Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kompetensi Klinik

1. Pengertian Kompetensi

Kata kompetensi adalah terjemahan dari kata Inggris, competency.

The American Heritage Dictionary mendefinisikan competency sebagai

the state or quality of being properly or wellqualife. Kompetensi dalam

defenisi ini berarti mutu yang seharusnya, atau syarat atau standar yang

baik dari suatu pekerjaan (Gharbelasari, 2016). Pengertian dasar

kompetensi adalah kemampuan dan kecakapan. Kompetensi didefinisikan

sebagai suatu karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal

atau sebab akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif, dan

berpenampilan baik di tempat kerja pada situasi tertentu (Nursalam, 2011).

Kompetensi merupakan rangkaian tindakan cerdas, penuh

tanggung jawab yang dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk

dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas – tugas di

bidang pekerjaan tertentu, sedangkan kompetensi klinik adalah

pengetahuan dasar, sikap dan ketrampilan yang harus dimiliki oleh

perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan secara aman dan

bertanggung jawab pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan (Nursalam,

2011).

10
11

2. Unsur – unsur Kompetensi

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

(Permendikbud) Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian

Pendidikan dijelaskan bahwa penilaian pencapaian kompetensi peserta

didik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang

dilakukan secara berimbang. Konsep standar kompetensi dapat digunakan

untuk terarahnya kompetensi yang akan dicapai peserta didik, seperti

berikut :

a. Kognitif (pengetahuan) terdiri atas enam tingkatan yaitu pengetahuan

(mengingat, menghafal), pemahaman (mengintepretasikan), penerapan

(menggunakan konsep untuk memecahkan masalah), analisis

(menjabarkan suatu konsep), sintesis (menggabungkan bagian – bagian

konsep menjadi suatu konsep yang utuh), evaluasi (membuat kritik,

membandingkan, membuat penilaian, membuat evaluasi, dan

sebagainya).

b. Afektif (sikap) terdiri atas lima tingkatan yaitu pengenalan (ingin

menerima, sadar akan adanya sesuatu), merespon (aktif berpartisipasi),

penghargaan (menerima nilai – nilai, meyakinkan), pengorganisasian

(menghubungkan nilai – nilai yang dipercaya), pengalaman

(menjadikan nilai – nilai sebagai bagian dari pola hidup).

c. Psikomotor (Keterampilan) terdiri atas lima tingkatan yaitu peniruan

(menirukan gerak), penggunaan (menggunakan konsep untuk

melakukan gerak), ketepatan (melakukan gerak dengan benar),


12

perangkaian (melakukan beberapa gerak sekaligus secara benar),

naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).

(Nursalam, 2011)

Kompetensi dalah suatu konsep kurikulum untuk mengembangkan

pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta

didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan,

dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab (Mulyasa, 2013). Aspek

yang terkandung dalam kompetensi dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Pengetahuan (knowledge)

b. Pemahaman (understanding)

c. Kemampuan (skill)

d. Nilai (value)

e. Sikap (attitude)

f. Minat (interest)

3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kompetensi

Menurut Dharma (2002) dalam Gharbelasari (2016) sebagai

berikut :

a. Keyakinan dan Nilai-nilai

Keyakinan orang tentang dirinya maupun terhadap orang lain

akan sangat mempengaruhi perilaku. Setiap orang harus berpikir

positif baik terhadap dirinya maupun orang lain, karena jika orang

percaya bahwa dirinya tidak kreatif dan inovatif maka tidak akan
13

berusaha berpikir tentang cara baru atau berbeda dalam melakukan

sesuatu.

b. Keterampilan

Keterampilan memainkan peran penting pada suatu

kompetensi. Misalnya, berbicara didepan umum merupakan

keterampilan yang dapat dipelajari, dipraktekkan dan diperbaiki.

Memperbaiki keterampilan berbicara di depan umum akan meningkat

kecakapan kompetensi individu dalam komunikasi.

c. Pengalaman

Keahlian dari banyak kompetensi memerlukan pengalaman

mengorganisasi kelompok, komunikasi di hadapan kelompok,

menyelesaikan masalah, dan sebagainya. Seseorang yang pekerjaannya

memerlukan sedikit pemikiran strategi akan kurang mengembangkan

kompetensi dibandingkan dengan mereka yang telah menggunakan

pemikiran strategi bertahun-tahun. Pengalaman merupakan elemen

kompetensi yang perlu, tetapi untuk menjadi ahli tidak cukup dengan

pengalaman.

d. Karakteristik Kepribadian

Kepribadian sangat mempengaruhi kompetensi, termasuk

dalam penyelesaian konflik, menunjukkan kepedulian interpersonal,

kemampuan bekerja dengan tim, memberikan pengaruh dan

membangun sebuah hubungan.


14

e. Motivasi

Motivasi merupakan faktor dalam kompetensi yang dapat

berubah. Memberikan dorongan, apresiasi terhadap suatu pekerjaan,

memberikan pengakuan, dan perhatian individual dapat memberikan

pengaruh yang positif.

f. Isu Emosional

Hambatan emosional dapat membatasi penguasaan kompetensi.

Takut membuat kesalahan, menjadi malu, merasa tidak disukai atau

tidak menjadi bagian, semuanya cenderung membatasi motivasi dan

inisiatif.

g. Kemampuan Intelektual

Kompetensi tergantung pada pemikiran kognitif seperti

pemikiran konseptual dan pemikiran analitis. Tidak mungkin

memperbaiki melalui setiap intervensi yang diwujudkan suatu

organisasi. Sudah tentu faktor seperti pengalaman dapat meningkatkan

kecakapan dalam kompetensi inti.

B. Bimbingan Keperawatan

1. Pengertian Bimbingan

Menurut WHO (2003) dalam buku (Inayah, 2016) menyatakan

bahwa bimbingan adalah suatu proses pembelajaran yang memberikan

kesempatan seluas – luasnya kepada peserta/praktikan baik perorangan

maupun kelompok untuk memecahkan permasalahannya sendiri dengan

didampingi oleh fasilitator / CI (Clinical Instruktur). Bimbingan


15

merupakan sarana yang dirancang untuk memperbaiki kinerja dan perilaku

seseorang, baik secara formal maupun informal. Melalui bimbingan

diharapkan adanya peningkatan pengetahuan, kemampuan, dan sikap

(Inayah, 2016).

Pada hakekatnya bimbingan klinik adalah bantuan yang diberikan

kepada peserta didik untuk mencapai kompetensi dan mengembangkan

kemampuan serta kesanggupan mahasiswa dalam melaksanakan asuhan

keperawatan yang dihadapinya dalam tatanan keperawatan yang nyata,

sehingga peserta didik dapat menemukan dan mengembangkan

kemampuannya agar memperoleh kepuasan melalui usahanya sendiri

(Enawati, 2008 dalam Hardiyanti, 2014).

2. Tujuan Bimbingan

Berdasarkan Inayah (2016), tujuan bimbingan antara lain :

a. Menstimulasi pengembangan keterampilan peserta didik secara

individual

b. Membantu peserta didik menggunakan pekerjaan sebagai pengalaman

pembelajaran dan pengembangan professional peserta didik dalam

pratik klinik

c. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melengkapi

pekerjaan yang diberikan fasilitator dan pada saat yang sama

mempersiapkan keterampilan peserta didik dalam mengambil

tanggung jawab dan pekerjaan mendatang


16

d. Meningkatkan kemampuan kemandirian belajar peserta didik dan

mengatasi permasalahan yang dihadapi

Tujuan bimbingan klinik yaitu membantu peserta didik

menyesuaikan diri dengan lingkungan praktik, mampu menerapkan ilmu

pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, mengembangkan potensi,

memberikan pengalaman, serta membantu peserta didik dalam mencapai

tujuan dalam praktik klinik. Menurut Hardiyanti (2014) menyatakan

bahwa pembimbing harus memperhatikan prinsip – prinsip bimbingan

klinik dalam memfasilitasi peserta didik untuk mencapai tujuan, seperti

berikut :

a. Pada dasarnya bersifat mendidik dan mengembangkan peserta didik

dengan melihat dan mengecek pekerjaan peserta didik untuk

meningkatkan kemampuannya

b. Bimbingan yang efektif harus dimulai dengan menanamkan hubungan

saling percaya yang baik antara pembimbing dan peserta didik

c. Bimbingan harus diberikan sesuai kebutuhan dan permasalahan yang

dihadapi peserta didik dalam mencapai tujuan yang ditentukan

d. Mampu menciptakan suasana agar potensi peserta didik dapat

berkembang, serta dapat membangkitkan kreatifitas dan inisiatif

peserta didik

e. Tidak membeda – bedakan bimbingan yang diberikan supaya

mendorong minat dan motivasi peserta didik

f. Bimbingan klinik dapat dilakukan secara individu maupun kelompok


17

3. Model Bimbingan Praktek

Model bimbingan praktik merupakan suatu upaya untuk

menumbuhkan kemampuan profesional (intelektual, teknikal,

interpersonal) dari peserta didik untuk membantu mencapai tujuan yang

telah ditetapkan dalam pembelajaran klinik. Kemampuan intelektual

meliputi kemampuan perawat dalam menganalisa data subjektif dan

objektif, menetapkan diagnosis keperawatan, mengevaluai asuhan

keperawatan, serta memodifikasi asuhan keperawatan. Kemampuan

teknikal meliputi berbagai keterampilan klinik dan kemampuan

interpersonal. Kemampuan interpersonal terdiri dari kemampuan

wawancara dan melakukan komuniksasi terapeutik dalam keberhasilan

pembelajaran klinik. (Nursalam, 2011)

4. Fase Hubungan Pembimbing dengan Peserta Didik

Kualitas hubungan antara mentor dan mentee akan menentukan

keberhasilan dari program bimbingan mentorship. Hubungan yang baik

dan saling percaya akan meningkatkan proses belajar mentee. Hubungan

mentor dan mentee dibangun dari 4 fase, yaitu fase prainteraksi, fase

perkenalan, fase kerja, dan fase terminasi. (Nursalam, 2011)

a. Fase prainteraksi

1) Peserta didik harus mampu mengkaji perasaan, fantasi, dan

ketakutannya, sehingga kesadaran dan kesiapan peserta didik untuk

melakukan hubungan dengan pasien dapat dipertanggungjawabkan


18

2) Peserta didik mampu menggunakan dirinya secara efektif, artinya

dapat mengoptimalkan penggunaan kekuatannya dan

meminimalkan pengaruh kelemahan yang ada pada dirinya

3) Pada fase ini peserta didik diharapkan mendapatkan informasi

tentang pasien dan menentukan kontak pertama, dan menuliskan

dalam laporan pendahuluan tentang kasus yang akan diambil.

Peran pembimbing klinik adalah mengidentifikasi kesiapan peserta

didik melalui konferensi pra-praktik klinik

b. Fase perkenalan

1) Tugas utama peserta didik pada fase ini adalah membina rasa

saling percaya, penerimaan dan pengertian, dan komunikasi yang

terbuka dan perumusan kontrak pasien

2) Elemen kontrak peserta didik dan pasien adalah : nama individu,

peran, tanggung jawab, harapan, tujuan hubungan, waktu dan

tempat pertemuan, situasi terminasi, dan kerahasiaan

3) Tugas lain peserta didik adalah mengeksplorasi pikiran, perbuatan

pasien, dan mengidentifikasi masalah, serta merumuskan tujuan

bersama pasien

4) Tugas pembimbing klinik adalah memberi dukungan dan arahan,

bahkan memberi contoh peran dan cara – cara memulai hubungan

dengan pasien yang disertai kontrak


19

c. Fase kerja

Fase ini merupakan periode di mana terjadi interaksi yang aktif

antara peserta didik dan pasien dalam upaya membantu pasien

mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. Tahapan fase ini

meliputi :

1) Peserta didik dan pasien mengeksplorasi stressor dan mendorong

perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi,

pikiran, perasaan, dan perbuatan pasien

2) Peserta didik membantu pasien mengatasi kecemasan,

meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab pasien, dan

mengembangkan mekanisme yang konstruktif

3) Pada fase ini dibutuhkan pembimbing klinik yang ahli dan

terampil, karena banyak terkait dengan tindakan dan prosedur

keperawatan

4) Pada fase ini merupakan periode yang tepat dalam melaksanakan

metode bimbingan klinik, misalnya ronde keperawatan

d. Fase terminasi

1) Pada fase ini peserta didik dan pasien akan merasakan kehilangan.

Tugas peserta didik adalah menghadapi realitas perpisahan yang

tidak dapat diingkari. Peserta didik dan pasien bersama – sama

meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan upaya

pencapaian tujuan
20

2) Terminasi yang mendadak dan tanpa persiapan dapat diartikan

sebagai penolakan

3) Tugas pembimbing klinik adalah menilai kemampuan interpersonal

5. Model Bimbingan

Munadliroh (2015) menyatakan bahwa penentuan pembelajaran

klinik harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

a. Metode harus sesuai dengan kemampuan pengalaman dan karakteristik

peserta

b. Metode harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirancang

c. Metode harus sesuai dengan kemampuan pembimbing terhadap

kerangka konsep proses pembelajaran

d. Metode harus sesuai dengan sumber-sumber dan keterbatasan lahan

praktek

e. Metode harus sesuai dengan filosofi keperawatan

f. Metode harus sesuai dengan kompetensi yang ada

Pembimbing klinik mempunyai tanggung jawab dalam

menentukan metode pembelajaran klinik untuk mendukung tujuan

pembelajaran. Jenis metode pembelajaran klinik yang biasanya digunakan

adalah eksperensial, konferensi, observasi, ronde keperawatan dan bed

side teaching (Nursalam, 2011).


21

Metode Pembelajaran Klinik

1. Eksperensial
2. Konferensi
3. Observasi
4. Penyelesaian Masalah
5. Ronde Keperawatan
6. Bedside Teaching

Jumlah peserta didik yang Pelaksanaan pengajaran efektif


diijinkan agar pengajaran melalui pemberdayaan dumber -
menjadi efektif sumber

Gambar 2.1 Jenis Metode Pembelajaran Klinik / Lapangan

a. Eksperensial (Penugasan)

Metode eksperensial berupa penugasan untuk membuat catatan

dan laporan secara tertulis, dilahan praktek. Metode pengajaran ini

memberikan pengalaman langsung dari kejadian, baik dalam praktik

klinis maupun dilapangan yang yang terjadi secara nyata. Metode

eksperensial merupakan suatu metode yang dipergunakan pembimbing

klinik untuk membantu peserta didik dalam menyelesaikan masalah

dan mengambil keputusan terhadap kasus yang terjadi dengan pasien

atau keluarga pasien. Metode eksperensial meliputi situasi

penyelesaian masalah yang dapat membantu peserta didik

meningkatkan sikap profesional, mampu menerapkan masalah

konseptual keperawatan dalam kurikulum berdasarkan masalah aktual,


22

menggambarkan secara tertulis kejadian atau peristiwa klinik dan

situasi pengambilan keputusan berupa pengujian data yang ada,

pengidentifikasian alternatif tindakan, penentuan prioritas tindakan,

serta pembuatan keputusan.

Menurut Nursalam (2011), peran pembimbing akademik dalam

metode eksperensial yaitu dengan membantu peserta didik

menganalisis situasi klinik melalui pengidentifikasian masalah,

menentukan tindakan yang akan diambil, dan mengimplementasikan

pengetahuan dalam masalah klinik. Metode eksperensial dalam

Munadliroh (2016) meliputi :

1. Penugasan klinik

Mahasiswa melakukan keterampilan psikomotor dan

pengembangan penyelesaian masalah dalam mengambil keputusan

berdasarkan moral dan etik.

2. Penugasan tertulis

Mahasiswa menulis rencana keperawatan, studi kasus,

perencanaan pendidikan kesehatan, proses pencatatan, membuat

laporan kunjungan, pembuatan makalah dan catatan kerja peserta

didik tentang hasil observasi di lapangan.

3. Simulasi dan permainan.

Menggunakan model boneka (pantum) dalam melakukan

keterampilan misalnya pemeriksaan payudara, kateterisasi urine,

serta pemberian injeksi.


23

b. Metode konferensi atau pertemuan

Konferensi berguna untuk memperoleh kejelasan tentang

asuhan yang telah diberikan, membagi pengalaman antar peserta didik,

dan mengenali kualitas keterlibatan peserta didik. Jenis metode

konferensi meliputi konferensi praklinik (preconference) dan

konferensi pascaklinik (postconference). Konferensi praklinik

merupakan kegiatan berdiskusi kelompok tentang praktik klinik yang

akan dilakukan pada hari pertama. Tujuan pre conference yaitu

penyelesaian suatu masalah dari kondisi yang akan dihadapi (Inayah,

2016). Konferensi pascaklinik dilakukan pada hari yang sama atau

ketika akan melakukan konferensi prapraktik klinik hari ketiga. Tujuan

dari post conference yaitu menyelesaian suatu masalah dari kondisi

yang sudah di hadapi (Inayah, 2016). Pelaksanaan metode konferensi

pra praktik meliputi konferen hari pertama dan hari ke dua serta

seterusnya.

Hari pertama konferensi pra praktik klinik, pembimbing akan

menjelaskan tentang karakteristik ruang rawat, staf dan tim pelayanan

kesahatan lain dimana para peserta didik akan ditempatkan.

Pembimbing akan mengkaji kembali persiapan peserta didik untuk

menghadapi dan memberikan asuhan keperawatan dengan klien secara

baik. mengingatkan peserta didik untuk membawa perlengkapan dasar.

Konferensi pasca praktik klinik, pembimbing akan melakukan diskusi

dengan peserta didik untuk membahas tentang klien, dan pengalaman


24

belajar yang telah dicapai, serta memberikan kesempatan untuk peserta

didik dalam mengutarakan pendapat.

Hari ke dua dan selanjutnya merupakan konferensi pra praktik

klinik dimana pembimbing membahas tentang perkembangan klien

dan rencana tindakan dihari kedua dan selanjutnya. Pelaksanaan

konferen pasca praktik klinik dilakukan segera setelah praktik

dilaksanakan, bertujuan untuk menilai kemampuan peserta didik dalam

mengevaluasi perkembangan klien dan kemampuan menulis diagnosis

keperawatan.

c. Metode observasi

Metode pembelajaran observasi yaitu melakukan pengamatan

terhadap pengalaman aktual di lapangan atau terhadap peragaan yang

diperlukan untuk belajar melalui modeling. Metode ini meliputi

observasi dilingkungan klinik, kunjungan lapangan, ronde

keperawatan, dan peragaan.

d. Ronde keperawatan

Metode pembelajaran klinik dimana peserta didik mampu

mentransfer dan mengaplikasikan pengetahuan teoritis kedalam

praktik keperawatan langsung. Ronde keperawatan membahas dan

mendiskusikan kasus secara komprehensif dengan pengalaman yang

didapat (Inayah, 2016). Kelemahan dari metode ini yaitu pasien dan

keluarga pasien merasa kurang nyaman pada saat dilakukan ronde

keperawatan (Nursalam, 2011).


25

e. Bed – side Teaching

Merupakan metode pengajaran peserta didik yang dilakukan di

samping tempat tidur klien, meliputi kegiatan mempelajari kondisi

klien dan asuhan keperawatan yang dibutuhkan oleh klien. Bed – side

teaching bermanfaat dalam keterampilan wawancara, pemeriksaan,

melakukan prosedur, interpretasi dan reasoning, edukasi pasien,

komunikasi dan profesionalisme. (Inayah, 2016)

C. Mentorship

1. Pengertian Mentorship

Mentorship adalah suatu hubungan erat antara seseorang yang

lebih berpengalaman (mentor) dengan seseorang yang belum

berpengalaman (mentee) baik secara formal maupun informal yang

bertujuan untuk mengembangkan kemampuan mentee (Ali & Panther,

2008). Menurut Inayah (2016) mentorship adalah proses pembelajaran

dimana mentor (pembimbing klinik) mampu membuat mentee (praktikan)

yang tadinya bergantung menjadi mandiri melalui kegiatan belajar.

Praktikan akan memiliki self confidence, self esteem, self awareness, serta

critical thinking praktikan akan meningkat, sehingga praktikan akan

mampu dan mandiri dalam menyelesaikan masalah. Mentoring adalah

proses umpan balik yang terus menerus dan dinamis antara dua individu

untuk membangun hubungan antara individu yang memiliki pengetahuan,

keterampilan, informasi dan dengan fokus pada pengembangan profesional

dan pribadi ( Olivero, 2014; Kim & Zabelina , 2011).


26

Mentor adalah seseorang yang memberikan waktu, tenaga dan

dukungan material lainnya untuk mengajar, membimbing, membantu,

konseling dan menginspirasi mahasiswa atau perawat baru (Tomey, 2008).

Mentoring adalah proses didalam melakukan mentorship. Mentoring

berasal dari mythology Yunani, kata mentor berarti berperan sebagai

adviser, role model, consellor, tutor, dan guru (Roberts, 1999 dalam

Hasibuan, 2016). Hubungan dalam proses mentorship dibangun antara dua

orang yang saling memberikan kesempatan untuk berdiskusi sehingga

menghasilkan refleksi, melakukan kegiatan/tugas, dan pembelajaran untuk

keduanya yang didasarkan pada dukungan, kritik yang membangun,

keterbukaan, kepercayaan, penghargaan, dan keinginan untuk belajar serta

berbagi (Ali & Panther, 2008; Anderson, 2011)

2. Peran Mentor

Mentoring dapat menghasilkan beberapa peran dari mentor dan

terdapat persamaan peran dari berbagai bidang. Peran – peran mentor

antara lain; sebagai guru, panutan, pelindung dan penasehat ( Ali &

Panther, 2008). Peran seorang mentor dalam mentorship antara lain,

sebagai teacher, guide, role model, coach, counselor, advisor, networker,

sponsor, resource fasilitator (Inayah, 2016). Seorang mentor harus

memiliki kepercayaan, obyektifitas dan empati. Mentor mampu membantu

mentee dalam mengenali potensi yang ada dan mengidetifikasi tujuan

belajar mentee. Kerangka CAN (Canadian Nurse Assosiation) menyatakan

bahwa ada 3 model peran mentor, yaitu :


27

a. Pemodelan yang istimewa dalam praktik professional

b. Pemeliharaan dan hubungan yang efektif dengan mentee

c. Pemeliharaan dan pertumbuhan mentee

Menurut Noorwood, et.al (2010) dalam Devi Nurmalia (2012)

menyatakan bahwa karakteristik mentor adalah pendengar yang baik,

dihargai, dapat didekati, dapat diakses, tidak menghakimi, antusias,

memberi saran atau dorongan, bijaksana, berpengalaman, memberi

tantangan konstruktif, etika, jujur, dan dapat dipercaya. Karakteristik

pendukung kesuksesan mentor meliputi berpikir kritis, kemampuan

memecahkan masalah, fokus pada orang lain dan memberikan respon yang

akurat. Mentoring memberikan beberapa keuntungan, sebagai berikut :

a. Menjembatani fragmentasi antara teori dengan praktik keperawatan

b. Memberikan bimbingan untuk kepemimpinan yang tranformasional

c. Meningkatkan pola berpikir kritis dan pengembangan karir

d. Meningkatkan harga diri, memperkaya dan bersedia untuk mengambil

pekerjaan yang beresiko

e. Meningkatkan produktivitas, kemampuan manajerial, dan

keprofesionalan.

3. Tujuan Mentoring

Mentoring bertujuan memberikan dukungan kepada mentee

sehingga mampu mengatasi masalah yang dihadapi dengan cara

menguatkan dan mengembangkan mekanisme baru yang lebih baik untuk

mempertahankan kontrol diri dan mengembalikan keseimbangan yang


28

adaptif, sehingga mampu mencari tingkat kemandirian yang lebih tinggi

serta mampu mengambil keputusan secara otonom (Dadge, Jean & Casey,

2009). Mentoring berguna untuk mendorong, mendukung dan

membimbing mahasiswa untuk terus tumbuh secara pribadi dan

professional.

4. Manfaat Mentoring

a. Manfaat bagi mentee

Menurut Gagliardi, et.al (2009) dalam Devi Nurmalia (2012)

program mentoring lebih banyak mendatangkan keuntungan bagi

mentee dalam proses belajar. Mentee mendapat kesempatan dibimbing

oleh mentor untuk kemajuan kompetensi melalui pembelajaran dan

dukungan. Hubungan mentoring yang efektif telah terbukti menjadi

dasar untuk belajar, meningkatkan kepercayaan diri, pengetahuan dan

keterampilan. Kegiatan mentoring seperti role model, counseling dan

hubungan persahabatan juga bisa membantu mentee untuk

mengembangkan identitas profesional dan kompetensi dalam

organisasi (Kram & Isabella, 1985 dalam Hasibuan, 2016). Mentoring

memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam diskusi yang

menantang dengan orang-orang yang memiliki wawasan lebih dalam

organisasi dan mengetahui lebih banyak tentang budaya organisasi.

Manfaat mentoring tidak terbatas pada: kreativitas tambahan,

kemajuan karir, peningkatan pengetahuan dan keterampilan,

pengembangan bakat, pengembangan etika pribadi, dan pembentukan


29

persahabatan. Mentor juga dapat memberikan keyakinan pada diri

mentee, mengekspresikan ide – ide secara bebas, dan menjunjung

tinggi harapan. Manfaat ini dapat meningkatkan harga diri, konsep diri,

dan kepercayaan diri mentee dan dapat menginspirasi perawat pemula

untuk mencapai potensi penuh dalam karir profesional keperawatan

(Gerhart, 2012 ; Kim, 2011 dalam Yanto 2015).

b. Manfaat bagi mentor

Mentoring tidak hanya menguntungkan bagi mentee, tetapi juga

bermanfaat untuk mentor. Mentoring dapat menjadi pengalaman yang

berharga untuk mentor, melalui interaksi dengan mentee-mentor dapat

meningkatkan keterampilan pribadi. Pengalaman mentoring memberi

mentor kesempatan untuk mengajar dan belajar, mentor juga merasa

terdorong untuk tetap up to date pada keterampilan klinis dan

pengetahuan untuk memastikan bahwa kinerja yang dilakukan

berdasarkan evidence base practice karena mentor menawarkan

dukungan klinis untuk para mentee. Mentor juga akan memiliki

kepuasan kerja yang lebih besar karena telah mampu meningkatkan

keterampilan dan pengetahuan mentee sambil belajar untuk

berkontribusi pada profesi keperawatan. Melalui mentoring, mentor

dapat meningkatkan motivasi terhadap kemajuan karir sendiri. (Yanto,

2015 ; Hasibuan, 2016)

Menurut (Dermawan, 2012) menyatakan bahwa manfaat

program mentoring bagi mentor ialah dapat memperluas,


30

mengembangkan, dan mendemostrasikan keterampilan diri dalam

pengajaran, seta meningkatkan kesadaran akan kebutuhan masyarakat

dan meningkatkan kemampuan dalam berbagai pengalaman dan

pengetahuan.

5. Jenis Mentoring

Gilmour, Kopeikin, Douche (2007) menyatakan, mentoring secara

terstruktur dibedakan menjadi mentoring formal dan informal. Mentoring

formal beorientasi pada tujuan dan dibangun oleh organisasi. Mentoring

formal lebih berfokus pada tujuan organisasi daripada tujuan psikososial.

Organisasi menggunakan mentoring formal untuk menjaga standar, seperti

orientasi pegawai baru dan peningkatan karir. Mentoring formal

bergantung pada mentor, perencanaan sampai tujuan ditentukan oleh

mentor. Mentoring formal lebih dihargai oleh organisasi. Pengakuan dari

organisasi lebih sering terjadi dibandingkan dengan mentoring informal.

Mentoring informal merupakan mentoring secara spontan dengan

rentang waktu sesuai dengan kebutuhan mentee dan tidak memerlukan

persiapan untuk proses mentoring. Mentoring informal tidak memerlukan

kontrak secara formal dan tidak sesuai dengan tujuan organisasi.

Mentoring informal terjadi secara sukarela, dan hubungan yang terbentuk

berdasarkan rasa percaya antara mentor dan mentee. Berdasarkan bentuk

dan metode pelaksanaannya, jenis-jenis mentoring menurut National

Mentorship Partnership (2005) dalam Devi Nurmalia (2012) dibedakan

menjadi beberapa jenis, antara lain: :


31

a. Mentoring Tradisional (Traditional Face-to-Face Mentoring)

Mentoring tradisional merupakan proses interaksi dan tatap

muka komunikasi antara orang yang lebih senior atau berpengalaman

(mentor) dan junior (mentee) yang memerlukan bimbingan dan

bantuan. Mentoring tradisional dilakukan sebagai kegiatan tatap muka

atau pertemuan yang telah diatur dan dilaksanakan di suatu tempat

yang nyaman untuk mentor dan mentee. Kegiatan ini merupakan

proses pembelajaran dua arah di mana akan terjadi hubungan pribadi

dan timbal balik yang dibentuk melalui saling tukar ide dan sudut

pandang ( Kim & Zabelina, 2011; Grant, 2015).

Satu mentor mendapatkan satu mentee yang disebut dengan

mentoring eksklusif. Pertemuan untuk kegiatan dengan mentee dapat

terjadi dimana saja sesuai dengan kesepakatan dengan mentee. Mentee

terkadang menentukan fokus pertemuan yang ingin dicapai, berbasis

pada pengembangan karakter, karir, sosial, dan kemampuan kerja.

Mentor bertemu mentee satu jam per minggu dan dilakukan minimal

selama satu tahun. Mentee lebih merasa puas dengan tipe tradisional

mentoring karena semua kebutuhan mentee dapat terfasilitasi

sepenuhnya oleh mentor ( Mc Kimm , Jolie & Hatter, 2007).

b. E – mentoring

Proses kegiatan mentoring menggunakan kecanggihan

teknologi. Mentor dan mentee mengadakan komunikasi melalui email,

teleconference dengan mentor sesuai dengan kesepakatan mentor dan


32

mentee. E – mentoring terjadi apabila mentor dan mentee terpisah jarak

untuk beberapa waktu, tipe ini sesuai untuk memberikan mentoring

kepada mentee yang terlalu sibuk untuk melakukan mentoring dengan

cara tradisional (Gilmour, Kopeikin, Douche, 2007).

Kelemahan dari e-mentoring, yaitu media yang digunakan

seperti email, tidak memiliki isyarat terkait dengan komunikasi yang

tepat seperti ekspresi wajah, postur, indikator status sosial dan isyarat

vocal lainnya. Kelemahan akan berdampak negatif pada komunikasi

dan pembelajaran yang dilakukan. Salah satu cara untuk mengatasi

kurangnya komunikasi langsung adalah dengan membagi e-mentoring

menjadi pertemuan secara elektronik dan pertemuan secara langsung,

sehingga sistem e-mentoring tidak harus dilihat sebagai pengganti

mentoring tradisional, melainkan untuk melengkapi dan

memperpanjang (Fairman, Miceli, Richards, Tariman, 2012).

c. Peer Mentoring

Peer mentor merupakan seseorang yang memiliki tanggung

jawab pekerjaan yang sama seperti mentee, tetapi yang telah memiliki

pengalaman sedikit lebih banyak atau seseorang satu tingkat di atas

mentee (Grant, 2015). Jenis mentoring ini menempatkan mentee untuk

mendapatkan mentor yang berasal dari teman kerja, teman sendiri atau

teman satu kelompok mentoring. Peer mentoring dilaksanakan apabila

mentor (pembimbing) berhalangan hadir dalam pertemuan rutin

dengan mentee. Mentor (pembimbing) akan memilih salah satu dari


33

mentee atau teman kerja yang dianggap mampu untuk memfasilitasi

dan berkomunikasi secara baik, serta mampu untuk memimpin

pertemuan dengan mentee. Sebelum pertemuan dilaksanakan, mentee

atau teman kerja yang ditunjuk untuk menggantikan mentor

mendapatkan penjelasan tentang apa yang akan disampaikan pada

kegiatan mentoring (Gilmour, Kopeikin, Douche, 2007).

d. Group Mentoring

Group mentoring merupakan proses mentoring secara

berkelompok yang dipimpin oleh seorang mentor dengan jumlah

mentee 5 – 8 orang (Inayah, 2016). Mentor dan mentee menentukan

jadwal untuk pertemuan secara teratur setiap minggunya kurang lebih

satu jam. Interaksi dalam pertemuan mentor – mentee dipandu oleh

mentor. Mentoring jenis ini lebih formal dan fokus kegiatan berbasis

pada tujuan dari organisasi ( Grant, 2015).

e. Mentoring tim

Tim mentoring merupakan pengembangan dari group

mentoring, tipe ini melibatkan beberapa ahli sebagai mentor dalam

satu kelompok. Tim mentoring dilakukan apabila mentee ingin

menguasai beberapa keahlian yang dimiliki oleh beberapa mentor,

apabila keahlian yang ingin dikuasai oleh mentee sudah tercapai, maka

mentee akan kembali lagi ke bentuk semula yaitu group mentoring

(Grant, 2015).
34

6. Fase Hubungan Mentoring

Hubungan dari mentor dan mentee akan menentukan kualitas dari

program mentoring. Hubungan yang penuh dengan kepercayaan dan

menyenangkan akan meningkatkan kemampuan mentee dalam proses

belajar. Hubungan dari mentor-mentee dibangun dari tiga fase yaitu; fase

inisiasi, fase kerja, dan fase terminasi (Ali & Panther, 2008; Faoreur,

2008). Hubungan dari ketiga fase dapat dilihat gambar di bawah ini:

Fase Inisiasi Fase Kerja Fase Terminasi

Gambar 2.2 Fase Hubungan Mentor - Mentee


Sumber : ( Ali & Panther, 2008)

a. Fase inisiasi berfokus pada identifikasi kesamaan karakteristik antara

individu mentor dan mentee, kemampuan atau pengakuan nilai-nilai

yang dianut. Fase inisiasi bertujuan untuk menyamakan persepsi antara

mentor dan mentee dan mengidentifikasi kemampuan mentee. Mentor

dan mentee juga harus berkomitmen untuk melakukan program

mentoring sampai selesai. Hal yang penting disadari pada fase inisiasi

adalah keterbatasan dari peran mentor dan kemampuan mentee.

b. Pada fase kerja, fokus utamanya adalah pertumbuhan dan

perkembangan dalam pencapaian tujuan mentoring. Sejalan dengan

perkembangan fase ini, rasa percaya antara mentor dan mentee mulai

terbentuk, mentee menjadi lebih siap untuk memilih bentuk bantuan

yang sesuai dengan kebutuhannya. Mentee dengan segala pemahaman


35

barunya menjadi seseorang yang mandiri, ingin mencoba dan

mengambil resiko yang harus terus dipantau serta didukung. Kegiatan

pada fase kerja meliputi kegiatan berlatih dan simulasi dari mentee

serta penerapan langsung dari apa yang telah dipelajari selama

program mentoring. Akhir fase kerja ditandai dengan meningkatnya

kepercayaan dari mentee.

c. Pada fase terminasi, mentee bekerja secara mandiri dan bertindak atas

inisiatif sendiri. Pada fase ini dilakukan evaluasi dari apa yang telah

dilakukan mentee dan hambatan yang dirasakan serta pemecahan

masalahnya. Proses ini dapat bermanfaat oleh kedua belah pihak,

sehingga keduanya dapat mempertahankan hubungan (Noorword,

2010 ; Ali & Panther, 2008).

7. Mentoring dalam keperawatan

Program mentoring sudah dikenal dalam dunia keperawatan dan

sudah terdapat beberapa penelitian yang membuktikan kegunaannya dalam

memberikan pelayanan keperawatan. Mentoring dapat meningkatkan

kerjasama interprofesional perawat dalam memberikan pelayanan

keperawatan. Mentoring yang efektif dapat meningkatkan kualitas

pelayanan keperawatan di rumah sakit. (Grosman, 2013; Jones, 2013)

Masa transisi dari mahasiswa keperawatan dalam praktik klinik

merupakan hal yang menarik, menegangkan dan menantang. Biasanya

mahasiswa merasa kompetensi dan kemampuan untuk melangkah ke

kehidupan kerja sangat kurang. Peran mentor dalam pendampingan


36

mahasiswa sangat penting, karena mentor membimbing mentee dalam

proses pembelajaran klinis dan pertumbuhan profesional. Tantangan atau

kendala yang perlu diantisipasi adalah terjadinya perbedaan tujuan,

persepsi, dan personalitas antara mentor dan mentee. Evaluasi terhadap

kegiatan tersebut juga diperlukan untuk dapat mengantisipasi berbagai

tantangan dalam melaksanakan mentoring. Salah satu tujuan diadakannya

evaluasi adalah untuk melihat apakah program mentoring telah mencapai

tujuan yang diinginkan (Blanchard & Thacker, 2010). Mentoring menjadi

kegiatan yang dapat bermanfaat dan dijalankan dengan baik sehingga bisa

memberikan hasil yang maksimal.

Kendala dalam mentoring adalah bahwa mentor tidak memiliki

waktu yang cukup untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Meskipun mentor memiliki niat untuk menolong dan mendukung mentee,

tetapi karena keterbatasan waktu mengakibatkan mentoring tidak berjalan

dengan baik. Program mentoring yang formal biasanya membutuhkan

waktu khusus, sehingga mentor dan mentee perlu mengaturnya dengan

baik (Martoredjo, 2015). Menurut Marriner – Tommey (2011)

menjelaskan tentang 3 tahap proses mentoring, yaitu :

a. Tahap invitasi

Pada tahap ini mentor harus menyediakan waktu dan energi

untuk mengasuh mentee yang bertujuan untuk belajar, mempercayai

dan menghormati mentor. Perawat mentor melakukan pertemuan


37

dengan perawat baru untuk berbagi pengetahuan, keterampilan, dan

pengalaman personal mengenai pertumbuhan profesional.

b. Tahap Keraguan

Pada tahap ini mahasiswa mengalami keraguan dan takut tidak

mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Mentor membantu

mentee mengklarifikasi tujuan dan bagaimana strategi untuk

pencapainya, membagi pengalaman personal, dan berperan sebagai

penasehat dan sumber dukungan selama mentee berada dalam masa

keraguan.

c. Tahap transisi

Pada tahap ini, mentor membantu mentee untuk menyadari

kelebihan dan keunikan dari mentee tersebut. Mentee tersebut saat ini

mampu membina orang lain.


38

D. Kerangka teori

Peran mentor (Inayah, 2016) :

1. Teacher
2. Guide
3. Role Model
4. Coach
5. Counselor
6. Advisor
7. Networker
8. Sponsor
9. Resource fasilitator
Metode pebelajaran klinik
menurut Nursalam (2011),
Fase Mentorship (Ali & antara lain :
Panther, 2008) :
1. Eksperensial
Bimbingan Mentorship 2. Konferensi
1. Fase Inisiasi
2. Fase Kerja 3. Bedside Teaching
3. Fase Terminasi 4. Penyelesaian Masalah
5. Observasi
6. Ronde Keperawatan

Kompetensi Klinik Mahasiswa

Unsur – unsur kompetensi menurut Faktor-faktor yang mempengaruhi


Nursalam (2011) : pencapaian target kompetensi
menurut Dharma (2002) dalam
1. Kognitif (Pengetahuan) Gharbelasari (2016) :
2. Afektif (Sikap)
3. Psikomotor (Keterampilan) 1. Keyakinan dan Nilai-nilai
2. Keterampilan
3. Pengalaman
4. Karakteristik
5. Kepribadian
6. Isu Emosional
7. Kemampuan
8. Intelektual
9. Motivasi

Gambar 2.3 Kerangka Teori


Sumber : Ali & Panther (2008), Dharma (2002) dalam Gharbelasari (2016),
Inayah (2016), Nursalam (2011).

Anda mungkin juga menyukai