Anda di halaman 1dari 6

A.

PENDAHULUAN

Produksi adalah bagian terpenting dari ekonomi Islam bahkan dapat dikatakan sebagai
salah satu dari rukun ekonomi disamping konsumsi, distribusi, redistribusi, infak dan sedekah.
Karena produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang kemudian
dimanfa’atkan oleh konsumen. Pada saat kebutuhan manusia masih sedikit dan sederhana,
kegiatan produksi dan konsumsi dapat dilakukan dengan manusia secara sendiri. Artinya
seseorang memproduksi barang/jasa kemudian dia mengonsumsinya. Akan tetapi seiring dengan
berjalannya waktu dan beragamnya kebutuhan konsumsi serta keterbatasan sumber daya yang
ada (kemampuannya), maka seseorang tidak dapat lagi menciptakan sendiri barang dan jasa yang
dibutuhkannya, akan tetapi membutuhkan orang lain untuk menghasilkannya. Oleh karena itu
kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh pihak-pihak yang berbeda. Dan untuk
memperoleh efisiensi dan meningkatkan produktifitas lahirlah istilah spesialisasi produksi,
diversifikasi produksi dan penggunaan tehnologi produksi.

Dalam Kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, saw. konsep produksi barang dan
jasa dideskripsikan dengan istilah-istilah yang lebih dalam dan lebih luas. Al-Qur’an
menekankan manfa’at dari barang yang diproduksi. Memproduski suatu barang harus
mempunyai hubungan dengan kebutuhan hidup manusia. Berarti barang itu harus diproduksi
untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan bukannya untuk memproduksi barang mewah secara
berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenaga kerja yang
dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif. Hal ini ditegaskan Al-
Qur’an yang tidak memperbolehkan produksi barang-barang mewah yang berlebihan dalam
keadaan apapun. (Afdzalurrahman, 1995; 193). Oleh karena itu, konsep produksi yang dianggap
sebagai kerja produktif dalam Islam adalah proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa
yang sangat dibutuhkan manusia. Dan kerja produktif semacam ini dapat diistilahkan sebagai
‘amal saleh’ yang mengandung banyak kemaslahatan dan keberkahan.

Maka dalam hal ini, prinsip fundamental yang harus diperhatikan dalam produksi adalah
prinsip tercapainya kesejahteraan ekonomi. Selanjutnya Mannan menyatakan: “Dalam sistem
produksi Islam, konsep kesejahteraan ekonomi digunakan dengan cara yang lebih luas, konsep
kesejahteraan Islam terdiri dari bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya
produksi dari hanya barang-barang berfaedah melalui pemanfa’atan sumber-sumber daya secara
maksimum baik manusia maupun benda demikian juga melalui ikut-sertanya jumlah maksimum
orang dalam proses produksi”. (Eko Suprayitno; 2008: 178-179). Dengan demikian semakin
bertambahnya income pendapatan manusia dan semakin banyaknya unsure manusia yang terlibat
dalam kegiatan produksi maka kesejahteraan manusia akan dapat terwujud secara lebih luas.

Oleh karena itu strategi yang yang tepat dalam peningkatan kesesajahteraan manusia
adalah strategi kelayakan hidup manusia dalam istilah ekonomi Islam disebut dengan “Haddul
kifayah”. Karena dalam batas minimal inilah ekonomi Islam dapat dikatakan berhasil sebagai
ilmu yang dapat mengantarkan manusia menuju kesejahteraan hidup.
B. Definisi Produksi

Untuk mengetahui konsep produksi dalam ekonomi Islam, maka dalam hal ini kita akan
membahas tentang definisi produksi secara esoteris dan eksoteris, kemudian teori produksi dalam
Al-Qur’anul Karim dan Sunnah Nabi, saw. dan pendapat-pendapat para pemikir ekonom muslim
sebagai berikut:

a. Produksi Secara Esoteris dan Eksoteris

Dalam mendefinisikan produksi Dr. M. Rawwas Qalahji memberikan padanan kata


“produksi” dalam bahasa Arab dengan kata: “al-intaj” secara esoteris dimaknai dengan ijadu
sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami
muzayyajin min anashiril intaji dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas
dengan menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam
waktu yang terbatas”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia produksi diartikan dengan:
“Menghasilkan barang dan jasa”. Hal senada juga dipaparkan oleh. Dr. Abdurrahman Yusri
Ahmad dalam bukunya: “Muqaddimah Fi Ilmi al-Iqtishad al-Islami”. Abdurrahman lebih jauh
menjelaskan bahwa dalam melakukan proses produksi yang dijadikan ukuran utamanya adalah
nilai manfa’at (utility) yang diambil dari hasil produksi tersebut. Produksi dalam pandangannya
harus mengacu pada value of utility dan masih dalam bingkai nilai “halal” serta tidak
membahayakan bagi diri sendiri atau orang lain dan kelompok tertentu. Dalam hal ini,
Abdurrahman merefleksi pemikirannya dengan mengacu pada QS. Al-Baqarah; 219 yang
menjelaskan tentang pertanyaan dari manfa’at memproduksi khomer (minuman keras) yang
mengindikasikan banyak madzaratnya dari manfa’atnya.

Secara eksoteris produksi dapat didefinisikan dengan usaha manusia untuk memperbaiki
kondisi fisik material dan spiritual moralitasnya sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup
sebagaimana digariskan dalam agama Islam, yaitu; kebahagiaan dunia dan akhirat. (Kahf; 1992).
Sedangkan Mannan (1992) menekankan pentingnya motif altruisme bagi produsen yang Islami
sehingga ia menyikapi dengan hati-hati konsep Pareto Optimality dan Given Demand Hypothesis
yang banyak dijadikan sebagai konsep produksi dalam ekonomi konvensional. Sedangkan
Rahman (1995) menekankan pentingnya keadilan dan pemerataan produksi (distribusi secara
merata). Disisi lain Diyaul Haq (1996) menyatakan bahwa tujuan produksi adalah untuk
memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang menurutnya sebagai fardhu kifayah, yaitu kebutuhan
pemenuhan bagi banyak orang yang hukumnya adalah wajib. Dan Siddiqi (1992) mendefinisikan
kegiatan produksi sebagai penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan nilai keadilan dan
kebajikan/kemanfa’atan (maslahah) bagi masyarakat. Dalam padangannya, sepanjang produsen
telah bertindak adil dan membawa kebajikan bagi masyarakat maka ia telah bertindak Islami.

Apabila diperhatikan dari berbagai definisi-definisi di atas dapat dikerucutkan bahwa


kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi Islam adalah menempatkan manusia sebagai pusat
perhatian produksi, meskipun definisi-definisi itu berusaha mengelaborasi dari perspektif yang
berbeda. Kahf, contohnya memberikan tekanan pada tercapainya tujuan kegiatan produksi yang
harus selaras dengan tujuan hidup manusia, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat. Sedangkan
Mannan, secara tegas menolak terhadap konsep Pareto Optimality yang pada akhirnya
memberikan kesimpulan dengan mempromosikan sebuah ide mengenai pentingnya distribusi
alokatif yang lebih adil diantara manusia yaitu untuk mengangkat harkat hidup manusia.
Sedangkan Rahman, menekankan pentingnya pemerataan produksi untuk mencapai
kesejahteraan manusia. Sedangkan Al-Haq, menekankan sebuah justifikasi proses produksi yang
hukumnya adalah wajib kifayah. Karena justifikasi ini dianggap penting untuk menjaga
berlangsungnya kegiatan produksi sebagai jalan untuk mencapai kesejahteraan manusia di dunia
dan akhirat.

Dari berbagai definisi dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepentingan
manusia yang sejalan dengan moral Islami haruslah menjadi target dan fokus kegiatan produksi,
sehingga imbas dari produksi adalah untuk meningkatkan martabat dan eksistensi manusia
sebagai khalifah di muka bumi ini. Maka produksi adalah proses mencari, mengalokasikan dan
mengelola sumber daya ekonomi menjadi output dalam rangka meningkatkan maslahah bagi
manusia. Dan oleh karena itu, produksi juga mencakup aspek tujuan kegiatan yang menghasilkan
output serta karakter-karakter yang melekat pada proses dan hasilnya.

b. Produksi Dalam Pemikiran Ekonomi Islam

Konsep produksi dalam perspektif pemikiran ekonomi Islam mengandung dua


pengertian, yaitu bentuk pemikiran yang dihasilkan oleh para pemikir muslim yang berdasarkan
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, saw. secara langsung atau sebuah pemikiran ekonomi produksi
yang dihasilkan oleh para sarjana muslim. Akan tetapi keduanya akan menemui titik temu karena
seorang sarjana muslim akan menelurkan teori produksinya berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah
sebagaimana sejarah pemikiran ekonomi yang dilakukan para ulama’ setelah sepeninggalnya
Rasulullah, saw. juga merujuk langsung pada sumber hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah, saw. akan tetapi dalam perkembangannya sejarah pemikiran produksi mengalami
naik turun bersamaan dengan perkembangan peradaban umat Islam yang pada zaman
kekhilafahan Islam pemikiran ekonomi mengalami kemajuan pesat, akan tetapi setelah
runtuhnya kekhilafahan Islam yang pada saat bersamaan sistem kolonialisasi barat
mensistemisasi pembodohan umat sehingga pemikiran ekonomi Islam tidak berkembang
sehingga terjadi distorsi pemikiran ekonomi dan pada perkembangannya pemikiran para pemikir
muslim telah terkontaminasi oleh pemikiran para pemikir ekonomi barat.

C. Tujuan Produksi

Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk


memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam islam yang bertujuan
untuk memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen. Walaupun dalam ekonomi islam
tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama
berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam. Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi
adalah meningkatkan kemashlahatan yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya:

1. Pemenuhan kebutuhan manusai pada tingkat moderat.

2. Menemukan kebutuhan masyarakat da pemenuhannya.

3. Menyiapkan persediaan barang/jasa dimasa depan.

4. Pemenuhan sarana bagi kegaitan social dan ibadah kepada Allah.

Tujuan produksi yang pertama sangat jelas, yaitu pemenuhan sarana kebutuhan manusia
pada takaran moderat. Hal ini akan menimbulkan setidaknya dua implikasi. Pertama, produsen
hanya menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan meskipun belum tentu merupakan
keinginan konsumen.

D. Produksi Dalam Pandangan Islam

Prinsip dasar ekonomi Islam adalah keyakinan kepada Allah SWT sebagai Rabb dari
alam semesta. Ikrar akan keyakinan ini menjadi pembuka kitab suci umat Islam. Dan dia Telah
menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat)
daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (Al-jaatsiyah:13) Rabb, yang seringkali
diterjemahkan "Tuhan" dalam bahasa Indonesia, memiliki makna yang sangat luas, mencakup
antara lain "pemelihara (al-murabbi), penolong (al-nashir), pemilik (al-malik),yang memperbaiki
(al-mushlih), tuan (al-sayyid) dan wali (al-wali).

Konsep ani bermakna bahwa ekonomi Islam berdiri di atas kepercayaan bahwa Allah
adalah satu-satunya Pencipta, Pemilik, dan Pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya
menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan ketetapan-Nya (sunatullah).
Dengan keyakinan akan peran dan kepemilikan absolut dari Allah Rabb semesta alam, maka
konsep produksi di dalam ekonomi Islam tidak semata-mata bermotif maksimalisasi keuntungan
dunia, tetapi lebih penting untuk mencapai maksimalisasi keuntungan akhirat. Ayat 77 surat al-
Qashas mengingatkan manusia untuk mencari kesejahteraan akhirat tanpa melupakan urusan
dunia.

E. Aturan-aturan produksi dalam islam diantaranya sebagai berikut ini:

 Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.

 Mencegah kerusakan dimuka bumi, termasuk mengatasi polusi, memelihara


keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.

 Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta


mencapai kesejahteraan. Kebutuhan yang wajib dipenuhi dalam prioritas yang
ditetapkan agama, adalah terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya akidah/agama,
terpeliharanya nyawa, akal dan keturunan/kehormatan, dan untuk kemakmuran
material.

 Produkksi menurut Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat.
Untuk itu hendaknya umat memiliki berbagai keahlian, kemampuan dan fasilitas
yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan sprituak dan material.

 Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun


mental dan fisik.

F. Faktor-Faktor Produksi

Faktor produksi dalam ekonomi Islam sama dengan faktor produksi dalam ekonomi
konvensional, yang secara umum dapat dinyatakan dalam:

 Faktor produksi tenaga kerja

 Faktor produksi bahan baku dan bahan penolong

 Faktor produksi modal

Di antara ketiga faktor produksi tersebut, faktor produksi modal yang memerlukan
perhatian khusus karena dalam ekonomi konvensional diberlakukan sistem bunga.

G. Prinsip-Prinsip Produksi Dalam Ekonomi Islam

Menurut Yusuf Qardawi, faktor produksi yang utama menurut AlQuran adalah alam dan
kerja manusia. Produksi adalah perpaduan harmonis antara alam dan manusia. Firman Allah swt.
dalam QS. Huud ayat 61 yang artinya: ‘’Allah swt. telah menciptakan kamu dari bumi (tanah)
serta menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohon lah ampunannya, kemudian
bertaubatlah kepada-Nya, sesugguhnya tuhan ku amat dekat(rahmat-Nya) lagi
memperkenalkan(doa hamba-Nya)”

Manusia sebagai faktor produksi dalam pandangan islam, harus dilihat dari konteks
fungsi manusia secara umum sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sebagai makhluk Allah yang
paling sempurna, manusia memiliki unsur rohani dan unsur materi, yang keduanya saling
melengkapi. Karna unsur rohani tidak dapat dipisahkan dalam mengkaji proses produksi.
Bagaimana manusia memandang faktor-faktor produksi yang lain menurut cara pandang Al
Quran dan hadis. Al-quran dan hadis Rasulullah meberikan arahan mengenai prinsip-prinip
produksi sebagai berikut:
 Tugas manusia dimuka bumi sebagai khalifah Allah serta memakmurkan bumi
dengan ilmu dan amalnya,

 Islam selalu memotivasi untuk kemajuan dibidang produksi,

 Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemmpun manusia, dan

 Dalam berinovasi dan beresperimen, pada prinsipnya agama islam menyukai


kemudahan, menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat.

Adapun kaidah-kaidah berproduksi dalam islam diantaranya adalah:

 Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap proses produksi,

 Mencegah kerusakan dimuka dibumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian


dan ketersediaan sumber daya alam,

 Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyrakat serta


mencapai kesejahteraan,

 Produksi dalam islam tidak dapat terpisahkan dari tujuan kemandirian umat, serta

 Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental
dan fisik.

Anda mungkin juga menyukai