Anda di halaman 1dari 12

Menakar Kebijakan Bantuan Packaging House Provinsi Jawa Timur bagi

Daya Saing Produk UKM

Achmad Fathoni Kurniawan1

Pendahuluan
Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia cukup menarik perhatian bagi
perekonomian negara terutama semenjak krisis ekonomi 1997. Bahkan UKM seringkali
disebut sebagai penyelamat perekonomian Indonesia di masa krisis periode 1992-2000
(Manurung, Adler Haymans. 2007). Modal UKM yang dibutuhkan relatif kecil yang
berhubungan dengan resiko yang diterima, begitu pula mampu mewadahi tenaga kerja yang
berpendidikan rendah yang menjadi ciri khas usia produktif penduduk di wilayah pedesaan.
tidak heran UKM menjadi salah satu sektor penting menyelamatkan ekonomi masyarakat
ditengah PHK besar-besaran oleh industri-industri menengah dan besar akibat dari krisis
ekonomi yang bekepangan. Besarnya perhatian negara terhadap keberadaan UKM dengan
membuat portofolio kementerian yaitu Menteri Koperasi dan UKM serta Kementerian
Perindustrian dan Perdagangan sebagai bentuk keseriusan dalam mengembangkan ekonomi
lokal berbasis masyarakat secara mandiri.
Bagi Indonesia UKM sebagai penyumbang PDB terbesar. Pada tahun 2007 hingga
tahun 2012 menunjukkan peningkatan jumlah PDB UKM dari Rp. 2,107,868.10 Milyar
menjadi Rp. 4,869,568.10 Milyar atau rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar 18.33% per
tahun. Jika dibandingkan kontribusi Usaha Besar terhadap PDB lebih sedikit dibandingkan
UKM, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 15.75% per tahun (BPS, 2013). Disisi lain
kontribusi UKM ditahun 2012 mampu menyerap 97,16% dari total tenaga kerja Industri di
Indonesia atau sebesar 107.66 juta, dan 2.84% sisanya tenaga kerja di sektor Usaha Besar.
Bagi jawa timur di akhir 2012 mempu mendongkrak pertumbuhan ekonomi sebesar 7,22%.
Bahkan dari total PDRB Jatim sebesar 1.000 triliun, 54% diperoleh dari 4,2 juta UMKM
yang tumbuh dan berkembang di wilayah tersebut (bappeda.jatimprov.go.id, 11 Februari
2013).
Keberadaan UKM di Jawa timur tahun 2012 mengalami pertumbuhan 13,89% dari
tahun sebelumnya bahkan lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan UKM nasional yang hanya
7,22%. Tahun 2011 dari 783,758 unit usaha 97,8% setara dengan 766,783 unit usaha
merupakan industri kecil dan 16.182 unit usaha di industri menengah. Dari 2,910,368 orang

1
Dosen Hubungan Internasional, Universitas Brawijaya
198 | JURNAL TRANSFORMASI GLOBAL VOL 3 NO 2

total tenaga kerja, sebesar 1,756,587 orang terserap di industri kecil dan 917,062 orang di
industri menengah (Kompas.com)
Besarkan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan serapan bagi tenaga kerja di
Indonesia khususnya jawa timur, UKM masih mengalami tantangan dalam mengahadapi
kompetisi pasa global, terutama pada aspek kemasan produk. Sebagian besar produk UKM
khususnya jenis produk makanan dan minuman belum memenuhi standar kemasan hingga
mencapai 90% dari total unit usaha (tempo.co, 2018). Bagi penguasa UKM, masih adanya
pandangan bahwa kemasan itu mahal dan juga mengira dibutuhkan alat yang mahal. Tidak
heran kiranya produk-produk yang beredar khususnya produk makanan dan minuman di
pasaran tradisional bahkan retail modern dibanjiri oleh produk-produk perusahaan
multinasional hingga produk-produk impor. Hal ini tentunya menjadi ancaman serius bagi
keberlangsungan produk UKM ditengah berlangsungnya perdagangan bebas. Produk-produk
negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thiland, dan Singapura khususnya telah siap
menjadi kompetitor tangguh untuk survive dalam kerangka Asean Economic Community
bagi produk-produk UKM bagi pasaran indonesia utamanya.
Dalam mengantisipasi ancaman tersebut, diakhir 2012 Dinas Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Provinsi Jawa Timur memberikan bantuan untuk
terwujudnya rumah kemasan atau Packaging House kepada beberapa koperasi daerah pilihan
antara lain, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Bojonegoro dan
Kabupaten Jombang. Rumah kemasan bantuan dari pemerintah tersebut setidaknya terdiri
daria Filling Bottle Mechine (alat kemasan botol), Continuous Sealer (Mesing Penutup
Kemasan), Vacuum Package, Automatic Packing Machine (alat pengemas otomatis) serta alat
pendukung lainnya. Keberadaan rumah kemasan ditujukan untuk peningkatan daya saing
produk lokal melalui pendekatan kemasan.
Keberadaan Rumah Kemasan yang tersebar di beberapa kota/kabupaten di Jawa Timur
diawali tahun 2012 merupakan representasi dari peran negara dalam menciptakan nilai
tambah bagi produk UKM. Sebagai industri lokal yang bercirikan padat karya berbasis
masyarakat lokal, UKM tentunya diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah serta digadang sebagai jaring sosial dan ekonomi ditengah tekanan daya saing dan
ketidakmenentuan ekonomi global. Tujuan dari tulisan ini akan menjelaskan bagaimana
strategi kebijakan pemerintah lokal dalam upgrading produk UKM sehingga mampu
mempertahankan eksistensinya bagi pertumbuhan ekonomi ditengah keterbukaan pasar
regional dan global. Begitu pula perlunya menelisik implementasi kebijakan tersebut dalam
memberikan nilai tambah bagi produk UKM.
Achmad Fathoni Kurniawan – Menakar Kebijakan Bantuan Packaging House… | 199

Upgrading Ekonomi Lokal


Di era Global saat ini, keterbukaan ekonomi menjadi salah satu elemen penting dalam
perumusan kebijakan bagi negara termasuk struktur yang ada dibawahnya, termasuk dalam
area industrialisasi. Peningkatan tekanan liberalisasi telah diikuti dengan semakin
meningkatnya tingkat kompetisi dalam perekonomian global (Gary
Gereffi, dkk, 2001:4). Dalam hal ini posisi negara berkembang seringkali minor dalam
kompetisi global. Akibatnya negara mengalami kondisi race to the bottom di mana
perusahaan atau perekonomian negara gagal untuk masuk ke dalam pasar global (Raphael
Kaplinsky dan Mike Morris, 2000:25). Dalam kondisi beberapa hal juga akan sangat rentan
terjadi pada industri lokal/UKM (Usaha Kecil Menengah) yang masih relatif rentan, bahkan
dalam kasus negara industri yang relatif stabil seperti Indonesia.
Upgrading dalam meningkatkan posisi, performa,menjadi faktor penting sekaligus
daya saing. Hal ini tidak hanya terpusat pada inovasi akan tetapi juga dengan bagaimana
membuat produk yang lebih baik, membuatnya secara lebih efisien, atau menggesernya pada
proses dengan ketrampilan yang lebih tinggi, dan mampu memberikan nilai tambah pada
produknya. Setidaknya ada 4 jenis Upgrading (John Humphrey and Hubert Schmitz,
2001:352):
1. Process upgrading: mengubah input menjadi output secara lebih efisien dengan
mereorganisasi proses produksi atau mengenalkan teknologi yang dapat diandalkan.
2. Product upgrading: peralihan ke arah produk kekinian yang lebih canggih setidaknya
mampu memberikan nilai tambah terhadap produk tersebut
3. Functional upgrading: memberikan fungsi yang baru dari sebuah rantai proses (atau
Justru meninggalkan fungsi yang telah ada) untuk meningkatkan manfaat dari produk
tersebut.
4. Inter-sectoral upgrading: menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan sehingga
mampu diperolehnya nilai yang dapat beralih fungsi ke sektor yang berbeda.

Upgrading berbasis local linkage atau disebut sebagai konsep kluster industri
(clustering) menjadi sebuah instrumen strategis untuk meningkatkan peluang upgrading bagi
industri lokal, khususnya UKM.2 Melalui aglomerasi, UKM mampu meningkatkan

2
Kluster industri dapat didefinisikan sebagai sekelompok perusahaan dan institusi terkait yang
berada dalam satu area yang bergerak pada sektor industri tertentu, serta terhubung dalam satu
kesatuan dan komplementer
200 | JURNAL TRANSFORMASI GLOBAL VOL 3 NO 2

konsentrasi dan aliran informasi melalui tingkat akumulasi knowledge yang lebih tinggi di
tingkat lokal dalam kluster, sekaligus mendorong kompetisi antar industri. Koordinasi dan
sinergi harus ditekankan tidak hanya di dalam ataupun antar industri, namun juga melibatkan
aktor publik (pemerintah) dan kerjasama antara publik dan swasta. Clustering relatif efektif
untuk meningkatkan keunggulan kompetitif (competitive advantage), karena tidak hanya
akan mengurangi biaya transaksi dan meningkatkan efisiensi namun juga mendorong
investasi, memungkinkan inovasi serta meningkatkan produktivitas (Michael E. Porter,
1990:xii-xiii).
Terdapat dua variabel yang tidak kalah pentingnya dalam menentukan efektivitas
sebuah produksi yaitu peluang (chance event), yang berhubungan dengan kondisi atau situasi
yang mempengaruhi peluang (misalnya kondisi saat krisis), serta peran
pemerintah (Michael E. Porter, 1990:124-128). Peran aktif pemerintah dalam upaya
upgrading sebagai sebuah rente kebijakan (policy rent)3 mampu mempengaruhi keunggulan
kompetitif. Rente kebijakan muncul ketika berada dalam sebuah pemerintahan yang efisien
dan secara langsung menciptakan barriers to entry bagi kompetitor lain. Kapasitas negara
yang kuat menjadi salah satu elemen penting untuk membentuk rente kebijakan. Kapasitas
negara akan difokuskan pada lingkup kapasitas transformatif (transformative capacity) yang
mengacu pada kemampuan negara untuk beradaptasi terhadap tekanan dan perubahan
eksternal dengan menyesuaikan instrumen baru pada proses perubahan industri (Linda Weiss,
1999:4). Negara-negara di kawasan Asia Timur digunakan sebagai model peran negara yang
kuat, khususnya pada area industri, yang ditekankan pada tujuan pembangunan atau yang
lebih dikenal sebagai model ‘developmental state’. Linda Weiss menyebut model tersebut
sebagai ‘governed interdependence’ yang mampu memasukkan unsur
kekuatan negara sekaligus sektor swastanya. Konsep tersebut menekankan pada
hubungan kerjasama antara pemerintah-bisnis dan manajemen ekonomi yang
kolaboratif (Linda Weiss, 1999:35-39). Oleh karena itu, model developmental state dapat
dibagi dalam tigakriteria mendasar, yaitu prioritas pada tujuan transformatif (transformative
goals); adanya institusi sebagai pilot agency dengan kualitas birokrasi dan sistem politik yang

3
Rente (rent) dapat diasumsikan sebagai sumber dari keunggulan kompetitif yang muncul dari
kepemilikan terhadap sumber-sumber yang langka (barriers to entry) dan faktor produksi yang
berbeda-beda yang dimiliki oleh pihak tertentu dalam rantai. Rente yang paling berpengaruh
dalam upgrading adalah rente ekonomi (economic rent) yang dapat berasal dari dalam perusahaan
(yang berupa teknologi, sumber daya manusia, organisasional, dan pemasaran) atau dari pihak
eksternal (berupa kebijakan, infrastruktur, dan finansial), serta berasal dari alam (sumber daya
alam). Dalam: Raphael Kaplinsky and Mike Morris, op.cit, halaman 25-28.
Achmad Fathoni Kurniawan – Menakar Kebijakan Bantuan Packaging House… | 201

mendukung; serta hubungan kerjasama pemerintah dan bisnis yang terinstitusionalisasi


(Linda Weiss, 2000:23).
Provinsi Jawa timur manjadi kasus yang menarik sebagai gambaran bagaimana peran
pemerintah memberikan penekanan perhatiannya dalam meningkatkan kapasitas daya saing
UKM dalam menghadapi keterbukaan pasar global. Salah satunya memberikan nilai tambah
bagi produk UKM melalui pendirian rumah kemasan Mengingat keberadaan UKM di Jawa
Timur terbesar di Indonesia dan memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan
serapan tenaga kerja.

UKM Jawa Timur dalam Free Trade Agreement


Diberlakukannya ASEAN Economic Community (AEC) semenjak 2015 memberikan
peluang dan tantangan bagi komoditas UKM di Jawa Timur. Besarnya peluang pasar ASEAN
dengan jumlah populasi gabungan mencapai 630 juta jiwa membuka peluang bagi produk
UKM mengambil bagian sebagai kompetitor dalam merebut pasar. Lebih dari 70 persen
produk yang dihasilkan di ASEAN dikenakan nol tariff degan harapan mampu menurunkan
harga bahan baku dan biaya produksi hingga 10-20 persen. Begitupula dalam kerangkan
ASEAN and China Free Trade Area (ACFTA)4 diawal tahun 2010 menambah kemudahan
5
akses bahan baku dan pendanaan bagi UKM agar mampu meningkatkan produktifitas dan
kualitas sumberdaya manusianya. Dalam kondisi inilah tuntutan daya saing bagi produk
UKM khusunya Jawa Timur yang memiliki jumlah pelaku UKM terbesar di Indonesia perlu
menyusun strategi dalam memenangkan pertarungan pasar dalam negeri maupun
internasional.

Upaya optimalisasi peran UKM di Jawa Timur membawa hasil bagi pertumbuhan
ekonomi di wilayah tersebut. Dari 6,81 juta pengusaha UKM dengan omzet mencapai Rp30
triliun per tahunnya mampu mememberi sumbangsih bagi PDRB Jatim, dimana pada tahun
2015 menembus angka hingga 1.690 triliun, setara dengan 20 persen dari PDRB. Dari jumlah
pelaku usaha UKM tersebut, 3 ribu diantaranya telah melakukan ekspor dengan omset

4
Perjanjian ACFTA telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan KEPPRES No.48 tahun 2004 dan
diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2010, inti dari perjanjian ini adalah kedua pihak sepakat akan melakukan
kerjasama yang lebih intensif dibeberapa bidang seperti : pertanian, teknologi informasi, pengembangan SDM,
investasi, pengembangan Sungai Mekong; perbankan, keuangan, transportasi, industri, telekomunikasi,
pertambangan, energi, perikanan, kehutanan, produk-produk hutan dan sebagainya.
5
Pemerintah China telah mengalokasikan dana sebesar USD 10 miliar dibawah China ASEAN Investment
Cooperation Fund untuk membiayai proyek-proyek kerjasama investasi utama seperti infrastruktur, energi dan
sumberdaya, teknologi komunikasi dan informasi dan bidang-bidang lainnya sekaligus menyediakan fasilitas
kredit sebesar USD 15 juta untuk mendukung proses integrasi ASEAN dan kerjasama ekonomi dibawah
ACFTA untuk lima tahun kedepan.
202 | JURNAL TRANSFORMASI GLOBAL VOL 3 NO 2

mencapai 300 miliar per triwulan (jatim.metrotvnews.com, 27 Juli 2017). begitupula dengan
besarnya kontribusi UKM bagi jumlah angkatan kerja dari 19 juta orang yang bekerja di Jawa
Timur 11 juta diantaranya bekerja di sektor UMKM serta koperasi (jatimprov.go.id).

Besarnya kontribusi UKM bagi tingkat pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selaras
dengan apresiasi yang diberikan oleh pemerintah pusat bagi kinerja provinsi Jawa Timur
sebelumnya. tepatnya pada Rabu 13 Juli 2011, Gubernur Jawa Timur, Soekarwo menerima
penghargaan sebagai Paramadhana Utama Nugraha dari Menteri Koperasi dan UKM RI.
Diantaranya yaitu penghargaan Sebagai Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi Tahun 2011
Tingkat Nasional: Kota Madiun, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Lamongan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Tuban, Kabupaten
Gresik, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan,
Kabupaten Pamekasan, serta Kota Surabaya
Disamping itu Gubenur Jawa Timur juga mendapatkan Penghargaan Koperasi
Berprestasi Tahun 2011 Tingkat Nasional, diantaranya :
1. KSU Rapodi (Koperasi Simpan Pinjam), Alamat Kec. Kartoharjo, Kota Madiun
2. KUD Sri Mulyo (Koperasi Produsen), Alamat Kec. Wonosari, Kab Madiun
3. KUD Dadiyo Ayem Urip (DAU) (Koperasi Produsen), Alamat Kec. Dau, Kab.
Malang
4. Koprasi Warga Semen Gresik (KWSG) (Koperasi Pemasaran), Alamat PT. Semen
Gresik, Kab. Gresik
5. KUD Adi Tama (Koperasi Pemasaran), Alamat Kec. Jetis, Kab. Ponorogo
6. Kopkar Citra Bekisar (Koperasi Jasa), Alamat Kec. Gayungan, Kota Surabaya
Dalam rangka untuk lebih meningkatkan kembali khususnya hasil produksi Usaha

Mengingat pentingnya koperasi bagi tumbuh suburnya UKM di Indonesia khususnya


Jawa Timur, perhatian besar pemerintah bagi keberlangsungannya menjadi sangatlah
dibutuhkan. Bagaimana koperasi mampu memberdayakan UKM secara terencana dan
sistematis menciptakan iklim usaha dalam menjamin kepastian hukum, meningkatkan akses
pasar dengan memanfaatkan potensi sumber daya lokal yang tersedia sehingga mampu
menciptakan keunggulan kompetitif bagi UKM di tengah keterbukaan pasar.
Achmad Fathoni Kurniawan – Menakar Kebijakan Bantuan Packaging House… | 203

Ekspor Non Migas Indonesia Menurut Negara Tujuan


25000
20000
15000
10000 2016
5000 2017

Sumber: Diolah dari BPS 2017


Dari data diatas menunjukkan keterbukaan Indonesia terhadap pasar regional ASEAN
dan ASEAN+3 ditambah China, Jepang, dan Korea Selatan mampu meningkatkan performa
ekspor non-migas indonesia. Pada periode Januari–November 2017, Tiongkok menjadi
negara tujuan ekspor terbesar bagi indonesia dengan nilai US$19.129,0 juta (13,69 persen),
diikuti Jepang dengan nilai US$13.221,9 juta (9,47 persen), dilanjutkan oleh negara-negara
kawasan ASEAN, seperti Singapura US$ 8348,2 juta (5,96 persen), Malaysia US$ 6472,5
juta (4,63 persen) dan terakhir Thailand US$ 5012,1juta (3,59 persen). Pertumbuhan positif
bagi ekspor indonesia setidaknya menggambarkan sedikit banyak performa dan peluang
UKM mengambil peran dalam perdagangan internasional.
Kondisi tersebut tidak sebanding sebagaimana laporan kementerian Koordinator bidang
Perekonomian RI, bahwa kontribusi ekspor nasional UKM nasional sebesar 15,7%. Angka
tersebut jika dibandingkan dengan Vietnam yang mencapai 17%, Malaysia 28%, dan
Thailand 35% menunjukkan bagaimana produk UKM Indonesia perlu meningkatkan daya
saingnya di pasar global. Keterbatasan pengetahuan, teknologi dan investasi menjadi faktor
yang seringkali muncul dalam menjelaskan lemahnya daya saing UKM. Disisi lain kesan di
masyarakat, industri UKM masih merupakan industri ekonomi menengah kebawah dengan
tenaga kerja yang tidak terdidik. Salah satu dampaknya pada kemasan Produk yang
dihasilkan, khususnya kemasan produk makanan dan minuman yang hingga saat ini masih
menjadi permasalahan utama daya saing produk UKM di pasar global.

Packaging House bagi daya Saing UKM


Berdasarkan data Kementerian Perindustrian RI 2017, Industri Makanan menduduki
peringkat pertama diantara sepuluh kelompok hasil industri dengan nilai ekspor terbesar.
204 | JURNAL TRANSFORMASI GLOBAL VOL 3 NO 2

Industri makanan mencapai US$ 26,27 Milyar disusul dengan Industri bahan kimia dan
barang dari bahan kimia US$10,25 Milyar dan industri logam dasar US$8,24 begitupula
Industri pakaian jadi US$7,21 Milyar (www.kemenperin.go.id). Diantara besarnya potensi
ekspor industri makanan dan minuman di Indonesia, industri pada sektor ini masih saja
menghadapi permasalahan daya saing diantara produk negara-negara tetangga lainnya yang
salah satunya yaitu permasalahan kemasan dalam mempengaruhi daya tarik dan daya tahan
produk.
Dalam rangka mendorong peningkatan daya saing UKM pada skala global, Dinas
Koperasi dan UMKM Jawa Timur pada bulan Desember 2012 memberikan bantuan berupa
alat packaging kepada 4 KUD di Jawa Timur. KUD yang mendapat bantuan tersebut adalah
KUD yang terletak di Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Jombang serta
Kabupaten Bojonegoro. Bantuan alat packaging tersebut kemudian diorientasikan terhadap
terbentuknya rumah kemasan atau packaging house di KUD masing-masing wilayah.
Packaging house merupakan tempat yang dijadikan pusat kegiatan yang berhubungan
dengan pengemasan produk. Packaging house ini menyediakan fasilitas fisik dan non fisik
(fasilitas jasa, seperti konsultasi teknis, pelayanan pengemasan, pelayanan desain, dan lain
lain) yang memiliki kapasitas segala bentuk pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan
pengemasan. Fasilitas yang disediakan oleh Rumah Kemasan bersifat jasa dan komersial.
Pengelolaan Rumah Kemasan dilakukan oleh pihak Pemerintah Daerah setempat dan swasta
atau kelompok usaha bersama para pelaku usaha UKM.
Tujuan pemerintah dengan dibangunnya Rumah Kemasan di sentra industry UK<
adalah untuk membantu dan melayani industri terutama industri yang berskala kecil dan
menengah yang belum mampu melakukan kegiatan pengemasan yang baik secara mandiri
tanpa batas minimun order, sehingga produk yang dihasilkan akan menjadi lebih baik dan
bermutu serta diharapkan mampu bersaing dengan produk serupa di pasaran. Oleh karena itu,
melalui bantuan berbagai alat packaging tersebut salah satu cara untuk meng-upgrade atau
meningkatkan nilai produksi melalui proses produksi yang dilaluinya.
Rumah Kemasan di Kabupaten Probolinggo dikelola oleh Koperasi Unit Desa (KUD)
Eka Jaya. KUD Eka Jaya terletak di jalan Raya Dringu no. 44 Kecamatan Dringu, Kabupaten
Probolinggo, Jawa Timur ini berdiri sejak tanggal 6 Juni 1981. KUD ini memilik jumlah
anggota mencapai 141 orang, dimana 30% diantaranya adalah pengusaha mikro. KUD Eka
Jaya diawali bergerak dibidang simpan pinjam, penjualan sembako, pupuk serta obat-obatan
pertanian. Selain itu, KUD Eka Jaya memiliki toko yang menjual kebutuhan pokok yang
dinamakan dengan “UKM Mart”. Pada bulan Desember 2012 dengan adanya bantuan alat
Achmad Fathoni Kurniawan – Menakar Kebijakan Bantuan Packaging House… | 205

packaging dari Dinas Koperasi Jawa Timur, maka KUD Eka Jaya memiliki modal untuk
dapat turut memajukan UMKM sekitar.
Adapun Rumah kemasan Di Kediri, dipercayakan kepada Koperasi Jasa Usaha
Bersama (KJUB) Joyoboyo. KJUB Joyoboyo terletak di jalan Brawijaya no.8, Pagu,
Kabupaten Kediri. KJUB Joyoboyo ini membawahi 12 koperasi yang ada disekitar wilayah
Kediri. Koperasi-koperasi yang berada dibawah naungan KJUB Joyoboyo memiliki berbagai
macam usaha. Salah satunya adalah KUD yang terletak dijalan Soekarno-Hatta no.17 Kediri,
memiliki usaha pusat penjualan oleh-oleh khas Kediri yang diberi nama POJA JOYOBOYO.
Unit-unit usaha dibawah naungan KJUB Kediri ini memiliki potensi didalam
memberdayakan UKM diwilayah Kediri.
Bervariasinya produk pangan yang beredar di pasaran, mulai kemasan sederhana
sampai yang menggunakan teknologi modern menjadi pertimbangan bagi pentingya
pengemasan produk UKM. Namun kondisi Rumah Kemasan bantuan pemerintah yang
terletak diprobolinggo umumnya masih sangat sederhana. Sekalipun keberadaan rumah
kemasan sangatlah dibutuhkan sebagian besar pelaku usaha UKM. Setidaknya dapat
membantu peningkatan nilai tambah produk di tengah keterbatasan informasi dan
pengetahunan secara teknis serta keterbatasan modal dalam mengemas produk yang mereka
miliki. Sebagian besar produk UKM wilayah tersebut masih menggunakan kemasan berbahan
plastik ataupun mika yang dikerjakan secara manual (menggunakan tangan) dalam
merekatkannya.
Namun ditengah tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya upgrading produk
melalui pendekatan kemasan yang didukung dengan keberadaan rumah kemasan bantuan dari
pemerintah tersebut, tidak dapat sepenuhnya berfungsi optimal. Pertama, tingginya biaya
proses pengemasan terkait dengan bahan baku kemasan yang dijual dipasaran tidak
terjangkau oleh pelaku usaha. Dengan adanya ketentuan batas minimal pesanan, dan
ditambah lagi biaya biaya pengiriman menjadikan bahan baku kemasan menjadi tambahan
yang tidak sebanding dari harga produk sejenis di pasaran. Disisi lain mobilisasi bahan baku
utama produk dari rumah produksi ke rumah kemasan dalam bentuk curah dan sebaliknya
dalam bentuk produk yang siap dipasarkan menjadi pertimbangan tambahan terhadap harga
produk dan tenaga produksinya.
Kedua, keterbatasan infrastruktur ruang dan bangunan yang kurang memadai dengan
saling dekatnya satu jenis alat pengemasan dengan alat lainnya menjadikan proses
pengemasan tidak dapat berjalan optimal. Ditambah lagi keterbatasan kapasitas daya listrik
yang dibutuhkan tidak dapat menggerakan sebagian besar dari alam pengemas tersebut. Hal
206 | JURNAL TRANSFORMASI GLOBAL VOL 3 NO 2

ini dikarenakan, rumah kemasan bantuan pemerintah di tempatkan satu atap dengan banguan
koperasi sentra industri UKM . Ketiga, minimnya Sumber daya manusia yang kreatif dalam
pemberian konsultasi hingga pelayanan desain kemasan bahkan branding sebuah merek yang
dapat meningkatkan daya tarik kemasan. Keempat, Keterbatasan jaringan usaha kerja sama
antar pengusaha UKM dengan pelaku pemasaran untuk mempromosikan, mengenalkan
produk UKM dalam memperluas pasar menjadi alasan pelaku usaha dalam
mempertimbangkan penambahan nilai/upgrading bagi produk mereka, Kelima, kurangnya
tindak lanjut/ koordinasi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah lokal/kabupaten
untuk memberikan pendampingan dalam bentuk dana, jasa ataupun barang mendukung
keberlangsungan rumah kemasan sebagai alternatif dalam meningkatkan daya saing produk
UKM.
Dari beberapa permasalahan yang dihadapi demi keberlangsungan rumah kemasan
bantuan pemerintah tersebut, menjadikan tantangan tersendiri tercapainya tujuan pemerintah
dalam meningkatkan daya saing produk UKM di pasar global. Kerjasama yang sinergis lintas
level pemerintahan dengan masyarakat setidaknya menjadi langkah awal untuk
mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan antara harapan dan kebutuhan antar pihak yang
terkait.

Kesimpulan
Bantuan Pemerintah Jawa timur bagi sentra industri UKM dalam bentuk Rumah
Kemasan (Packaging House) di kota dan kabupaten tertentu di tengah keterbukaan ekonomi,
di satu sisi memberikan peluang untuk ambil bagian dalam kompetisi pasar global.
Peningkatan konsentrasi dan aliran informasi pada pelaku UKM melalui bantuan tersebut
diharapkan mampu memenuhi pengetahuan yang lebih baik dalam memberikan nilai tambah
bagi produksi mereka dalam meningkatkan daya saing pada tingkat global. Bentuk sinergi
antara pemerintah dengan koperasi yang berbasis masyarakat, memberikan gambaran tentang
adanya transfer teknologi dan pengetahuan untuk memberikan nilai tambah terhadap produk
yang dihasilkan. Setidaknya secara domestik, upaya tersebut mampu memangkas masifnya
produk luar serupa di Indonesia serta dapat menghasilkan produk yang memiliki nilai daya
saing di pasar global.
Dalam implementasinya, rumah kemasan bantuan pemerintah Jawa Timur terhadap
sentra industri UKM masih belum berfungsi optimal. Dalam pengelolaannya, pembangunan
rumah kemasan tanpa didukung dengan infrastruktur yang sesuai dan sumber daya manusia
yang memadai, oleh karenanya pendekatan teknologi dan inovasi yang diharapkan tidak
Achmad Fathoni Kurniawan – Menakar Kebijakan Bantuan Packaging House… | 207

berjalan semestinya. Begitupula belum kuatnya koordinasi tindak lanjut lintas sektoral antara
pemerintah provinsi dan kota dalam memberikan pendampingan paska bantuan itu diberikan
menjadi beban tambahan bagi pengelola rumah kemasan dalam tindak lanjutnya. Dukungan
dalam meningkatkan kapasitas produksi serta daya saing produk melalui bantuan pemerintah
tersebut tidak diiringi dengan upaya membangun linkage ke pasar.
Melihat kondisi tersebut, konsentrasi pemerintah dalam pengembangan pendidikan
kejuruan dan vokasi berbasis kompetensi yang telah disepakati oleh lima kementerian
Republik Indonesia setidaknya bukan hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan industri
besar sebagai pekerja yang terampil, namun juga perlu diarahkan kepada pengembangan dan
pemenuhan serta pengabdian ekonomi skala lokal dalam hal ini UKM.
208 | JURNAL TRANSFORMASI GLOBAL VOL 3 NO 2

DAFTAR PUSTAKA

Gereffi, Gary John Humphrey, Raphael Kaplinsky, dan Timothy J. Sturgeon,


“Introduction:Globalisation, Value Chains and Development”, IDS Bulletin 32.3
(2001),

Michael E. Porter, The Competitive Advantage of Nations, (New York: The Free
Press, 1990),

Humphrey, John & Hubert Schmitz, 2004. "Chain governance and upgrading: taking
stock," Chapters,in: Local Enterprises in the Global Economy, chapter 13 Edward Elgar
Publishing (2013)

Hubert Schmitz, Local enterprises in the global economy : issues of governance and
upgrading (2014),

Linda Weiss, The Myth of The Powerless State, (New York: Cornell University Press, 1999)

Linda Weiss, “Developmental State in Transition: Adapting, Dismantling, Innovating, not


Normalizing”, The Pacific Review Vol. 13 No. 1 (2000)

Manurung, Adler`Haymans. 2006, Bisnis UKM (Usaha Kecil Menengah), Kompas, Jakarta.

Raphael Kaplinsky dan Mike Morris,” A Handbook for Value Chain Research”, IDRC
(2000)

Website:

www. bappeda.jatimprov.go.id. 2013, UMKM Tentukan Kesuksesan Gubernur Dan


Wagub Jatim (online), diunduh dari http://bappeda.jatimprov.go.id/2013/02/11/umkm-
tentukan-kesuksesan-gubernur-dan-wagub-jatim/ pada 13 Maret 2018

Anda mungkin juga menyukai