Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH AGAMA ISLAM II

MATERI HALAL DAN HARAM


TOPIK: GELATIN

ANGGOTA KELOMPOK:
LOVELY QUR’AN ILMIAH (051511133155)
ANITA DEWI ARINI (051511133159)
RIZAL ZUHDI (051511133167)

KELAS C (RABU SIANG)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
Latar Belakang
Gelatin merupakan produk turunan protein yang diperoleh dari hidrolisis kolagen
hewan yang dapat diekstraksi melalui proses asam dan basa (Sasmitaloka et al., 2017).
Pemanfaatan gelatin sudah sangat luas. Diperkirakan sekitar 59% gelatin yang diproduksi di
seluruh dunia digunakan untuk industri makanan, 31% pada industri farmasi, 2% pada
industri fotografi, dan sekitar 8% diaplikasikan dalam industri lainnya (Mohebi dan
Shahbazi, 2017). Gelatin merupakan protein yang larut yang bisa bersifat sebagai gelling
agent (bahan pembuat gel) atau sebagai non gelling agent. Sumber bahan baku gelatin dapat
berasal dari tulang atau kulit sapi, babi dan ikan. Karena gelatin merupakan produk alami,
maka diklasifikasikan sebagai bahan pangan bukan bahan tambahan pangan
(Nurrachmawati, 2015).
Sebagai bahan baku gelatin, kulit babi mudah didapatkan serta memiliki harga yang
lebih murah daripada sapi. Selain itu babi memiliki jaringan ikat yang tidak terlalu kuat
seperti sapi sehingga proses hidrolisis tidak memerlukan bahan yang terlalu banyak. Faktor
teknis dan ekonomis menyebabkan gelatin babi lebih berkembang daripada gelatin yang lain
(Hastuti, 2007). Namun hal ini menjadi masalah tersendiri bagi kaum muslim yang melarang
untuk mengonsumsi segala macam produk yang didalamnya terkandung bahan haram.
Seperti produk obatobatan yang telah tercampur dengan bahan haram atau najis seperti babi
atau alkohol serta bahan dasar dari hewan yang proses penyembelihannya tidak sesuai
syariat islam (Norazmi, 2015).
Di Indonesia permintaan gelatin cenderung meningkat seiring dengan perkembangan
tren pola konsumsi masyarakat (Ditjenpkh, 2015). Selama ini kebutuhan gelatin Indonesia
diimpor dari beberapa negara seperti Perancis, Jepang, India, Brazil, Jerman, Cina,
Argentina dan Australia (BPS, 2015). Kuan et al. (2016) menyebutkan 98,5% gelatin di
dunia diproduksi dari daging, tulang, dan kulit babi. Lebih dari 90% penduduk Indonesia
adalah pemeluk agama Islam yang tidak dapat mengkonsumsi yang berasal dari ternak babi
dan ternak lain yang disembelih tanpa mengikuti tatacara agama Islam. Oleh karena itu,
salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah kehalalannya bagi umat muslim.
Pemerintah telah mengupayakan dalam pemasukan gelatin pangan ke Indonesia diimpor
dari produsen yang telah bersertifikat Halal (Nurrachmawati, 2015). Walaupun demikian,
gelatin termasuk dalam kategori rawan karena masih ditemukan penyalahgunaan gelatin
yang berasal dari bahan non-halal pada produk-produk pangan, farmasi maupun bahan baku
industri yang beredar di Indonesia. Hal ini dikarenakan dari segi aspek ekonomi gelatin babi
lebih menguntungkan bagi beberapa oknum tanpa memperdulikan aspek syariat yang dianut
oleh konsumen muslim.

Rumusan Masalah
1. Apakah manfaat gelatin dalam bidang pangan, farmasi, dan kosmetik, serta bagaimana
aplikasinya ?
2. Bagaimana hukum penggunaan gelatin dalam bidang pangan, farmasi, dan kosmetik
menurut syariah Islam?
3. Bagaimana solusi penggunaan gelatin dalam bidang pangan, farmasi, dan kosmetik agar
sesuai dengan syariah Islam?

Tujuan Penulisan artikel


1. Untuk mengetahui manfaat gelatin dalam bidang pangan, farmasi, dan kosmetik beserta
aplikasinya.
2. Untuk mengetahui hukum menurut syariat islam tentang penggunaan gelatin dalam
bidang pangan, farmasi, dan kosmetik.
3. Untuk mengetahui dan menemukan solusi penggunaan gelatin dalam bidang pangan,
farmasi, dan kosmetik sesuai dengan hukum syariat islam.

Rumus Kimia dan Sifat-Sifat Bahan

Gambar 1. Struktur Kimia Gelatin (Chapplin, 2018)


Gelatin merupakan senyawa amfoterik, memiliki muatan ganda. Gelatin termasuk
bahan surfaktan (surface active agent) karena kemampuannya untuk menurunkan tegangan
antar muka. Gelatin juga dimanfaatkan dalam industri non pangan seperti farmasi, fotografi,
dan pelapisan logam atau elektroplating (Ward dan Courts, 1977).
Pemerian : secara fisik gelatin dapat berbentuk bubuk, pasta, maupun lembaran.
Gelatin bersifat tidak berasa, tidak berbau, warnanya kekuningan sampai tidak berwarna.
Gelatin mudah larut pada suhu 71,1 oC dan cenderung membentuk gel pada suhu
48,9 oC, sedangkan untuk melarutkan 4 gelatin dalam larutan sekurang-kurangnya 49 oC
atau biasanya pada suhu 60-70 oC. Gelatin sebagai protein biodegradable dapat di denaturasi
melalui proses asam basa dari kolagen. Pengolahan ini dipengaruhi sifat elektrik dari
kolagen, menghasilkan gelatin dengan titik isoelektrik yang berbeda. Gelatin dapat
mengembang dan menyerap air 5-10 kali bobot asalnya. Gelatin bersifat lentur/elastis,
biokompatibel, bioabsoptivitas tinggi, dan dapat dibentuk menjadi film dan pelapis yang
memiliki sifat mekanik yang cukup baik, berwarna kuning sampai putih transparan dan
hampir tidak ada rasanya serta hampir tidak berbau, berbentuk serpihan atau serbuk, mudah
larut dalam air panas gliserol dan asam asetat dan tidak mudah larut dalam pelarut organik.
Kandungan protein gelatin sekitar 85 – 92%, sisanya berupa garam mineral dan air (Viro,
1992).

Asal Bahan dan Proses Pembuatannya


Gelatin dapat dibuat dari banyak sumber kolagen yang berbeda. Tulang ternak, kulit
ternak, kulit babi dan ikan adalah sumber utama kolagen untuk gelatin. Gelatin mamalia
didapatkan dari kolagen pada jaringan dan tulang hewan vertebrata, seperti bovine (tipe B)
dan porcine (tipe A). Gelatin ikan didapatkan dari kulit dan tulang ikan. Gelatin serangga
didapatkan dari minyak yang diekstrak dari serangga. (Mariod and Adam, 2013)
Gelatin diperoleh dengan menghidrolisis kolagen hewan yang terkandung di dalam
tulang dan kulit, dan dari hewan seperti ikan. Gelatin ikan dan serangga dapat diekstrak
menggunakan dua kategori yaitu proses asam dan proses basa. Selama proses ekstraksi
gelatin ikan, proses asam adalah proses ekstraksi yang dilakukan di dalam medium asam,
sedangkan proses basa adalah proses sebelum penanganan kulit ikan dengan larutan basa.
Ekstraksi dapat dilakuakn dalam medium basa, netral, atau asam. Metode yang digunakan
untuk mengekstraksi gelatin serangga terdapat tiga metode berbeda, yaitu ekstrasi setengah
asam, distilasi air dan ekstraksi air panas. (Mariod and Adam, 2013)
Cara paling mudah untuk mengubah kolagen menjadi gelatin yaitu melakukan
denaturasi kolagen larut yang melibatkan hidrolisis katalis oleh enzim, asam atau basa.
Denaturasi panas dilakukan pada kondisi sejuk dengan memanaskan kolagen dalam kondisi
netral atau sedikit asam sekitar 40°C. Pada posisi tersebut, hanya ikatan hidrogen dan
hidrofobik yang membantu menstabilikan helix kolagen yang putus karena serabut-serabut
kolagen memisah menjadi unit tropokolagen. Selanjutnya, pada hidrolisis kolagen terdapat
pemisahan ikatan intramolekuler antara tiga rantai helix. Hidrolisis tersebut menghasilkan
hasil yaitu pembentukan tiga rantai α independent yang tergulung secara tidak teratur,
pembentukan rantai β (dua rantai α yang dihubungkan oleh satu satau lebih ikatan kovalen)
dan satu rantai α independent, serta pembentukan rantai γ (tiga rantai yang dihubungan oleh
ikatan kovalen). (Mariod and Adam, 2013)

Penggunaan dalam Pangan, Obat maupun Kosmetik


A. Pengunaan gelatin dalam industri makanan (edible gelatine)
- Sebagai pembentuk gel : gelatin dessert, gula- gula (confectionary)
- Whipping agent : marshmallow, whipped cream, nougats
- Stabilizer agent : ice cream, permen, susu coklat, keju, yogurt, frozen dessert
- Binding agent : daging kaleng, keju, dairy product
- Clarifying agent : bir, anggur, jus buah, vinegar
- Film former : coating untuk buah dan daging
- Thickener agent : campuran minuman serbuk, jelly, sirup, saus
- Emulsifier :cream soups, sauces, flavoring
B. Penggunaan gelatin dalam industri farmasi
- Untuk pembuatan kapsul keras dan kapsul lunak
- Tableting
- Tablet coating
- Granulasi
- Encapsulation
C. Penggunaan gelatin dalam industri kosmetik
- Gelatin dapat membantu mengencangkan kulit wajah
- Gelatin digunakan untuk membantu pertumbuhan kulit, rambut dan kuku.
- Gelatin digunakan sebagai penahan kelembapan (moisture retention)

Bentuk Sediaan atau Formula Yang Ada


Poppe (1992), menyebutkan aplikasi gelatin pada produk pangan sebagai:
1. penstabil (stabilizer)
2. pembentuk gel (gelling agent)
3. pengikat (binder)
4. pengental (thickener)
5. pengemulsi (emulsifier)
6. perekat (adhesive)

Gelatin pada industri makanan:


1. Produk susu (Dairy Products) seperti keju mentega susu
2. Makanan beku (Frozen Foods)
3. Makanan penutup (Gelatin Desserts)
4. Gula-gula (Confectionery)
5. Permen karet (Gummy Bears)
6. Marsmalow( Marshmallows)
7. Permen Kacang (Circus Peanuts)
8. Pelega tenggorokan (Lozenges)
9. Wafer (Wafers)
10. Hiasan kue (kek) dan Isian Bakeri (Bakery Fillings & Icings)
11. Produk daging (Meat Products) seperti bakso, sosis, burger dll
12. Anggur, Bir, Jus (Wine, Beer, Juices)

Gelatin pada industri farmasi


1. sepasang kapsul keras (two-piece hard capsules)
2. kapsul lunak (soft elastic gelatin capsules atau Softgel)
3. tableting
4. lapisan tablet (tablet coating)
5. granulasi (granulation)
6. enkapsulasi (encapsulation)
7. mikroenkapsulasi (micro-encapsulation)
Selain itu, gelatin juga diaplikasikan pada industri teknis dan kesehatan atau kosmetika
sebagai nutrisi tambahan

Contoh penggunaan gelatin pada kapsul gelatin lunak siklosporin :


No Nama bahan
1 Alcohol 12,7% by volum
2 Siklosporin 25 mg
3 Minyak jagung
4 Gelatin
5 Gliserol
6 Labrafil M 2125 CS
7 Red iron oxide
8 Sorbitol
9 Titanium dioxide
10 Other ingrendient
(HPMF liquid product vol.III, p. 221)

Cara Analisis Bahan dalam Sediaan


Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan untuk meneliti sumber dari gelatin
atau produk yang mengandung gelatin, seperti penggunaan profil asam amino, adanya
peptide spesifik dan marker DNA, dan spectra fingerprint dari gelatin atau peptidanya.
(Ademola Monsur Hameed et al, 2018)
1. Analisis DNA gelatin porcine dalam cangkang kapsul menggunakan PCR real time
Cara analisis :
- Isolasi DNA
Cangkang kapsul dipotong menjadi kecil-kecil dengan pemotong. Sebanyak 3
gram dari cangkang kapsul yang kecil-kecil dimasukkan ke dalam 15 mL labu ukur,
ditambahkan 2 ml buffer fosfat salin dan diinkubasi di water bath pada suhu 65°C
selama 1 jam. Sebanyak 1,0 mL larutan ini dipipet ke dalam labu 2 mL. Larutan
ditambahkan dengan 1mL ekstraksi 1 kali buffer cyotosol, dikocok dan diinkunasi
selama 10 menit. Campuran tersebut disentrifuge pada 1000xg selama 10 menit, dan
disentrifuge lagi pada 15.000 xg selama 30 menit. Supernatant dibuang dan eluat
ditambahkan dengan 1 mL ekstraksi 1 kali buffer cyotosol, dan disentrifuge lagi pada
15.000xg (4°C) selama 30 menit. Supernatan dibuang dan eluat ditambahkan dengan
30 µL buffer lysis mitokondrial, 25 µL enzim B mix, dan diinkubasi di waterbath 50°C
selama 60 menit. Eluat ditambahkan dengan 100 µL etanol absolut, disimpan di
freezer -20°C selama 10 menit. Setelah itu, eluat disentrifuge pada 15.000xg selama 5
menit. Supernatan dibuang dan eluat dibilas dua kali menggunakan 1 mL etanol dingin
70%. Endapan diuapkan selama ± 5 menit, ditambahkan dengan 40 µL buffer TE dan
disimpan pada suhu -20°C sampai digunkan untuk analisis.
- PCR amplifikasi
DNA yang diisolasi dianalisi dengan real-time PCR dengan perwarna SYBR
select master mix fluorescent menggunakan primer pada suhu penguatan optimum
untuk mendeteksi DNA porcine di dalam bahan asli gelatin atau cangkang kapsul
gelatin. Pada setipa reaksi, sebnayak 20 µL campuran isolasi DNA disiapkan
(mengandung 10 µL SYBR Green master mix, 1 µL primer forward dan 1 µL primer
reverse, 4 µL template DNA (50ng), dan air bebas RNA-ase. Amplifikasi atau
pengerasan dilakukan dengan real-time PCR. Siklus suhu mengikuti program
denatirasi awal pada suhu 95°C selama 15 detik, untuk mendenaturasi template DNA
seluruhnya, ketika penguatan pada suhu optimum dan selanjutnya dilakukan pada
suhu 72°C selama 10 detik. Kurva pelelehan dilakukan pada 65-95°C menggunakan
slope 0,5°C/ 2 detik. Sampel dianggap menjadi DNA porcine positive, jika sampel
DNA menunjukkan amplifikasi, namun sampel yang terlihat menjadi negative, jika
sampel DNA tidak menunjukkan amplifikasi pada system deteksi dan control internal
amplifikasi dari sampel adalah positif.
2. Analisis Gelatin pada Gummy Vitamin C dengan FTIR
Cara Analisis :
- Ekstraksi Gelatin dari Gummy Vitamin C
Sebanyak 5 gram gummy vitamin C dilarutkan dengan 5 mL aquades suhu 60°C, alu
diambil 3 mL larutan sampel dan ditambahkan 12 mL aseton suhu -20°C. Campuran
divortex selama 5 menit dan disimpan dalam freezer dengan suhu -20°C selama 24
jam. Endapan diambil dan supernatan disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm
selama 25 menit. Endapan dicuci dengan 3 mL aseton suhu -20°C sebanyak 3 kali.
Selanjutnya endapan ditimbang dan dilarutkan dengan menggunakan aquades suhu
60°C dengan perbandingan 1:1.
- Analisis Gummy Vitamin C dengan FTIR
Endapan gelatin yang telah dilarutkan dimasukkan ke ATR yang berukuran 68 mm x
8 mm x 3 mm. Scanning sampel dilakukan menggunakan spektroskopi FTIR pada
bilangan gelombang 4000-750 cm dengan tingkat resolusi 4 nm.
Pembahasan
Gelatin merupakan produk turunan protein yang diperoleh dari hidrolisis kolagen
hewan yang dapat diekstraksi melalui proses asam dan basa (Sasmitaloka et al., 2017).
Sumber bahan baku gelatin dapat berasal dari tulang atau kulit sapi, babi dan ikan. Secara
umum gelatin digunakan dalam bahan makanan seperti permen, marshmallow, yogurt dan
agar – agar, dalam bidang farmasi sebagai bahan pembuatan cangkang kapsul selain itu
gelatin juga digunakan sebagai bahan dalam pembuatan kosmetik.
Sumber utama gelatin saat ini adalah berasal dari sapi dan babi. Ditinjau dari proses
pembuatan dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe A yang melalui proses asam sedangkan tipe B
melalui proses alkalin. Tipe A untuk gelatin dari babi dan tipe B untuk gelatin dari sapi. Di
luar negeri, terutama Eropa dan Cina, gelatin paling banyak dibuat dari babi karena proses
pembuatan yang lebih mudah dan ketersediaan bahan baku yang berlimpah sehingga
harganya murah. Hal ini menjadi keresahan di Indonesia yang mayoritas penduduknya
beragama islam karena kebutuhan gelatin di Indonesia diimpor dari luar negeri.
Secara hukum syariat islam terdapat beberapa penetapan hukum tentang penggunaan
gelatin khinzir yaitu surah Al Maidah ayat 3 :
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk
dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan
bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan
anak panah adalah kefasikan. Pada hari itu orang – orang kafir telah putus asa untuk
(mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam itu jadi agama bagimu. Maka
barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Melalui ayat ini jelas bahwa bahan yang berunsur khinzir itu haram sekiranya diperbolehkan
dalam keadaan darurat.
Dr Su’aad Salih, Profesor Fekah di Universitas Al-Azhar mengeluarkan fatwa bahwa:
“gelatin adalah bahan kasar yang dihasilkan dengan mendidihkan tulang, kulit dan jaringan
hewan. Oleh karena itu bergantung pada jenis hewan tersebut. Jika hewan tersebut
dagingnya halal seperti, sapi, unta, kambing dan lain lain maka gelatinnya halal dan jika asal
hewan tersebut dagingnya haram seperti khinzir maka gelatin yang dihasilkan adalah haram.
Gelatin merupakan bahan yang kritis dari sisi kehalalannya oleh karena itu
diperlukan pengetahuan dan metode yang akurat untuk mengetahui bahan sumber
pembuatan gelatin, diantaranya dengan melakukan analisa laboratorium dengan adanya
hasil analisa lab dapat memberikan keyakinan dan kenyamanan dengan pembuktian secara
ilmiah dalam proses sertifikasi halal yang dikeluarkan LPOM MUI.

Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Ademola Monsur Hameed et al, 2018. A Review of Gelatin Source Authentication Methods.
Tropical Life Sciences Research, 29(2), 213–227
BPS. 2015. Statistik Perdagangan Luar Negeri. Maret 2015. Vol. 3842508. Jakarta: Badan
Pusat Statistik. http://www.bps.go.id. Diakses pada 2 Mei 201
Chaplin, M., 2018. Gelatin. www.Isbuc.ac.uk/gelatin.html, diakses tanggal 21 April 2019.
Hastuti, D. and I. Sumpe. 2007. Pengenalan dan proses pembuatan gelatin. Jurnal Ilmu-Ilmu
Pertanian. 3: 39-48.
Kuan, Y. H., A. M. Nafchi, N. Huda, F. Ariffin, and A. A. Karim. 2016. Effects of sugars
on the gelation kinetics and texture of duck feet gelatin. J. Food Hydrocoll. 58: 267-
275.
Mariod A.A., Adam H.F., 2013. Review: gelatin, source, extraction and industrial
applications. Acta Sci. Pol., Technol. Aliment. 12(2), p. 135
Mohebi, E. and Y. Shahbazi. 2017. Application of chitosan and gelatin based active
packaging films for peeled shrimp preservation: A novel functional wrapping design.
J. Food Sci. Technol. 76: 108-116.
Morrison, N.A. et all.1999.Gelatin Alternatives For The Food Industry. Progress in Colloid
& Polymer Science 114: 127 – 131-147
Norazmi, M. N., L. S. Lim. 2015. Halal Pharmaceutical Industry: Opportunities and
Challenges. Trends in Pharmacological Sciences. 36(8): 496-497.
Nurrachmawati, S (2015 26 Juni). Mengenal Gelatin, Kegunaan dan Pembuatannya.
Dikutip 21 April dari Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner:
http://kesmavet.ditjenpkh.pertanian.go.id/index.php/berita/tulisan-ilmiah-
populer/139-mengenal-gelatin-kegunaan-dan-pembuatannya
Poppe J (1999) Gelatin dalam Imeson A. Thickening and Gelling Agents for Food. 2nd ed.
Aspen Publishers, Inc., Gaytherburg, Maryland
Ramos, Marina et all, 2016, Review Gelatin-Based Films And Coating For Food Packaging
Application. page 4
Sasmitaloka, K. S., Miskiyah, Juniawati. 2017. Kajian Potensi Kulit Sapi Kering Sebagai
Bahan Dasar Produksi Gelatin Halal. Buletin Peternakan Vol. 41 (3): 328-337.
Sudjadi, et al, 2015. Analysis of porcine gelatin DNA in commercial capsule shell using
real-time polymerase chain reaction for halal authentication. International Journal of
Food Properties. ISSN: 1094-2912, p. 1532-2386
Viro, F., 1992, Encyclopedia of Science and Technology, 45, Mc Graw Hill, New York.
Ward, A.G., Courts, A., 1977, The Science and Technology of Gelatin, 67, Academic Press,
New York.
Zilhadia, et al. 2018. Diferensiasi Gelatin Sapi dan Gelatin Babi pada Gummy Vitamin C
Menggunakan Metode Kombinasi Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR)
dan Principal Component Analysis (PCA). Pharmaceutical Sciences and Research
(PSR), 5(2), 2018, 90 - 96

Anda mungkin juga menyukai