Anda di halaman 1dari 12

IDENTIFIKASI ZAT WARNA PADA SERAT POLIAMIDA

I. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Maksud
Melakukan pengujian terhadap contoh uji untuk mengidentifikasi zat warna yang
digunakan dalam pencelupan serat poliamida.
2. Tujuan
Untuk mengetahui golongan zat warna dan jenisnya yang digunakan dalam
pencelupan serat poliamida.

II. TEORI DASAR


Serat Poliamida
Poliamida adalah jenis serat buatan yang dibuat dari Heksametilena diamina dan asam
adipat, jenis serat ini biasanya disebut poliamida 66 [1]. Berikut ini merupakan reaksi
pembuatan serat poliamida:
NH2(CH2)6NH2 + COOH(CH2)4COOH NH2(CH2)6NHCO(CH2)4 COOH +
H2O [1]
Nylon merupakan salah satu nama dagang dari serat poliamida. Serat nylon
ditemukan oleh Wallace H. Carothers pada tahun 1928. Istilah nylon mengacu pada
suatu polimer yaitu poliamida linier. Ada dua metode umum bagaimana membuat
nilon untuk aplikasi serat.
Pada metode pertama , molekul dengan suatu gugus asam ( COOH) bereaksi dengan
molekul yang mengandung gugus amina (NH2) dan menghasilkan nilon yang dinamai
berdasarkan banyaknya atom karbon yang memisahkan dua gugus asam dan dua
gugus amina. Nylon 6,6 yang secara luas digunakan untuk serat dibuat dari asam
adipat dan hexametilen diamin. Kedua senyawa tersebut membentuk suatu garam,
yang dikenal sebagai nylon, dengan perbandingan asam dan basa 1:1. Garam ini
kemudian dikeringkan dan dipanaskan untuk menghilangkan air dan membentuk
polimer.
Pada metode kedua, suatu senyawa yang mengandung suatu amina pada satu sisi dan
suatu asam di sisi lainnya dipolimerisasi untuk membentuk rantai dengan unit
pengulangan NH-[CH2]n-CO-)x. Jika n=5, nylon dikenal sebagai nilon 6, begitupun
dengan jenis polimer lain. Produksi komersial dari nylon 6 menggunakan caprolactam
untuk polimerisasi.

Identifikasi Zat Warna Pada Serat Poliamida


Identifikasi zat warna pada serat poliamida digolongkan menjadi 2 golongan:

Golongan I
Zat warna yang termasuk dalam golongan 1 yaitu yaitu zat warna yang larut dalam
pelarut organic toluene, yaitu zat warna bejana, zat warna dispersi, beberapa zat
warna kompleks logam, beberapa zat warna dispersi-reaktif, dan semua zat warna
naftol.

Zat Warna Bejana


Zw bejana tidak larut dalam air, oleh karena itu dalam pencelupannya harus diubah
menjadi bentuk leuko yang larut. Senyawa leuko tersebut memiliki substantivitas
terhadap selulosa sehingga dapat tercelup. Adanya oksidator atau oksigen dari udara,
bentuk leuko yang tercelup dalam serat tersebut akan teroksidasi kembali kebentuk
semula yaitu pigmen zw bejana.Senyawa leuko zw bejana golongan indigoida larut
dalam alkali lemah sedangkan golongan antrakwinon hanya larut dalam alkali kuat
dan hanya sedikit berubah warnanya dalam larutan hipiklorit. Umunya zw turunan
tioindigo dan karbasol warna hamper hilang dalam uji hipoklorit dan didalam larutan
pereduksi warnanya menjadi kuning. Ikatan zw bejana dengan serat antara lain ikatan
hydrogen dan ikatan sekunder seperti gaya-gaya Van der Waals. Larutan ekstrak
contoh uji yang telah larut ditambah Na2S2O4, dan dilakukan pencelupan kapas
dengan bantuan NaCl. Kemudian kapas dioksidasi dengan NaNO2 dan Na2Cr2O7
dalam asam asetat warna akan timbul kembali.

Bentuk Leuko ZW Bejana


O H
Reduksi
Na2S2O4 + NaOH + H2O
Hn

O OH

NaOH

ONa
ONa

Zat Warna Reaktif

Zw reaktif adalah zw yang dapat mengadakan reaksi dengan serat, sehingga zw


tersebut merupakan bagian dari serat ( ikatan kovalen ). Oleh karena itu zw ini
mempunyai ketahanan cuci yang baik ( tahan luntur tinggi ) . Zw ini mempunyai berat
molekul yang kecil oleh karena itu kilapnya lebih baik dibandingkan dengan zw direk.
Sifat-sifat umum :
 larut dalam air
 berikatan kovalen dengan serat
 karena kebanyakan gugusnya azo maka zw ini mudah rusak oleh reduktor kuat
 tidak tahan terhadap oksidator yang mengandung klor ( NaOCl )
Zat warna reaktif dikenal sebagai zat warna yang dapat bereaksi secara kimia
dengan serat selulosa dalam ikatan yang stabil. Ikatan ini memberikan sifat tahan luntur
warna yang baik terhadap pelarut organik dan air. Karena tidak ada cara yang khusus
untuk menguji zat warna reaktif, maka perlu diadakan dulu pengujian yang menunjukkan
zat warna tersebut adalah zat warna reaktif.
Untuk beberapa jenis pengujian, zat warna pigmen dan zat warna reaktif
menunjukkan reaksi yang sama. Oleh karena itu sifat tidak luntur dari zat warna dalam
pelarut organik, dan pengaruh zat-zat reduktor dan oksidator terhadap zat-zat warna
merupakan cara pengujian untuk membuktikan adanya zat warna reaktif.

Zat Warna Naftol


Zw naftol merupakan zw yang terbentuk dalam serat pada waktu pencelupan dan
merupakan hasil reaksi antara senyawa naftol dengan garam diazonium (kopling).

Sifat-sifat umum dari zw naftol :

 tidak luntur dalam air


 luntur dalam piridin pekat mendidih
 bersifat poligenetik dan monogenetic
 karena mengandung gugus azo, maka tidak tahan terhadap reduktor
Golongan II
Zat warna yang termasuk ke dalam golongan ini adalah zat warna yang larut dalam
pelarut air, yaitu zat warna asam, basa, direk, beberapa zat warna kompleks logam (
pencelupan netral ), semua zat warna kompleks logam ( celupan asam ) dan semua zat
warna krom.

Zat Warna Direk


Zat warna direk umumnya adalah senyawa azo yang disulfonasi, zat warna ini disebut
juga zw substatif karena mempunyai afinitas yang besar terhadap selulosa. Beberapa
zat warna direk dapat mencelup serat protein dan poliamida berdasarkan ikiatan
hydrogen. Zw direk umunya mempunyai ketahanan terhadap sinar cukup, tidak tahan
terhadap oksidasi dan rusak oleh zat pereduksi.

Zat Warna Asam


Zat warna asam mengandung asam-asam mineral / asam-asam organic dan dibuat
dalam bentuk garam-garam natrium dari organik dengan gugus anion yang merupakan
gugus pembawa warna (kromofor) yang aktif. Struktur kimia zat warna asam
menyerupai zat warna direk merupakan senyawa yang mengandung gugusan sulfonat
atau karboksilat sebagai gugus pelarut. Zw asam dapat mencelup serat-serat binatang,
poliamida dan poliakrilat berdasarkan ikatan elektrovalen / ikatan ionik.

Zat Warna Basa


Dalam bentuk basa, zat warna basa termasuk zat warna yang tidak larut, tetapi dalam
larutan yang bersifat asam zat warna akan berubah menjadi bentuk garam yang mudah
larut. Zat warna basa secara alami bersifat kationik, sehingga dapat digunkan untuk
mencelup serat akrilat, wool, sutra, dan nylon, di mana zat warna basa akan berikatan
secara ionik dengan gugus-gugus sulfonat atau karboksilat yang ada dalam serat
sehingga tahan lunturnya cukup baik.

III. ALAT, BAHAN, DAN PEREAKSI


Alat-alat :
- Gelas Piala 600 ml
- Tabung Reaksi
- Penjepit
- Pembakar Bunsen
- Kassa
- Pipet
- Pengaduk
- Rak Tabung
- Kui porselen + Penjepit

Bahan-bahan :
- Contoh uji kain sutera
- Contoh uji kain kapas
- Kain kapas putih
- Serat wool
- Serat akrilat

Pereaksi :

- Larutan sabun

- Larutan piridin

- HCl pekat

- Larutan toluena

- Alkohol

- NaOH 10%

- Natrium Hidrosulfit

- Amonia pekat

- H2SO4

- CH3COOH

- DMF 1:1 & 100 %

- NaCl
IV. CARA KERJA
(terlampir pada jurnal)

V. DATA PENGAMATAN
(terlampir pada jurnal)

VI. DISKUSI
Pada pengujian identifikasi zat warna bejana, prinsipnya zat warna bejana akan
mecelup kembali serat selulosa setelah dilakukan oksidasi. Akan ketika dilakukan
pencucian dalam suasana asam maupun alkali, zat warna bejana tidak luntur atau
luntur sedikit. Sehingga ketika dilakukan pencelupan dengan serat multifiber, zat
warna bejana tidak mencelup kembali semua serat. Hal ini bisa dilihat pada serat
multifiber hasil contoh uji no 1, baik dalam suasana asam maupuin alkali, tidak ada
jenis serat yang tercelup oleh zat warna bejana. Ketidaklunturan zat warna bejana
dalam proses pencucian ini disebabkan zat warna bejana tidak larut dalam air
sehingga ketahanan luntur terhadap pencuciannya tinggi. Demikian pula ketika diuji
oleh piridin, zat wrna bejana tidak luntur, sedangkan pada uji toluena, zat warna
bejana terdapat dalam lapisan toluena.

 Pada pengujian identifikasi zat warna reaktif, zat warna reaktif ketahanan luntur
tinggi dalam larutan pencucian. Seperti yang terlihat pada contoh uji no 60. Pada
prinsipnya zat warna reaktif tidak tahan oksidator, maka pada uji pencucian akan
rusak. Selain itu zat warna ini merupakan zat warna yang hidrofil atau larut dalam
pelarut air. Pada pengujian DMF 1:1 kapas tercelup warna muda, sedangkan DMF
100% kapas tercelup warna tua dan pada uji penentuan wolnya tercelup tua.

 Pada identifikasi zat warna naftol, zat warna tidak akan mencelup kembali semua
jenis serat, namun memberikan warna kuning pada kapas yang dapat berpendar dalam
sinar ultra lembayung. Seperti yang terlihat pada contoh uji no 27. Pada uji
pencuciannya tidak luntur, pada pelunturan piridin juga tidak luntur. Hasil
pencelupannya merupakan hasil reaksi antara senyawa naftol dan garam diazonium.
Saat pelunturan zat warna naftol, yang dilunturkan adalah senyawa naftolnya saja
yang tidak berwarna, garam diazonium adalah pemberi warna dalam pencelupan zat
warna naftol. Senyawa naftol yang telah diserap kembali oleh serat cotton akan
berpendar dalam sinar fluorecent.

 Pada identifikasi zat warna direk, zat warna akan luntur banyak dalam proses
pencucian. Hal ini disebabkan zat warna direk berikatan hidrogen dengan serat yang
merupakan ikatan lemah dan dapat putus dalam suhu tinggi sehingga ketahanan luntur
terhadap pencuciannya tidak baik. Pada proses pencelupan dengan serat multifiber,
dalam suasana asam zat warna direk dapat mencelup serat poliamida, wool, dan
poliakrilat dengan warna tua sedangkan serat kapas tercelup dengan warna muda.
Sedangkan dalam suasana alkali zat warna direk dapat mencelup serat kapas dengan
warna tua dan serat poliamida dengan warna muda. Hal ujinya dapat dilihat pada
contoh uji no 2. Selain itu zat warna direk juga luntur dalam uji piridin dan pada uji
toluena zat warna berada pada lapisan air. Zat warna direk ketika dilakukan
pencelupan pada bahan kapas, wool, dan akrilat, yang tercelup paling tua adalah
kapas. Hal ini dikarenakan zat warna direk dapat berikatan dengan gugus hidroksil
dari selulosa dengan ikatan hidrogen.

 Pada identifikasi zat warna basa, zat warna luntur cepat dalam uji pencucian. Pada
proses pencelupan dengan serat multifiber, dalam suasana asam mencelup kembali
serat wol, akrilat dengan warna tua dan menodai serat-serat lain. Sedangkan dalam
suasana alkali mencelup serat wol dengan warna tua dan menodai serat-serat lain.
Seperti yang terlihat pada hasil contoh uji no 11, zat warna basa dapat mencelup serat
wol dengan warna tua karena adanya gugus-gugus karboksil pada serat wol yang
membentuk ikatan ionik antara serat dan za warna basa sehingga memungkinkan wol
dicelup dengan zat warna basa. Selain itu juga zat warna basa dapat mencelup tua
akrilat. Zat warna basa sebenarnya mampu mencelup serat-serat protein sedangkan
pada serat poliakrilat yang mempunyai gugus-gugus asam dalam molekulnya akan
berlaku/bersifat seperti serat-serat protein terhadap zat warna basa. Zat warna basa
juga luntur dalam uji piridin dan pada uji toluena zat warna berada pada lapisan air.
 Pada identifikasi zat warna asam, zat warna luntur dalam pencucian dan piridin serta
terdapat pada lapisan air ketika diuji toluena. Pada uji pencelupannya dalam suasana
asam, zat warna asam mencelup kembali serat poliamida, wol dengan warna tua.
Sedangkan dalam suasana alkali mencelup serat wol, kapas dengan warna muda.
Seperti yang terlihat dari hasil contoh uji no 21. Zat warna asam dapat mencelup wol
putih karena adanya tempat-tempat positif pada bahan yang terserap gugus amina dari
wol. Selain itu, serat protein umumnya lebih tahan asam tapi kurang tahan suasana
alkali, sehingga pengerjaan proses pencelupannya biasa dilakukan dalam suasana
asam.

VII. KESIMPULAN

Pengujian zat warna golongan I pada serat poliamida


 Contoh uji no 39 dicelup dengan zat warna bejana.
 Contoh uji no 60 dicelup dengan zat warna reaktif.
 Contoh uji no 76 dicelup dengan zat warna naftol.

Pengujian zat warna golongan I pada serat poliamida


 Contoh uji no 10 dicelup dengan zat warna direk.
 Contoh uji no 72 dicelup dengan zat warna basa.
 Contoh uji no 21 dicelup dengan zat warna asam.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Karyana, Dede, dkk. 2005. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan I (Pencelupan Serat
Kapas, Wol, dan Sutra. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Rahayu, Haryanti. 1993. Penuntun Praktikum Evaluasi Tekstil Kimia. Bandung:
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Soeprijono, S.Teks, P., dkk. 1973. Serat-serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi
Tekstil
jurnal praktik evaluasi tekstil kimia 2
http://www.artikelkimia.co.cc/2010/12/serat-nylon.html
LAPORAN PRAKTIKUM
EVALUASI TEKSTIL KIMIA II

IDENTIFIKASI ZAT WARNA


PADA POLIAMIDA
GOLONGAN I (Zw Asam, Zw Basa, Zw Direk)
GOLONGAN II (Zw Bejana, Zw Naftol, Zw Reaktif)

Disusun Oleh :
Nama : Rendy Muhammad Harlanta
Nrp : 14020010
Grup : 3 K1
Dosen : Khairul U., S.ST.
Asisten : Kurniawan,S.T.,MT
Witri A S.,S.ST

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL


BANDUNG
2016

Anda mungkin juga menyukai