :

a. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri


1) Usia lebih dari 45 tahun
2) Usia 15 – 19 tahun

3) Isyarat tingkah laku

4) Konflik mengenai orientasi seksual

5) Konflik dalam hubungan interpersonal

6) Pengangguran atau kehilangan pekerjaan

7) Terlibat dalam tindakan seksual autoerotik

8) Sumber daya personal yang tidak memadai

9) Status perkawinan

10) Isu kesehatan mental

11) Pola kesulitan dalam keluarga

12) Isu kesehatan fisik

13) Gangguan psikologi

14) Isolasi sosial

15) Ide bunuh diri

16) Rencana bunuh diri

17) Riwayat upacara bunuh diri berulangisyarat verbal

b. Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain.

1) Akses atau ketersediaan senjata

2) Alterasi (gangguan) fungsi kognitif

3) Perlakuan kejam terhadap binatang

4) Riwayat kekerasan masa kecil, baik secara fisik, psikologi maupun seksual

5) Riwayat penyalahgunaan zat

6) Impulsif

7) Pelanggaran atau kejahatan kendaraan bermotor

8) Riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga

9) Bahasa tubuh negatif

10) Gangguan neurologis


11) Intoksikasi patologis
12) Komplikasi perinatal, prenatal

13) Perilaku bunuh diri

4. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala PK dapat dinilai dari ungkapan pasien dan didukung dengan hasil

observasi

a. Data subjektif

1) Ungkapan berupa ancaman

2) Ungkapan kata – kata kasar

3) Ungkapan ingin memukul/melukai

b. Data objektif

1) Wajah memerah dan tegang

2) Pandangan tajam

3) Mengatupkan rahang dengan kuat

4) Mengepalkan tangan

5) Bicara kas

6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak

7) Mondar – mandir

8) Melempar atau memukul benda/orang lain

5. Mekanisme Koping

Perawat perlu mempelajari mekanisme koping untuk membantu klien

mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan

marahnya. Secara umum, mekanisme koping yang sering digunakan antara lain

mekanisme pertahanan ego, seperti displacement, sublimasi, proyeksi, depresi, denial

dan reaksi formasi

6. Perilaku

Klien dengan PK memiliki beberapa perilaku yang perlu diperhatikan. Adapun

perilaku yang harus dikenali dari klien gangguan resiko PK, antara lain :
a. Menyerang atau menghindari
b. Menyatakan secara asertif

c. Memberontak

d. Perilaku kekerasan

B. Diagnosa Keperwatan

Diagnosa keperawatan resiko PK dirumuskan jika klien saat ini tidak melakukan

perilaku kekerasan, tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan dan belum mampu

mengendalikan perilaku kekerasan tersebut berikut:

Pohon Masalah Diagnosis Risiko Perilaku Kekerasan

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Risiko perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan

Diagnosis keperawatan dari pohon masalah pada gambar adalah sebagai berikut

(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 106) :

- Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain

- Harga diri rendah kronik

C. Intervensi

Tindakan keperawatan untuk mengatasi risiko perilaku kekerasan dilakukan

terhadappasien dan keluarga. Saat melakukan pelayanan di Puskesmas dan kunjungan

rumah, perawat menemui keluarga terlebih dahulu sebelum menemui pasien. Bersama

keluarga, perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga. Setelah
itu, perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian, mengevaluasi dan melatih satu

cara lagi untuk mengatasi masalah yang dialami pasien.

Jika pasien telah mendapatkan terapi psikofarmaka (obat), maka hal pertama yang

harus dilatih perawat adalah pentingnya kepatuhan minum obat. Setelah perawat selesai

melatih pasien, perawat menemui keluarga untuk melatih cara merawat pasien.

Selanjutnya perawat menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien

dan tugas yangperlu keluarga yaitu untuk mengingatkan pasien melatih kemampuan

mengatasi masalahyang telah diajarkan oleh perawat.

Pasien

SP Ip

1. Mengidentifikasi penyebab PK

2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK

3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan

4. Mengidentifikasi akibat PK

5. Menyebutkan cara mengontrol PK

6. Membantu pasien mempraktekkan

latihan cara mengontrol fisik I


Perilaku kekersan
7. Menganjurkan pasien memasukkan

dalam kegiatan harian

SP IIp

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien

2. Melatih pasien mengontrol PK dengan

cara fisik II

3. Menganjurkan pasien memasukkan


dalam jadwal kegiatan harian

SP IIIp

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien

2. Melatih pasien mengontrol PK dengan

cara verbal

3. Menganjurkan pasien memasukkan

dalam jadwal kegiatan harian

SP IVp

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien

2. Melatih pasien mengontrol PK dengan

cara spiritual

3. Menganjurkan pasien memasukkan

dalam jadwal kegiatan harian

SP Vp

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien

2. Menjelaskan cara mengontrol PK

dengan minum obat

3. Menganjurkan pasien memasukkan

dalam jadwal kegiatan harian


DAFTAR PUSTAKA

Stuart, G.W. dan Sundeen, SJ. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC

Ariani,A.T. 2013.Sistem Neurobehaviour. Jakarta :Salemba medika

Sutejo. 2017. Keperawatan Jiwa : Konsep Praktik Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :

PT PUSTAKA BARU

Keliat, B.A. 2010. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa.Jakarta : EGC

Sutejo, (2016). Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa

: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Pustaka Baru Press

Herdman, T.H & Sigemi, K. (2016). NANDA Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan

Klarifikasi 2015- 2017 (edisi 10). Jakarta : EGC

Stuart, G.W (2013). Prindiples and practice of Psyhiatric Nursing (10 th Edition). Louis :

Mosby Years Book Inc

Bolton, M.A, Inggrid, L& Theodore A.S (2010). “The impact of body Image on patient care”.

Industrial Psyciatry Journal. https:// www.ncbi.nml.nih.gov/pmc/articles/PMS2911009

Anda mungkin juga menyukai