Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN CA COLON

A. DEFINISI

Kanker kolorektal adalah kanker yang berasal dalam permukaan usus besar (kolon) atau

rektum/rektal, umumnya kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas

terdapat adenoma atau berbentuk polip. Adenoma atau polip pada kolorektal dapat diangkat

dengan mudah hanya saja jarang menimbulkan gejala apapun, sehingga tidak terdeteksi dalam

waktu cukup lama hingga berkembang menjadi kanker kolorektal. Kanker kolorektal adalah

suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix. Distribusi kanker pada

kolon adalah 20% terdapat di sepanjang kolon asenden, 10% di kolon transversum, 15% di kolon

desenden, dan 50 % di rektosigmoideus.

Polip adalah tonjolan di atas permukaan mukosa. Polip dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu

neoplasma epithelium, nonneoplasma, dan submukosa.

Klasifikasi polip kolorektal

Epithelium
Submukosa
Neoplasia Nonneplasia

Premaligna Mukosa Limfoid hyperplasia

Tubular Hiperplastik Pneumatosis cystoids

intestinalis

Tubulo Villousum Inflamatosa Colitis cystica profunda

Villousum Pseudo polip Lifoma

Displasia rendah Juvenile karsinoid

Displasia berat lesi metastasis


(karsinomaintra

mukosa)

Maligna/karsinoma Peutz-Jeghers leiomioma

Karsinomatosus Hemangioma

Polip maligna Dan lain-lain Fibroma

Endometriosis

Dan lain-lain

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Kanker kolon dapat timbul melalui interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan.

Polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga polip kolon harus dicurigai. Selain

itu, radang kronik kolon seperti kolitis ulserosa atau kolitis amuba kronik dapat beresiko tinggi

menjadi kanker kolorektal. Faktor risiko lainnya antara lain:

1. Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolitis ulseratif.

2. Riwayat keluarga.

3. Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit keturunan

dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan polip dalam jumlah

sedikit.

4. Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan yang jarang

ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan rektum.


5. Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar lemak tinggi

dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal meningkatkan

risiko kanker kolorektal.

6. Diabetes, meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal

7. Rokok dan alkohol

8. Riwayat polip atau kanker kolorektal

C. PATOFISIOLOGI

Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip

adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di

rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan

beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar kedalam lapisan

lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar

dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus.

Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus,

pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan.

Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini

tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih

normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau

sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian”

dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau

selama pemotongan pembedahan.


Polip adenoma

Polip maligna

Menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur sekitarnya

Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain

Penyebaran kanker kolon dapat melalui 3 cara, yaitu penyebaran secara langsung ke

organ terdekat, melalui sistem limpatikus dan hematogen, serta melalui implantasi sel ke daerah

peritoneal. Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil

menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Penyebaran

perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, buli-buli,

uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan

paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan

peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites.

Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 %

terjadi di sigmoid dan kolon desending (Black dan Jacob, 1997). Kanker kolorektal terutama

adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden

lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih banyak). Tumor bowel

maligna menyebar dengan cara:

1. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya ke

abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai

bladder, ureter dan organ reproduksi.


2. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-paru,

ginjal dan tulang.

3. Tertanam ke rongga abdomen.

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi kanker kolon secara umum adalah :

1. Perdarahan rektum

2. Perubahan pola BAB

3. Tenesmus

4. Obstruksi intestinal

5. Nyeri abdomen

6. Kehilangan berat badan

7. Anorexia

8. Mual dan muntah

9. Anemia

10. Massa palpasi

Manifestasi klinis sesuai dengan bagian kolon yang terkena kaeganasan

Colon Kanan Colon Kiri Rektal/Rectosigmoid

 Nyeri dangkal abdomen.  Obstruksi (nyeri  Evakuasi feses yang

 anemia abdomen dan kram, tidak lengkap setelah

 melena (feses hitam, seperti penipisan feses, defekasi.

ter) konstipasi dan distensi )  Konstipasi dan diare


 dyspepsia  Adanya darah segar bergantian.

 nyeri di atas umbilicus dalam feses.  Feses berdarah.

 anorexia, nausea, vomiting  Tenesmus  Perubahan kebiasaan

 rasa tidak nyaman diperut  Perdarahan rektal defekasi.

kanan bawah  Perubahan pola BAB  Perubahan BB

 teraba massa saat palpasi  Obstruksi intestine

 Penurunan BB

(Smeltzer dan Bare, 2012 dan Black dan Jacob, 2011)

Kolon kanan Kolon kiri Rektum

Aspek klinis Kolitis Obstruksi Proktitis

Nyeri Karena penyusupan Karena obstruksi Karena tenesmi

Defekasi Diare /diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi terus-

menerus

Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak/jarang

Darah pada Okul Okul /makroskopik Makroskopik

feses
Feses Normal/diare Normal Perub bentuk

Dispepsi Sering Jarang Jarang

Memburuknya Hampir selalu Lambat Lambat

keadaan umum

Anemia Hampir selalu Lambat Lambat

E. KLASIFIKASI DAN STADIUM

1. Duke

Stadium 0 (carcinoma in situ)

Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.

Stadium I

Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/
muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari

dinding kolon/rektum (Duke A).

Stadium II

Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus

kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening

(Duke B).

Stadium III

Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ

tubuh lainnya (Duke C).

Stadium IV

Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).

2. Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)

Stadium T N M Duke

0 Tis N0 M0 -

I T1 N0 M0 A

T2 N0 M0

II A T3 N0 M0 B

II B T4 N0 M0

III A T1-T2 N1 M0 C

III B T3-T4 N1 M0

III C Any T N2 M0

IV Any T Any N M1 D
Keterangan

T : Tumor primer

Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai

T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer

Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria

T1 : Tumor menyebar pada submukosa

T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria

T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke

dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.

T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi

peritoneum viseral.

N : Kelenjar getah bening regional/node

Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai

N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening

N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional

N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening

M : Metastasis

Mx : Metastasis tidak dapat di nilai

M0 : Tidak terdapat metastasis


M1 : Terdapat metastasis

Klasifikasi Histologi

1. Adenocarcinoma (berdifferensiasi baik, sedang, buruk).

2. Adenocarcinoma musinosum (berlendir)

3. Signet Ring Cell Carcinoma.

Signet Ring Cell Carcinoma merupakan salah satu jenis kanker kolorektal dengan bentuk sel

kankernya secara mikroskopis terlihat seperti cincin dengan sebuah permata yang

sebenarnya adalah inti sel yang terdesak ke pinggir sel. Hal ini karena badan sel dipenuhi

oleh mukus. Signet Ring Cell Carcinoma merupakan jenis sel kanker yang bersifat ganas

dan berprognosis buruk; banyak ditemukan pada penderita kanker kolorektal dengan usia

muda (<50 tahun).

4. Carcinoma sel skuamosa.

5. Carsinoma recti

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Palpasi Abdomen. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba

menunjukkan keadaan sudah lanjut. Apabila ada massa, massa di dalam sigmoid lebih jelas

teraba daripada massa di bagian lain kolon

2. Fecal occult blood test, pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop

3. Colok dubur. Untuk mengetahui letak, luas dan mobilitas tumor.

 Tonus sfingter ani (keras atau lembek)

 Mukosa (kasar, kaku, licin atau tidak)


 Ampula rektum (kolaps, kembung, atau terisi feses)

Tumor dapat teraba atau tidak, mudah berdarah atau tidak, jarak dari garis anorektal sampai

tumor, lokasi, pergerakan dari dasar, permukaan, lumen yang dapat ditembus jari, batas

atas, dan jaringan sekitarnya

4. Barium enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah, sebelumnya

pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum

5. Endoskopi (sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan menggunakan teropong, melihat

gambaran rektum dan sigmoid adanya polip atau daerah abnormal lainnya dalam layar

monitor. Sigmoidoskopi atau kolonoskopi adalah test diagnostik utama digunakan untuk

mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsy jaringan. Sigmoidoskopi

fleksibel dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % dari kanker kolorektal. Pemeriksaan

enndoskopi dari kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi

pada klien dengan perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum,

barium enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah, ulseratif

sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis

6. Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan pemeriksaan di

bawah mikroskop.

7. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan sel-sel

darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum untuk test

diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.

8. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua

kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.


9. CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di membran sel pada

banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh

radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Karena test ini tidak

spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh klien dengan lokalisasi

penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening atau test diagnostik dalam pengobatan

penyakit. Ini terutama digunakan sebagai prediktor pada prognsis postoperative dan untuk

deteksi kekambuhan mengikuti pemotongan pembedahan (Way, 1994).

10. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi, indikasi

telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein, kalsium, dan

kreatinin.

11. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan lokasi

tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus bagian bawah,

kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau gangguan pengisian.

Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal hilang. Meskipun pemeriksaan

ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi rektum

12. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru

13. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau pemeriksaan

ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai organ lain melalui

perluasan langsung atau dari metastase tumor.

14. Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik yang paling

akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul kembali).

15. Pemeriksaan DNA Tinja.


G. PENCEGAHAN

Terdapat 3 pencegahan kanker kolorektal, antara lain:

1. Pencegahan Primer

 Anjurkan klien untuk mempertahankan makanan yang rendah lemak dan tinggi serat

 Anjurkan klien untuk banyak minum

2. Pencegahan sekunder

 Promosikan deteksi dini dengan rektal touche untuk mereka yang berusia lebih dari 40

tahun

 Monitor klien yang berusia lebih dari 50 tahun dengan guaiak test dan rectal touche setiap

tahun

 Evaluasi klien dengan sigmoidoscopy fleksibel setiap 3–5 tahun pada orang dengan risiko

rata-rata, bagi yang berisiko di atas rata-rata evaluasi dengan colonoscopy dengan barium

enema setiap 2-3 tahun

3. Pencegahan tersier

 Anjurkan penggunaan bulk laksative (Metamucil) untuk klien dengan risiko tinggi

 Promosikan skrining secara regular pada orang dengan 1 atau 2 risiko kanker kolorektal

 Anjurkan klien untuk mengikuti diet tinggi serat dan rendah lemak

H. PENATALAKSANAAN

1. Medis

Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik.

Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terapi komponen darah dapat diberikan.

Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang berhubungan. Pengobatan
medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi anjuran. Terapi

anjuran biasanya diberikan selain pengobatan bedah yang mencakup kemoterapi, terapi radiasi,

dan imunoterapi.

 Terapi radiasi: sering digunakan sebelum pembedahan untuk menurunkan ukuran tumor dan

membuat mudah untuk direseksi. Intervensi lokal pada area tumor setelah pembedahan

termasuk implantasi isotop radioaktif ke dalam area tumor. Isotop yang digunakan termasuk

radium, sesium, dan kobalt. Iridium digunakan pada rektum.

 Kemoterapi: kemoterapi dilakukan untuk menurunkan metastasis dan mengontrol

manifestasi yang timbul. Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan (5-flourauracil (5-FU))

untuk membunuh sel-sel kanker. Ia adalah suatu terapi sistemik, yang berarti bahwa

pengobatan berjalan melalui seluruh tubuh untuk menghancurkan sel-sel kaker. Setelah

operasi kanker usus besar, beberapa pasien mungkin mengandung microscopic metastasis

(foci yang kecil dari sel-sel kanker yang tidak dapat dideteksi). Kemoterapi diberikan segera

setelah operasi untuk menghancurkan sel-sel mikroskopik (adjuvant chemotherapy).

2. Bedah

Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebayakan kanker kolorektal.

Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan

pilihan, sebagai berikut:

a. Pada tumor sekum dan kolon asenden

Dilakukan hemikolektomi kanan, lalu

anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di

fleksura hepatika dilakukan juga


hemikolektomi, yang terdiri dari reseksi bagian kolon yang diperdarahi oleh arteri iliokolika,

arteri kolika kanan, arteri kolika media termasuk kelenjar limfe dipangkal arteri mesentrika

superior.

b. Pada tumor transversum

Dilakukan reseksi kolon transversum

(transvesektomi) kemudian dilakukan

anastomosis ujung ke ujung. Kedua fleksura

hepatika dan mesentrium daerah arteria kolika

media termasuk kelenjar limfe.

c. Pada Ca Colon desenden dan fleksura lienalis

Dilakukan hemikolektomi kiri yang meliputi

daerah arteri kolika kiri dengan kelenjar limfe

sampai dengan di pangkal arteri mesentrika

inferior.
d. Tumor rektum

Pada tumor rectum 1/3 proximal dilakukan reseksi

anterior tinggi (12-18 cm dari garis anokutan) dengan

atau tanpa stapler. Pada tumor rectum 1/3 tengah

dilakukan reseksi dengan mempertahankan spingter

anus, sedangkan pada tumor 1/3 distal dilakukan

reseksi bagian distal sigmoid, rektosigmoid, rektum

melalui abdominal perineal (Abdomino Perineal

Resection/APR), kemudian dibuat end colostomy.

Reseksi abdoperineal dengan kel. retroperitoneal

menurut geenu-mies. Alat stapler untuk membuat

anastomisis di dalam panggul antara ujung rektum

yang pendek dan kolon dengan mempertahankan anus

dan untuk menghindari anus pneternaturalis. Reseksi

anterior rendah (Low Anterior Resection/LAR) pada

rektum dilakukan melalui laparatomi dengan

menggunakan alat stapler untuk membuat anastomisis

kolorektal/koloanal rendah.
e. Tumor sigmoid

Dilakukan reseksi sigmoid termasuk kelenjar di

pangkal arteri mesentrika inferior.

Selain tindakan pembedahan, klien juga harus menjalani terapi lanjut yang dapat berupa

kemoterapi dan radioterapi.Klien memerlukan asuhan keperawatan yang komprehensif dengan

memperhatikan aspek bio-psiko-sosio-spiritual terutama karena klien harus menjalani terapi

lanjut setelah pembedahan. Dengan pemberian asuhan keperawatan secara komprehensif dan

berkualitas diharapkan klien dapat beradaptasi dengan kondisi tubuhnya, menjalani terapi secara

kooperatif dan dapat bersosialisasi kembali di masyarakat. Identifikasi masalah keperawatan

klien sangat penting, terkait dengan intervensi dan implementasi yang akan dilakukan terhadap

klien selama hospitalisasi sehingga tercapai asuhan keperawatan yang optimal.

Karsinoma pada colon menimbulkan perubahan pada kebiasaan buang air besar.

Karsinoma pada colon sebelah kanan menyebabkan peningkatan gerakan colon, tetapi karsinoma

pada colon sebelah kiri menimbulkan konstipasi. Keduanya dapat menunjukkan gambaran klinis

berupa: darah dan lendir di dalam tinja, penurunan berat badan dan anemia, palpasi dapat

mengungkapkan adanya massa yang nyeri tekan, keadaan ini dapat memberikan gambaran klinis
berupa obstruksi intestinum Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan

pengisapan nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terpai komponen

darah dapat diberikan. Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang

berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah terbukti berhasil dalam

pentahapan kanker kolorektal pada periode praoperatif.

Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan rektal.

Pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat

diangkat dengan kolonoskop.

Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor.

- LAR (Low Anterior Resection)

- HCT (Hemi Colorectal)

- APR (Abdominal Parietal Resection): dilakukan kolostomi permanen

Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Doughty & Jackson, 1993):

a. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan tumor

dan porsi sigmoid dan semua rektum serta sfingter anal)

b. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anostomosis serta

reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus awal dan persiapan

usus sebelum reseksi)

c. Reseksi segmental dengan anostomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisis

pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik)

d. Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak

dapat direseksi)
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada

kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma)

pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsisebagai diversi sementara atau permanen. Ini

memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi drainase dihubungkan

dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada

jaringan sekitar.

Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan

untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai

pedoman dalam menbuat keputusan di kolon; massa tumor kemudian di eksisi.

Kolostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan buatan antara colon

dengan permukaan kulit pada dinding perut. Hubungan ini dapat bersifat sementara atau menetap

selamanya. (llmu Bedah, Thiodorer Schrock, MD, 1983). Kolostomi dapat berupa secostomy,

colostomy transversum, colostomy sigmoid, sedangkan colon accendens dan descendens sangat

jarang dipergunakan untuk membuat colostomy karena kedua bagian tersebut terfixir

retroperitoneal. Kolostomi pada bayi dan anak hampir selalu merupakan tindakan gawat darurat,

sedang pada orang dewasa merupakan keadaan yang pathologis. Colostomy pada bayi dan anak

biasanya bersifat sementara.

Keadaan yang diperbolehkan dilakukan pembedahan (kolostomi)

1. Peradangan dibagian usus halus

2. Cacat/kelainan bawaan

3. Kecelakaan atau trauma yang mengenai bagian perut

4. Adanya sumbatan di anus

5. Kanker
Jenis – jenis Kolostomi

Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada beberapa

macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara permanen maupun

sementara.

 Kolostomi Permanen

Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak

memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan, atau

pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak memungkinkan feses melalui

anus. Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barrel ( dengan satu ujung

lubang)

 Kolostomi Temporer/ sementara

Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk mengalirkan

feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen

ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang yang dikeluarkan

melalui abdomen yang disebut kolostomi double barrel.

Tipe kolostomi inkontinen

 Loop colostomy

Lokasi di colon transversum, bersifat sementara, dilakukan pada kondisi darurat medis

dengan membuat 2 lubang usus yang dihubungkan.

 Endostomy

Terdiri dari satu hubungan yang bagian usus berikutnya dibuang/dijahit tetapi masih

ada/tetap dalam rongga abdomen. Dilakukan untuk klien dengan terapi kolorektal.
 Single barrel/ end stoma, hanya 1 stoma: dilakukan permanen; bagian distal ditutup dan

bagian proksimal yang terbuka

 Double barrel colostomy

Terdapat 2 hubungan di bagian proximal dan distal. Bagian proximal untuk drain feses

dan distal untuk drain mucus.

 Mukospicetel: pada kasus Ca kolorektal yang tidak bisa diangkat sama sekali, dilakukan

pada bagian kolon descenden, bagian proksimal untuk mengeluarkan feses, bagian distal

untuk mengeluarkan mukus yang dihasilkan Ca

Jenis Kantung:

o Drainable (terbuka bawahnya), memiliki klem: digunakan untuk menampung feses

o Close end (tidak ada lubang dibawahnya): digunakan untuk menampung feses

o Puff drain (memiliki lubang dan seperti selang dibawahnya: digunakan untuk

menampung urin

Bagian Plate:

o Faceplate: bagian melingkar yang ditempel ke tubuh klien

o One piece, clear (transparan) drainable

o One piece, opaq (buram/kecoklatan) drainable

o Stoma cap: untuk menutup stoma, tidak perlu kantung

Letak Anastomi Kolostomi:

o Ileustomy

Lubang pada ileum untuk tujuan pengobatan ulseratif regional dan pengalihan isi pada

kanker kolon, polip, dan trauma yang biasanya berbentuk permanen. Cairan yang keluar
cenderung konstan dan tidak dapat diatur, mengandung enzim-enzim percernaan yang

dapat mengiritasi permukaan kulit.

o Colostomy asenden

Drainage yang keluar berbentuk cairan dan tidak teratur serta lebih bau.

o Colostomy transversum

Drainage yang keluar berbentuk padat karena cairan sudah direabsorbsi dan biasanya

pengeluaran tidak terkontrol.

o Colostomy desenden

Produksinya lebih padat. Feses yang keluar dari sigmoid normal dan frekuensinya dapat

diatur sehingga klien tidak harus menggantinya setiap saat dan baunya tergantung diet.

Komplikasi Kolostomi:

 Prolapsmerupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih dari permukaan

kulit.Prolaps dapat dibagi 3 tingkatan: Penonjolan seluruh dinding colon termasuk

peritonium kadang-kadang sampat loop ilium, adanya strangulasi dan nekrosis pada usus

yang mengalami penonjolan. Prolaps dapat terjadi oleh adanya faktor-faktor Peristaltik

usus meningkat, fixasi usus tidak sempurna, mesocolon yang panjang, tekanan intra

abdominal tinggi, dinding abdomen tipis dan tonusnya yang lemah serta kemungkinan

omentum yang pendek dan tipis.

 lritasi KulitHal ini terutama pada colostomy sebelah kanan karena feces yang keluar

mengandung enzim pencernaan yang bersifat iritatif. Juga terjadi karena cara

membersihkan kulit yang kasar, salah memasang kantong dan tidak tahan akan plaster.

 DiareMakin ke proksimal colostominya makin encer feces yang keluar. Pada sigmoid

biasanya normal.
 Stenosis StomaKontraktur lumen è terjadi penyempitan dari celahnya yang akan

mengganggu pasase normal feses.

 Hernia Paracolostomy

 Pendarahan Stoma

 EviserasiDinding stoma terlepas dari dinding abdomen sehingga organ intra abdomen

keluar melalui celah

 lnfeksi luka operasi

 Retraksikarena fixasi yang kurang sempurna

 Sepsis dan kematian

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien kolostomi:

 Keadaan stomaWarna stoma (normal warna kemerahan), tanda-tanda perdarahan

(perdarahan luka operasi), tanda-tanda peradangan (tumor, rubor, color, dolor, fungsi laese),

posisi stoma

 Apakah ada perubahan eliminasi tinjaKonsistensi, bau, warna feces, apakah ada konstipasi

/ diare?apakah feces tertampung dengan baik?apakah pasien dapat mengurus feces sendiri?

 Apakah ada gangguan rasa nyerikeluhan nyeri ada/tidak?hal-hal yang menyebabkan nyeri,

kualitas nyeri, kapan nyeri timbul (terus menerus / berulang), apakah pasien gelisah atau

tidak?

 Apakah kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhiTidur nyenyak/tidak?Apakah stoma

mengganggu tidur/tidak?Adakah faktor lingkungan mempersulit tidur?Adakah faktor

psikologis mempersulit tidur?


 Bagaimana konsep diri pasienBagaimana persepsi pasien terhadap: identitas diri,harga

diri,ideal diri,gambaran diri & peran

 Apakah ada gangguan nutrisiBagaimana nafsu makan klien?BB normal atau

tidak?Bagaimana kebiasaan makan pasien?Makanan yang menyebabkan diarhe?Makanan

yang menyebabkan konstipasi?

 Apakah pasien seorang yang terbuka ?Maukah pasien mengungkapkan

masalahnya?Dapatkah pasien beradaptasi dgn lingkungan setelah tahu bagian tubuhnya

diangkat?

 Kaji kebutuhan klien akan kebutuhan seksualTanyakan masalah kebutuhan seksualn

klien?Apakah Isteri/Suami memahami keadaan klien?

Penanganan Kolostomi

Perawat menangani kolostomi sampai pasien dapat mengambil alih perawatan secara

mandiri. Perawatan kulit harus diajarkan bersamaan dengan bagaimana menerapkan drainase

kantung dan melaksanakan irigasi.

a. Perawatan kulit:

Pasien dianjurkan melindungi kulit peristoma dengan sering mencuci area tersebut

dengan menggunakan sabun ringan dan waslap lembab serta lembut. Selama kulit

dibersihkan, kasa dapat digunakan untuk menutup stoma atau tampon vagina dapat

dimasukkan dengan perlahan untuk mengabsorbsi kelebihan drainase. Pasien diizinkan untuk

mandi atau mandi pancuran sebelum memasang alat yang bersih. Plester mikropor yang

dilekatkan pada sisi kantung akan melindunginya selama mandi. Kulit dikeringkan dengan

seksama menggunakan kasa; hindari menggosok area tersebut.


b. Memasang kantung drainase:

Stoma diukur untuk menentukan ukuran kantung yang tepat. Lubang kantung harus

sekitar 0,3cm lebih besar dari stoma. Kulit dibersihkan sesuai proedur. Kantung kemudian

dipasang dengan cara membuka kertas perekat dan menekannya di atas stoma selama 30

detik. Iritasi kulit ringan memerlukan taburan bedak Karaya atau bedak stomahesive sebelum

kantung dilekatkan.

c. Menangani kantung drainase:

Kantung kolostomi dapat digunakan segera setelah irigasi; dan diganti dengan balutan

yang lebih sederhana. Pasien dapat memilih berbagaibentuk kantung, tergantung pada

kebutuhan individu. Kebanyakan kantung sekali pakai dan tahan bau.

Untuk selanjutnya kantung kolostomi biasanya tidak diperlukan. Segera setelah pasien

belajar evakuasi rutin, kantung dapat disimpan dan kantung kolostomi tertutup atau balutan

sederhana menggunakan tisu sekali pakai, dipertahankan di tempatnya dengan sabuk elastis.

Kecuali gas dan sedikit mukus, tidak ada isi usus yang akan keluar dari lubang kolostomi di

antara irigasi; karenanya kantung kolostomi tidak diperlukan.

d. Mengangkat alat:

Alat drainase diganti bila isinya telah mencapai sepertiga sampai seperempat bagian

sehingga berat isinya tidak menyebabkan kantung lepas dari diskus perekatnya dan keluar

isinya. Pasien dapat memilih posisi duduk atau berdiri yang nyaman dan dengan perlahan

mendorong kulit menjauh dari permukaan piringan sambil menarik kantung ke atas dan

menjauh dari stoma. Tekanan perlahan mencegah kulit dari trauma dan mencegah adanya isi

fekal cair yang tercecer keluar.


IRIGASI KOLOSTOMI

a. Indikasi Tindakan

Irigasi kolostomi merupakan prosedur mengganti kantong kolostomi yang penuh dengan

yang baru, yang harus dilakukan pada klien dengan kanker kolon dan/atau rektum yang telah

dibuatkan cara dan lokasi evakuasi kotoran melalui operasi saluran cerna. Irigasi dapat

dilakukan paling dini 5-6 hari setelah operasi.

b. Tujuan Tindakan

Prosedur ini bertujuan untuk mengosongkan isi kolon (dari feces, gas, lendir),

membersihkan saluran cerna bagian bawah, menetapkan pola evakuasi yang teratur sehingga

kegiatan normal tidak terganggu dan memberikan kenyamanan pada klien.

c. Alat yang Dipersiapkan

 Sarung tangan bersih

 Irigator (wadah khusus untuk irigasi)

 Cairan irigasi (air masak, hangat kuku) 500-1500 cc, atau cairan lain untuk irigasi sesuai

program medis

 Selang

 Konektor (penyambung selang)

 Klem (yang bisa dipakai dengan hanya menggunakan satu tangan)

 Kateter karet no. 22 atau 24 atau corong plastik khusus untuk irigasi kolostomi

 Kantung/sarung irigasi (yang bisa ditempelkan)

 Kantung palstik untuk tempat sampah/barang yang basah

 Kertas toilet, handuk

 Perlak
 Sabun

 Salep Mukosantin , jika terjadi iritasi (jamur)

 Stoma powder (ostomi powder)

 Stomahessive pasta (membuat permukaan kulit jadi baik dan sebagai skin barrier)

 Ukuran stoma atau diganti spidol

d. Tindakan

 Persiapan klien

- Mengucapkan salam terapeutik

- Memperkenalkan diri

- Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan

dilaksanakan.

- Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya

- Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.

- Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi

- Privasi klien selama komunikasi dihargai.

- Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama

berkomunikasi dan melakukan tindakan

- Membuat kontrak (waktu, tempat, dan tindakan yang akan dilakukan)

 Prosedur

- Mencuci tangan

- Menjelaskan tujuan dan prosedur irigasikolostomi pada klien

- Menyaipkan klien untuk irigasi kolostomi:

 Memilih waktu yang tepat untuk irigasi kolostomi


 Menggantungkan irigator 45-50 cm diatas stoma (setinggi bahu klien, bila duduk)

 Mendudukkan klien di depan commode atau di commode

 Mengangkat balutan/kantung kolostomi dan memasukkan kedalam kantung

palstik yang sudah disediakan

- Memasang lengan (sarung) irigasi ke stoma dan meletakkan ujungnya dalam

commode/toilet

- Mengalirkan cairan melalui selang dan corong irigasi

- Memberi pelumas pada kateter dan memasukkan ke stoma dengan cermat (tidak boleh

lebih dari 8 cm); memegang corong dengan baik

- Bila kateter tidak bisa masuk dengan mudah, mengalirkan cairan secaraperlahan ketika

memasukkan kateter dan tidak memaksa kateter masuk

- Mengalirkan cairan ke kolon perlahan-lahan. Menghentikan cairan (mengklem selang)

bila terjadi kram perut dan memberi klien waktu untuk istirahat sejenak, sebelum

melanjutkan prosedur. Cairan dialirkan dalam waktu 5-10 menit

- Mempertahankan corong pada tempatnya selama 10 menit setelah cairan dimasukkan,

kemudian angkat perlahan-lahan

- Memberi waktu selama 10 menit agar cairan mengalir keluar; mengeringkan ujung

kantung irigasi dan menempelkan ke atas (mengklem ujung kantung)

- Mempertahankan kantung di tempat selama 20 menit dan menganjurkan klien untuk

ambulasi.Setelah tindakan selesai:

 Membersihkan dan mengeringkan area stoma dengan air dan sabun

 Memasang perlindungan kulit dan mengganti balutan pada kolostomi

- Mendokumentasikan prosedur dan respons klien pada catatan klien


- Mencuci alat bekas pakai dengan air dan sabun, mengeringkan dan menyimpannya

kembali

Perawatan klien dengan kolostomi:

I. PREOPERATIF

 Hubungi perawat terapist enterostomal (ET) untuk memberikan rekomendasi lokasi

stoma dan pengajaran yang diperlukan. Perawat ET terutama yang di latih untuk bekerja

dengan klien dalam merencanakan penanganan kolostomi. Faktor-faktor seperti berat

badan klien, cara berpakaian klien, dan garis pinggang dipertimbangkan dalam

penempatanstoma untuk memfasilitasi rasa nyaman dalam perawatan jangka panjang dan

mempermudah penanganan.

 Jawab pertanyaan-pertanyaan klien langsung, berikan klarifikasi dari informasi yang

diperlukan. Klien yang memahami perawatan preoperatif dan postoperatif dengan baik

akan berkurang rasa cemas dan mampu bekerjasama dalam penanganan dengan lebih

baik.

 Rujuk ke kelompok ostomi sesuai kebutuhan klien. Berbicara dengan seseorang yang

telah memakai ostomi dapat menolong klien menjadi lebih nyaman dengan kolostomi.

II. POSTOPERATIF

 Kaji lokasi dan tipe kolostomi yang dibentuk. Lokasi stoma adalah indikator letak lokasi

pemotongan usus dan prediktor tipe drainase fekal.

 Kaji tampilan stoma dan kondisi kulit disekitarnya dengan rutin. Pengkajian stoma dan

kondisi kulit penting diawal periode postoperatif, kalau-kalau terkadi komplikasi untuk

segera ditangani.
 Posisi kantong penampung drain diatas stoma. Biasanya drainase dapat berisi lebih

banyak mukus dan cairan serosangrineous dari pada material fekal. Mulainya usus

berfungsi, fekal akan menjadi normal. Konsistensi drainase tergantung pada stoma di

bagian lokasi usus.

 Kolostomi desending atau sigmoid dapat ditangani dengan menggunakan kantong

drainable atau irigasi. Pola eliminasi dari kolostomi sigmoid hampir sama dengan pola

eliminasi normal klien sebelum operasi. Banyak klien akan buang air besar tiap hari dan

tidak terus menerus menggunakan kantong atau sistem drainase. Untuk lebih aman

gunakan kantong transparan.

 Bila perlu, berikan kantong kolostomi irigasi, masukkan air ke dalam kolon sesuai

prosedur irigasi kolostomi. Air akan merangsang pengosongan kolon. Klien dapat

melakukan irigasi kolon tiap hari.

 Bila dianjurkan irigasi kolostomi untuk klien dengan double-barrel atau kolostomi loop,

irigasi stoma di bagian proksimal. Pengkajian digital / dengan jari pada usus langsung

dari stoma dapat menolong membedakanyang mana stoma proksimal. Usus bagian distal

tidak mengandung fekal dan tidak perlu diirigasi. Kadang-kadang dapat diirigasi hanya

untuk membersihkan terutama reanastomosa.

 Pengosongan kantong drainable atau penggantian kantong kolostomi bila diperlukan atau

saat telah penuh 1/3 bagian kantong. Bila kantong kepenuhan, beratnya dapat merusak

kantong dan perekat dan menyebabkan kebocoran.

 Klien dengan kolostomi asending atau transversal tidak dilakukan irigasi. Hanya sebagian

kolon yang berfungsi, dan drainase fekal umumnya cair dan terus menerus.
 Berikan perawatan stoma dan kulit klien. Perawatan kulit dan stoma yang baik penting

untuk mempertahankan integritas kulit dan fungsi untuk pertahanan utama terhadap

infeksi.

 Gunakan bahan-bahan dempul, seperti perekat stoma (stomahesive) atau “karaya paste”,

dan “wafer” (bubuk obat) yang dibutuhkan untuk menjaga keamanan kantong ostomi. Ini

kadang-kadang penting bagi klien dengan kolostomi loop. Tantangan bagi klien dengan

kolostomi loop transverse adalah untuk menjaga keamanan kantong stoma diatas

jembatan plastik.

 Sebuah lubang pada kantong kolostomi akan menyalurkan flatus keluar. Lubang ini dapat

ditutup dengan “Band-Aid’ an dibuka hanya bila klien mandi untuk kontrol bau. Kantong

ostomi dapat menggembung keluar, merusak integritas kulit, bila gas terkumpul terlalu

banyak

Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

 Aktifitas/Istirahat

Gejala:

- Kelemahan dan atau keletihan

- Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya

faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas, berkeringat malam.

- Keterbatasan partisipasi dalam hobi, latihan.

- Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress

tinggi.
 Sirkulasi

Gejala: palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.

Tanda: perubahan pada tekanan darah.

 Intregritas Ego

Gejala:

- Faktor stress dan cara mengatasi stress.

- Masalah tentang perubahan dalam penampilan.

- Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak

bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.

Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah.

 Eliminasi

Warna, bau, konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mukus; riwayat penyakit

inflamasi kronis atau polip rektal, darah dalam feses

Gejala:

- Perubahan pola defekasi, seperti darah pada feses, nyeri saat defekasi.

- Perubahan eliminasi urin

Tanda: Perubahan bising usus, distensi abdomen.

 Makanan/Cairan

Kebiasaan diit, masukan lemak dan atau serat, penurunan BB, konsumsi alkohol, bising

usus, nyeri tekan, distensi dan massa padat.

Gejala:

- Kebiasaan diet buruk, seperti rendah serat, tinggi lemak, aditif, bahan pengawet.

- Anoreksia, mual/muntah.
- Intoleransi makanan

- Perubahan berat badan; penurunan berat badan secara drastis, kaheksia,

berkurangnya massa otot.

Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema.

 Neurosensori

Gejala: Pusing; sinkope

 Nyeri/Kenyamanan

Nyeri abdominal atau rektal, lokasi, frekuensi, durasi

Gejala: Tidak ada nyeri atau derajat nyeri bervariasi sesuai dengan perjalanan penyakit.

 Pernafasan

Gejala: Merokok, Pemajanan asbes

 Keamanan

Gejala: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen.

Tanda: Demam

 Seksualitas

Gejala: Masalah seksual; Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun; Multigravida,

pasangan seks multipel, aktivitas seksual dini.

 Interaksi Sosial

Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung.

 Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala:

- Riwayat kanker pada keluarga

- Sisi primer: penyakit primer.


- Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat.

- Riwayat pengobatan: pengobatan sebelumnya untuk lokasi kanker dan pengobatan

yang diberikan.

b. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

3. Risiko konstipasi/diare berhubungan dengan lesi obstruksi

4. Nyeri(akut) berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik dan kesulitan bergerak

6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan dehidrasi

7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah (abdomen dan perianal),

pembentukan stoma, dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal

8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kolostomi

9. Gangguan pola tidur

10. Ansietas

11. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


DAFTAR PUSTAKA

Black and Jacobs. (2009). Medical surgical nursing: Clinical management for continuity of

care. (Edisi V). Philadelphia: Wb Sounders Company.

Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarrth Volume 2 Edisi 8 .Jakarta: EGC

Buku panduan laboratorium keperawatan. ”Perawatan kolostomi.”

Harahap, I.A. (2014). "Perawatan pasien dengan kolostomi Pada penderita cancer

colorectal.” Diambil dari http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-

ikhsanuddin.pdf pada 19 april 2010Prohealth. (2009). ”Irigasi kolostomi.”

http://www.puskesmas oke.com/doc/

Doenges Marilyn E. (2009). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. (Edisi III). Jakarta: EGC

Jong & Sjamsuhidajat. (2011). Buku ajar ilmu bedah. (Edisi Revisi). Jakarta : EGC

Simon, H. (2008). Colostomy. Massachusetts: Harvard Medical SchoolSmeltzer, Suzanne

C. (2012).

Smeltzer and Bare. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi VIII). akarta: EGC.

Soeparman. (2014). Ilmu penyakit dalam. (Jilid I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai