PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah institusi pelayanan masyarakat yang padat
modal, padat teknologi dan padat karya, dimana dalam pekerjaan
sehari-harinya melibatkan sumber daya manusia dengan berbagai
katagori dan keahlian serta dengan memakai teknologi dan bahan-
bahan berbahaya yang apabila tidak dikelola dengan baik akan
menimbulkan bahaya pencemaran yang berpengaruh terhadap
pasien, pengunjung rumah sakit serta terhadap pegawai itu sendiri.
Perkembangan teknologi kedokteran khususnya dalam teknologi
diagnostik dan pengobatan semakin meningkatkan kecendrungan
pemanfaatan bahan-bahan berbahaya di rumah sakit seperti
perkembangan dalam ilmu kedokteran nuklir serta penggunaan
kemoterapi dan sitostatika. Rumah sakit sebagai tempat pelayanan
kesehatan bagi masyarakat dengan segala jenis masalah
kesehatannya, terutama pasien dengan penyakit menular akan
membutuhkan penanganan yang baik agar tidak terjadi infeksi silang
atau infeksi nosokomial serta mencemari lingkungan.
Pegawai rumah sakit yang bersentuhan langsung dengan pasien
serta mengoperasikan alat dan bahan berbahaya, perlu dilengkapi
dengan prosedur pelayanan yang bisa menjamin kesehatan dan
keselamatannya. Disamping itu pula dalam penerimaan pegawai baru,
perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan yang seksama agar pegawai
tersebut bisa bekerja optimal, serta pemeriksaan kesehatan secara
berkala untuk para pekerja guna menjaga kesehatannya supaya bisa
bekerja dengan baik.
Peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit, baik dari segi
kualitas maupun kuantitas, membutuhkan peningkatan sarana dan
prasarana pendukung yang memadai, namun karena keterbatasan
lahan dan dana menyebabkan pengembangan sarana dan prasarana
tidak tertata dengan baik, oleh karena itu potensi untuk timbulnya
suatu bencana di rumah sakit semakin meningkat. Pemerintah telah
menetapkan perundang-undangan ataupun peraturan-peraturan yang
menjamin terlaksananya program Keselamatan Kerja, Kebakaran dan
Kewaspadaan bencana (K-3) di rumah sakit.
RS.Dr.Tadjuddin Chalid Makassar sebagai salah satu unit
pelayanan kesehatan masyarakat milik pemerintah harus
melaksanakan program Keselamatan Kerja, Kebakaran dan
Kewaspadaan bencana (K-3). Untuk itu perlu disusun buku pedoman
pelaksanaan K-3 yang berlaku di RS.Dr.Tadjuddin Chalid Makassar,
sehingga menjamin kesehatan dan keselamatan dari pegawai, pasien
dan pengunjung RS.Dr.Tadjuddin Chalid Makassar.
Adapun dasar hukum yang melatarbelakangi dan melandasi
pelaksanaan Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan
bencana di RS.Dr.Tadjuddin Chalid Makassar adalah :
1. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja;
2. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Permenkes No 1087 tentang standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Dirumah Sakit
4. Permennaker No. 5/ Men/ 1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
5. Permenkes No. 1204 tahun 2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkunan Rumah Sakit;
6. Keputusan Dirjen PPM & PLP No. 00.06.6.44 tahun 1993
tentang Kesehatan Lingkungan.
B. Falsafah
Falsafah Program K3 di RS.Dr.Tadjuddin Chalid Makassar adalah:
Rumah sakit dibangun, dilengkapi dengan peralatan, dijalankan
dan dipelihara sedemikian rupa untuk menjaga keamanan dan
2
mencegah kebakaran serta persiapan menghadapi bencana. Hal ini
bertujuan untuk menjamin dan menjaga kesehatan dan keselamatan
hidup karyawan, pasien dan pengunjung dalam rangka mewujudkan
rumah sakit yang berkelas dunia.
1. Karyawan rumah sakit, pasien dan pengunjung rumah sakit
adalah aset yang paling berharga, oleh karena itu upaya menjaga
dan meningkatkan kesehatan dan serta keselamatannya harus
diutamakan.
2. Sumber daya rumah sakit dipergunakan secara optimal
untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan pekerja rumah
sakit dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas dan
kepuasan karyawan, pasien dan pengunjung rumah sakit.
3
d. Meningkatnya kemampuan masyarakat pekerja
rumah sakit dalam menolong diri sendiri dari ancaman
gangguan dan risiko kesehatan dan keselamatan kerja.
e. Meningkatnya profesionalisme di bidang keselamatan
kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana bagi para
pembina, pelaksana, penggerak dan pendukung program K-3
di rumah sakit.
f. Terlaksananya sistem informasi keselamatan kerja,
kebakaran dan kewaspadaan bencana serta jaringan
pelayanannya di rumah sakit.
2. Sasaran
Sasaran dari Program K3 di RS.Dr.Tadjuddin Chalid Makassar
adalah :
a. Seluruh masyarakat pekerja, pasien dan pengunjung di
rumah sakit,
b. Pimpinan dan pengelola rumah sakit,
c. Petugas pembina kesehatan kerja di rumah sakit.
4
j. Pendidikan dan pelatihan yang menyangkut K-3,
k. Pengumpulan data, pengolahan data, dokumenasi data dan
pelaporan.
Dari sekian banyak ruang lingkup Program K3 di RS.Dr.Tadjuddin
Chalid Makassar, dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
a. Penanggulangan bencana internal rumah sakit Dipusatkan
Di Instalasi Gawat darurat RS.Dr.Tadjuddin Chalid Makassar
b. Pemeliharaan fasilitas / sarana dan gedung rumah sakit, di
pusatkan di Instalasi Pemeliharaan dan Sarana rumah Sakit
(IPSRS)
c. Pemeliharaan kesehatan lingkungan kerja dan sanitasi
rumah sakit, di pusatkan di Instalasi Sanitasi dan Kebersihan
d. Pemeliharaan kesehatan dan keselamatan karyawan, pasien
dan pengunjung dipusatkan Di Tim K3 Rumah Sakit (Instalasi
Penjamin Mutu dan Akreditasi)
5
terhadap pelaksanaan K-3 di unit kerja yang bersangkutan. Panitia
berkewajiban melakukan koordinasi lintas sektoral dan lintas
program, agar program K-3 terlaksana secara terpadu dengan
upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
3. Karena keterbatasan sumber daya rumah sakit, maka panitia
harus membuat skala prioritas kegiatan yang mengacu pada
manajemen risiko dengan melakukan identifikasi hazard, analisa
hazard, evaluasi risiko, penanganan risiko, monitoring serta
evaluasi manajemen risko.
6
BAB II
PENGORGANISASIAN
A. Panitia K-3
7
1. Fungsi Panitia K3RS
a. Mengupayakan terpeliharanya serta meningkatnya kesehatan
karyawan rumah sakit,
b. Mengupayakan peningkatan dan terpeliharanya kesehatan
lingkungan rumah sakit,
c. Mengupayakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan
kerja di rumah sakit,
d. Mengupayakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran
dan bencana di rumah sakit,
e. Mengupayakan adanya pendidikan, pelatihan dan penelitian
tentang K-3 di rumah sakit.
8
b. Sekretaris:
1). Menerima dan mengarsipkan surat-surat masuk dan keluar
agar tertib administrasi.
2). Membuat konsep/ membuat surat di lingkungan panitia K-3
atau surat keluar sepengetahuan ketua.
3). Mengumpulkan dan mengarsipkan prosedur tetap/ standar
operasional prosedur dari unit kerja.
4). Memeriksa dan mengarsipkan prosedur tetap K3RS.
c. Seksi-seksi:
Tugas Umum:
1). Mengadakan penilaian tentang K-3 yang berada di masing-
masing unit kerjanya.
2). Memeriksa, menyusun, memperbaiki standar operasional
prosedur/ prosedur tetap yang ada di unit kerjanya.
3). Membimbing dan mengarahkan petugas di lingkungan unit
kerja agar bekerja sesuai standar.
4). Mengusulkan, memberikan masukan kepada ketua
mengenai kelengkapan alat-alat proteksi diri yang memenuhi
standar pada masing-masing pekerjaan.
5). Memeriksa dan menganalisa data laporan hasil kerja yang
digunakan sebagai bahan evaluasi.
Tugas Khusus:
Tim Pemeliharaan Kesehatan dan Keselamatan Karyawan, Pasien dan
Pengunjung.
a) Menyusun analisa jabatan dan rencana
pengembangan pegawai.
9
b) Mengusulkan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja,
pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan
khusus.
c) Melakukan pembinaan dan pengawasan atas
penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja.
d) Melakukan pembinaan dan pengawasan
perlengkapan untuk kesehatan kerja.
e) Melakukan pencegahan dan pengobatan terhadap
penyakit umum dan penyakit akibat kerja.
f) Memberi nasehat mengenai perencanaan dan
pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang
diperlukan, gizi/ penyediaan makanan untuk karyawan.
g) Melakukan pembinaan terhadap tenaga kerja yang
memiliki kelainan tertentu terhadap kesehatannya.
h) Melakukan pemantauan terhadap kecelakaan kerja
baik yang mengenai karyawan, pasien maupun pengunjung
i) Memantau perlengkapan keamanan pasien.
j) Memberikan laporan berkala tentang pelayanan
kesehatan kerja kepada ketua.
Tim Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan Kerja dan Sanitasi Rumah
Sakit.
a) Melakukan penyehatan bangunan dan ruangan
termasuk pencahayaan, penghawaan serta kebisingan.
b) Melakukan penyehatan makanan dan minuman.
c) Melakukan penyehatan air termasuk kualitasnya.
d) Menangani sampah dan limbah.
e) Melakukan penyehatan tempat pencucian umum
termasuk tempat pencucian linen.
f). Melakukan pengendalian vektor biologis termasuk kucing,
tikus dan serangga.
g). Melakukan pengawasan sterilisasi dan desinfeksi.
h). Melakukan perlindungan terhadap radiasi.
10
i). Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
lingkungan kerja.
j). Melakukan pembinaan dan pengawasan perlengkapan
sanitasi.
Tim Pemeliharaan Fasilitas / Sarana dan Gedung Rumah Sakit.
a) Melakukan analisa manajemen risiko.
b) Menyusun protap pemakaian alat pelindung diri dan
rambu-rambu pencegahan kecelakaan kerja.
c) Melakukan penyeliaan terhadap pelaksanaan protap
pemakaian alat pelindung diri dan rambu-rambu pencegahan
kecelakaan.
d) Melakukan kalibrasi alat-alat medis dan
mengiventarisasi alat-alat yang perlu dikalibrasi.
e) Melakukan pemantauan tentang sertifikasi sarana dan
prasarana rumah sakit.
f) Melakukan pemantauan terhadap tempat
penyimpanan bahan dan barang berbahaya.
11
f). Menyusun pelaporan bila terjadi kebakaran atau bencana di
rumah sakit.
g). Mengkoordinasikan dan menganalisa pelaporan tentang
kesehatan kerja dan kecelakaan kerja di rumah sakit.
h). Membuat dan melaksanakan program pelatihan tentang
kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit.
i). Mensosialisasikan semua informasi-informasi tentang K3RS
kepada pekerja dan semua insan yang ada di rumah sakit.
j). Melakukan evaluasi terhadap semua protap-protap tentang
K-3 di rumah sakit.
k). Menyusun program-program pengembangan K3RS.
12
B. Struktur Organisasi K3RS
Direktur
Utama
Ketua
K3RS
Sekretaris
Unit Kerja
K3
13
BAB III
KETENTUAN TEKNIS PELAKSANAAN
a. Tujuan
Tujuan umum dari meningkatkan kesehatan kerja dan pengujian
kesehatan adalah agar tenaga kerja yang diterima berada dalam
kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit
menular yang bisa menulari tenaga kerja lainnya dan cocok untuk
pekerjaan yang akan dilakukan, sehingga kesehatan dan
keselamatan tenaga kerja yang bersangkutan maupun yang lainnya
dapat dijamin.
Tujuan khususnya adalah :
1) Mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
2) Membina lingkungan kerja yang memenuhi syarat
kesehatan,
3) Melaksanakan upaya kesehatan untuk tenaga kerja dan
keluarganya secara komprehensif,
4) Membina tenaga kesehatan untuk upaya peningkatan
kesehatan kerja,
5) Menyusun pembakuan dan pengaturan syarat-syarat
kesehatan bagi tenaga kerja.
b. Dasar Hukum
Undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengatur tentang
pengujian kesehatan kerja antara lain :
14
1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1970, tentang Keselamatan
Kerja (Lembaran Negara No 1 tahun 1970).
2) Peraturan Pemerintah RI No: 26 tahun 1977, tentang
Pengujian Kesehatan Pegawai Negeri dan Tenaga-tenaga
lainnya yang bekerja pada Negara Republik Indonesia
(Lembaran Negara RI tahun 1977 No. 36, tambahan Lembaran
Negara No. 3105).
3) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
143/Men.Kes/Per/VII/1977, tentang Tatalaksana Pengujian
Kesehatan Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga-tenaga lainnya
yang bekerja pada Negara Republik Indonesia.
4) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.
Per. 02/Men/1980, tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga
Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
5) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.
03/Men/1982, tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
6) Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
99a/Men.Kes/SK/III/1982, tentang berlakunya Sistem Kesehatan
Nasional.
15
melakukan pengujian kesehatan seperti uraian prosedur dan petunjuk
pelaksanaan pengujian kesehatan di bawah ini.
16
Seluruh biaya pengujian kesehatan ini ditanggung oleh rumah sakit
sesuai ketentuan yang berlaku.
3) Uraian Pemeriksaan
a) Anamnesa
Pada anamnesa ini, dokter pemeriksa kesehatan menegaskan agar
pertanyaan-pertanyaan dijawab dengan teliti dan seluas-luasnya. Hal
yang perlu ditanyakan adalah:
(1) Riwayat-riwayat penyakit umum seperti: tuberkulosa,
diabetes, penyakit jantung, penyakit syaraf, penyakit jiwa,
17
penyakit kuning, penyakit asthma, tekanan darah tinggi, tekanan
darah rendah, penyakit ginjal, penyakit perut, tumor, penyakit
kulit, hernia, wasir dan lain-lain.
(2) Riwayat perawatan di rumah sakit; belum atau pernah
dirawat, kalau pernah alasan dirawat, berapa lama dan jenis
penyakit yang diderita.
(3) Dirawat karena kecelakaan; apakah pernah mendapat
kecelakaan, sebab-sebab kecelakaan, apakah ada
hubungannya antara kecelakaan dengan pekerjaan, bagian
anggota badan yang cidera, apakah sampai dirawat atau tidak,
bila dirawat berapa lama waktu perawatan, apakah menderita
cacat sementara atau tetap.
(4) Riwayat operasi; pernah operasi atau tidak, kalau pernah
jenis operasi apa, kapan dilakukan operasi tersebut, dimana
dan berapa lama perawatannya.
(5) Riwayat pekerjaan; apakah sudah pernah bekerja atau
belum, bila pernah bekerja dimana, berapa lama, serta
mengapa berhenti dari pekerjaan tersebut, apakah ada penyakit
jabatan dari pekerjaan yang terdahulu itu.
(6) Bila dicurigai adanya penyakit jabatan, perlu dilakukan
pemeriksaan khusus untuk menunjang kebenaran dugaan
tersebut.
(7) Riwayat haid; bagi calon tenaga kerja wanita, kapan dimulai
haid, teratur atau tidak, lamanya, ada sakit waktu haid atau
tidak, pernah hamil, melahirkan, keguguran, keluarga
berencana, jumlah anak baik yang hidup ataupun yang sudah
meninggal.
b) Pemeriksaan Mental
Pemeriksaan mental dilakukan sewaktu anamnesa atau
pemeriksaan fisik dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan umum
dan spesifik tentang hal-hal sebagai berikut : maksud melamar pekerjaan,
18
tujuan apabila diterima dalam jabatan tertentu, rasa puas dengan
berbagai situasi mengenai diri dan lingkungannya, motivasi untuk bekerja
dan sebagainya.
Yang diperiksa di dalam pemeriksaan mental ini adalah fungsi-fungsi
umum dan fungsi-fungsi khusus yaitu sebagai berikut :
Pemeriksaan fungsi-fungsi umum terdiri dari :
(1) Orientasi : (kesadaran, orientasi perorangan, orientasi
waktu, orientasi ruang, orientasi situasi).
(2) Sikap dan tingkah laku : (mudah tidaknya penyesuaian sikap
dan tingkah laku dengan suasana yang ada, mudah marah atau
tersinggung, kurang perhatian, keadaan tidak acuh terhadap
lingkungan, terlalu gembira, sikap bermusuhan, rasa curiga,
sikap kekanak-kanakan atau menggantungkan diri).
(3) Kontak mental dan perhatian : (kemampuan untuk
mengadakan hubungan mental dalam waktu cukup panjang
dalam bentuk-bentuk: kontak psikis, kewajaran, lamanya).
(4) Inisiatif : (kesanggupan untuk melakukan perbuatan-
perbuatan yang disebut asli yaitu : tidak meniru, tidak
mencontoh, tidak atas perintah. Inisiatifnya termasuk normal,
kurang atau lebih).
19
Kesimpulan status mental adalah: normal, terganggu dan perlu
pengobatan atau konsultasi.
c) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik lengkap, dilakukan menurut perincian dalam
kartu pemeriksaan. Pemeriksaan fisik ini diselenggarakan di tempat yang
penerangannya cukup dan dalam suasana tenang serta tidak tergesa-
gesa. Adapun jenis pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
(1) Berat badan : (pengukuran berat badan dilakukan dalam
keadaan berpakaian minimal, ukuran dibulatkan ke atas bila
lebih dari 0,5 kg dan dibulatkan ke bawah bila kurang dari 0,5
kg).
(2) Tinggi badan : (pengukuran tinggi badan dilakukan tanpa
alas kaki, ukuran dibulatkan ke atas bila lebih dari 0,5 cm dan
dibulatkan ke bawah bila kurang dari 0,5 cm).
(3) Lingkar dada : (pengukuran lingkaran dada diambil setinggi
pelekatan rusuk (insertio costalis) kelima, bila terdapat
perbedaan antara ukuran pada waktu inspirasi maksimal dan
ekspirasi maksimal sebesar 4 cm atau kurang maka diduga ada
kelainan intrathorakal).
(4) Denyut nadi dan pernapasan : (pengukuran nadi dan
frekuensi pernapasan dilakukan dalam keadaan berbaring
dengan tenang. Kalau denyut nadi teratur maka frekuensinya
cukup diukur selama 30 detik dan hasilnya dikalikan dua untuk
memperoleh nadi per menit. Kalau denyut nadi tidak teratur,
pengukuran dilakukan selama satu menit. Pengukuran
pernapasan dilakukan bersamaan dengan menghitung denyut
nadi, diusahakan agar penghitungannya tidak diketahui oleh
yang bersangkutan untuk menghindari pernapasannya diatur
secara sadar). Nadi normal antara 60-90 per menit dan harus
diperhatikan hal-hal seperti: frekuensi per menit, teratur/ tidak
20
teratur atau reguler/ irreguler, kualitas nadi dan tegangan nadi.
Pengukuran denyut nadi per menit dihitung sebanyak 3 kali
yaitu pada permulaan diperiksa/ saat belum melakukan
gerakan, setelah melakukan gerakan 10 kali jongkok-berdiri,
dan 2 menit setelah gerakan tersebut.
(5) Tekanan darah : (pemeriksaan tekanan darah dilakukan
pada posisi berbaring, dalam keadaan tenang, bila perlu
pengukuran dimulai setelah diberi waktu untuk menenangkan
diri. Tekanan darah dianggap tinggi bila tekanan diastolik > 90
mmHg dan atau tekanan sistolik > 150 mmHg. Tekanan berbeda
antara sistolik dan diastolik yang mencolok juga dianggap
abnormal, misalnya 130/40 mmHg. Disamping itu perlu juga
diperhatikan ekstra sistol dan pulsus defisit yaitu didapati bunyi
jantung lebih tinggi dari denyut nadi).
(6) Fungsi penglihatan : (pemeriksaan penglihatan dilakukan
secara khusus sesuai standar pemeriksaan mata normal).
(7) Indera pendengar : (pemeriksaan indera pendengar meliputi
keadaan fisik telinga serta ketajaman pendengaran, dilakukan
dengan membisikkan kata tunggal bagi masing-masing telinga,
sementara telinga yang lain ditutup).
(8) Indera pencium : (pemeriksaan indera pencium meliputi fisik
hidung dan ketajaman penciuman).
(9) Indera perabaan : (pemeriksaan indera perabaan meliputi
kemampuan alat perabaan untuk dapat membedakan suhu, dan
menguji indera perabaan dalam keadaan mata tertutup).
(10) Indera perasaan : (pemeriksaan indera perasaan kulit
meliputi kemampuan alat perasa/kulit serta ketajaman
perasaannya).
21
berat. Cara yang dipakai adalah “seneider test”. Bagi yang berumur lebih
dari 40 tahun, juga dilakukan uji langkah menurut master dan
pemeriksaan elektrokardiografi (EKG).
e) Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengetahui kesehatan tenaga kerja yang lebih jelas, selain
anamnesa dan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diatas, masih perlu
dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang yang terdiri dari :
(1) Pemeriksaan radiologi/ sinar tembus : (pemeriksaan
radiologi yang diperlukan yaitu foto thorax, pemeriksaan ini
terutama untuk meneliti keadaan paru-paru dan jantung).
(2) Pemeriksaan laboratorium : (pemeriksaan laboratorium
meliputi pemeriksaan darah, air seni dan tinja. Pemeriksaan
darah terdiri dari : kadar Hb, sel-sel darah putih dan laju endap
darah. Pemeriksaan air seni terdiri dari : warna, reduksi, protein
dan sedimen. Pemeriksaan tinja terdiri dari : warna, konsistensi
dan telor cacing).
(3) Pemeriksaan tambahan lebih lanjut : (pemeriksaan lanjutan
adalah pemeriksaan yang dilakukan lebih mendalam mengenai
keadaan mental, fisik, kesegaran jasmani, radiologi dan
laboratorium atas dasar pertimbangan medis dan pertimbangan
jenis pekerjaan serta keadaan lingkungan kerja agar tercipta
kesehatan dan keselamatan kerja yang baik, bagi yang
diperiksa maupun orang dan lingkungan sekitarnya. Contoh-
contoh pemeriksaan tambahan seperti : elektroencepalografi/
EEG, pemeriksaan faal hati, ginjal, spirometri, cairan otak dan
lain sebagainya).
22
a) Memenuhi syarat untuk jenis pekerjaan ringan atau sedang,
b) Memenuhi syarat untuk jenis pekerjaan berat,
c) Memenuhi syarat untuk jenis pekerjaan seperti tersebut
dalam poin a dan b dengan persyaratan tertentu.
d) Ditolak sementara oleh karena untuk sementara belum
memenuhi syarat kesehatan dan memerlukan pengobatan atau
perawatan. Pemeriksaan kesehatan diulang setelah selesai
pengobatan/perawatan.
Kesimpulan tersebut diatas diambil dari pertimbangan tingkat kesehatan
terhadap persyaratan kesehatan menurut pekerjaan yang ada. Hasil
pengujian kesehatan bersifat rahasia dan diberitahukan secara tertulis
baik kepada yang bersangkutan maupun kepada Pimpinan Rumah Sakit
dengan menggunakan formulir standar yang telah ditentukan. Hasil
pengujian kesehatan tersebut berlaku untuk jangka waktu 1 tahun dan
disimpan dengan maksud sewaktu-waktu mudah dicari kemmakassar.
Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai hasil pengujian
kesehatan terhadap tenaga kerja ini, maka penyelesaiannya dapat diminta
bantuan kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan Daerah. Apabila salah
satu pihak tidak menerima putusan yang telah diambil oleh Majelis
Pertimbangan Kesehatan Daerah, maka dalam jangka waktu 14 hari
setelah tanggal pengambilan keputusan tersebut, pihak yang
bersangkutan dapat mengajukan persoalannya kepada Majelis
Pertimbangan Kesehatan Pusat.
Pembentukan susunan keanggotaan serta tugas dan wewenang
Majelis Pertimbangan Kesehatan Daerah maupun Pusat, ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan
Tenaga Kerja.
Rumah Sakit dan dokter penguji harus menyusun pedoman
persyaratan minimal kondisi kesehatan yang dibutuhkan calon tenaga
kerja, sehingga terjamin bahwa penempatan tenaga kerja tersebut sesuai
dengan kesehatan dan pekerjaan yang akan dilakukannya. Untuk jenis
pekerjaan ringan atau sedang dianggap memenuhi syarat bila
23
menunjukkan hasil baik pada pemeriksaan kesehatan secara umum tanpa
pemeriksaan tambahan lebih lanjut. Sedangkan untuk pekerjaan berat
harus dipenuhi selain syarat untuk kesehatan secara umum juga
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang menunjukkan bahwa seluruh
organ-organ tubuh berfungsi dengan baik.
Dalam hal diberikan keputusan memenuhi syarat untuk jenis
pekerjaan ringan, sedang atau berat dengan persyaratan tertentu, maka
dokter penguji kesehatan harus memberi laporan kepada Pimpinan
Rumah Sakit mengenai tindakan yang harus diambil. Sedangkan jika
diberikan keputusan ditolak sementara, maka dokter penguji kesehatan
harus memberikan keterangan-keterangan secara tertulis untuk beberapa
penolakan sementara itu dan keterangan-keterangan apa yang mesti
dilakukan sehubungan dengan kondisi kesehatan dari tenaga kerja yang
bersangkutan.
24
B. UPAYA PEMELIHARAAN KESEHATAN LINGKUNGAN
1. Penyehatan Lingkungan
a. Ruang Lingkup
1) Penyehatan ruang & bangunan, pencahayaan, penghawaan dan
kebisingan.
a) Ruang bangunan adalah semua ruang/ unit yang ada dalam
batas/ pagar rumah sakit (bangunan fisik dan kelengkapannya)
yang dipergunakan untuk berbagai keperluan/ kegiatan rumah
sakit.
b) Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang
kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara
efektif.
c) Penghawaan adalah jumlah udara segar yang memadai untuk
menjamin kesehatan pemakai ruang.
d) Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki
sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan.
25
3) Penyehatan air
a) Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi persyaratan
kesehatan air minum sesuai permenkes nomor : 416/ 1990 dan
langsung dapat diminum.
b) Air bersih adalah air yang dapat dipergunakan untuk keperluan
sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan
air bersih sesuai Permenkes nomor: 416 / 1990 dan dapat
diminum apabila dimasak.
c) Sumber penyediaan air minum dan air bersih untuk keperluan
rumah sakit dapat diperoleh dari penyediaan air sistem
perpipaan dari perusahaan air minum, sumber air tanah atau
lainnya yang telah diolah sehingga memenuhi persyaratan
kesehatan.
26
6) Pengendalian serangga dan tikus
Semua jenis serangga dan tikus yang dapat menularkan penyakit
(vektor) atau menjadi perantara menularkan beberapa penyakit tertentu,
merusak bahan pangan di gudang dan peralatan instalasi rumah sakit.
7) Sterilisasi / desinfeksi
a) Sterilisasi / desinfeksi adalah setiap upaya untuk menghapus-
hamakan atau membebaskan suatu obyek dari kontaminasi kuman
patogen.
b) Indikasi kuat untuk tindakan sterilisasi / desinfeksi:
- Semua peralatan kedokteran klinis atau peralatan asuhan
keperawatan yang dimasukkan ke dalam jaringan/vaskuler atau
melalui saluran darah harus selalu disterilkan sebelum digunakan.
- Semua peralatan yang menyentuh selaput lendir seperti
endoskopi, pipa endotrakheal harus disterilkan/ didesinfeksikan
sebelum digunakan.
- Semua peralatan operasi setelah dibersihkan dari jaringan, darah
atau sekresi harus selalu disterilkan sebelum digunakan.
8) Perlindungan radiasi
a) Radiasi adalah emisi energi radiasi pengion yang dilepas dari bahan
atau alat radiasi yang digunakan oleh instalasi di rumah sakit.
b) Pemantauan radiasi adalah pemeriksaan rutin tingkat energi radiasi
di ruang kerja dan tingkat pemaparan pada pekerja.
c) Evaluasi radiasi adalah rangkaian kegiatan sejak analisis
laboratorium terhadap disimeter, analisis hasil laboratorium
penyelidikan / pemeriksaan mendalam terhadap instalasi dan tindak
lanjut.
b. Tujuan
1) Terciptanya lingkungan ruang dan bangunan rumah sakit
selalu dalam keadaan bersih serta tersedianya fasilitas sanitasi
yang memenuhi persyaratan kesehatan
27
2) Terciptanya lingkungan ruang dan bangunan rumah sakit
yang tidak memungkinkan tempat bersarangnya serangga,
binatang pengerat serta binatang pengganggu lainnya.
3) Terciptanya bangunan rumah sakit yang kuat, utuh
terpelihara dan mudah dibersihkan serta dapat mencegah
penularan penyakit dan kecelakaan.
4) Terciptanya tata ruang dan penggunaannya yang sesuai
dengan fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan.
c. Sasaran
Sasaran dari penyehatan lingkungan adalah semua fasilitas gedung,
ruangan termasuk pencahayaan dan penghawaan, kebisingan,
makanan dan minuman, air, sampah dan limbah, tempat pencucian,
serangga dan binatang pengganggu lainnya, sterilisasi dan desinfeksi
serta perlindungan radiasi yang memenuhi persyaratan kesehatan.
d. Pelaksanaan dan Pengawasan
1) Kegiatan yang memerlukan sumber daya manusia yang
banyak dan tidak dapat dilakukan oleh pihak rumah sakit, akan
diberikan kepada pihak ketiga dengan proses penunjukkan sesuai
peraturan yang berlaku.
2) Kegiatan-kegiatan teknis dapat dilakukan oleh pihak rumah
sakit yaitu oleh IPSRS dan Lab.Kesling.
3) Pengawasan pelaksanaan dilakukan oleh pihak rumah sakit
yaitu K3RS bersama Tim terkait.
4) Kurun waktu pelaksanaan dievaluasi setiap 3 bulan.
5) Penanggung jawab pelaksanaan adalah IPSRS.
f. Metode
1) Datang ke lokasi untuk pengambilan sampel atau
pengukuran di tempat.
28
g. Tempat
Ruangan/gedung Rawat Jalan, Rawat Inap, Gedung Penunjang, IRD,
Radiologi, Ruang Intensif, , Instalasi Gizi, IPSRS, Pemulasaraan
Jenazah, Fasilitas Sanitasi, Sumber air bersih, Pengolahan limbah
padat dan cair.
h. Sumber Biaya
Dalam penyehatan lingkungan yang memerlukan biaya, akan dibiayai
dari sumber pembiayaan rutin rumah sakit tahun anggaran pada saat
dilaksanakan penyehatan lingkungan tersebut.
2. Pemantauan Lingkungan
a. Ruang Lingkup
1) Kontruksi bangunan
2) Ruang bangunan
3) Lingkungan dan fasilitas sanitasi
b. Tujuan
Pemantauan lingkungan bertujuan untuk :
1) Agar lingkungan kerja rumah sakit selalu dalam keadaan
bersih dan aman dari binatang pengganggu serta bebas dari
kuman penyakit.
2) Agar para pekerja, pasien dan pengunjung rumah sakit
terhindar dari kecelakaan akibat dari lingkungan kerja yang tidak
sehat.
c. Kebijakan
1) Tersedia Lab.Kesling beserta fasilitasnya.
2) Tersedia tenaga yang melaksanakan pemantauan dan
pemeriksaan kesehatan lingkungan.
3) Tersedia jadwal pemantauan lingkungan secara periodik dan
berkesinambungan.
d. Pelaksanaan Pemantauan
Pemantauan Kontruksi Bangunan
1) Lantai
29
a) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata,
tidak licin dan mudah dibersihkan.
b) Mempunyai kemiringan yang cukup (2-3 0 ) ke arah pembuangan air
limbah.
2) Dinding
a) Permukaan harus rata, dengan cat tembok berwarna terang dan
mudah dibersihkan.
b) Permukaan dinding yang sering kena percikan air, terbuat dari
bahan yang kedap air dan kuat.
3) Ventilasi
a) Ventilasi harus menjamin peredaran udara di dalam kamar/ ruang
dengan baik.
b) Bila tidak mungkin, maka perlu dilengkapi dengan penghawaan
mekanis (exhauster).
4) Atap
a) Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi sarang tikus atau
binatang lainnya.
b) Kerangka atap juga harus kuat menyangga atap.
5) Langit-langit
a) Harus kuat,
b) Tinggi minimal 2,5 meter dari lantai.
6) Pintu
a) Kuat,
b) Dapat mencegah masuknya serangga atau binatang pengganggu
lainnya.
7) Jaringan Instalasi
a) Instalasi air minum, limbah, gas, listrik, sistem penghawaan, sarana
komunikasi dan lain-lain, harus kuat, rapi dan terlindung sesuai
aturan yang berlaku.
b) Semua instalasi tersebut harus ada lay out-nya.
Pemantauan Ruang Bangunan dan Lingkungan serta Fasilitas Sanitasi
30
1) Lingkungan rumah sakit jelas, ada pagar terpelihara baik
dan kuat serta binatang tidak bebas keluar masuk.
2) Ada penerangan yang cukup di lingkungan areal rumah
sakit.
3) Lingkungan tidak becek, tidak berdebu, tidak ada genangan
air serta terdapat saluran yang cukup dari halaman menuju got,
baik yang terbuka maupun yang tertutup.
4) Saluran air limbah harus tertutup dan disalurkan langsung ke
sistem pengolahan limbah rumah sakit.
5) Di tempat parkir, halaman serta tempat umum lainnya di
lingkungan rumah sakit, harus ada tempat pengumpul sampah
(setiap 20 meter).
6) Ruangan harus selalu dalam keadaan bersih dan tersedia
tempat sampah sesuai dengan produk sampah yang dihasilkan
(sampah medis atau sampah umum).
7) Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk
ruang perawatan dan ruang isolasi diatur sedemikian rupa
sehingga tidak menyulitkan dalam memberikan pelayanan.
8) Ruang dan bangunan harus bebas dari serangga, binatang
pengerat dan binatang pengganggu lainnya
9) Lantai harus selalu bersih dengan tingkat kebersihan:
a) Ruang operasi : 0 – 5 kuman / cm2
b) Ruang perawatan 5 – 10 kuman / cm2.
10) Mutu udara dengan syarat:
a) Tidak berbau, terutama H2S dan amoniak.
b) Kadar debu tidak melebihi 150 ug/m 3 dengan pengukuran rata.
c) Angka kuman di udara:
- Kamar operasi/ kamar steril : maksimal 10 koloni/m 3 dan bebas
dari kuman patogen.
- Kamar perawatan dan isolasi : 200 – 500 koloni/m 3 dan bebas
dari kuman patogen.
31
d) Kadar gas dan bahan berbahaya tidak melebihi konsentrasi
maksimum seperti tabel berikut.
32
No Parameter Konsentrasi Maksimum Waktu
Pengukuran
3
1 H2S 0,03 ppm (42 ug/m ) 30 menit
2 NH3 2 ppm (1.360 ug/m3) 24 jam
3 CO 20 ppm (2.260 ug/m3) 8 jam
4 SO2 0,10 ppm (260 ug/m3) 24 jam
5 HC 0,24 ppm (160 ug/m3) 3 jam
6 Pb 0,06 ppm 24 jam
7 Ete 400 ppm (1,200 ug./m3) -
8 Ozone 0,1 ppm (0,2 ug/m3) -
9 NOx 0,003 ppm 24 jam
33
11) Kebisingan
Tingkat kebisingan di setiap ruangan berdasarkan fungsinya harus
memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut:
No Ruang / Unit Tingkat Kebisingan
Maksimal (dBA)
1 Ruang Perawatan, Ruang Isolasi, 45
Radiologi, Kamar Operasi.
2 Poliklinik, Ruang Mekanis 80
3 Laboratorium 68
12) Pencahayaan
Di dalam lingkungan rumah sakit, baik di dalam maupun di luar
ruangan harus mendapat cahaya dengan intensitas berdasarkan
fungsinya sebagaimana tersebut dalam tabel di bawah ini:
No Ruang / Unit Pencahayaan Keterangan
(Lux)
1 Ruang pasien: Warna cahaya
Saat tidak tidur 100 – 200 sedang
Saat tidur Maks. 50
2 Ruang Operasi Warna cahaya
Umum 300 – 20.000 sejuk/sedang,
Meja Operasi 10.000 – 20.000 tanpa bayang
3 Anasthesi, Pemulihan 300 - 500
4 Laboratorium 300 – 500
5 Radiologi (X-Ray) 75 – 100
6 Koridor Min. 60 Malam
7 Tangga Min. 100
8 Kantor / Loby Min. 100
9 Ruang Alat / Gedung Min. 100
10 Ruang Farmasi Min. 200
11 Dapur Min. 200
12 Ruang Cuci Min. 200
13 Toilet Min. 100
34
14 Ruang Isolasi Khusus 0,1 – 0,5 Warna cahaya
(Penyakit Tetanus) biru
3. Keamanan Laboratorium
a. Tujuan
Tujuan umum: agar tercipta aktivitas laboratorium yang aman bagi
petugas/ pekerja serta lingkungan baik di dalam maupun di luar
laboratorium tersebut.
Tujuan khusus :
1) Terjaminnya kesehatan pekerja di laboratorium,
2) Tidak adanya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh
adanya kegiatan laboratorium mikrobiologi
b. Kebijakan mengacu kepada :
1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja.
2) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan.
3) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1244/MenKes/SK/XII/1994.
c. Pelaksanaan
Menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1244/MenKes/SK/XII/1994 sebagai pedoman dalam setiap
pengelolaan laboratorium di RS.Dr.Tadjuddin Chalid Makassar.
35
2). Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RS.Dr.Tadjuddin
Chalid Makassar.
b. Kebijakan (mengacu kepada) :
1). Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang, Keselamatan Kerja.
2). Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang, Kesehatan.
3). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 363/MenKes/Per/IV/1998
tentang, Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan Pada Sarana
Pelayanan Kesehatan.
c. Pelaksanaan
1). Alat kesehatan yang dipergunakan di RS.Dr.Tadjuddin Chalid
Makassar, wajib diuji dan dikalibrasi.
2). Alat kesehatan yang diuji adalah :
a) Alat yang belum mempunyai sertifikat atau tanda uji, baik
yang baru maupun yang lama
b) Diketahui penunjukannya/ keluarannya/ kinerjanya/
keamanannya tidak sesuai, walaupun sertifikat/ tanda-tandanya
masih berlaku.
c) Alat yang telah mengalami perbaikan, walaupun sertifikat/
tanda-tandanya masih berlaku.
d) Alat yang dipindahkan dari suatu tempat/ unit/ instalasi ke
tempat/ unit/ instalasi lainnya, walaupun sertifikat/ tanda-tanda
masih berlaku.
3). Pengujian dan kalibrasi dilakukan oleh institusi penguji secara
berkala, sekurang-kurangnya satu tahun sekali, atau sesuai aturan
yang telah ditetapkan, dan semua persiapannya dilaksanakan oleh
IPSRS RS.Dr.Tadjuddin Chalid Makassarbersama-sama dengan
pihak penanggung-jawab alat tersebut.
4). Institusi yang menguji alat-alat kesehatan adalah dari BPFK, BATAN
dan Swasta yang ditunjuk oleh Depkes atau instansi yang
berwenang.
5). Alat yang telah dikalibrasi atau diuji harus diberikan sertifikat serta
tanda-tanda.
36
6). Hal-hal lain yang belum diatur dalam pedoman ini, tetap
memperhatikan dan mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor: 363/Menkes/Per/IV/1998.
37
6). Rekanan/ calon rekanan bersedia mengadakan pelatihan-pelatihan
kepada petugas atau pemakai, tentang penanggulangan bila terjadi
kecelakaan atau kontaminasi dari bahan-bahan berbahaya tersebut.
3. Penyimpanan Bahan-Bahan Berbahaya
a. Tujuan
Untuk menghindari dan menyelamatkan petugas atau orang yang
ada disekitarnya serta lingkungan hidup lainnya dari ancaman
keracunan, ledakan dan kebakaran.
b. Kebijakan (mengacu kepada) :
1). UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2). UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
3). Permenkes RI No. 472/Menkes/Per/V/1996.
4). Keputusan Dirjen PPM & PLP No. 00.06.64.44.
c. Pelaksanaan
1). Menyediakan gudang dengan persyaratan :
a). Tertutup rapat, ada pintu dilengkapi dengan kunci.
b). Ventilasi yang cukup memadai.
c). Pencahayaan yang cukup memadai.
d). Pengamanan sumber listrik.
e). Ada tanda peringatan di bagian luar pintu.
2). Bahan yang telah diterima harus dilihat lembar MSDS (Material Shif
Data Sheet) dari bahan yang akan disimpan, kemudian ikuti
prosedur penyimpanannya.
3). Bahan ditempatkan pada almari yang tertutup dan terkunci.
4). Pada sisi luar pintu almari dipasang label yang berisi :
a). Nama bahan,
b). Tanda bahaya,
c). Tanda peringatan,
d). Bobot dan volume dari bahan.
5). Adakan supervisi secara berkala untuk memastikan bahan-bahan
berbahaya tersimpan dengan aman.
38
4. Alat Pelindung Diri (APD)
a. Jenis APD
1). Topi / penutup kepala,
2). Masker,
3). Kaca mata,
4). Penutup telinga,
5). Baju / Jas
6). Apron
7). Sepatu / alas kaki
b. Tujuan
Untuk menghindari terjadinya penyakit akibat kerja atau penyakit
karena hubungan kerja bagi pekerja di rumah sakit.
c. Kebijakan
1). Mengacu kepada:
a).Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
b).Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2). Tersedia dana untuk pengadaan APD sesuai skala prioritas.
3). Tersedia tempat penyimpanan APD.
d. Pelaksanaan
1). Setiap unit kerja yang mempunyai potensi resiko terhadap
kecelakaan kerja dan sakit akibat kerja, harus tersedia APD yang
kapasitasnya serta jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan.
2). APD harus terbuat dari bahan yang kuat dan aman untuk
kesehatan.
3). APD harus dipelihara dengan baik sehingga tetap layak pakai dan
siap pakai.
4). Setiap unit kerja yang memerlukan APD, harus disediakan protap
(SOP) untuk pemakaiannya dengan tujuan supaya APD terpakai
secara tepat dan benar.
5. Keamanan Pasien
a. Tujuan
39
Didalam memberikan pelayanan agar pasien selalu aman dan
terhindar dari:
1) Jatuh saat berjalan di tangga, gang ataupun di bangsal.
2) Jatuh atau terkunci di kamar mandi.
3) Jatuh dari tempat tidur.
4) Tersengat aliran listrik.
5) Luka bakar karena air panas.
6) Sesak mendadak.
b. Kebijakan
Adapun kebijakan yang ditetapkan adalah :
1) Tersedianya pegangan untuk pasien sepanjang tangga/ dinding.
2) Tersedianya pegangan dan bel di kamar mandi.
3) Tersedianya pintu yang dapat dibuka dari luar.
4) Tersedianya pengaman pada sumber listrik.
5) Tersedianya penahan di tepi tempat tidur.
6) Tersedianya kendali pada sumber air panas secara otomatis.
7) Tersedianya suplay oksigen yang cukup di tempat-tempat penting.
8) Tersedianya alat pengisap (suction portable).
9) Tersedianya sumber listrik emergensi
c. Pelaksanaan
IPSRS atau pihak terkait harus memenuhi kebijakan-kebijakan
yang dipersyaratkan untuk keamanan pasien.
40
tubuhnya, sehingga dapat mencegah atau meminimalkan sakit akibat
kerja dari kontaminasi bahan-bahan berbahaya tersebut.
b. Kebijakan (mengacu kepada) :
1). Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
2). Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
3). Permenkes RI No. 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan
Bahan Berbahaya.
c. Pelaksanaan
1). Halothane
a). Sinonim :
2-Bromo-2 Chloro – 1,1,1-Trifluoroethane.
Bromochlorotrifluoroethane.
1,1,1-Trifluoro-2,2-Chlorobromoethane.
Fluothane.
Rhedilothane.
b). Penggunaan :
Sebagai anasthetic (inhalasi).
c). Tanda-tanda dan gejala bila terkontaminasi :
Inhalasi : kepala pusing, perasaan mengantuk, mual.
Kulit (terabsorpsi) : kulit kering.
Mata : kemerahan.
Tertelan : bingung, pusing, mengantuk, mual.
d). Pertolongan pertama :
Inhalasi : bawa ke udara segar, istirahat, beri napas buatan
(bila perlu), bawa ke ruang perawatan.
Kulit : lepaskan pakaian, cuci kulit dengan air yang banyak atau
mandi, bawa ke ruang perawatan.
Mata : bilas dengan banyak air, lepaskan kontak lensa (bila
memakai), bawa ke ruang rawat.
Tertelan : kumur-kumur dengan banyak air, bawa ke ruang
perawatan.
2). Nitrous Oxide
41
a). Sinonim :
Azoto protossido.
Dinitrogen oxside
Nitrogenii monoxidum.
Nitrogenium ocydolatum.
Oxyde nitreux.
Oxydum nitrosum.
Protoxyde d” azote.
Stickoxydul.
b). Penggunaan :
Sebagai anesthetic inhalasi.
c). Tanda dan gejala bila terkontaminasi :
Inhalasi : mengantuk, sakit kepala, napas pendek, tidak sadar.
Kulit : radang dingin (perih).
Mata : perih, rasa terbakar.
d). Pertolongan pertama :
Inhalasi : bawa ke udara segar, istirahatkan kemudian bawa ke
ruang perawatan.
Kulit : bilas dengan banyak air, jangan melepas pakaian dan
menggosok kulit.
Mata : bilas dengan banyak air dan bawa ke ruang perawatan.
Tertumpah : evakuasi barang sekitar, konsultasi dengan
ahlinya, jaga ventilasi, jangan menyemprotkan air langsung ke
cairan, pakai alat pelindung diri.
3). Ethyl Eter
a). Sinonim :
Aether, Anaesthetic ether, Anaesthesia ether.
b). Penggunaan
Sebagai anaerthesi inhalasi, sebagai bahan pelarut dalam
industri farmasi dan proses pembuatan makanan.
c). Tanda dan gejala bila terkontaminasi :
Inhalasi : mengantuk, sakit kepala, tidak sadarkan diri.
42
Kulit : warna kemerahan dan terjadi radang dingin.
Mata : warna kemerahan, perih.
Tertelan : muntah, mengantuk dan pusing.
d). Pertolongan pertama :
Inhalasi : carikan udara segar, istirahat dan bila perlu bawa ke
ruang perawatan.
Kulit : jika terjadi radang dingin jangan lepas pakaian, bilas kulit
dengan banyak air, bila perlu bawa ke ruang perawatan.
Mata : cuci/ bilas dengan banyak air, kemudian bawa ke ruang
perawatan.
Tertelan : kumur-kumur, beri banyak minum dan rangsang
muntah.
Tertumpah : Jauhkan dari api karena bahan ini mudah terbakar,
evakuasi barang sekitarnya, konsulkan dengan ahlinya, pakai
APD kemudian bersihkan tumpahan tersebut.
4). Formaldehyde
a). Sinonim :
Methyl Aldehyde,
Methyliene oxide,
Methnal,
Methylene glycol,
Fanoform,
Formalin,
Formic aldehyde,
Fomol,
Lysoform,
Oxomethane,
Oxymethalene,
Superlysoform,
NCI-C02799.
b). Penggunaan :
43
Sebagai desinfektan, cairan pembalsam, deodorant, fiksasi
jaringan tubuh, germisidum pertanian, pembasmi lalat dan
serangga, dll.
c). Tanda dan gejala bila terkonaminasi :
Inhalasi hidung dan tenggorokan rasa terbakar, batuk, sakit
kepala, sesak, mual.
Kulit : kemerahan dan rasa terbakar.
Mata : merah, perih, penglihatan kabur sampai hilang.
Tertelan : mual, muntah, sakit perut, mencret, tidak sadar.
d). Penanganan / pertolongan :
Inhalasi : pindahkan penderita dari pemaparan, carikan udara
segar atau beri oksigen, istirahat, bawa ke ruang perawatan
kalau perlu napas buatan.
Kulit : lepaskan pakaian, cuci kulit dengan air dan sabun, bilas
dengan air yang banyak.
Mata : cuci dengan air yang banyak, irigasi mata dengan air
suam-suam, tahan air mata, bawa ke ruang perawatan, lakukan
pemeriksaan fluorescein.
Tertelan : bila sadar beri banyak minum air atau susu, rangsang
muntah dengan sirup ipecac, bila berat lakukan kumbah
lambung, beri aktif charchoal, bawa ke ruang perawatan, bila
perlu lakukan endoscopy. Bila penderita sesak beri oksigen dan
napas buatan.
Tertumpah : evakuasi barang-barang sekitar, pakai APD, beri
semprotan air yang halus pada tumpahan kemudian bersihkan
tumpahan.
7. Penanganan Kecelakaan Kerja
a. Tujuan
1). Mengatur proses penanganan kecelakaan kerja di rumah sakit.
2). Membantu korban agar mendapat pertolongan pertama secepat
mungkin.
b. Kebijakan
44
1). Semua korban akibat kecelakaan kerja di lingkungan rumah sakit,
harus segera mendapat pertolongan pertama, kemudian ditangani
sesuai dengan jenis kecelakaannya.
2). Pimpinan unit kerja tempat terjadinya kecelakaan, harus mencatat
kejadian kecelakaan dan kronologisnya serta sebab-sebab
kecelakaan, kemudian melaporkan ke tim K3RS untuk diaudit.
3). Tim K3RS menginventarisasi setiap korban akibat kecelakaan kerja
di rumah sakit, serta menganalisa sebab-sebab kecelakaan agar
tidak terulang lagi.
4). Lakukan tindakan pertolongan terbaik dan benar bila terjadi
kecelakaan kerja agar tidak menimbulkan kecacatan fisik.
5). Semua biaya tindakan/ perawatan akibat kecelakaan kerja
diharapkan ditanggung oleh pihak asuransi dan kebijakan pimpinan
rumah sakit.
c. Pelaksanaan
No Posisi Langkah Kegiatan
1 Staf / Petugas Membantu korban, memberi pertolongan
pertama dan mengirim ke IRD.
Segera melaporkan kejadian kepada
Kepala Unit / Instalasi.
2 Dokter / Perawat Memberikan pelayanan pengobatan /
perawatan sesuai jenis kecelakaan yang
dialami korban.
3 Kepala Unit kerja / Mencatat kronologis kecelakaan dan
Instalasi melaporkan kepada Tim K3RS.
4 Tim K3RS Memantau kondisi korban pasca
45
kecelakaan dan mencatat akibat
kecelakaan yang ditimbulkan.
Mengidentifikasi sebab-sebab
kecelakaan.
Membuat laporan / rekomendasi
terhadap kasus kecelakaan yang terjadi
kepada direksi.
5 Direksi Mengevaluasi laporan / rekomendasi
dari Tim K3RS untuk rencana tindak
lanjut.
46
3). Secara umum penyalur petir harus :
a).Mempunyai kemampuan perlindungan secara teknis.
b).Tahan terhadap tekanan mekanis.
c).Tahan terhadap korosi yang disebabkan oleh faktor kimia maupun
biologis.
4). Semua penyalur petir harus ada sertifikat.
5). Penyalur petir yang ada dipelihara oleh IPSRS.
6). Pengujian ulang secara berkala minimal dua tahun sekali, yang
dilaksanakan oleh Dep. Tenaga Kerja Provinsi.
7). Setiap pengujian ulang disertai dengan sertifikat.
8). Pengujian juga dilakukan setelah perbaikan bila ada kerusakan
akibat sambaran petir, walaupun sertifikat masih berlaku.
9). Hal-hal yang belum diatur pada pedoman ini yang sifatnya teknis,
tetap mengacu kepada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-
02/Men/1989, tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir.
47
4) Mengevaluasi pelatihan
5) Mengemmakassarkan peserta pelatihan ke Instalasi/Bagian masing-
masing
6) Melaporkan hasil pelaksanaan pelatihan ke Direksi.
2. Pedoman Pelatihan di Luar Gedung
a. Permohonan jenis pelatihan yang dibutuhkan diajukan oleh masing-
masing Instalasi, Bagian/Bidang kepada Bagian SDM
direkomendasikan oleh ketua K3RS RS.Dr.Tadjuddin Chalid
Makassar.
b. Jenis pelatihan yang ditawarkan oleh Institusi luar RS.Dr.Tadjuddin
Chalid Makassardan sangat dibutuhkan oleh RS.Dr.Tadjuddin Chalid
Makassarterkait dengan K3RS, dilaporkan ke Direksi untuk mendapat
persetujuan.
c. Ketua K3RS melanjutkan proses kebagian SDM untuk dikoordinasikan
ke Bagian Pendidikan dan Penelitian (Diklit) untuk proses selanjutnya.
d. Bagian Diklit memproses surat menyurat pendaftaran, surat tugas dan
mendaftarkan ke Institusi penyelenggara dan mengkoordinasikan ke
Bagian Keuangan untuk biaya yang dibutuhkan.
e. Mengevaluasi dan rencana tindak lanjutnya.
3. Pedoman Penelitian / Survey
a.Peneliti (K3RS) mengajukan permohonan penelitian dengan
melampirkan Proposal penelitian ke Direksi.
b. Peneliti mengajukan permohonan Ethical Clearance bila penelitiannya
ada kaitan langsung dengan pasien ke Bagian Litbang.
c. Diklit memproses ijin penelitian dan memfasilitasi kalau membutuhkan
dana penelitian
F. Monitoring dan Evaluasi
Tujuan monitoring ini adalah untuk menilai perkembangan dan
kemajuan yang telah dicapai program penanganan kebakaran
dirumama sakit. Bila dalam monitoring dan evaluasi ini ada masalah
yang didapatkan dan kelemahan program dapat cepat
48
diperbaikiBagian yang mengadakan monitoring ini terdiri dari unsur
Direksi, K3, IPSRS,dan Diklat
49
BAB IV
PEDOMAN DASAR PEMBUATAN STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL (SPO) TENTANG K-3
50
e) Matikan sumber api bila sudah selesai dipergunakan.
f) Ikuti prosedur dalam setiap memulai dan selesai memakai
alat yang digunakan
2). Pencegahan kebakaran yang disebabkan oleh peralatan :
a) Segera lapor ke IPSRS apabila melihat fasilitas kelistrikan
dinilai ada tanda-tanda akan menimbulkan kebakaran.
b) Segera matikan saklar listrik begitu ada gangguan fasilitas
kelistrikan
c) Segera laporkan bila ada kebocoran atau ada genangan air
yang dapat menyebabkan terjadinya short listrik/ hubungan arus
pendek.
d) Melakukan tindakan sesuai dengan prosedur bila terjadi
kebakaran.
j. Bagi pegawai yang mengabaikan ketentuan-ketentuan pencegahan
kebakaran dapat dikenakan sangsi disiplin.
k. Rumah sakit sedapat mungkin menyediakan alat deteksi dini terhadap
kebakaran.
51
BAB V
PENUTUP
Direktur Utama,
52
53