Anda di halaman 1dari 14

JOURNAL READING

Direct current stimulation of the ear in tinnitus treatment: a


double-blind placebo-controlled study

Marzena Mielczarek • Jurek Olszewski

Disajikan oleh :

Agustia Faizatul Imtihan (013.06.0003)


Jihan Anandya Alyka Fitri (013.06.0032)

Pembimbing :

dr. I Gusti Ayu Oka Sri Utari, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGLI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2018
Direct current stimulation of the ear in tinnitus treatment: a double-
blind placebo-controlled study

Marzena Mielczarek • Jurek Olszewski

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh stimulasi elektrik
terhadap telinga dalam pengobatan tinitus, membandingkan hasil dengan kelompok
plasebo, dan evaluasi pendengaran setelah stimulasi elektrik. Penelitian ini terdiri dari
120 pasien tinitus dan pasien gangguan pendengaran sensorineural (n=184 telinga
tinitus). Pada kelompok pertama (n=119 telinga tinitus) mendapatkan stimulasi
elektrik hidrotransmisi non invasif. Dalam kelompok kedua (n=65 telinga tinitus)
mendapatkan stimulasi elektrik plasebo. Direct rectangular, polarisasi positif telah
digunakan pada penelitian ini. Frekuensi stimulasi yang disesuaikan dengan frekuensi
tinnitus. Dalam kelompok kedua, penulis menggunakan prosedur yang sama, namun
tidak ada arus yang dijalankan melalui elektroda aktif. Dilakukan evaluasi tinnitus
dan pendengaran. Pada kelompok pertama dan kedua, langsung setelah perawatan,
jumlah telinga dengan tinnitus permanen berkurang. Dalam kelompok pertama pada
40 (33,6%) pasien dengan telinga tinnitus menghilang; dalam kelompok kedua pada 4
pasien dengan telinga tinitus menghilang. Setelah 30 hari, perubahan signifikan secara
statistik yang diamati pada kelompok satu (p \ 0,05), yang sebanding dengan hasil
yang kembali 90 hari kemudian (p [0,05). Perubahan dalam kelompok dua (setelah 30
dan 90 hari) tidak signifikan (p [0,05). Para penulis mengakui perbaikan audiometri
pendengaran (auduometri nada murni). Penerapan langsung stimulasi elektrik dari
organ pendengaran, dengan frekuensi yang mirip dengan frekuensi tinnitus (selektif
stimulasi elektrik), adalah metode yang efisien dalam pengobatan tinnitus parah.

Pendahuluan

Tinnitus secara subjektif didefinisikan sebagai persepsi suara dengan tidak


adanya rangsangan eksternal. Terlepas dari pola tinnitus (akut, kronis, konstan,
intermiten, nada murni dengan kebisingan), tinitus dapat berpengaruh negatif terhadap
kualitas hidup. Meskipun penelitian lebih lanjut secara intens dilakukan di seluruh
dunia namun faktor langsung bertanggung jawab untuk persepsi tinnitus secara
subjektif masih belum jelas. Diketahui bahwa tinitus merupakan hasil dari aktivitas
patologis pada sistem saraf yang tidak sesuai dengan aktivitas mekanik di koklea.
Atas dasar pemeriksaan MRI diketahui bahwa persepsi ini bukan hanya peristiwa
auditori tetapi juga berkaitan dengan sitem limbik di sistem saraf pusat.

Menurut beberapa penelitian, sekitar 10-20% dari populasi orang dewasa


menderita tinnitus dan mungkin terjadi dengan frekuensi yang sama antara anak-anak.
Karena etiologinya tidak jelas dan memperhitungkan heterogenitas pada pasien
tinnitus menyebabkan masih belum ada metode pengobatan yang memuaskan.
Metode yang paling mudah dan digunakan sebagai pengobatan lini pertama di klinik
rawat jalan adalah farmakoterapi, namun belum ada obat yang disetujui oleh
European Medicines Agency (EMA) atau Food and Drug Administration (FDA) di
pasaran. Selain itu terapi perilaku kognitif atau berbagai bentuk stimulasi (akustik
atau elektrik) memiliki efek yang menjanjikan. Banyak hipotesis tentang etiologi
tinnitus yang menunjukkan bahwa tidak ada mekanisme tunggal yang menyebabkan
timbulnya tinitus. Dalam banyak kasus koklea hal ini sering menjadi sumber
terjadinya tinnitus. Itulah sebabnya, pada pasien dengan tinnitus dan gangguan
pendengaran koklea (spektrum tinnitus sering tumpang tindih dengan wilayah
gangguan pendengaran) stimulasi elektrik dapat diterapkan sebagai pengobatan.
Stimulasi elektrik memberikan efek yang baik dalam pengobatan peradangan, nyeri
atau gangguan sistem saraf, meningkatkan aliran darah dan tropisme jaringan. Namun
demikian, dengan mengacu pada organ pendengaran, stimulasi elektrik digunakan di
beberapa pusat klinis di dunia. Menurut Latkowski, stimulasi elektrik meningkatkan
transmisi neurotransmiter di sinaps, serta mengontrol sekresinya ke daerah sinaps.
Portman dkk. Menyatakan bahwa stimulasi elektrik dapat memodifikasi potensial
listrik pada organ pendengaran. Menurut Watanabe dkk. Stimulasi elektrik
meningkatkan aliran darah di telinga bagian dalam dan mensinkronkan impuls secara
spontan pada serabut saraf pendengaran. Stimulasi elektrik terutama digunakan dalam
implantasi koklea di The House Ear Institute.

Prosedur hidrotransmisi non invasif digunakan oleh Szymiec dkk., Konopka


dkk, Morawiec-Bajda dkk. dan Mielczarek dkk. Szymiec dkk menggunakan stimulasi
frekuensi rendah (50-1,600 Hz) melalui elektroda yang dicelupkan dalam larutan
garam dalam meatus akustikus eksternal, dan elektroda yang lain ditempatkan di
mastoid ipsilateral, dari hasil pengamatan didapatkan perbaikan pada 48% kasus yang
sebanding dengan hasil penelitian Morawiec-bajda dkk dengan hasil 46,6%. Kuk dkk.
Mencoba untuk mengurangi tinnitus dengan memberi stimulasi melalui bola elektroda
yang ditempatkan pada membran timpani. Para penulis, menggunakan parameter arus
yang berbeda (square, sine, triangular current, dengan rentang frekuensi 62–8,000
Hz) disesuaikan secara individual sesuai dengan respon pasien terhadap rangsangan,
diperoleh perbaikan tinnitus di 50% dari kasus. Kozlowski dkk. menggunakan metode
stimulasi elektrik yang sama, disesuaikan parameter individual (frekuensi dalam 16-
8,000 Hz), melaporkan didapatkan perbaikan tinnitus pada 44% pasien.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh stimulasi elektrik
secara langsung pada organ pendengaran pada pengobatan tinnitus dengan
menyesuaikan frekuensi stimulasi dengan frekuensi tinnitus dan untuk
membandingkan efeknya dengan kelompok plasebo, serta untuk mengevaluasi
pendengaran setelah dilakukan stimulasi elektrik pada kedua kelompok.

Metode

Desain studi: a double-blind placebo-controlled study. Penelitian ini terdiri


dari 120 pasien yang menderita tinnitus dan gangguan pendengaran sensorineural
(total 184 telinga tinnitus) yang dibagi menjadi dua kelompok. Para pasien dari
kelompok pertama (n = 119 telinga tinnitus, 80 pasien tinnitus, 38 perempuan dan 42
laki-laki) berusia 21-74 tahun (rata-rata 53,5 ± 9.31), diobati dengan stimulasi elektrik
pada organ pendengaran. Pada kelompok kedua (n = 65 telinga tinnitus, 40 pasien
tinnitus, 24 perempuan dan 16 laki-laki) berusia 22-76 tahun (rata-rata 56,5 ± 11,2),
diberikan stimulasi elektrik plasebo. Alokasi untuk kelompok dilakukan secara acak,
sesuai dengan urutan masuk ke departemen kami. Kelompok pertama terdiri dari 80
pasien pertama dirawat departemen kami untuk mendiagnosa dan mengobati tinnitus.
Kelompok kedua terdiri oleh 40 pasien. Untuk mengurangi heterogenitas hanya
pasien dengan durasi tinnitus lebih dari 1 tahun dan disertai gangguan pendengaran
yang dimasukkan dalam penelitian ini.
Sebelum awal terapi, kami melakukan pemeriksaan THT, tes pendengaran
(Audiometri nada murni, tes suara audiometri, audiometri impedansi, respon batang
otak pendengaran, emisi otoakustik) dan diagnosis radiologi jika diperlukan (head
and cervical spine computer tomography atau nuclear magnetic resonance). Adanya
kelainan di telinga luar dan atau tengah tidak dimasukkan dalam penelitian. Pasien
yang melaporkan tinnitus di kepala, tidak di telinga, atau tinnitus yang berlangsung
kurang dari 1 tahun (untuk meminimalkan potensi hilangnya tinitus secara spontan)
juga didiskualifikasi dari penelitian. Para pasien menyelesaikan kuesioner (yang
dirancang oleh penulis berdasarkan Tinnitus Handicap Inventory) yang meliputi 20
pertanyaan mengenai tinnitus. Jawaban 'ya' mendapatkan dua poin, 'kadang-kadang',
1 poin, dan 'tidak', 0 poin. Nilai tertinggi adalah 40 yang berarti bahwa tinitus
merupakan masalah besar. Dan yang mendapatkan score 0 yang berarti bahwa tinitus
bukanlah penyakit yang mengganggu. Orang yang melakukan evaluasi pendengaran
kuisioner tidak mengetahui akan mendaapatkan strimulasi elektrik atau stimulasi
elektrik plasebo.

Stimulasi elektrik dilakukan dengan menggunakan alat yang dibuat secara


khusus yang disertakan dengan empat baterai bertegangan sebesar 1,5 V. Perangkat
ini memiliki tombol on / off, frekuensi dan tombol intensitas. Saluran telinga luar diisi
dengan larutan garam 0,9%. Elektroda aktif diletakkan dalam saluran telinga luar
untuk menghindari kontak dengan kulit disekitar kanal. Elektroda pasif ditempatkan
pada dahi setelah abrasi kulit dengan pasta steril abrasif elektroda yang sesuai dan
kasa bersih. Dua elektroda ditempatkan untuk mendapatkan transmisi arus ke seluruh
bidang hipotesis (longitudinal axis) dari koklea. Direct rectangular, polarisasi positif
diaplikasikan melalui elektroda aktif. Frekuensi yang diberikan sama dengan
frekuensi impuls rectangular. Durasi impuls rectangular tergantung pada frekuensi
yang diberikan. Untuk frekuensi 250 hz satu periode berlangsung 4 menit, 2 menit
impuls 2 menit jeda. Tegangan yang digunakan konstan dan sama dengan 3 V.
intensitas berkisar 0,15-1,15 mA dan diterapkan sesuai dengan sensasi pasien.
Stimulasi dimulai dengan intensitas maksimal saat (1,15 mA), jika ditolerir maka
stimulasi dilanjutkan. Namun, jika pasien melaporkan merasakan nyeri atau sensasi
tidak menyenangkan lainnya, intensitas diturunkan sampai perasaan nyeri
menghilang. Frekuensi arus berkisar antara 250 sampai 8.000 Hz dan disesuaikan
dengan frekuensi tinnitus, sehingga frekuensi arus dan frekuensi tinnitus adalah
serupa (± 1.000 Hz). Penyesuaian frekuensi nada dilakukan untuk semua pasien
sebelum memulai stimulasi. Perbandingan bunyi dilakukan pada telinga kontralateral.
Pasien diminta untuk mengidentifikasi nada pada interval frekuensi tersempit. Satu
kali stimulasi berlangsung selama 4 menit. Perawatan ini dilakukan sebanyak 15
stimulasi elektrik, diberikan tiga atau empat kali seminggu (seluruh pengobatan
berlangsung sekitar 30 hari). Dalam kelompok kedua, pasien mendapat stimulasi
elektrik yang sama seperti pada kelompok satu; namun, tidak ada arus dialirkan
melalui elektroda yang dimasukan kedalam kanalis akustikus eksternal. Selain itu
protokol pengobatan sama pada kedua kelompok. Evaluasi tinitus dan tes
pendengaran dilakukan sebelum, langsung setelah simulasi, hari ke 30 dan hari ke 90
setelah 15 stimulasi elektrik pada grup pertama dan kedua. Hasil penilaian dianggap
subjektif berdasarkan riwayat penyakit dan kuesioner. Perubahan dari tinitus
permanen (bila pasien melaporkan mendengarnya setiap hari, sepanjang hari) menjadi
tinitus sementara (ketika muncul sementara atau pasien dilaporkan memiliki beberapa
periode tanpa tinnitus) dipertimbangkan sebagai suatu perbaikan. Mengenai kuisioner,
peningkatan poin total (setidaknya 20%) dipertimbangkan sebagai penurunan
perbaikan sedangkan penurunan poin dianggap sebagi peningkatan perbaikan.

Pengujian statistik untuk observasi dependen (berkorelasi) kami menggunakan


student’s t test untuk sampel yang berkorelasi (dalam kasus kedua sampel dengan
distribusi normal) atau uji Wilcoxon (ketika setidaknya satu sampel memiliki
distribusi non-normal). Untuk pengamatan independen (tidak berkorelasi) digunakan
uji Mann-Whitney U (ketika setidaknya satu sampel memiliki distribusi non-normal).
Pada kasus dengan kategori nominal menggunakan uji π2 (untuk sampel yang tidak
berkorelasi) atau uji McNemar π2 (pada sampel yang berkorelasi). Hasil pengujian
statistik dilambangkan dengan nilai p (p<pmax, misalnya p <0,05 menunjukkan hasil
yang signifikan secara statistik sedangkan p>0,05 menunjukkan hubungan yang tidak
signifikan).

Penelitian ini disetujui oleh kelembagaan dewan peninjau dari Medical


University of Lodz (RNN / 251/05 / KB). Semua pasien memberikan pernyataan
tertulis, persetujuan mereka diberitahu sebelum dimasukkan dalam penelitian.

Hasil
Durasi rata-rata tinnitus sama pada kedua kelompok (tidak ada perbedaan
yang signifikan secara statistik p [0,05) kelompok pertama 4,24 tahun ± 5,29, di
kelompok kedua 3,98 tahun ± 4.17. Durasi tinnitus minimal pada kedua kelompok
adalah 1 tahun, maksimal dalam kelompok pertama adalah 30 tahun, dalam kelompok
kedua 27 tahun.

Sebelum pengobatan, kelompok pertama (n = 119 telinga), 106 telinga dengan


tinitus permanen (89,1%) dan 13 telinga (10,9%) dengan tinnitus sementara.
Kelompok kedua (n = 65 telinga), 56 telinga dengan tinitus permanen (86,1%) dan 9
telinga (13,9%) dengan tinnitus sementara. Dalam kelompok pertama dan kedua,
langsung setelah perawatan, jumlah telinga dengan tinnitus permanen menurun jauh
(p < 0,05), satu kelompok terdiri 58 telinga (48,8%) dengan tinitus tetap dan 21
telinga (17,6%) dengan tinnitus sementara, di 40 telinga (33,6%) tinnitus mulai
hilang; Kelompok dua 46 telinga (70,8%) dengan tinitus tetap dan 15 telinga (23,1%)
dengan tinnitus sementara, dalam empat telinga (6,1%) tinnitus menghilang. Setelah
30 hari, perubahan signifikan secara statistik yang diamati pada kelompok satu (p <
0,05), yang sebanding dengan hasil yang kembali 90 hari kemudian (p < 0,05).
Perubahan dalam kelompok dua (setelah 30 dan 90 hari) tidak signifikan (p > 0,05).
Jika dibandingkan ada perbedaan yang nyata antara kedua kelompok (p<0,05). Tabel
1

Analisis kuesioner, langsung setelah perawatan, dalam kelompok pertama


menunjukkan perbaikan pada 45 telinga (37,8%) dan pada kelompok kedua pada 20
telinga (30,8%). Dalam kelompok satu, 30 hari setelah stimulasi elektrik terakhir,
analisis statistik menunjukkan perbaikan berikutnya (p < 0,05) ke 51,3%. Hasil
analisis yang dilakukan 90 hari setelah pengobatan, ada perbedaan signifikan secara
statistik diannatara kedua kelompok.
Kami mendapatkan peningkatan pendengaran secara subjektif dan audiometri (dqlam
audiometri nada murni) pada kelompok pertama di akhir periode kontrol. Setelah
pengobatan pasien melaporkan perbaikan pendengaran secata subjektif di kelompok
pertama pada 36 telinga (30,2%), kelompok kedua pada 14 telinga (21,5%). Tidak ada
gangguan pendengaran yang dilaporkan dalam evaluasi audiometri seteleh siklus
stimulasi elektrik pada kelompok pertama, didapatkan perbaikan pendengaran
pendengaran yang signifikan secara statistik untuk frekuensi antara 1.000 dan 4.000
Hz (dengan rata-rata 4,35 dB). Tidak ada gangguan pendengaran yang signifikan
secara statistik pada kedua kelompok. Pada akhir periode kontrol. Perbaikan
pendengaran tetap pada kelompok pertama.

Diskusi
Awal penggunaan stimulasi elektrik secara klinis pada organ pendengaran
muncul setelah pengamatan terhadap hilangnya tinitus setelah implantasi satu
elektroda pada koklea. Pada tahun 1973, (The House Ear Institute) melaporkan
tinnitus menghilang total setelah implantasi satu elektroda di koklea (menggunakan
arus listrik untuk merangsang saraf pendengaran). Efek tersebut kemudian mendapat
perhatian oleh penulis lain. Fakta ini yang mendasari yang menghasilkan ide untuk
mengurangi tinitus dengan stimulasi elektrik. Dengan cara ini ide stimulasi elektrik
dalam pengobatan tinnitus muncul. Penekanan tinitus diperoleh ketika koklea,
membran timpani, promontorium dan preaurikular atau mastoid menjadi sasaran
stimulasi elektrik. Pada tahun 1974 The House Ear Institute mengatakan metode
evaluasi hipotesis manfaat dari implantasi koklea berdasarkan stimulasi elektrik
transtimpani dari promontorium. Dalam kasus dengan sensasi suara (dilaporkan oleh
pasien selama stimulasi), gangguan perifer dari organ pendengaran (sel-sel rambut
bagian dalam dan luar) harus diperhatikan ketika pasien melaporkan tidak mendengar
pusat kebisingan. Penelitian serupa telah dilakukan oleh Bochenek dkk. Selama
stimulasi elektrik lebih dari setengah pasien dengan sensasi suara. Penulis
mengatakan dalam kasus seperti ini diagnosis klinis menunjukan indikasi adanya
disfungsi pusat N. VIII dibandingkan dengan gangguan perifer. Mereka mengakui
bahwa beberapa serabut saraf N. VIII yang tidak terganggu cukup untuk
menimbulkan suara.
Skarzynski dkk. dan Bochenek dkk. membuktikan kegunaan stimulasi elektrik
alternatif ekstratimpani non invasif pada liang telinga, sebagai uji dalam prediksi
keuntungan pasca operasi sebelum implantasi koklea. Para penulis mengamati
penerimaan nada serta sinyal suara, dengan beberapa pasien yang benar-benar tuli di
antaranya dilakukan stimulasi elektrik melalui saluran pendengaran eksternal (dengan
elektroda berbentuk bola yang dicelupkan ke dalam larutan garam). Dengan cara ini
dilakukan untuk merangsang serat saraf pendengaran, memperoleh sensasi
pendengaran sebagai bukti. Meskipun banyak penelitian yang menunjukkan tinnitus
menghilang setelah implantasi koklea, namun mekanismenya tetap tidak dapat
dijelaskan secara meyakinkan. Karena banyak pasien mendapat manfaat dari alat
bantu dengar (mengalami penurunan tinnitus) kita dapat menduga bahwa peningkatan
sinyal di jalur pendengaran adalah faktor yang bertanggung jawab untuk fenomena
ini. Gangguan pendengaran sensorineural adalah salah satu faktor risiko yang paling
jelas untuk tinnitus, mungkin dihasilkan dari upaya maladaptif pada reorganisasi
kortikal karena kerusakan afferen perifer. Seperti pada pasien dengan tinnitus dan tuli
satu sisi terapi berdasarkan input akustik (pelatihan ulang, masking) tidak mungkin
dilakukan, pemulihan input sensorik perifer mungkin merupakan metode masking
atau menghilangkan tinnitus. Ada beberapa data yang menunjukkan efek yang baik
dari integrasi binaural akustik (unilateral pendengaran normal) dan stimulasi elektrik
(melalui implan koklea), yang tampaknya lebih unggul dari metode rehabilitasi
alternatif tuli satu sisi dan tinnitus [bone-anchored hearing aid (BAHA), contralateral
routing of signal (CROS)]. Meskipun kelompok pasien yang menggunakan implan
dengan tinnitus dan tuli satu sisi tidak banyak, ada penelitian yang menunjukkan
peningkatan yang signifikan mencapai 100%. Akibatnya, tuli satu sisi dengan tinnitus
berat dianggap sebagai indikasi baru untuk implantasi koklea, namun, pasien yang
tepat pilihan diperlukan. Arts dkk menyatakan bahwa implan koklea harus
dipertimbangkan sebagai pengobatan untuk tinnitus yang dihasilkan dari tuli satu sisi
(dari kerusakan perifer-koklea). Selain itu, mungkin ada beberapa prediktor dari
tingkat perbaikan setelah prosedur tersebut. Song dkk. Mengumpulkan hasil
electroencephalography dan menemukan korelasi positif antara peningkatan aktivitas
kortek cingulate posterior pendengaran dan korteks prefrontal dorsolateral dan
pengurangan tinnitus sedikit setelah implantasi koklea.
Tyler dkk. Merangkum pengetahuan tentang stimulasi elektrik eksta dan
intakoklear pada kasus tinitus. Penulis menyatakan bahwa parameter optimal
stimulasi mungkin berbeda beda. Offut dkk juga mengklaim bahwa stimulasi
pendengaran dengan frekuensi tertentu didalam area kehilangan pendengaran di
Audiometri nada murni dapat mengurangi tinnitus, dengan menekan sel-sel rambut
bagian dalam. Namun Dauman dkk menggunakan implan koklea untuk stimulasi
elektrik pada organ pendengaran. Dauman mengatakan bahwa efektifitas stimulasi
tergantung pada frekuensi stimulasi dan optimal menggunakan frekuensi 125 Hz.
Morawiec-Bajda dkk. melakukan stimulasi elektrik melalui meatus auditori eksternal
dengan elektroda aktif ditempatkan pada membran timpani dan yang lainnya di dahi.
Diperoleh perbaikan pada 46,6% kasus. Selanjutnya, penggunaan frekuensi stimulasi
yang sama dengan frekuensi tinnitus didapatkan peningkatan amplitudo emisi
otoakustik serta didapatkan peningkatan amplitudo dan memperpendek latensi
tanggapan pendengaran pada batang otak.
Teori-teori yang menyatakan bahwa koklea sebagai sumber untuk terjadinya
tinitus bersama dengan hipotesis tentang pengaruh stimulasi elektrik terhadap organ
pendengaran dapat menunjukkan kebutuhan untuk memodifikasi parameter stimulasi
elektrik secara individual. Stimulasi pada primontorium dilakukan oleh Aran dan
Cazals yang mencapai efek yang memuaskan (perbaikan lengkap atau parsial
tinnitus) di 43% kasus, dibandingkan dengan 60% dari kasus perbaikan ketika
membran timpani dirangsang. Ito dan Sakakihara melalui stimulasi langsung koklea
dan implan koklea menunjukkan hasil yang lebih baik (77%) dibandingkan melalui
stimulasi promontorium (69%). Hasil dari stimulasi elektrik invasif transtimpani lebih
baik ketika dibandingkan dengan metode non invasif.
Selama ada peningkatan yang dikendalikan sebanding dengan hasil metode
invasif yang dilakukan oleh peneliti lain. Jumlah total tinitus yang menghilang lebih
jelas dalam penelitian namun terdapat kecenderungan untuk menurun seiring waktu
pengamatan. Penerapan metode hidrotransmisif dalam penelitian kami sangat
menyederhanakan teknik stimulasi elektrik. Prosedur non-invasif ini memungkinkan
dokter untuk melakukannya di setiap klinik rawat jalan, dan sebagai hasilnya, pasien
tidak harus tinggal di bawah pengamatan medis langsung setelah stimulasi.
Selanjutnya, stimulasi hidrotransmisif memungkinkan aplikasi seperti stimulasi untuk
meningkatkan kemungkinan menghilangkan tinnitus, serta membantu untuk
meningkatkan dan mempertahankan peningkatan pendengaran. Baru-baru ini,
berbagai perangkat memberikan stimulasi elektrik pada mastoid transkutan telah
dibuat. Idenya adalah untuk merangsang secara sederhana dengan cara non-invasif
dan memberikan kemungkinan pasien untuk melakukan stimulasi sendiri di rumah.
Namun, sebagian besar laporan tidak mendukung tingkat keberhasilan yang efisien.
Perbaikan selanjutnya dari hasil setelah sebulan adalah faktor yang patut
diperhatikan. Jumlah aplikasi stimulasi elektrik dilakukan secara teratur,
memungkinkan memiliki pengaruh pada perbaikan selanjutnya bersama-sama dengan
stabilisasi. Dalam penelitian ini, pada kedua kelompok diobati, kami mengamati
perubahan sifat tinnitus (permanen untuk sementara). Perubahan paling nyata dalam
kelompok pertama (diobati dengan stimylasi elektrik) jumlah yang kasus dengan
tinnitus permanen menurun sekitar 50%, tetapi pada kedua kelompok dirangsang
(kelompok satu dan dua), perbaikan signifikan secara statistik (p < 0,05). Seperti
pasien yang dirujuk, perubahan dari permanen menjadi tinnitus sementara itu
bermakna bagi mereka, dan itu memungkinkan untuk mengalami beberapa “silent
period” (sering setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun akan tetap terus menjadi
bising pada telinga) lagi. Itulah sebabnya sebagian besar pasien menganggap
perbaikan jelas. Dalam literatur, evaluasi seperti pengobatan tinnitus belum
ditemukan.
Dalam salah satu publikasi awal tentang stimulasi elektrik dalam pengobatan
tinnitus, Portman dkk. menggambarkan ketergantungan hasil stimulasi pada polarisasi
arus. Menggunakan arus negatif langsung, sensasi suara membuktikan bahwa N.VIII
dirangsang. Dalam kasus diamati polarisasi penekanan positif dari tinnitus, tetapi
hanya untuk waktu stimulasi. Setelah prosedur selesai, tinnitus muncul lagi. Dalam
penelitian kami, dalam banyak kasus persepsi suara diamati selama stimulasi dengan
arus positif, sehingga dimungkinkan bahwa faktor yang bertanggung jawab untuk
penerimaan pendengaran tersebut adalah kondisi organ pendengaran daripada
polarisasi saat ini. Pada penelitian awal yang dilakukan oleh Port- mann dkk. dan
Aran et al. , arus searah tampak lebih berbahaya bagi telinga bagian dalam, Namun,
itu lebih efisien dalam menekan tinnitus.
Konopka dalam penelitiannya tentang pengaruh arus langsung pada organ
pendengaran babi guinea menunjukkan tidak ada efek patologis pada jalur
pendengaran berdasarkan evaluasi potensi penjumlahan, mikrogfonik koklea dan
potensial pendengaran pada batang otak. Dalam penelitian ini, kami tidak melihat
pengaruh destruksi arus searah berdasarkan evaluasi pendengaran, tetapi dalam
literatur ada beberapa laporan tentang efek merusak dari arus langsung pada koklea.
Selain itu, dalam penelitian kami, Audiometri nada murni menunjukkan perbaikan
yang signifikan secara statistik dalam ambang pendengaran ( p <0,05) pada
kelompok satu, yang dapat berarti hipotetis bahwa fungsi sel-sel rambut luar
membaik (tapi dalam penelitian ini, pengukuran obyektif seperti emisi otoakustik atau
tanggapan batang otak pendengaran tidak dilakukan setelah perawatan). Evaluasi
subjektif dari pendengaran pada Audiometri nada murni mengungkapkan efek terbaik
dalam kelompok satu. Meskipun tingkat peningkatan pendengaran tampaknya tidak
bermakna secara klinis, tingkat pendengaran stabil dan pengukuran ini berulang
selama periode kontrol. Ini mungkin juga merupakan hasil dari hilangnya atau
berkurangnya keparahan tinnitus, yang bisa memiliki efek masking. Harus diingat
bahwa gangguan pendengaran sensorineural sulit untuk diobati, terutama daalam
kondisi kronis, peningkatan ini muncul lebih signifikan, namun perlu dikonfirmasi
secara objektif untuk memastikan. Dalam kelompok satu kami mengamati persepsi
suara di sebagian besar telinga saat menggunakan arus positif langsung, dengan
frekuensi parameter disesuaikan dengan frekuensi tinnitus (stimulasi elektrik selektif).
Dalam sebagian besar kasus frekuensi-frekuensi tersebut berhubungan dengan
frekuensi dalam gangguan di Audiometri nada murni (gangguan koklea perifer).
Pengamatan ini mungkin koheren dengan hipotesis bahwa persepsi suara selama
stimulasi elektrik membuktikan fungsi normal dari saraf pendengaran.
Banyak penulis menyoroti kebutuhan untuk studi plasebo-terkontrol untuk
menilai efek plasebo dalam pengobatan tinnitus. Efek plasebo diketahui menyebabkan
perubahan neurobiologis sebanding dengan yang dihasilkan dari farmakoterapi;
namun, mekanismenya tidak sepenuhnya dipahami. Menurut Benedetti et al. respon
plasebo dapat dikaitkan dengan dua fenomena: pemeliharaan dan harapan manfaat
terapi. Para penulis menyatakan harapan bahwa yang terbaik dapat merangsang
respon plasebo. Neuroimaging [positron emission tomography (PET) dan pencitraan
resonansi magnetik fungsional (fMRI)] dan pengukuran pelepasan neurotransmitter
telah memberikan kontribusi untuk penjelasan dari beberapa mekanisme yang
mendasari efek plasebo. Perbedaan efek plasebo pada pasien mungkin mencerminkan
variasi dalam kegiatan di beberapa sistem neurotransmitter (dopamine, serotonin,
cholecystokinin, opioid). Neuroimaging analgesia plasebo menunjuk penurunan
aktivitas di thalamus, insula dan korteks somatosensori.
Sehubungan dengan tinnitus, efek plasebo terutama dinilai dalam
farmakoterapi (deksametason, lidocaine, paroxetine, betahistin, vasodilator, diuretik)
dan terapi pengobatan komplementer (ginko biloba, akupunktur, pijat, meditasi) tidak
menunjukkan keuntungan lebih dari terapi plasebo. Perbandingan stimulasi elektrik
transkutan dan plasebo stimulasi menunjukkan hasil yang sama . Duckert [ 48 ]
menilai efek plasebo pada tinnitus setelah injeksi larutan garam sebagai ganti
lidocain. Ia memperoleh perbaikan 40% dari tinnitus dan menyimpulkan bahwa setiap
percobaan klinis yang tidak terkontrol dapat menjadi bias oleh efek plasebo.
McFerran dan Phillips menunjuk kesulitan dalam mengevaluasi metode pengobatan
tinnitus yang berbeda karena tidak jelas. Mereka mengutip percobaan Duckert ini
(yang disebutkan sebelumnya) menekankan bahwa efek plasebo '' sering dianggap
rendah oleh praktisi pengobatan modern, fakta bahwa plasebo sama sekaali tidak
berpengaruh ''. Kapkin et al. Menilai efek plasebo pada stimulasi elektrik transkutan
didaerah preaurikular. Perbaikan dalam kelompok stimulasi elektrik adalah 42,8% dan
pada kelompok plasebo 28,5%. Tingkat perburukan pada masing-masing kelompok
adalah 16,6 dan 42,8%. Penulis menggunakan lidocain untuk infiltrasi anestesi lokal
ke daerah kulit preaurikular untuk membuat keadaan yang sama selama stimulasi
elektrik dan stumulasi elektrik plasebo. Menurut mereka kesulitan substansial dalam
penelitian plasebo-terkontrol adalah untuk menetapkan kondisi yang sebanding untuk
kelompok perlakuan dan plasebo. Dalam kasus stimulasi elektrik pasien akan
merasakan arus listrik. Atas dasar penelitian dan pengalaman-pengalaman
sebelumnya hanya 26% (31 telinga) merasa arus listrik selama stimulasi elektrik.
Pada pasien kasus yang dilaporkan sensasi menusuk, kesemutan, pemanasan dan
nyeri. Semua pasien diberitahu selama stimulasi elektrik mereka dapat mengalami
beberapa sensasi seperti di atas, tetapi tidak selalu muncul.
Menurut Hoare et al. [50] kebanyakan penelitian tentang tinnitus kurang jelas,
sehingga metode terapeutik tersebut tetap harus ditunjukkan secara konklusif terutama
yang paling umum digunakan: alat bantu dengar, masker, terapi pelatihan ulang
tinnitus. Di sisi lain banyak pasien dengan masalah telinga / penyakit menderita
tinnitus juga, tetapi hanya dalam beberapa kasus yang mendasari etiologi dapat
diklarifikasi. Untuk alasan itu, setiap terapi, juga simtomatik, mungkin efektif
terutama untuk mereka yang memiliki tinitus berat yang konstan.
Kesimpulan
1. Penerapan stimulasi elektrik arus searah dari organ pendengaran, dengan
frekuensi yangmirip dengan frekuensi tinnitus (stimulasi elektrik selektif),
adalah metode yang efisien dalam pengobatan tinnitus berat.
2. Kami tidak mengamati efek berbahaya dari arus langsung pada organ
pendengaran.

Anda mungkin juga menyukai