Disajikan oleh :
Pembimbing :
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGLI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2018
Direct current stimulation of the ear in tinnitus treatment: a double-
blind placebo-controlled study
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh stimulasi elektrik
terhadap telinga dalam pengobatan tinitus, membandingkan hasil dengan kelompok
plasebo, dan evaluasi pendengaran setelah stimulasi elektrik. Penelitian ini terdiri dari
120 pasien tinitus dan pasien gangguan pendengaran sensorineural (n=184 telinga
tinitus). Pada kelompok pertama (n=119 telinga tinitus) mendapatkan stimulasi
elektrik hidrotransmisi non invasif. Dalam kelompok kedua (n=65 telinga tinitus)
mendapatkan stimulasi elektrik plasebo. Direct rectangular, polarisasi positif telah
digunakan pada penelitian ini. Frekuensi stimulasi yang disesuaikan dengan frekuensi
tinnitus. Dalam kelompok kedua, penulis menggunakan prosedur yang sama, namun
tidak ada arus yang dijalankan melalui elektroda aktif. Dilakukan evaluasi tinnitus
dan pendengaran. Pada kelompok pertama dan kedua, langsung setelah perawatan,
jumlah telinga dengan tinnitus permanen berkurang. Dalam kelompok pertama pada
40 (33,6%) pasien dengan telinga tinnitus menghilang; dalam kelompok kedua pada 4
pasien dengan telinga tinitus menghilang. Setelah 30 hari, perubahan signifikan secara
statistik yang diamati pada kelompok satu (p \ 0,05), yang sebanding dengan hasil
yang kembali 90 hari kemudian (p [0,05). Perubahan dalam kelompok dua (setelah 30
dan 90 hari) tidak signifikan (p [0,05). Para penulis mengakui perbaikan audiometri
pendengaran (auduometri nada murni). Penerapan langsung stimulasi elektrik dari
organ pendengaran, dengan frekuensi yang mirip dengan frekuensi tinnitus (selektif
stimulasi elektrik), adalah metode yang efisien dalam pengobatan tinnitus parah.
Pendahuluan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh stimulasi elektrik
secara langsung pada organ pendengaran pada pengobatan tinnitus dengan
menyesuaikan frekuensi stimulasi dengan frekuensi tinnitus dan untuk
membandingkan efeknya dengan kelompok plasebo, serta untuk mengevaluasi
pendengaran setelah dilakukan stimulasi elektrik pada kedua kelompok.
Metode
Hasil
Durasi rata-rata tinnitus sama pada kedua kelompok (tidak ada perbedaan
yang signifikan secara statistik p [0,05) kelompok pertama 4,24 tahun ± 5,29, di
kelompok kedua 3,98 tahun ± 4.17. Durasi tinnitus minimal pada kedua kelompok
adalah 1 tahun, maksimal dalam kelompok pertama adalah 30 tahun, dalam kelompok
kedua 27 tahun.
Diskusi
Awal penggunaan stimulasi elektrik secara klinis pada organ pendengaran
muncul setelah pengamatan terhadap hilangnya tinitus setelah implantasi satu
elektroda pada koklea. Pada tahun 1973, (The House Ear Institute) melaporkan
tinnitus menghilang total setelah implantasi satu elektroda di koklea (menggunakan
arus listrik untuk merangsang saraf pendengaran). Efek tersebut kemudian mendapat
perhatian oleh penulis lain. Fakta ini yang mendasari yang menghasilkan ide untuk
mengurangi tinitus dengan stimulasi elektrik. Dengan cara ini ide stimulasi elektrik
dalam pengobatan tinnitus muncul. Penekanan tinitus diperoleh ketika koklea,
membran timpani, promontorium dan preaurikular atau mastoid menjadi sasaran
stimulasi elektrik. Pada tahun 1974 The House Ear Institute mengatakan metode
evaluasi hipotesis manfaat dari implantasi koklea berdasarkan stimulasi elektrik
transtimpani dari promontorium. Dalam kasus dengan sensasi suara (dilaporkan oleh
pasien selama stimulasi), gangguan perifer dari organ pendengaran (sel-sel rambut
bagian dalam dan luar) harus diperhatikan ketika pasien melaporkan tidak mendengar
pusat kebisingan. Penelitian serupa telah dilakukan oleh Bochenek dkk. Selama
stimulasi elektrik lebih dari setengah pasien dengan sensasi suara. Penulis
mengatakan dalam kasus seperti ini diagnosis klinis menunjukan indikasi adanya
disfungsi pusat N. VIII dibandingkan dengan gangguan perifer. Mereka mengakui
bahwa beberapa serabut saraf N. VIII yang tidak terganggu cukup untuk
menimbulkan suara.
Skarzynski dkk. dan Bochenek dkk. membuktikan kegunaan stimulasi elektrik
alternatif ekstratimpani non invasif pada liang telinga, sebagai uji dalam prediksi
keuntungan pasca operasi sebelum implantasi koklea. Para penulis mengamati
penerimaan nada serta sinyal suara, dengan beberapa pasien yang benar-benar tuli di
antaranya dilakukan stimulasi elektrik melalui saluran pendengaran eksternal (dengan
elektroda berbentuk bola yang dicelupkan ke dalam larutan garam). Dengan cara ini
dilakukan untuk merangsang serat saraf pendengaran, memperoleh sensasi
pendengaran sebagai bukti. Meskipun banyak penelitian yang menunjukkan tinnitus
menghilang setelah implantasi koklea, namun mekanismenya tetap tidak dapat
dijelaskan secara meyakinkan. Karena banyak pasien mendapat manfaat dari alat
bantu dengar (mengalami penurunan tinnitus) kita dapat menduga bahwa peningkatan
sinyal di jalur pendengaran adalah faktor yang bertanggung jawab untuk fenomena
ini. Gangguan pendengaran sensorineural adalah salah satu faktor risiko yang paling
jelas untuk tinnitus, mungkin dihasilkan dari upaya maladaptif pada reorganisasi
kortikal karena kerusakan afferen perifer. Seperti pada pasien dengan tinnitus dan tuli
satu sisi terapi berdasarkan input akustik (pelatihan ulang, masking) tidak mungkin
dilakukan, pemulihan input sensorik perifer mungkin merupakan metode masking
atau menghilangkan tinnitus. Ada beberapa data yang menunjukkan efek yang baik
dari integrasi binaural akustik (unilateral pendengaran normal) dan stimulasi elektrik
(melalui implan koklea), yang tampaknya lebih unggul dari metode rehabilitasi
alternatif tuli satu sisi dan tinnitus [bone-anchored hearing aid (BAHA), contralateral
routing of signal (CROS)]. Meskipun kelompok pasien yang menggunakan implan
dengan tinnitus dan tuli satu sisi tidak banyak, ada penelitian yang menunjukkan
peningkatan yang signifikan mencapai 100%. Akibatnya, tuli satu sisi dengan tinnitus
berat dianggap sebagai indikasi baru untuk implantasi koklea, namun, pasien yang
tepat pilihan diperlukan. Arts dkk menyatakan bahwa implan koklea harus
dipertimbangkan sebagai pengobatan untuk tinnitus yang dihasilkan dari tuli satu sisi
(dari kerusakan perifer-koklea). Selain itu, mungkin ada beberapa prediktor dari
tingkat perbaikan setelah prosedur tersebut. Song dkk. Mengumpulkan hasil
electroencephalography dan menemukan korelasi positif antara peningkatan aktivitas
kortek cingulate posterior pendengaran dan korteks prefrontal dorsolateral dan
pengurangan tinnitus sedikit setelah implantasi koklea.
Tyler dkk. Merangkum pengetahuan tentang stimulasi elektrik eksta dan
intakoklear pada kasus tinitus. Penulis menyatakan bahwa parameter optimal
stimulasi mungkin berbeda beda. Offut dkk juga mengklaim bahwa stimulasi
pendengaran dengan frekuensi tertentu didalam area kehilangan pendengaran di
Audiometri nada murni dapat mengurangi tinnitus, dengan menekan sel-sel rambut
bagian dalam. Namun Dauman dkk menggunakan implan koklea untuk stimulasi
elektrik pada organ pendengaran. Dauman mengatakan bahwa efektifitas stimulasi
tergantung pada frekuensi stimulasi dan optimal menggunakan frekuensi 125 Hz.
Morawiec-Bajda dkk. melakukan stimulasi elektrik melalui meatus auditori eksternal
dengan elektroda aktif ditempatkan pada membran timpani dan yang lainnya di dahi.
Diperoleh perbaikan pada 46,6% kasus. Selanjutnya, penggunaan frekuensi stimulasi
yang sama dengan frekuensi tinnitus didapatkan peningkatan amplitudo emisi
otoakustik serta didapatkan peningkatan amplitudo dan memperpendek latensi
tanggapan pendengaran pada batang otak.
Teori-teori yang menyatakan bahwa koklea sebagai sumber untuk terjadinya
tinitus bersama dengan hipotesis tentang pengaruh stimulasi elektrik terhadap organ
pendengaran dapat menunjukkan kebutuhan untuk memodifikasi parameter stimulasi
elektrik secara individual. Stimulasi pada primontorium dilakukan oleh Aran dan
Cazals yang mencapai efek yang memuaskan (perbaikan lengkap atau parsial
tinnitus) di 43% kasus, dibandingkan dengan 60% dari kasus perbaikan ketika
membran timpani dirangsang. Ito dan Sakakihara melalui stimulasi langsung koklea
dan implan koklea menunjukkan hasil yang lebih baik (77%) dibandingkan melalui
stimulasi promontorium (69%). Hasil dari stimulasi elektrik invasif transtimpani lebih
baik ketika dibandingkan dengan metode non invasif.
Selama ada peningkatan yang dikendalikan sebanding dengan hasil metode
invasif yang dilakukan oleh peneliti lain. Jumlah total tinitus yang menghilang lebih
jelas dalam penelitian namun terdapat kecenderungan untuk menurun seiring waktu
pengamatan. Penerapan metode hidrotransmisif dalam penelitian kami sangat
menyederhanakan teknik stimulasi elektrik. Prosedur non-invasif ini memungkinkan
dokter untuk melakukannya di setiap klinik rawat jalan, dan sebagai hasilnya, pasien
tidak harus tinggal di bawah pengamatan medis langsung setelah stimulasi.
Selanjutnya, stimulasi hidrotransmisif memungkinkan aplikasi seperti stimulasi untuk
meningkatkan kemungkinan menghilangkan tinnitus, serta membantu untuk
meningkatkan dan mempertahankan peningkatan pendengaran. Baru-baru ini,
berbagai perangkat memberikan stimulasi elektrik pada mastoid transkutan telah
dibuat. Idenya adalah untuk merangsang secara sederhana dengan cara non-invasif
dan memberikan kemungkinan pasien untuk melakukan stimulasi sendiri di rumah.
Namun, sebagian besar laporan tidak mendukung tingkat keberhasilan yang efisien.
Perbaikan selanjutnya dari hasil setelah sebulan adalah faktor yang patut
diperhatikan. Jumlah aplikasi stimulasi elektrik dilakukan secara teratur,
memungkinkan memiliki pengaruh pada perbaikan selanjutnya bersama-sama dengan
stabilisasi. Dalam penelitian ini, pada kedua kelompok diobati, kami mengamati
perubahan sifat tinnitus (permanen untuk sementara). Perubahan paling nyata dalam
kelompok pertama (diobati dengan stimylasi elektrik) jumlah yang kasus dengan
tinnitus permanen menurun sekitar 50%, tetapi pada kedua kelompok dirangsang
(kelompok satu dan dua), perbaikan signifikan secara statistik (p < 0,05). Seperti
pasien yang dirujuk, perubahan dari permanen menjadi tinnitus sementara itu
bermakna bagi mereka, dan itu memungkinkan untuk mengalami beberapa “silent
period” (sering setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun akan tetap terus menjadi
bising pada telinga) lagi. Itulah sebabnya sebagian besar pasien menganggap
perbaikan jelas. Dalam literatur, evaluasi seperti pengobatan tinnitus belum
ditemukan.
Dalam salah satu publikasi awal tentang stimulasi elektrik dalam pengobatan
tinnitus, Portman dkk. menggambarkan ketergantungan hasil stimulasi pada polarisasi
arus. Menggunakan arus negatif langsung, sensasi suara membuktikan bahwa N.VIII
dirangsang. Dalam kasus diamati polarisasi penekanan positif dari tinnitus, tetapi
hanya untuk waktu stimulasi. Setelah prosedur selesai, tinnitus muncul lagi. Dalam
penelitian kami, dalam banyak kasus persepsi suara diamati selama stimulasi dengan
arus positif, sehingga dimungkinkan bahwa faktor yang bertanggung jawab untuk
penerimaan pendengaran tersebut adalah kondisi organ pendengaran daripada
polarisasi saat ini. Pada penelitian awal yang dilakukan oleh Port- mann dkk. dan
Aran et al. , arus searah tampak lebih berbahaya bagi telinga bagian dalam, Namun,
itu lebih efisien dalam menekan tinnitus.
Konopka dalam penelitiannya tentang pengaruh arus langsung pada organ
pendengaran babi guinea menunjukkan tidak ada efek patologis pada jalur
pendengaran berdasarkan evaluasi potensi penjumlahan, mikrogfonik koklea dan
potensial pendengaran pada batang otak. Dalam penelitian ini, kami tidak melihat
pengaruh destruksi arus searah berdasarkan evaluasi pendengaran, tetapi dalam
literatur ada beberapa laporan tentang efek merusak dari arus langsung pada koklea.
Selain itu, dalam penelitian kami, Audiometri nada murni menunjukkan perbaikan
yang signifikan secara statistik dalam ambang pendengaran ( p <0,05) pada
kelompok satu, yang dapat berarti hipotetis bahwa fungsi sel-sel rambut luar
membaik (tapi dalam penelitian ini, pengukuran obyektif seperti emisi otoakustik atau
tanggapan batang otak pendengaran tidak dilakukan setelah perawatan). Evaluasi
subjektif dari pendengaran pada Audiometri nada murni mengungkapkan efek terbaik
dalam kelompok satu. Meskipun tingkat peningkatan pendengaran tampaknya tidak
bermakna secara klinis, tingkat pendengaran stabil dan pengukuran ini berulang
selama periode kontrol. Ini mungkin juga merupakan hasil dari hilangnya atau
berkurangnya keparahan tinnitus, yang bisa memiliki efek masking. Harus diingat
bahwa gangguan pendengaran sensorineural sulit untuk diobati, terutama daalam
kondisi kronis, peningkatan ini muncul lebih signifikan, namun perlu dikonfirmasi
secara objektif untuk memastikan. Dalam kelompok satu kami mengamati persepsi
suara di sebagian besar telinga saat menggunakan arus positif langsung, dengan
frekuensi parameter disesuaikan dengan frekuensi tinnitus (stimulasi elektrik selektif).
Dalam sebagian besar kasus frekuensi-frekuensi tersebut berhubungan dengan
frekuensi dalam gangguan di Audiometri nada murni (gangguan koklea perifer).
Pengamatan ini mungkin koheren dengan hipotesis bahwa persepsi suara selama
stimulasi elektrik membuktikan fungsi normal dari saraf pendengaran.
Banyak penulis menyoroti kebutuhan untuk studi plasebo-terkontrol untuk
menilai efek plasebo dalam pengobatan tinnitus. Efek plasebo diketahui menyebabkan
perubahan neurobiologis sebanding dengan yang dihasilkan dari farmakoterapi;
namun, mekanismenya tidak sepenuhnya dipahami. Menurut Benedetti et al. respon
plasebo dapat dikaitkan dengan dua fenomena: pemeliharaan dan harapan manfaat
terapi. Para penulis menyatakan harapan bahwa yang terbaik dapat merangsang
respon plasebo. Neuroimaging [positron emission tomography (PET) dan pencitraan
resonansi magnetik fungsional (fMRI)] dan pengukuran pelepasan neurotransmitter
telah memberikan kontribusi untuk penjelasan dari beberapa mekanisme yang
mendasari efek plasebo. Perbedaan efek plasebo pada pasien mungkin mencerminkan
variasi dalam kegiatan di beberapa sistem neurotransmitter (dopamine, serotonin,
cholecystokinin, opioid). Neuroimaging analgesia plasebo menunjuk penurunan
aktivitas di thalamus, insula dan korteks somatosensori.
Sehubungan dengan tinnitus, efek plasebo terutama dinilai dalam
farmakoterapi (deksametason, lidocaine, paroxetine, betahistin, vasodilator, diuretik)
dan terapi pengobatan komplementer (ginko biloba, akupunktur, pijat, meditasi) tidak
menunjukkan keuntungan lebih dari terapi plasebo. Perbandingan stimulasi elektrik
transkutan dan plasebo stimulasi menunjukkan hasil yang sama . Duckert [ 48 ]
menilai efek plasebo pada tinnitus setelah injeksi larutan garam sebagai ganti
lidocain. Ia memperoleh perbaikan 40% dari tinnitus dan menyimpulkan bahwa setiap
percobaan klinis yang tidak terkontrol dapat menjadi bias oleh efek plasebo.
McFerran dan Phillips menunjuk kesulitan dalam mengevaluasi metode pengobatan
tinnitus yang berbeda karena tidak jelas. Mereka mengutip percobaan Duckert ini
(yang disebutkan sebelumnya) menekankan bahwa efek plasebo '' sering dianggap
rendah oleh praktisi pengobatan modern, fakta bahwa plasebo sama sekaali tidak
berpengaruh ''. Kapkin et al. Menilai efek plasebo pada stimulasi elektrik transkutan
didaerah preaurikular. Perbaikan dalam kelompok stimulasi elektrik adalah 42,8% dan
pada kelompok plasebo 28,5%. Tingkat perburukan pada masing-masing kelompok
adalah 16,6 dan 42,8%. Penulis menggunakan lidocain untuk infiltrasi anestesi lokal
ke daerah kulit preaurikular untuk membuat keadaan yang sama selama stimulasi
elektrik dan stumulasi elektrik plasebo. Menurut mereka kesulitan substansial dalam
penelitian plasebo-terkontrol adalah untuk menetapkan kondisi yang sebanding untuk
kelompok perlakuan dan plasebo. Dalam kasus stimulasi elektrik pasien akan
merasakan arus listrik. Atas dasar penelitian dan pengalaman-pengalaman
sebelumnya hanya 26% (31 telinga) merasa arus listrik selama stimulasi elektrik.
Pada pasien kasus yang dilaporkan sensasi menusuk, kesemutan, pemanasan dan
nyeri. Semua pasien diberitahu selama stimulasi elektrik mereka dapat mengalami
beberapa sensasi seperti di atas, tetapi tidak selalu muncul.
Menurut Hoare et al. [50] kebanyakan penelitian tentang tinnitus kurang jelas,
sehingga metode terapeutik tersebut tetap harus ditunjukkan secara konklusif terutama
yang paling umum digunakan: alat bantu dengar, masker, terapi pelatihan ulang
tinnitus. Di sisi lain banyak pasien dengan masalah telinga / penyakit menderita
tinnitus juga, tetapi hanya dalam beberapa kasus yang mendasari etiologi dapat
diklarifikasi. Untuk alasan itu, setiap terapi, juga simtomatik, mungkin efektif
terutama untuk mereka yang memiliki tinitus berat yang konstan.
Kesimpulan
1. Penerapan stimulasi elektrik arus searah dari organ pendengaran, dengan
frekuensi yangmirip dengan frekuensi tinnitus (stimulasi elektrik selektif),
adalah metode yang efisien dalam pengobatan tinnitus berat.
2. Kami tidak mengamati efek berbahaya dari arus langsung pada organ
pendengaran.