Anda di halaman 1dari 2

Pendahuluan

Pertanaman jagung di Indonesia pada tiap agroekosistem menghadapi beberapa kendala


yang menyebabkan produksi dan produktivitas rendah dan tidak stabil. Beberapa kendala yang
dihadapi di lapang antara lain belum diterapkannya teknologi produksi jagung, adanya cekaman
biotik, dan abiotik. Cekaman biotik terutama serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) juga
menekan produksi jagung di tanah air. Salah satu penyakit penting pada tanaman jagung adalah
penyakit bulai yang disebabkan gangguan cendawan Peronosclerospora maydis. Tanaman jagung
muda terinfeksi penyakit bulai sering mati prematur atau proses pertumbuhannya terhambat. Di
Indonesia, lahan jagung yang terinfeksi bulai bisa mengalami pengurangan hasil produksi hingga
90%, Kehilangan hasil tersebut disebabkan oleh kegagalan tanaman untuk membentuk tongkol
karena fase vegetatif tanaman jagung yang masih muda tidak berlangsung normal. Selain itu,
salinitas, sebagai cekaman abiotic juga dapat menjadi penghambat pertumbuhan tanaman jagung.
(Muis et al. 2016).
Salah satu upaya mengendalikan penyakit bulai dan mengatasi cekaman abiotik ialah
dengan perakitan varietas tahan, dengan berbagai cara seperti hibridisasi atau persilangan,
rekayasa genetik, induksi mutasi, dan keragaman somaklonal. Di Indonesia, kegiatan persilangan
maupun rekayasa genetik sudah dilakukan dengan memasukkan gen ketahanan kepada galur-galur
jagung yang telah memiliki sifat-sifat yang unggul seperti berdaya hasil tinggi. Dengan dirilisnya
beberapa kultivar jagung tahan penyakit bulai seperti jagung hibrida Bima-3, Bima-8, Bima-9,
Bima-16, Bima17, Bima-18, Bima-19, Bima-20 atau jagung komposit seperti Lagaligo.

Pemuliaan tanaman melalui induksi mutasi dan keragaman somaklonal dianggap lebih baik
karena mampu menimbulkan perbaikan pada satu atau beberapa karakter tanaman dengan tidak
mengubah sebagian besar karakter aslinya. Induksi mutasi dapat dilakukan dengan berbagai cara,
seperti menggunakan radiasi sinar gamma. Radiasi sinar gamma pada populasi besar dapat
menghasilkan mutan dengan sifat yang beragam. Dalam populasi mutan yang beragam terdapat
kemungkinan ada beberapa mutan yang memiliki sifat lebih baik daripada tanaman yang tidak
mengalami mutasi, tetapi sebagian besar karakter asli tanaman tetap dipertahankan. Variasi
somaklonal yang didapatkan dari kultur in vitro juga dapat digunakan sebagai sumber keragaman
genetik baru yang diperlukan dalam program pemuliaan untuk perbaikan sifat tanaman atau
menghasilkan kultivar baru. (Saweho et al. 2019).

Perakitan varietas tanaman jagung melalui induksi mutasi dan keragaman somaklonal
diharapkan akan menjadi metode yang efektif untuk mendapatkan varietas tanaman jagung tahan
penyakit bulai dan salinitas serta memiliki karakter morfologi dan agronomi yang lebih baik
dibandingkan dengan induknya.
Daftar Pustaka
Muis A, Nonci N, Pabendon MB. 2016. Geographical distribution of Peronosclerospora spp. the
causal organism of maize downy mildew in Indonesia. 2016. AAB Bioflux. 8 (3) : 143-
155.
Saweho MF, Purwanto E, Yunus A. 2019. The short-stemmed selection of M4 generation of
Mentik Susu rice mutants as irradiation result with 200 gray gamma ray. IOP Conf.
Ser.: Earth Environ. Sci. 250 012034

Anda mungkin juga menyukai