Dalam penyelenggaraan medis yang baik, efektif, efisien, dan berkualitas dibutuhkan sumber daya
manusia, fasilitas, prafasilitas, peralatan, serta dana sesuai dengan prosedur yang memadai. Hal ini
mengakibatkan meningkatnya kesadaran konsumen akan haknya dalam pelayanan kesehatan.
Panduan Praktik Klinis ( PPK) merupakan suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang
merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien. Implementasi PPK bertujuan untuk
menstandarkan pelayanan yang akan di berikan kepada pasien berdasarkan hasil diagnosis yang di
temukan oleh dokter atau profesional pemberi asuhan lainnya. Dalam penyusunan PPK perlu
memperhatikan komponen yang harus dicakup sebagaimana definisi dari PPK dengan acuan sumber
pustaka dan keilmuan dari setiap staf medis fungsional (SMF).
Oleh karena itu dengan adanya Panduan Penyusunan PPK ini diharapkan mampu memberikan
dampak positif terhadap mutu pelayanan klinis di Rumah Sakit Ibu dan anak Cempaka Azzahra.
Penyusun
DAFTAR ISI
2. LANDASAN
a. Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
Pasal 44
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktek kedokteran wajib
mengikuti standar pelayanan kedokteran dan kedokteran gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis
dan strata sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban:
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi.
b. Permenkes 1438/ 2010
Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Kedokteran meliputi Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
(PNPK) dan SPO.
(2) PNPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Standar Pelayanan
Kedokteran yang bersifat nasional dan dibuat oleh organisasi profesi serta
disahkan oleh Menteri.
(3) SPO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dan ditetapkan oleh pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan.
Pasal 4
(1) Standar Pelayanan Kedokteran disusun secara sistematis dengan menggunakan
pilihan pendekatan:
a. Pengelolaan penyakit dalam kondisi tunggal, yaitu tanpa penyakit lain atau
komplikasi;
b. Pengelolaan berdasarkan kondisi.
(2) Standar Pelayanan Kedokteran dibuat dengan bahasa yang jelas, tidak bermakna
ganda, menggunakan kata bantu kata kerja yang tepat, mudah dimengerti, terukur
dan realistik.
(3) Standar Pelayanan Kedokteran harus sahih pada saat ditetapkan, mengacu pada
kepustakaan terbaru dengan dukungan bukti klinis, dan dapat berdasarkan hasil
penapisan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan atau institusi pendidikan kedokteran.
c. Permenkes No.11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
d. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1
1. Komite medis membuat kebijakan untuk menugaskan kepada setiap staf medis fungsional (
SMF) membuat pendataan PPK yang akan dibuat.
4. Ketua SMF membuat surat tugas kepada tim penyusun tentang pendelegasian
5. Setiap SMF melakukan pemilihan penyakit berdasarkan jenis yang termasuk High Cost, High
Risk, dan High Volume sebanyak 10 penyakit tertinggi yang ada saat rencana pembuatan PPK
6. Perencanaan pertemuan secara berkala dari SMF dan tim penyusun yang dikordinasikan oleh
komite medik
B. PENYUSUNAN
1. Kriteria penyakit yang dapat dibuat adalah penyakit atau kondisi klinis yang bersifat
multidisiplin, dan perjalanan klinisnya dapat diprediksi.
2. Pembuatan PPK bersumber pada panduan nasional praktek klinis ( PNPK) sebagai tinjauan
pustaka
3. Bila tidak terdapat PNPK pada bidang penyakit tersebut, maka dapat menggunakan refrensi
dari jurnal terbaru, buku ajar terbaru, atau refrensi yang lain yang telah di sepakati oleh staf
medis fungsional (SMF)
4. Penyesuaian standar yang terdapat dalam pedoman nasional praktek klinis ke panduan praktik
klinis sesuai fasilitas yang di miliki RSU Pelengkap Medikal Center
5. Format clinical pathway berupa tabel yang kolomnya berisi Definisi, Anamnesis, Pemeriksaan
Fisik, Pemeriksaan Penunjang, Kriteria Diagnosis, Diagnosis, Diagnosis Banding, Terapi,
Prognosis, Tingkat Evidens, Tingkat Rekomendasi, Penelaah Kritis, Indikator Medis,
Kepustakaan
C. PENYANGKALAN ( DISCLAIMER)
1. Dalam setiap dokumen tertulis PPK serta perangkat implementasinya mutlak harus dituliskan
bab tentang disclaimer (wewanti/ penyangkalan). Hal ini dimaksudkan untuk :
a. menghindari kesalah pahaman atau salah persepsi tentang arti kata standar, yang
dimaknai harus melakukan sesuatu tanpa kecuali.
b. menjaga autonomi dokter bahwa keputusan klinis merupakan wewenangnya sebagai
orang yang dipercaya pasien.
2. Dalam disclaimer minimal harus mencakup :
a. PPK dibuat untuk average patient
b. PPK dibuat untuk penyakit/ kondisi patologis tunggal
c. Reaksi individual terhadap prosedur diagnosis dan terapi bervariasi
d. PPK dianggap valid pada saat dicetak
e. Praktek kedokteran modern harus lebih mengakomodasi preferensi pasien dan
keluarga
3. Bab tambahan yang dapat disertakan pada disclaimer :
a. PPK dimaksudkan untuk tatalaksana pasien sehingga tidak berisi informasi lengkap
tentang penyakit
b. Dokter yang memeriksa harus melakukan konsultasi bila merasa tidak menguasai atau
ragu dalam menegakkan diagnosa dan memberikan terapi
c. Penyusun PPK tidak bertanggung jawab atas hasil apa pun yang terjadi akibat penyala
gunaan PPK dalam tatalaksana pasien
D. IMPLEMENTASI
3. Dalam menggunakannya pada pelayanan dapat dibantu dengan alat bantu berupa
clinical pathway, algoritme, protokol, prosedur tindakan, dan standing order.
4. PPK hanya dapat digunakan pada pasien dengan keadaan yang rata-rata sering terjadi.
5. PPK dapat diterapkan dengan baik pada penyakit dengan diagnosa tunggal, tanpa
komplikasi.
6. Penerapan PPK pada pasien dapat mengakibatkan respon yang bervariasi terhadap
prosedur diagnostik yang diberikan.
7. PPK yang dianggap masih valid untuk dilaksanakan dan diterapkan adalah pada saat
diterbitkan, tidak menutup kemungkinan untuk waktu mendatang sudah tidak bisa
digunakan karena terdapat studi yang lebih terkini, sehingga perlu dilakukan revisi.
8. Penerapan PPK oleh dokter terhadap pasiennya harus tetap mematuhi proses clinical
decision making, dimana pasien berhak untuk memberikan persetujuan atau
penolakan terhadap tindakan yang akan dilakukan.
E. MONITORING DAN EVALUASI
1. Monitoring dan evaluasi terlaksananya PPK dalam pelayanan rumah sakit dapat
menggunakan perangkat proses audit medis yang dilakukan secara berkala.
F. TINDAK LANJUT
1. Tindak lanjut dari evaluasi terhadap PPK dengan menggunakan audit klinis dapat
dibagi menjadi 2 (dua) bagian menurut permasalahannya :
a. Audit klinis kasus bermasalah Sumber didapatkan dari laporan
jaga/kompalin pasien/ronde ruangan. Pembahasan dapat berupa kasus sulit
atau kasus kematian. Hal ini dilakukan oleh SMF (1st party audit) dan Komite
Medis (2nd party audit)
b. Audit klinis sejumlah kasus dengan diagnosa tertentu Dilakukan oleh Komite
Medis dengan memilih kasus tertentu untuk dilakukan penilaian dan analisis
terhadap kesesuaian dengan PPK. Hasil dari audit sebagai bahan
rekomendasi untuk revisi PPK selanjutnya.
2. Setelah dilakukan audit nantinya akan dijadikan referensi terhadap perubahan pada
PPK untuk tatalaksana PPK berikutnya
3. PPK yang telah disusun dikumpulkan ke Komite Medis untuk diajukan ke Direktur
untuk diberikan surat keputusan pemberlakuan PPK tersebut pada pelayanan rumah
sakit.
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Form Panduan Praktik Klinis
4. Sosialisasi
5. Pelaporan
Lampiran 1
FORMAT PANDUAN PRAKTIK KLINIS
…………..*)judul PPK
…………………………….
NIPRS.
Definisi
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Kriteria Diagnosis
Diagnosis
Diagnosis Banding
Terapi
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat Rekomendasi
Penelaah Kritis
Indikator Medis
Kepustakaan