PENDAHULUAN
1
sebanyak 4.885 pasien dan wanita sebanyak 10.481 pasien. Kasus hipertensi
juga diperoleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boalemo yang cenderung
meningkat dari tahun 2014, dimana penderita hipertensi sebanyak 3.953
yang terdiri dari laki – laki 1.798 pasien dan wanita 2.155 pasien. Pada
tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi 4.592 pasien yang terdiri dari
laki – laki 2.495 dan wanita 2.097 pasien. (Laporan Dinas Kesehatan, 2014)
Data yang sama di peroleh dari Puskesmas Paguyaman Kabupaten
Boalemo, penderita hipertensi pada tahun 2014 sebanyak 585 pasien yang
terdiri dari laki – laki 161 pasien dan wanita 424 pasien. Pada tahun 2015
meningkat menjadi 711 pasien terdiri dari laki – laki 224 pasien dan wanita
sebanyak 487 pasien.
Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus
merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang
jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan
problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah
faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan
fungsi insulin.
Pada stratifikasi risiko penderita hipertensi terhadap prognosis
jangka panjang, JNC-VII memasukkan faktor-faktor risiko kardiovaskuler
mayor, kerusakan organ target, serta keadaan klinis penyerta sebagai faktor-
faktor yang mempengaruhi prognosis. Kapan terapi anti hipertensi harus
diberikan, ditentukan oleh stratifikasi risiko penderita hipertensi.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. (American Diabetes Association, 2010)
Faktor risiko kardiovaskular yang perlu dinilai terdiri dari golongan
yang dapat diubah (dimodifikasi) dan yang tidak mungkin diubah. Salah
satu factor yang dapat di modifikasi adalah Diabetes Mellitus.
Diabetes mellitus terjadi diefisiensi insulin, yang berakibat
terjadinya hiperglikemia. Hal tersebut menyebabkan penimbunan glukosa
di ekstrasel yang menyebabkan hiperosmolaritas. peningkatan gula darah
2
( hiperglikemia ) bisa menyebabkan timbulnya plak yang diakibatkan oleh
jenuhnya jaringan sel dikarenakan menumpuknya gula dalam darah.
Keadaan ini cepat ataupun lambat dapat mengakibatkan adanya
ateriosklerosis. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan
elastisitas pembuluh darah dan juga meningkatkan tekanan darah yang
memungkinkan terjadinya infark serta hipoksia di jaringan. Bisa
dikarenakan adanya pecah vascular ataupun sumbatan yang
mengakibatkan tidak teralirinya darah kepada jaringan. Dan bergantung
dimana letak terjadi penyumbatan tersebut, seperti di area motorik primer
yang mengakibatkan kelumpuhan.
1.4. Hipotesis
Terdapat hubungan bermakna antara tekanan darah sistol dan diastol
terhadap kadar gula darah sewaktu pada penderita Hipertensi di wilayah
kerja Puskesmas Pagayaman.
1.5. Tujuan Penelitian
1.5.1. Tujuan Umum
3
Mengetahui karakteristik responden penderita Hipertensi di Puskesmas
Paguyaman.
1.5.2. Tujuan Khusus
Dari penelitian ini dapat diketahui hubungan antara tekanan darah sistol
dan diastole terhadap kadar gula darah sewaktu pada pasien hipertensi di
wilayah kerja puskesmas paguyaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1. Tekanan Darah
2.1.1. Definisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada
dinting arteri. Tekanan puncak terjadi saat berkontraksi dan disebut
tekanan sistolik. Tekanan darah diastolic adalah tekanan terendah
yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya
digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap diastolic,
dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 mmHg sampai
140/90 mmHg. Rata-rata tekanan darah normal 120 /80 mmHg .
(Sheps, 2015)
Tekanan darah timbul ketika bersirkulasi di dalam pembuluh
darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam
proses ini dimana jantung sebagai pompa muscular yang menyuplai
tekanan untuk menggerakan darah dan pembuluh darah yang
memiliki dinding yang elastic dan ketahanan yang kuat. Tekanan
darah di ukur dalam satuan milimiter air raksa (mmHg).
2.2. Hipertensi
2.2.1. Definisi dan Epidemiologi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik
diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
(Sheps, 2015)
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan
darah lebih dari 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13 – 50 tahun
dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50
tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal
sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan tersebut. (WHO,
2008)
5
Menurut WHO dan the International Society of
Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi
di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya.
Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan
pengobatan secara adekuat. Di Indonesia masalah hipertensi
cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita
hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004
(Mansjoer, 1999). Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK
UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi
sebesar 17,6%, dan MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan
prevalensi hipertensi di daerah urban adalah 31,7%. Sementara
untuk daerah rural (Sukabumi) FKUI menemukan prevalensi
sebesar 38,7%.
Bedasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi
hipertensi pada penduduk umur 18 tahun keatas tahun 2007 di
Indonesia adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi
hipertensi tertinggi di Kalimantan Selamtan (39,6%) dan terendah
di Papua Barat (20,1%).
Sedangkan jika di bandingkan dengan tahun 2013 terjadi
penurunan sebersar 5,9% ) dari 31,7% menjadi 25,8%). Penurunan
ini bisa terjadi berbagai macam factor, seperti alat pengukur tensi
yang berbeda, masyarakat yang mulai sadar akan bahaya penyakit
hipertensi. Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%)
dan provinsi Gorontalo (29.4%). (Pusat data dan informasi
kementrian kesehatan RI. Hipertensi)
6
2.2.2. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi
esensial dan hipertensi sekunder. (Setiawati, 1995)
a. Hipertensi esensial, juga disebut hipertensi primer atau
idiopatik, adalah hipertensi yang tidak jelas etiologinya.
Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok
ini. Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi esensial
adalah peningkatan resistensi perifer. Penyebab hipertensi
esensial adalah mulitifaktor, terdiri dari faktor genetik dan
lingkungan. Faktor keturunan bersifat poligenik dan terlihat
dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga.
Faktor predisposisi genetik ini dapat berupa sensitivitas pada
natrium, kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivitas
vascular (terhadap vasokonstriktor), dan resistensi insulin.
Paling sedikit ada 3 faktor lingkungan yang dapat
menyebabkan hipertensi yakni, makan garam (natrium)
berlebihan, stress psikis, dan obesitas.
b. Hipertensi sekunder. Prevalensinya hanya sekitar 5-8 % dari
seluruh penderita hipertensi. Hipertensi ini dapat disebabkan
7
oleh penyakit ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin
(hipertensi endokrin), obat, dan lain-lain.
Hipertensi renal dapat berupa:
Hipertensi renovaskular, adalah hipertensi akibat lesi
pada arteri ginjal sehingga menyebabkan hipoperfusi
ginjal.
Hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal
menimbulkan gangguan fungsi ginjal.
Hipertensi endokrin terjadi misalnya akibat kelainan korteks
adrenal, tumor di medulla adrenal, akromegali, hipotiroidisme,
hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, dan lain-lain.Penyakit lain
yang dapat menimbulkan hipertensi adalah koarktasio aorta,
kelainan neurogik, stres akut, polisitemia, dan lain-lain.
Sedangkan Corwin (2000) menjelaskan bahwa hipertensi
tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan
Total Peripheral Resistance (TPR) (Corwin, 2002). Maka
peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi
dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut
jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon
pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang
berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme.
Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya
dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga
tidak meninbulkan hipertensi. Peningkatan volume sekuncup yang
berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume
plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam
dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan.
Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan
aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam
oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan
peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan
8
volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya
berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik.
2.2.3. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut JNC (Joint National Committee On
Prevention, Detection, Evaluation, And The Treatment Of High
Blood Pressure) (Chobanian, 2003):
Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII
Kategori Sistol (mmHg) Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi grade 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi grade 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
2.2.4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak.
Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal
9
juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.
Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan
fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer.
(Surradath, 2005)
2.2.5. Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun
selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan
perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan
cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema
pupil (edema pada diskus optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak
menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada
10
menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang
khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah
bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat
bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam
hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan
kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan
stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai
paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam
penglihatan. (Surradath, 2005)
Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar
gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun
berupa :Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan
muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial, Penglihatan
kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, Ayunan langkah
yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, Nokturia
karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus,Edema dependen dan pembengkakan akibat
peningkatan tekanan kapiler. (Corwin, 2002)
Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi
yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung
secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.
2.2.6. Tatalaksana
Pengobatan hipertensi dilakukan oleh penderita selama
hidupnya sehingga dituntut kerelaan dan kepatuhan penderita untuk
menjalankan pengobatan dengan benar dan tekun serta mematuhi
nasehat dokter. Ada beberapa langkah untuk menurunkan tekanan
darah tinggi. Di antaranya, menurunkan nilai angka sistolik maupun
diastolik, dan pengobatan yang diarahkan untuk mengontrol tekanan
darah sehingga tercapai tekanan yang normal. Pada pertemuan
Perkumpulan Hipertensi Eropa pada Juni 2004 diumumkan hasil
penelitian Novartis tentang VALUE (Valsartan Antihypertensive
11
Long-term Use Evaluation) atau evaluasi pemakaian Valsartan
antihipertensi dalam jangka panjang. Evaluasi ini dimuat dalam
jurnal kedokteran internasional The Lancet (Stevo Julius, 2006).
Studi itu berkaitan dengan pemberian Valsartan dengan unsur
angiotensin reseptor blocker (ARB) bagi penderita hipertensi yang
berisiko tinggi mengidap penyakit kardiovaskular. Hasilnya,
Valsartan dapat menurunkan risiko timbulnya penyakit diabetes
mellitus sebesar 23 persen.
2.2.7. Pencegahan
Sebagaimana dijelaskan bahwa faktor penyebab utama
terjadinya hipertensi adalah aterosklerosis yang didasari dengan
konsumsi lemak berlebih. Oleh karena untuk mencegah timbulnya
hipertensi adalah mengurangi konsumsi lemak yang berlebih dan
pemberian obat-obatan apabila diperlukan. Pembatasan konsumsi
lemak sebaiknya dimulai sejak dini sebelum hipertensi muncul,
terutama pada orang-orang yang mempunyai riwayat keturunan
hipertensi dan pada orang menjelang usia lanjut. Sebaiknya mulai
umur 40 tahun pada wanita agar lebih berhati-hati dalam
mengkonsumsi lemak pada usia mendekati menopause.
12
Prinsip utama dalam melakukan pola makan sehat adalah
“gizi seimbang”, dimana mengkonsumsi beragam makanan yang
seimbang dari kuantitas dan kualitas. Selain itu, tindakan
memeriksakan tekanan darah secara teratur sangat dianjurkan.
Selain dapat mencegah, tindakan tersebut juga dapat menghindari
kenaikan tekanan darah yang terlalu drastis.
13
tekanan darah pada pasien hipertensi. Adapun syarat-syarat diet
garam rendah adalah :
14
Suplements potasium 2-4 gram perhari dapat membantu
penurunan tekanan darah. Potasium umumnya bayak didapati
pada beberapa buah-buahan dan sayuran. Buah dan sayuran
yang mengandung potasium dan baik untuk dikonsumsi
penderita hipertensi antara lain semangka, alpukat, melon,
buah pare, labu siam, bligo, labu parang/labu, mentimun, lidah
buaya, seledri, bawang dan bawang putih. Selain itu, makanan
yang mengandung unsur omega 3 sagat dikenal efektif dalam
membantu penurunan tekanan darah (hipertensi).
15
2.2.7.3. Merokok
Satu rokok meningkatkan Denyut Jantung dan
Tekanan Darah selama 15 menit karena peningkatan
kadar katekolamin dalam plasma yang kemudian
menstimulasi sistem saraf simpatik
10-20 batang rokok/hari risiko hipertensi
Merokok mulai usia 16-18 tahun berisiko 4x
terhadap terjadinya hipertensi dibandingkan usia
merokok mulai umur dari 19 tahun
2.2.7.4. Alcohol
Mengkonsumsi alkohol rata-rata 3-6 kali perhari, dengan
mengurangi 67% konsumsi alkoholnya maka TDS akan
menurun 3,31 mmHg dan 2,04 mmHg pada TDD.
Alkohol dalam darah merangsang pelepasan epinefrin
(adrenalin) dan hormon-hormon lain yang membuat
pembuluh darah menyempit atau menyebabkan
penumpukan lebih banyak natrium dan air.
2.2.7.5. Aktifitas fisik
Aktivitas aerobik dapat menurunkan tekanan darah
sebesar 3,84 mmhg utk TDS dan 2,58 mmhg untuk TDD.
Aktivitas fisik yang teratur dapat menurunkan TDS 2-3
mmhg dan TDD 3-4 mmhg pada pra-hipertensi.
Mekanisme blm jelas. Aktivitas fisik yang dilakukan
dengan teratur dapat meningkatkan fungsi endotelial,
menurunkan lemak visceral abdomen. Pengurangan kadar
lemak visceral terutama bagian abdomen dapat
menurunkan tekanan pada ginjal, aktivitas saraf simpatik,
renin angiotensin.
16
2.2.7.6. Konsumsi garam:
Pembatasan Natrium perlu, hasil penelitian tingginya
asupan natrium dapat meningkatkan tekanan sistolik dan
diastolik masing-masing 33 dan 10 mmHg.
500 mg natrium setiap hari di butuhkan, jumlahnya lebih
sedikit dibandingkan ¼ sendok teh garam. Jumlah
natrium dalam tubuh diatur oleh ginjal .
Ginjal terkadang tidak dapat membuang kelebihan
natrium dan akan menumpuknya dalam darah. Oleh
karena natrium bersifat menarik air dan menahan air,
maka volume darah akan meningkat sehingga jantung
harus memompa darah lebih kuat lagi untuk mengalirkan
volume darah. Akibat dari pompa jantung yang semakin
kuat, maka tekanan dalam arteri menjadi meningkat.
17
dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah puasa,
kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO)
standar. (Soegondo, 2011)
Tabel 4.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) (Perkeni, 2011)
18
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain
Desain penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah desain
penelitian studi potong lintang (cross-sectional). Melalui desain penelitian
ini, akan dikaji pengaruh kadar gula darah sewaktu terhadap tekanan darah
tinggi pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Paguyaman
dalam satu waktu. (Notoadmojo, 2010)
3.2. Tempat dan Waktu
Mini project ini dilaksanakan di Puskesmas Bulan Agustus - September
2016 di Puskesmas Paguyaman di desa Molombulahe Kecamatan
Paguyaman.
3.3. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang datang ke Puskesmas
Paguyaman .
3.4. Sampel dan Tekhnik Sampel
Sampel merupakan hasil pemilihan subyek dari populasi untuk
memperoleh karakteristik populasi. Teknik sampling yang digunakan
adalah simple random sampling. Simple Random Sampling adalah proses
pengota populasi untuk menjadi anggota sampel. Dalam penelitian ini yang
menjadi kriteria dalam pemilihan sampel adalah penderita tekanan darah
tinggi yang kemudian diukur kadar gula darah sewaktu. (Notoadmojo,
2010)
Tekhnik pengambilan sampel pada penelitian ini peneliti menjadi surviyor,
peneliti mengambil data hasil rekapitulasi bulanan data kunjungan
penderita penyakit tidak menular di Puskesmas Paguyaman. Kemudian di
olah dan dimasukan menggunakan bantuan komputer.
19
3.5. Estimasi Besar Sampel
Pada penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut. (Swarjana, 2016)
𝑍𝛼 2 . p (1 − p)
𝑛=
𝑒2
Keterangan :
𝑍𝛼 2 = 1,96
P = Proporsi
e = Presisi
Tikat kesalahan pada penelitian ini 0,05 sehingga diketahui 𝑍𝛼 2 1,96
dengan presisi 0,1.
Dimasukan kedalam rumus.
𝑍 2 𝛼 . p (1 − p)
𝑛=
𝑒2
20
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (Waspadji, 2010). Variabel independen di dalam
penelitian ini adalah tekanan darah.
3.7.2. Variable Dependen
Variabel dependen dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel
terikat adalah variabel yang dipengaruhi, disebut juga kejadian,
luaran, manfaat, efek atau dampak (Waspadji, 2010). Variabel
dependen di dalam penelitian ini adalah kadar gula darah sewaktu.
21
Skor :
Penggukuran dapat di klasifikasikan menurut klasifikasi JNC
VII :
Tabel. 5 Klasifikasi Tekanan darah menurut JNC VII
Keterangan Sistol Diastol
Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Prehipertensi 120 – 139 mmHg 80 – 89 mmHg
Hipertensi stage 1 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
Hipertensi stage 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
Skala Pengukuran Rasio
22
3.9. Cara Pengumpulan Data
1) Data Primer
Data primer diperoleh melalui pengukuran tekanan darah responden.
Peneliti menjadi surveyor dan data dikumpulkan oleh petugas
kesehatan dengan kepada setiap responden yang datang ke
puskesmas kecamatan Paguyaman yang sebelumnya diberikan
penjelasan tentang maksud dan tujuan responden untuk dilakukan
pengukuran.
2) Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data
dari program yaitu data yang berkaitan dengan angka prevalensi
hipertensi dan melihat rekam medik setiap responden dan data
program pengelolaan penyakit kronis untuk melihat hasil
pemeriksaan gula darahnya.
23
3.11. Rencana Analisis
Data yang terkumpul terlebih dahulu diolah melalui proses editing,
coding, entry, dan cleaning kemudian dilakukan uji analitik antara
variabel terikat berupa kadar gula darah sewaktu. Tekanan darah
merupakan variable bebasnya. Uji analitik dilakukan dengan
menggunakan uji kolerasi sperman. Peneliti melakukan uji
univariat, analisis deskriptif, analisis bivariat. Keseluruhan proses
pengolahan data ini menggunakan software Statistical Package for
Social Sciences (SPSS) version 16th for Windows.
24
BAB IV
HASIL
25
Kuala Lumpur 6,44 3%
Wonggahu 12,52 6%
Tenilo 12,02 6%
Hulawa 3,22 2%
Balate Jaya 7,51 4%
Karya Murni 30,2 15%
Girisa 25,75 13%
Sumber: Data Kantor Camat Paguyaman Tahun 2014 (Data, 2014)
26
4.1.1.3. Sumber Daya Kesehatan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan , Tenaga Kesehatan adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan. Termasuk didalamnya tenaga dokter, tenaga
perawat dan bidan. Menurut data tata usaha Puskesmas Paguyaman,
jumlah tenaga kesehatan pada tahun 2014 berjumlah 56 yang terdiri
atas 3 tenaga dokter, 19 tenanga perawat, 18 tenaga bidan, 2 tenaga
farmasi, 2 tenaga gizi dan 12 tenaga kesmas. Namun demikian data
ini bukan merupakan data yang terbaru karena pada tahun 2016,
tenaga dokter di Puskesmas Paguyaman menjadi 1 orang.
27
Berdasarkan data statistik kantor Desa Molombulahe tahun 2015,
jumlah penduduk desa Molombulahe adalah sebanyak 2.194
jiwa. Rincian penduduk desa Molombulahe adalah sebagai
berikut:
28
Usia 18-56 thn pernah SD 175 orang 162 orang
tetapi tidak tamat
Tamat SD/sederajat 158 orang 182 orang
Jumlah Usia 12-56 Tahun 76 orang 88 orang
tidak tamat SLTP
Jumlah Usia 18-56 Tahun 69 orang 67 orang
tidak tamat SLTA
Tamat SMP/sederajat 118 orang 100 orang
Tamat SMA/sederajat 82 orang 83 orang
Tamat D-1/sederajat 9 orang 3 orang
Tamat D-2/sederajat 2 orang 3 orang
Tamat D-3/sederajat 1 orang 4 orang
Tamat S-1/sederajat 26 orang 38 orang
Tamat S-2/sederajat 9 orang 3 orang
Tamat S-3/sederajat 0 orang 0 orang
Tamat SLB A - orang - orang
Tamat SLB B - orang - orang
Tamat SLB C - orang - orang
Jumlah 1108 orang 1086 orang
Jumlah Total 2194 orang
29
Tabel 9. Data Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Molombulahe
JENIS PEKERJAAN LAKI-LAKI PEREMPUAN
Petani 189 orang orang
Buruh tani 74 orang 2 orang
Pegawai Negeri Sipil 30 orang 35 orang
Pengrajin industri
2 orang - orang
rumah tangga
Pedagang keliling 15 orang 23 orang
Peternak 2 orang - orang
Montir 2 orang - orang
Ibu/Pembantu rumah
- orang 39 orang
tangga
TNI 2 orang - orang
POLRI 3 orang - orang
Pensiunan
10 orang 7 orang
PNS/TNI/POLRI
Pengusaha kecil dan
5 orang 0 orang
menengah
Dukun Kampung
orang 3 orang
Terlatih
Pengusaha besar 2 orang orang
Karyawan perusahaan
65 orang 6 orang
swasta
Karyawan perusahaan
2 orang 1 orang
pemerintah
Jumlah Total
560 orang
Penduduk
30
4.3. Analisis Univariat
Jenis Kelamin
70
60
50
40
30 Jenis Kelamin
20
10
0
Perempuan Laki-laki
31
Tabel 11 Distribusi Responden Bedasarkan Kelompok Usia
Variabel Frekuensi (f) Presentase (%)
> 20 0 0
21 - 40 4 4.2
41 – 60 59 61.5
> 61 33 34.4
Total 96 100
Frekuensi Usia
0% 4%
62% > 61
32
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Klasifikasi Hipertensi
Variabel Frekuensi (n) Presentase (%)
Normal 11 11.5
Prehipertensi 12 12.5
Total 96 100
33
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Sistol (mmHg)
Variabel Frekuensi (n) Presentase (%)
80 mmHg 1 1.0
100 mmHg 1 1.0
110 mmHg 5 5.2
120 mmHg 4 4.2
130 mmHg 12 12.5
140 mmHg 17 17.7
150 mmHg 16 16.7
160 mmHg 13 13.5
170 mmHg 10 10.4
180 mmHg 11 11.5
190 mmHg 3 3.1
200 mmHg 1 1.0
210 mmHg 1 1.0
240 mmHg 1 1.0
Total 96 100
34
Pada tabel 14 didapatkan distribusi frekuensi tekanan darah diastol (mmHg)
tebanyak 36 responden dengan tekanan darah 140 mmHg. Terdapat 1 responden
tekanan darah diastole terendah 60 mmHg dan tekanan darah diastol tertinggi
130 mmHg sebanyak 1 responden.
Status Glikemik
Hiperglikemik
27%
Normal
73%
35
4.4. Analisis Bivariat
Tabel 16. Kolerasi Tekanan Darah Sistol dan Diastol Terhadap Kadar
Gula Darah Sewaktu
Variabel Independen
Variabel Tekanan Darah Sistol Tekanan Darah Diastol
Dependen Correlation p Value Correlation p Value
Coefficient Coefficient
Dari data tabel 16 diatas memaparkan hasil uji koleratif non parametrik
spearman’s test antara tekanan darah sistol dan diastol terhadap kadar gula
darah sewaktu. Data tersebut menujukan hubungan yang signifikan antara kadar
gula darah sewaktu dengan tekanan darah sistol (p < 0.05) . Dengan nilai
correlation coefficient (kekuatan korelasi) tekanan darah sistol terhadap gula
darah sewaktu didapatkan 0.345, ini menunjukkan nilai korelasi spearman
anatara kedua variabel adalah korelasi negatif dengan kekuatan sedang.
Sedangkan correlation coefficient (kekuatan korelasi) tekanan diastole terhadap
kadar gula darah sewaktu didapatkan nilai 0.283, ini menunjukkan nilai korelasi
spearman anatara kedua variabel adalah korelasi negatif dengan kekuatan
rendah. Dapat disimpulkan antara kedua variable menjukan hubungan yang
signifikan.
36
BAB V
DISKUSI
37
perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Sedangkan jumlah
distribusi responden bedasarkan usia, lebih tinggi pada rentang usia 40 – 60
tahun sebanyak 59 responden (61.5%). Melihat penelitian yang dilakukan
Akthar Hussain dkk, menjelaskan bahwa dalam jurnalnya tingkat prevalensi
dari segi jenis kelamin perempuan lebih banyak dibanding laki-laki. Jumlah
prevalensi hipertensi usia diatas 40 tahun lebih banyak dan mempunyai
risiko kardiovaskular lebih tinggi. (Muhammad Akhtar Husain, 2016).
Sehingga ditemukan usia merupakan menjadi salah satu faktor risiko
terjadinya hipertensi.
5.3. Hubungan tekanan darah sistol dan diastol terhadap gula darah
sewaktu
38
parametrik yang dilakukan karena distribusi dari sampel tidak berdistribusi
normal. Hasil kolerasi dengan nilai sigificancy p<0.05 didapatkan tekanan
darah sistol dan diastol terhadap kadar gula darah sewaktu menunjukan hasil
adanya hubungan yang signifikan dengan tingkat kolerasi r = 0.345 untuk
tekanan sistol r = 0.283 untuk tekanan darah diastol. Hal ini menjawab
hipotesis bahwa tekanan darah sistolik dan diastolik memiliki hubungan
yang signifikan terhadap kadar gula darah sewaktu pada pasien hipertensi
di wilayah kerja Puskesmas Paguyaman Kabupaten Boalemo, Gorontalo.
Pada penelitian ini tidak dapat diketahui pengaruh tekanan darah terahadap
kadar gula darah, untuk itu diperlukan penelitian selanjutnya dengan metode
regresi sederhana atau lainya.
39
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Bedasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Jumlah penderita hipertensi pada penelitian yang dilakukan di wilayah
Puskesmas Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo tahun 2016
adalah 95,9 %.
2) Terdapat hubungan yang signifikan antara tekanan darah sistol dan
diastole terhadap kadar gula darah sewaktu pada responden diwilayah
Puskesmas Paguyaman p value < 0.05.
40
6.2. Saran
1) Bagi penderita hipertensi diharapkan dapat mengetahui kadar gula
darah sewaktu, karena dapat menditeksi adanya risiko diabetes mellitus
jika disertai gejala diabaetes mellitus.
2) Bagi sarana kesehatan untuk melakukan skrining dan edukasi pada
kelompok usia agar penderita hipertensi dapat mengetahui lebih dini
dan penatalaksanaan lebih lanjut.
3) Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti pengaruh tekanan
darah terhadap kadar gula darah sewaktu dengan metode penelitian
yang lain dan dengan karakteristik sampel yang sesuai.
Daftar Pustaka
41
Mansjoer, A. (1999). Hipertensi di Indonesia Kapita Selekta. Jakarta: Media Aesculapius.
Mihardja, L. (2009). Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada
Penderita Diabetes Mellitus dalam Majalah Kedokteran Indonesia. Jakarta: Majalah
Kedokteran Indonesia.
Muhammad Akhtar Husain, A. A. (2016). Prevalence, Awareness, Treatment and Control
of Hypertension in Indonesian Adults Aged ≥40 Years: Findings from the Indonesia Family
Life Survey (IFLS).
Mutmainah, I. (2013). The Correlation Of Hypertension With Blood Glucose Levels In Type
2 Diabetes Mellitus Patients At Karanganyar General Hospital. The Correlation Of
Hypertension With Blood Glucose Levels In Type 2 Diabetes Mellitus Patients At
Karanganyar General Hospital .
Notoadmojo, S. ( 2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Perkeni. (2011). Konsensus DM. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia .
(2015). Profil Desa Molumbulahe .
(2015). Profil Desa Tangkobu.
Rafiqa, D. (2014). Hubungan Hipertensi Dengan Kadar Kalsium. Hubungan Hipertensi
Dengan Kadar Kalsium .
Setiawati, A. d. (1995). Hipertensi dalam Farmakologi dan Terapi. Jakarta: EGC.
Sheps, S. G. (2015). Mayo Clinic Hipertensi. Jakarta: PT Intisari Mediatama.
Sherwood, L. (2011). Fisiologi Manusia dair Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Soegondo, S. (2011). Pemantauan Kendali diabetes melitus. In S. S. P, Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu Bagi Dokter maupun edukastor diabetes. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Univeritas Indonesia.
Stevo Julius, M. A. (2006). The Valsartan Antihypertensive Long-Term Use Evaluation
(VALUE) Trial. The Valsartan Antihypertensive Long-Term Use Evaluation (VALUE) Tria .
Surradath, B. A. (2005). Buku Saku Patofisiologi . Jakarta: EGC.
Swarjana, I. K. (2016). Statistik Kesehatan. Denpasar: 2016.
Waspadji, S. S. (2010). Waspadji, S., Suyono, S., SuPengkajian Status Gizi Studi
Epidemiologi dan Penelitian di Rumah Sakit Edisi Kedua . Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
WHO. (2008). Hipertensi. World Health Organization.
Profil Puskesmas Paguyaman Tahun 2014.
Profil Desa Molombulahe Tahun 2015.
Profil Desa Tangkobu Tahun 2013.
42
Lampiran
Statistics
JK Usia
N Valid 96 96
Missing 0 0
Median 57.00
Mode 57
Range 44
Minimum 36
Maximum 80
Sum 5451
Frequency Table
JK
43
Statistics
klasifikasi umur
N Valid 96
Missing 0
Median 3.00
Mode 3
Range 2
Minimum 2
Maximum 4
Sum 317
klasifikasi umur
Statistics
klasifikasi_hipertensi
N Valid 96
Missing 0
Median 3.00
Mode 4
Range 3
Minimum 1
Maximum 4
Sum 296
44
klasifikasi_hipertensi
Cases
45
Descriptives
Median 126.00
Variance 9.091E3
Minimum 11
Maximum 427
Range 416
Median 150.00
Variance 626.568
Minimum 80
Maximum 240
Range 160
Interquartile Range 30
46
Median 90.00
Variance 169.726
Minimum 60
Maximum 130
Range 70
Interquartile Range 10
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Correlations
TDS GDS
N 96 96
N 96 96
47
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Correlations
TDD GDS
N 96 96
N 96 96
48
TDS
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
TDD
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
49
50