Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Penyakit Asma

2.1.1 Pengertian Asma

Asma adalah penyakit kronik saluran napas yang ditandai

oleh hiperaktivitas bronkus, yaitu kepekaan saluran napas terhadap

berbagai rangsangan. Manifestasi penyakit asma ini adalah

penyempitan saluran napas dengan berbagai gejala, mulai dari

batuk-batuk, rasa berat di dada, bunyi mengi, dan sesak napas.

Gejala ini timbul biasanya bila ada faktor pencetus yang

merangsang saluran napas. Penyakit asma ini dapat mengganggu

segala aktivitas, dan penyakit asma tidak bisa disembuhkan tetapi

dapat dikontrol sedemikian rupa, sehingga penderita dapat hidup

seperti orang normal (Graha, 2008). Asma juga merupakan penyakit

jalan napas obstruksif intermiten, revesibel dimana trakea dan bronki

berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma

berbeda dengan penyakit paru obstruktif dalam hal bahwa asma

adalah proses revesibel (Suzane & Smeltzer, 2001).

MENKES (2008), asma merupakan suatu kelainan berupa

inflamasi (peradangan kronik) yang menyebabkan hiperaktivitas

bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala

episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat

7
di dada terutama pada malam atau dini hari yang umumnya bersifat

revesibel baik dengan pengobatan atau tanpa pengobatan. Asma

bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala

tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala

ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian.

2.1.2 Jenis-Jenis Asma dan Penyebab

Asma sering dicirikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau

gabungan (Somantri, 2007).

1. Asma alergik

Asma alergik/ekstrinsik, merupakan suatu jenis asma

yang disebabkan oleh allergen (misalnya: bulu binatang, debu,

ketombe, tepung, sari makanan, dan lain-ain). Allergen yang

paling umum adalah yang perentaraan penyebarannya melalui

udara (airbone) dan allergen yang muncul secara musiman

(seasonal). Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai

penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan rhinitis

alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan

asma. Gejala umumnya dimulai saat anak-anak.

8
2. Asma idiopatik atau nonalergik/intrinsic

Asma idiopatik atau nonalergi merupakan jenis asma

yang tidak berhubungan secara langsung dengan allergen

spesifik. Faktor-faktor seperti common cold infeksi saluran napas

atas, aktivitas emosi,dan polusi lingkungan dapat menimbulkan

serangan asma. Beberapa agen farmakologi, antagonis beta-

adrenergik, dengan sulfite (penyedab makanan) juga dapat

berperan sebagai faktor pencetus. Serangan asma idiopatik atau

nonalergik dapat menjadi lebih berat dan sering kali dengan

berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronchitis dan

emfisema. Pada beberapa pasien asma jenis ini dapat

berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini dapat

dimulai saat dewasa (>35 tahun).

3. Asma campuran (mixed asthma)

Asma campuran ini merupakan asma yang paling

sering ditemukan. Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis

asma alergik dan idiopatik atau nonlaergik.

9
2.2 Patofisiologi

Asma ditandai dengan spastic otot polos bronkiolus yang

menyebabkan sukar bernapas. Panyebab yang paling umum adalah

hipersesivitas bronkiolus terhadap benda-benda asin lainnya. Pada

asma antibody IgE terutama melekat pada sel mast yang terdapat

pada interstitial paru yang berhubungan erat dengan bronkus dan

bronkiolus, bila seseorang menghirup allegen maka antibody IgE

akan meningkat. Alergen bereaksi dengan antibody yang telah

terletak pada sel mast yang menyebabkan sel ini akan

mengeluarkan berbagai macam zat diantaranya histamine,

analfilaksis yang bereaksi lambat. Faktor bradikinin dan hematokrik

eusinofili, efek gabungan dari semua faktor ini akan menyebabkan

edema lokal pada dinding bronkiolus kecil maupun sekresi mukus

yang kental dalam lumen bronkiolus dan spasme otot polos

bronkiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi

sangat meningkat. Pada asma dia meter bronkiolus lebih bekurang

selama ekspirasi dari pada inspirasi karena peningkatan tekanan

dalam paru ekspirasi paksa 3 kali obstruksi berat terutama ekspirasi.

Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan

baik dan adekuat, tapi sekali-kali melakukan ekspirasi, hal ini

menyebabkan dyspnea kapasitas reside fungsional dan volume

residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma

10
akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru hal ini

dapat menyebabkan bavel chest (Tambayong, 1999).

2.3 Faktor Risiko Asma

Adapun faktor-faktor pencetus yang sering dijumpai yaitu

allergen, exercise (latihan), polusi udara, faktor kerja (occuppationial

factors), infeksi pernapasan, masalah hidung dan sinus, sensitive

antara obat dan makanan, penyakit refluk gastroesophageal

(gastroesophageal reflux disease/GERD) dan faktor psikologi

(stress, emosional) (Lewis, et al., 2007). Sedangkan menurut

Depkes (2009), secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi

dua kelompok yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan.

a) Alergen

Allergen merupakan faktor pencetus atau pemicu

yang sering dijumpai pada pasien. Tungau debu ruangan,

spora jamur, kecoa, serpihan kulit binatang seperti anjing,

kucing dan lain-lain yang dapat menimbulkan serangan asma

pada penderita yang peka. Allergen tersebut biasanya

berupa allergen hirupan, meskipun kadang-kadang makanan

dan minuman dapat menimbulkan serangan (Sundaru,

2007). Allergen dari luar ruangan antara lain debu, serbuk

sari, dan bahan lain yang mengiritasi adalah parfum,

household spray dan bau cat (Rengganis, 2008).

11
b) Exercise (latihan)

Serangan asma karena latihan atau kegiatan jasmani

biasanya terjadi segera setelah olah raga, lamanya sesak

antara 60-100 menit dan jarang serangan asma timbul

beberapa jam setelah latihan. Biasanya penderita tampak

sehat, sehingga bagi yang tidak mengerti sulit memahami

mengapa beberapa menit setelah latihan penderita menjadi

sesak. Bila penderitanya orang dewasa disangka mengalami

sakit jantung. Serangan asma akibat kegiatan jasmani

dikenal dengan exercise-induched asthma (EIA). Selain olah

raga dan latihan, kegiatan jasmani lain seperti mengejar bis

dan bahkan hubungan seks pun pada penderita dapat

mencetuskan serangan asma (Sundaru, 2007).

c) Faktor kerja (occuppationial factors)

Asma akibat kerja terdapat 2 tipe asma yaitu, pertama

yang paling umum sekitar (90 % kasus) adalah asma akibat

kerja dengan periode laten tergantung pada agen penyebab.

Tipe ini biasanya dimediasi oleh IgE , yang berarti bahwa

pekerja sudah terpapar pada allergen ditempat kerja selama

periode waktu sebelum berkembang menjadi alergi dan

asma. Tipe yang kedua adalah asma akibat kerja tanpa

adanya periode laten (sekitar 10 % kasus). Hal ini biasanya

12
terjadi karena pemaparan tingkat tinggi oleh bahan kimia,

udara atau bau yang mengiritasi. Pemaparan biasanya

terjadi setelah terjadi kecelakaan atau kebocoran ditempat

kerja (Bradshaw, 2010).

d) Polusi udara

Berbagai variasi polusi udara anatar lain, asap rokok,

asap kendaraan, peningkatan ozon, zulfur dioksida, dan

nitrogen dioksida dapat menjadi pencetus serangan asma

(Lewis, et al., 2007). Penderita asma sangat peka terhadap

zat-zat tadi apalagi asap yang mengandung hasil

pembakaran yang berupa sulfur dioksida dan oksida

fotokemikal. Asap rokok bisa saja merupakan polusi udara

yang terjadi di dalam ruangan selain dari semprotan obat

nyamuk dan semprotan rambut yang dapat memicu

terjadinya serangan asma. Penderita yang tidak merokok

bisa mendapat serangan asma karena berada didalam

rungan yang penuh asap rokok. Penderita anak-anak lebih

sering mendapatkan serangan asma bila di rumahnya ada

yang merokok (Sundaru, 2007).

e) Infeksi pernapasan

Infeksi pernapasan seperti seperti virus dan bukan

bakteri, atau alergi pada mikroorganisme adalah faktor

13
presipitasi utama pada serangan asma akut (Lewis, et al,

2007). Diperkirakan dua pertiga penderita asma anak dan

sepertiga penderita asma dewasa serangan asmanya

ditimbulkan oleh infeksi saluran napas. Berbagai macam

virus, seperti virus influenza sangat sering dijumpai pada

penderita yang sedang mendapat serangan asma.

Kemungkinan serangan asma makin besar bila infeksinya

cukup berat. Jika pada orang normal infeksi saluran napas

hanya menyebabkan batuk, pilek dan demam, pada

penderita asma gejala tadi akan diikuti serangan asma

(Sundaru, 2007).

f) Masalah hidung dan sinus

Masalah pada nasal mencakup rhinitis alergi dan

polip nasal. Perawatan pada rhinitis alergi dapat menurunkan

frekuensi eksarserbasi asma. Masalah sinus biasanya

dihubungkan dengan inflamasi membran mukosa, umumnya

tidak infeksi yang disebabkan oleh alergi. Bakteri sinusitis

bisa juga menjadi penyebab. Sinusitis harus dirawat dan

polip nasal yang besar harus dihilangkan. Ini merupakan

kontrol yang baik bagi pasien asma (Lewis, et al. 2007).

g) Sensitif terhadap obat dan makanan tertentu

14
Obat-obat juga dapat menyebabkan serangan asma

yaitu obat-obat yang termasuk golongan penyekat beta

bloker. Golongan obat tersebut sangat sering dipakai untuk

pengobatan penyakit jantung koroner dan darah tinggi. Pada

penderita asma yang berat, bahkan obat tetes mata yang

mengandung beta bloker dalam dosis kecil pernah dilaporkan

terjadinya serangan asma. Dan ada makanan tertentu yang

menyebabkan terjadinya serangan asma yaitu zat pengawt

makanan seperti asam benzoat dan zat pewarna kuning

tartarazin yang dipakai dalam industri makanan dan

minuman, kadang-kadang dapat menimbulkan serangan

asma (Sundaru, 2007). Dan ada pun contoh makanan yang

sering menyebabkan serangan asma yaitu : susu sapi, telur,

udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk,

bahan penyedap, pengawet, dan pewarna makananan

(Rengganis, 2008).

h) Penyakit refluk gastroesophageal (Gastroesophageal Reflux

Disiase / GERD)

Penyakit refluk gastroesophageal sebagai faktor

pencetus asma tidak diketahui secara pasti. Diperkiraan

refluks asam lambung ke esophagus dapat diaspirasi menuju

paru-paru, menyebabkan stimulasi reflek vagus dan

15
bronkokontriksi. Pasien dengan hernia hiatal, pengosongan

lambunga yang tertunda, mempunyai riwayat refluk

sebelumnya atau penyakit peptic ulser, keadaan refluk asam

bisa menjadi pencetus asma (Lewis, et al. 2007).

i) Faktor psikologis (stress emosional)

Faktor-faktor psikologis ini dapat berpengaruh

terhadap respon asma dengan memperburuk atau

memperbaiki proses penyakit. Menangis, tertawa, marah dan

ketakutan dapat mencetuskan hiperventilasi dan hiperkapnia

yang disebabkan penyempitan jalan napas. Serangan asma

disebabkan oleh faktor pencetus seperti panik, stress, dan

cemas (Lewis, et al. 2007). Stress atau emosional ini dapat

menjadi pencetus serangan asma selain itu juga dapat

memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping

gejala asma yang timbul harus segera diobati, pasien asma

mengalami stress atau gangguan emosional perlu diberi

nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.Jika

stressnya belum diatasi, maka gejalan asmanya lebih sulit

diatasi (Rengganis, 2008).

j) Perubahan cuaca

Perubahan cuaca dan hawa pegunungan yang dingin

sering menyebabkan serangan asma. Atmosfer yang

16
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya

serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan

dengan musim seperti musim hujan, musim kemarau, musim

panas dan musim bunga seperti serbuk sari berterbangan

(Rengganis, 2008).

k) Faktor genetik/keturunan

Faktor genetik/keturunan yaitu faktor yang dapat

terjadi pada semua orang dan semua golongan umur sejak

bayi sampai berusia lanjut, risiko terbesar terjadi pada anak

yang diturunkan oleh orang tuanya. Misalnya anak menderita

penyakit asma ternyata mempunyai orang tua (ayah/ibu) atau

saudara (kakak, adik, paman, bibi) yang menderita asma

(Widjaja, 2008).

2.4 Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis

Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara

umum pada orang dewasa (Depkes, 2009), dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

(Tabel 2.1) Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis

Derajat Asma Gejala Gejala malam Faal paru


Intermitten Bulanan APE≥80%

17
-Gejala <1x/minggu ≤ 2 kali sebulan -VEP1≥80% nilai prediksi
-Tanpa gejala diluar APE ≥80% nilai terbaik
serangan -Variabiliti <205
-Seranga singkat

Pesisten ringan Mingguan APE>80%


-Gejala >1x/seminggu >2 kali sebulan -VEP 1≥80% nilai prediksi
tetapi<1x/hari -APE ≥80% nilai teraik
-Serangan dapat -Variabiliti APE 20-30%
mengganggu aktivitas
dan tidur

Persisten sedang Harian APE 60-80%


-Gejala setiap hari >2 kali sebulan -VEP1 60-80% nilai
-Serangan prediksi APE 60-80% nilai
mengganggu aktivitas terbaik
dan tidur -Vareabiliti APE>30%
-Membutuhkan
bronkodilator setiap
hari

Persisten Berat Kontinu APE 60≤%


-Gejala terus Sering -VEP 1≤60% nilai rediksi
menerus APE ≤60% nilai terbaik
-Sering kambuh -Variabiliti APE>30%
-Aktifiti terbatas

(Sumber: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan di


Indonesia, 2004)

Selain itu klasifikasi asma berdasarkan etiologi, derajat berat

ringannya, dan gambaran dari obstruksi saluran napas. Yang terpenting

adalah berdasarkan derajat berat ringannya serangan karena berhubungan

secara langsung dengan pengobatan yang akan diberikan.

1. Ditinjau dari segi imunologi yang dibagi menjadi :

a. Asma ekstrinsik atopik

18
Penyebabnya adalah rangsangan alergen eksternal spesifik

dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1. Gejala klinis dan

keluhan cenderung timbul pada awal kehidupan, 85% kasus terjadi

sebelum usia 30 tahun. Sebagian besar asma tipe ini mengalami

perubahan dengan tiba-tiba pada waktu puber, dengan serangan

asma yang berbeda-beda pula. Prognosis tergantung pada

serangan pertama yaitu berat ringannya gejala yang timbul. Jika

serangan pertama pada usia muda disertai gejala yang berat, maka

prognosisnya lebih jelek. Didalam darah dijumpai meningkatnya

kadar IgE spesifik, dan riwayat keluarga didapatkan keluarga yang

menderita asma.

b. Asma ekstrinsik non atopik

Sifat dari asma ini adalah serangan asma timbul karena

paparan dengan bermacam alergen spesifik sering kali terjadi pada

saat melakukan pekerjaan atau timbul setelah mengalami paparan

dengan alergen yang berlebihan. Tes kulit memberi reaksi tipe

segera, tipe lamat ataupun keduanya. Dalam serum didapatkan IgE

dan IgG yang spesifik timbulnya gejala cenderung pada akhir masa

kehidupan, yang disebabkan karena sekali tersensitisasi, maka

respon asma dapat dicetuskan oleh berbagai macam rangsangan

non imunologik seperti emosi, infeksi, kelelahan dan faktor sikardian

dan siklus biologis.

19
2.5 Manifestasi Klinis

1. Gejala-gejala umum

Batuk

Dispnea

Mengi

2. Serangan asma

Sering kali terjadi pada malam hari

Mulai secara mendadak dengan batuk dan sensasi


sesak dada.

Kemudian pernapasan lambat, laborius, mengi.

Ekspirasi lebih kuat dan lama dari inspirasi

Obstruksi jalan napas membuat sensasi dyspnea

Batuk sulit dan kering pada awalnya, diikuti dengan


batuk yang lebih kuat dengan sputum yang berbeda
dengan lendir yang encer,

Total serangan dapat berlangsung selama 30 menit


sampai beberapa jam dan dapat menghilang secara
spontan (Baughman & Hackley, 2000).

2.6 Diagnostik

Diganosis asma didasarkan pada :

20
1. Pemeriksaan riwayat kesehatan yang lengkap, termasuk keluarga

lingkungan, dan riwayat pekerjaan, dapa tmengungkapkan faktor-

faktor atau substansi yang mencetuskan serangan asma.

2. Pemeriksaan fisisk dengan penekanan khusus pada saluran

pernapasan bagian atas (hidung, tenggorokan, sinus), paru-paru dan

kulit.

3. Tes fungsi paru dengan spirometri.

4. Tes darah untuk penilaian fungsi imun dan alergi.

5. Tes radiografi, fotosinar X dan CT scan pemberian informasi

tentangan atomi dan struktur paru-paru dan saluran napas yang

lebih besar. Pada keadaan asma terkendali seharusnya foto sinar X

dada normal, begitu juga gambar pencitraan dada yang dihasilkan

CT scan, namun selama eksaserbasi, tampilan paru pada sinar X

dapat memperlihat kanapa yang disebut ahli radiologi sebagai

hiperinflasi, dan CT scan mungkin menunjukan udara yang

terkurung. Kedua temuan ini mencerminkan pengisian dan

pengosongan paru yang tidak merata saat bernapas karena

inflamasi dan penyempitan saluran udara (Smeltzer, 2001).

2.7 Pencegahan Kekambuhan Asma

1. Mencegah Sensitisasi

21
Cara-cara mencegah asma berupa sensitisasi alergi

(terjadinya atopi, diduga pada relevan pada masa prenatal

dan pernatal) atau pencegahan terjadinya asma pada individu

yang sensitisasi.

2. Mencegah Eksaserbasi

Eksaserbasi asma dapat ditimulkan berbagai faktor

(trigger) seperti alerge (indoor) seperti tungai dan debu

rumah, hewan berbulu, kecoa, dan jamur, alergen (outdoor)

seperti polen, jamur, inveksi virus, polutan dan obat.

Mengurangi pajanan penderita dengan beberapa faktor

seperti menghentikan merokok, menghindari asap rokok,

lingkungan kerja, makanan, adiktif, obat yang menimbulkan

gejala dapat memperbaiki control asma serta keperluan obat.

Biasanya penderita bereaksi terhadap banyak faktor

lingkungan sehingga usaha menghindari allergen sulit untuk

dilakukan. Hal-hal lain yang harus dihindari adalah polutan

(indoor,outdoor), makanan dan adiktif, obesitas, emosi,

stress dan berbagai faktor lainnya.

2.8 Penatalaksanaan Asma

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengendalikan

gejalanya dan menghindari komplikasi pada siang maupun malam

22
harinya, bagi wanita yang hamil maupun yang tidak hamil. Tujuan ini

dicapai dengan :

a. Menghindari faktor-faktor pemicu (yang meliputi pemakaian

obat-obatan)

b. Melakukan pemantauan dan menyimpan catatan

c. Melaksanakan intervensi farmakoterapi

Resiko yang ditimbulkan oleh penyakit asma yang tidak

terkontrol dengan baik jauh lebih besar dari pada resiko terjadinya

efek tertogenik pada terapi standar (Sue, 2003)

23
2.9 Kerangka Teori : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian
Penyakit Asma

Allergen

Exercise (latihan)/aktivitas
fisik / kerja

Polusi udara

Kejadian
Infeksi pernapasan penyakit asma

Faktor psikologis

Kondisi udara

Faktor genetik

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Keterangan : : Tidak diteliti

: Diteliti

Penyakit asma adalah penyakit sindrom klinis yang

dikarakteristikkan oleh batuk, mengi, dan sesak napas serta sesak

dada (Tambayong, 1999). Yang ditimbulkan oleh berbagai faktor

yang menyebabkan orang mengalami penyakit asma, yaitu: allergen,

exercise (latihan), polusi udara, faktor kerja (occuppationial factors),

infeksi pernapasan, masalah hidung dan sinus, sensitive antara obat

dan makanan, penyakit refluk gastroesophageal (gastroesophageal

24
reflux disease/GERD)dan faktor psikologi (stress, emosional).

Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi dua kelompok

yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Bila faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya serangan asma bisa dicegah atau

dikendalikan maka pasien dapat terhindari dari serangan asma.

25

Anda mungkin juga menyukai