Anda di halaman 1dari 49

PENGENDALIAN PROSES

FLOW CONTROL
PRAKTIKAN :
1. Billy Aprianto/0906635495
2. Davin Philo/0906556906
3. Johan Sebastian/0906515345
4. M. Normansyah/0806459835
5. Susatyo Adi/0806339345

Pengendalian Proses | Flow Control 0


DAFTAR ISI

Daftar Isi......................................................................................................................... 1
Bab I PENDAHULUAN............................................................................................... . 2
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 2
1.2 Tujuan Percobaan..........................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah......................................................................................... 2
1.4 Landasan Teori..............................................................................................3
Bab II STUDI PUSTAKA.............................................................................................. 13
2.1 Prosedur Percobaan....................................................................................... 13
2.2 Data Pengamatan.......................................................................................... 13
Bab III METODOLOGI ................................................................................................. 16
Bab IV HASIL & PEMBAHASAN ............................................................................... 28
4.1 Analisis Percobaan..................................................................... .................. 28
2.4 Analisis Perhitungan dan Hasil..................................................................... 30
4.3 Analisis Grafik .............................................................................................. 33
4.4 Analisis Kesalahan ....................................................................................... 34
Bab V PENUTUP (KESIMPULAN) ............................................................................. 36
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 38

Pengendalian Proses | Flow Control 1


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Laju alir dalam beberapa industri manufakturing menempati posisi yang sangat
menentukan terhadap kualitas maupun kuantitas hasil produksi. Ambil saja contoh
pemanfaatan laju alir udara dalam proses pemisahan inti (kernel) terhadap cangkang
(shell) pada sebuah pabrik kelapa sawit. Kernel adalah produk yang hendak diperoleh
dengan kualitas dan kuantitas semaksimal mungkin, sedangkan cangkang adalah sisa
hasil produksi yang harus dipisahkan sebagai limbah padat. Ketidak-stabilan dan
kecepatan respon terhadap perubahan nilai input set, akan berdampak besar terhadap
laju alir udara yang dihasilkan. Yang pada akhirnya akan berdampak pada kualitas
dan kuantitas produksi inti (kernel).

Untuk melakukan proses pengendalian laju alir udara yang optimal, dengan
metode yang dapat beradaptasi dengan cerdas terhadap setiap perubahan sifat dari
sistem yang ada, perlu dibuat suatu simulasi pengendalian laju alir udara dalam skala
laboratorium dengan menggunakan metode yang mampu membaca dan mengenali
kondisi input dan output dari sistem yang tersedia, serta mampu beradaptasi dengan
fleksibel, sehingga dapat memberikan pengendalian yang lebih baik.

Secara umum, terdapat tujuh tujuan utama dari kontrol proses, yakni: (1)
keamanan dan keselamatan kerja (safety); (2) perlindungan lingkungan (environmental
protection); (3) perlindungan alat (equipment protection); (4) operasi yang mulus dan
laju produksi yang tinggi (smooth operation and production rate); (5) kualitas produk
(product quality); (6) keuntungan (profit); (7) monitoring dan diagnosis.
Laju alir dapat mempengaruhi ketujuh hal di atas, tetapi umumnya, pengaturan
laju alir harus dilakukan karena mempengaruhi masalah:
1. Safety. Laju alir yang tidak sesuai pada proses, misalnya laju alir yang terlalu
tinggi pada valve, bisa menyebabkan kebocoran pada alat, mengeluarkan zat
beracun, dan mengganggu kesehatan manusia di sekitarnya.

Pengendalian Proses | Flow Control 2


2. Equipment protection. Laju alir yang tidak sesuai dapat merusak alat, misalnya
alat bocor karena laju alir yang terlalu tinggi.
3. Laju produksi dan kualitas produk. Perubahan laju alir dapat mempengaruhi
kualitas produk dan kelancaran produksi. Perubahan laju alir ke nilai yang tidak
optimum akan menurunkan kualitas produk dan mempengaruhi kelancaran
produksi.

Biasanya, pada sebuah industri alat sudah ada sehingga karakteristik dinamis dan
statis dari suatu proses harus dibuat agar pengontrolan laju alir bisa terjadi. Karena
karakteristik respon dinamis dari perubahan laju alir terhadap waktu dan faktor-faktor
lainnya, maka pengaturan laju alir tidak bisa dilakukan secara sederhana (ON-OFF
Control), melainkan harus dengan algoritma tertentu, misalnya PID (Proportional,
Integral, Derivative). Diketahui bahwa menentukan karakteristik proses dan PID
Controller sangat dibutuhkan untuk pengaturan laju alir pada skala laboratorium
maupun skala industri. Di samping itu, Laboratorium Proses Pengendalian Teknik
memiliki salah satu alat kontrol yaitu Flow Control. Mengingat pentingnya pengaturan
laju alir dan PID Controller serta ketersediaan alat pada laboratorium, kami melakukan
percobaan berjudul “Pengaturan Laju alir (Flow Control)”.

1.2. Tujuan Percobaan


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mempelajari karakteristik statis dan dinamis dari proses dan mempelajari
bagaimana pengaturan laju alir dapat dilakukan.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mempelajari proses kendali secara manual dan auto, terkhususnya pada
kasus flow control
2. Mempelajari karakter statis (SSE) dan dinamis (decay ratio, overshoot,
settling time) dari sistem flow control
3. Menentukan fungsi transfer dari sistem kendali proses (pendekatan
FOPDT)

Pengendalian Proses | Flow Control 3


4. Menentukan dan mempelajari sistem PID tunning dengan menggunakan
tunning Zieger-Nichols II
5. Membandingkan karakter proses kendali dari parameter kendali
Proportional, Integrative, dan Derivative berdasarkan tunning Ziegler-
Nichols untuk P Control, PI Control, dan PID Control dan pengaruh
parameter-parameter tersebut terhadap respon sistem.

Pengendalian Proses | Flow Control 4


BAB II
STUDI PUSTAKA

Flow control (pengaturan laju alir) adalah salah satu hal yang penting dalam industri. Laju
alir, disamping temperatur, komposisi, laju alir, dan ketinggian cairan, adalah variabel
penting yang harus dikendalikan agar proses berjalan dengan baik. Pada bagian ini, akan
dijelaskan sistem kontrol lup tertutup sebagai dasar pengaturan proses secara umum dan
pengaturan laju alir secara khusus, komponen-komponen sistem kontrol, pemodelan
mekanistik dan pemodelan empirik, dan algoritma pengaturan laju alir, khususnya dengan
algoritma PID (Proportional, Integral, Derivative).

2.1 Sistem Kontrol Lup Tertutup


Kita perlu mengembangkan model dinamik umum untuk sistem kontrol lup
tertutup, di mana proses dan pengontrol bekerja sebagai satu sistem yang terintegrasi.
Gambaran model lup tertutup diberikan pada Gambar 2.1. Pada gambar, terdapat fungsi
transfer dan variabel. Fungsi transfer terdiri dari: final element atau valve, Gv(s); proses
yang terjadi, Gp(s); sensor (untuk pengaturan laju alir adalah sensor laju alir), Gs(s);
fungsi hubungan disturbance (gangguan) terhadap variabel kontrol, Gd(s), dan;
pengontrol dengan algoritma tertentu, Gc(s).
Sedangkan variabel proses adalah: controlled variable atau variabel output yang
diatur besarnya, CV(s); manipulated variable atau input yang diatur besarnya, MV(s);
set point atau nilai yang diinginkan dan dicapai dengan bantuan pengontrol, SP(s);
error atau perbedaan antara set point dan measured controlled variable (CVm(s)), E(s);
disturbance atau dan perubahan input karena faktor eksternal, D(s).
Dari gambar ini, dapat diperoleh:
1. Set Point Response (SERVO) atau fungsi alih sistem lup keseluruhan dengan
menganggap D(s) = 0, dirumuskan:
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
(2.1)
( )

Pengendalian Proses | Flow Control 5


2. Disturbance Response (REGULATORY) atau fungsi alih sistem lup
keseluruhan dengan menganggap SP(s) = 0, dirumuskan:
( )
( ) ( ) ( ) ( )
(2.2)
( )

Gambar 2.1 Diagram Blok dari Sistem Kontrol Lup Tertutup

2.2 Komponen-komponen Penting Sistem Kontrol Lup Tertutup


Pada Subbab 2.1, telah dijelaskan hubungan umum berbagai komponen pada
sistem kontrol lup tertutup. Pada bagian ini, dijelaskan komponen-komponen penting
sistem secara lebih terperinci.

2.2.1 Sensor dan Transmitter


Sensor berfungsi untuk mengukur CV dan menghasilkan sinyal MV yang
sesuai. Sensor sering juga disebut sebagai elemen primer. Sedangkan transmitter
menguatkan sinyal ke tingkat voltase V(t) tertentu dan mengirimkan ke controller.
Transmitter sering disebut sebagai elemen sekunder. Ada tiga hal penting dalam
sensor-transmitter, yaitu:
1. Range of the instrument, yakni harga yang terendah dan tertinggi instrumen;
2. Span of instrument, yakni beda antara harga yang terendah dan tertinggi;
3. Zero of the instrument, yakni harga range yang terendah.

2.2.2 Controller
Controller merupakan pusat dari sistem kontrol dan pembuat keputusan.
Pembuatan keputusan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pengendalian Proses | Flow Control 6
1. Mengubah set point ke tegangan tertentu, VR;
2. Menghitung error, ε(t) = VR – V(t) ;
3. Menghitung daya yang diperlukan dan mengirim sinyalnya, P(t), ke final
element.
Ada 2 jenis aksi controller, yaitu: aksi berlawanan (reverse action), di
mana controller akan mengurangi sinyal outputnya bila harga output naik; aksi searah
(direct action), di mana controller akan meningkatkan sinyal outputnya.bila harga
output naik.

2.2.3 Proses
Proses merupakan bagian yang memerlukan pengontrolan. Proses bisa berupa
proses kimia maupun fisika dan pada bagian ini, variabel tertentu seperti: laju alir,
temperatur, atau laju alir dikontrol besarnya agar sesuai dengan yang diinginkan.

2.2.4 Final Element


Sebagai respon sinyal masukan P(t), final element merubah sinyal P(t) ke arus
yang menghasilkan daya yang sesuai. Final element biasanya berupa control valve. Ada
2 jenis control valve berdasarkan suplai udara, yaitu:
1. Fail Open (FO) atau Air to Close (AC), di mana control valve akan terbuka
jika tidak ada suplai udara dan tertutup katup jika ada suplai udara;
2. Fail Close (FC) atau Air to Open (AO), di mana control valve akan tertutup
jika ada suplai udara dan terbuka jika ada suplai udara.

2.2.5 Recorder
Recorder merupakan sistem pencatatan dari perubahan yang ada dan recorder
tidak diikutsertakan dalam perhitungan.

2.3 Pemodelan Empirik dan Mekanistis


Terdapat dua jenis pemodelan proses, yaitu model empirik dan model
mekanistik. Perbedaan kedua metode ini diberikan pada Tabel 2.1.

Pengendalian Proses | Flow Control 7


Tabel 2.1 Perbandingan permodelan empirik dan mekanistik
Model Empirik Model Mekanistik
 Diturunkan dari uji kinerja pada proses nyata;  Diturunkan dari prinsip matematis
 Tidak didasarkan pada mekanisme yang  Berlandaskan pada pemahaman kita tentang
melandasinya; sebuah proses
 Mencocokkan fungsi tertentu untuk  Mengobservasi hukum kekekalan massa,
mencocokkan proses; energi dan momentu;
 Hanya gambaran lokal dari proses saja (bukan  Berguna untuk simulasi dan ekstrapolasi
ekstrapolasi); kondisi operasi yang baru;
 Model hanya sebaik datanya.  Mungkin mengandung konstanta yang tidak
diketahui yang harus diestimasi.

Kedua pemodelan ini dilakukan dengan pendekatan yang umum, yakni pendekatan
First-Order-Plus-Dead-Time (FOPDT) dan pendekatan orde tinggi.

2.3.1 Pendekatan First-Order-Plus-Dead-Time (FOPDT)


FOPDT merupakan metode pemodelan proses dinamik yang digunakan untuk
menentukan konstanta gain (Kp), dead time (θ), dan konstanta waktu (τ) pada sistem
yang dianggap memiliki orse satu sehingga didapatkan permodelan proses untuk suatu
sistem dinamik sebagai berikut.

( ) (2.3)

Nilai gain (Kp), dead time (θ), dan konstanta waktu (τ), dapat ditentukan
Metode penentuan FOPDT dengan model empirik terbagi lagi menjadi dua
metode, yang dijelaskan sebagai berikut.

Metode I
Metode I dilakukan sebagai berikut dan diilustrasikan pada Gambar 2.2.
1. Menghitung KP dengan persamaan:
(2.4)
di mana ∆ adalah besar perubahan respon dan δ adalah besar perubahan input.
2. Menghitung τ dengan persamaan:
Pengendalian Proses | Flow Control 8
(2.5)
di mana s adalah slope maksimum yang dicari dari garis singgung Process
Reaction Curve (PRC) yang paling tegak.
3. Menentukan dead time (θ) dari kurva.

Metode II
Metode III dilakukan sebagai berikut dan diilustrasikan pada Gambar 2.3.
1. Menghitung KP dengan Persamaan (2.4).
2. Menghitung τ dengan persamaan:
( ) (2.6)
di mana t63% adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai 63% respon
maksimum dan t28% adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai 28% respon
maksimum.
3. Menentukan dead time (θ) dengan persamaan:
(2.7)

Gambar 2.2 Penentuan Konstanta gain (Kp), Dead time (θ), dan Konstanta waktu (τ)
dengan Metode I FOPDT

Pengendalian Proses | Flow Control 9


Gambar 2.3 Penentuan Konstanta gain (Kp), Dead time (θ), dan Konstanta waktu (τ)
dengan Metode II FOPDT
Pendekatan Orde Tinggi
Pada pendekatan orde tinggi (selain orde satu), dibutuhkan patameter-parameter lain,
seperti rise time, time to first peak, settling time, overshoot, decay ratio, dan periode
osilasi. Nilai-nilai ini ditunjukkan secara grafis pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Besaran-besaran pada Pendekatan Orde Tinggi

Pengendalian Proses | Flow Control 10


2.4 Algoritma Pengontrolan
2.4.1 Jenis Pengontrol
Secara umum, jenis-jenis pengontrol dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.4.1.1 ON-OFF Controller
Sistem ini merupakan loop control yang paling sederhana. Final control
element hanya mempunyai dua keadaan operasi. Jika sinyal kesalahan positif,
controller mengirim sinyal hingga final control element (control valve) bergerak
ke salah satu posisi untuk meminimalkan kesalahan; jika sinyal kesalahan
negative, control valve akan bergerak ke posisi sebaliknya. Secara matematis,
sistem ini dapat dituliskan sebagai berikut :
( ) untuk ( ) (2.8)
( ) untuk ( ) (2.9)
Ciri khas dari sistem dengan algoritma ON-OFF adalah keluaran akan
menunjukkan nilai yang berosilasi sebelum mencapai harga set point-nya.
2.4.1.2 Pengontrol Proporsional (Proportional Controller, P Controller)
Dalam aksi pengontrolan proporsional, alat pengoreksi akhir memiliki suatu
daerah posisi yang kontinu. Posisi tepatnya sebanding dengan besarnya kesalahan.
Dengan kata lain, output dari controller (manipulated variable) sebanding dengan
input-nya (besarnya penyimpangan atau error). Semakin besar error, semakin
besar sinyal kendali yang dihasilkan P Control. Output aktual pada controller ini
(actuating output) dirumuskan sebagai:
( ) ( ) (2.10)
dengan: u(t) adalah actuating output atau manipulated variable, ε(t) adalah error,
KP adalah proportional gain dari controller, dan us adalah sinyal bias (output
aktual ketika error ε(t) = 0)
Kontroler proportional memiliki dua besaran utama, yakni proportional
gain, KP dan proportional band, PB. Kedua besaran ini dihubungkan secara
matematis:
(2.11)

Pengendalian Proses | Flow Control 11


dengan KP adalah perubahan output/perubahan input. Dengan demikian,
proportional band adalah perbandingan antara perubahan input terhadap
perubahan output.
Dari persamaan-persamaan di atas, fungsi transfer dari P Control bisa
dibuat. Persamaan (2.10) bisa disusun ulang menjadi:
( ) ( ) (2.12)
Misalkan u(t) - us = u(t), maka berlaku:
( ) ( ) (2.13)
Transformasi Laplace dari persamaan di atas menghasilkan fungsi transfer
Proportional Control:
( )
( ) (2.14)
( )

dengan KP dikenal juga sebagai gain atau penguatan.


Keluaran P Control memiliki beberapa ciri khas, dan digambarkan pada
Gambar 2.5. Dari gambar ini, dapat dilihat bahwa:
1. P Control akan berfungsi baik untuk sistem yang proses perubahan
bebannya secara lambat dan variasi set point-nya kecil, karena dengan
demikian proportional band-nya dapat diambil cukup kecil.
2. Tunning nilai proportional band pada angka atau keadaan tertentu akan
menghilangkan osilasi yang timbul di sekitar set point. Semakin besar
harga proportional band, maka osilasi pada output relatif tidak terjadi;
sebaliknya, semakin kecil harga proportional band, maka besar
kemungkinan osilasi terjadi (peredaman osilasi kecil).
3. Adanya offset pada hasil pengontrolannya, yakni harga setpoint tidak dapat
dicapai sesudah suatu perubahan beban terjadi. Besarnya offset ini
tergantung pada harga proportional band. Semakin besar harga
proportional band, maka akan semakin besar nilai offset; sebaliknya,
semakin kecil proportional band, maka semakin kecil nilai offset.

Pengendalian Proses | Flow Control 12


Gambar 2.5 Hasil Keluaran P Control

4. Dari K. Ogata, diketahui bahwa proses dinamik akan stabil jika 14/9 > KP
> 0. Perbedaan kestabilan pada saat KP bernilai 1.2 (stabil) dan bernilai 1.6
(tidak stabil) diberikan pada Gambar 2.6.

(a)

(b)
Gambar 2.6 Plot Keluaran Terhadap Waktu pada: (a) KP = 1.2; (b) KP = 1.6

Penambahan P Control pada sistem lup tertutup memberikan pengaruh


berikut:
1. Menambah atau mengurangi kestabilan;
2. Memperbaiki respon transien, khususnya: rise time dan settling time;
Pengendalian Proses | Flow Control 13
3. Mengurangi (tetapi tidak menghilangkan) steady state error (SSE). Untuk
dapat menghilangkan SSE, dibutuhkan KP yang sangat besar. Hal ini akan
berakibat langsung pada penurunan kestabilan sistem.

2.4.1.3 Pengontrol Integral (Integral Controller, I Controller)


Pada I Control, perubahan sinyal kontrol sebanding dengan integral sinyal
kesalahan terhadap waktu, artinya besarnya kesalahan dikalikan dengan waktu
dimana kesalahan tersebut terjadi. Semakin besar error, semakin cepat sinyal
kontrol bertambah/berubah. Persamaan matematis untuk I Control adalah sebagai
berikut:
( ) ∫ ( ) (2.15)
di mana KI adalah konstanta integral. Transformasi Laplace dari persamaan ini
menghasilkan:
( )
( )
(2.16)

Penambahan I Control pada sistem lup tertutup memberikan pengaruh berikut:


1. Menghilangkan steady state error (SSE);
2. Memperlambat respon jika dibandingkan dengan P Control;
3. Dapat menimbulkan ketidakstabilan karena menambah orde sistem.

2.4.1.4 Pengontrol Derivatif (Derivative Controller, D Controller)


Pada pengontrol derivatif, besarnya sinyal kontrol sebanding dengan
perubahan error (Δe). Semakin cepat error berubah, semakin besar aksi kontrol
yang ditimbulkan. Dengan adanya bagian derivatif, dε/dt, kontroler PID
mengantisipasi apa yang akan terjadi pada error di masa sesaat yang akan datang
dan kemudian melakukan aksi kontrol yang sebanding dengan kecepatan
perubahan error saat ini. Berdasarkan sifat ini, aksi kontrol derivatif kadang-
kadang mengacu sebagai anticipatory control. Secara matematis dituliskan:
( ) (2.17)

Pengaruh pada D Control pada sistem adalah:

Pengendalian Proses | Flow Control 14


1. Memberikan efek redaman pada sistem yang berosilasi sehingga bisa
memperbesar pemberian nilai KP
2. Memperbaiki respon transien karena memberikan aksi saat ada perubahan
error.
3. D Control hanya berubah saat ada perubahan error dan saat ada error
statis D tidak beraksi. Akibatnya, D Control tidak boleh digunakan sendiri

2.4.1.5 Proportional Integral Controller (PI Controller)


Dalam aksi pengontrolan proporsional plus integral (proportional-plus-reset),
posisi alat pengoreksi akhir (control valve) ditentukan oleh dua hal:
1. Besarnya sinyal kesalahan, yang merupakan kontribusi dari P Control.
2. Integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan dikalikan
dengan waktu di mana kesalahan tersebut terjadi, yang merupakan
kontribusi dari I Control.
Persamaan matematis dari PI Control adalah gabungan dari persamaan
untuk P Control dan I Control:
( ) ( ) ∫ ( ) (2.18)

dengan τI adalah konstanta integral time atau reset time dalam satuan menit.
Konstanta ini merupakan parameter yang dapat diatur dan kadang-kadang
mengacu sebagai minutes per repeat. Dalam industri yang digunakan sebagai
acuan adalah kebalikan dari konstanta waktu yang dikenal sebagai reset rate.
Ciri khas dari PI Controller adalah
1. Output (pada Gambar 2.7 adalah c(t)) berubah selama error tidak sama
dengan nol. Oleh karena sifat inilah, pengontrol ini dapat menghilangkan
error bahkan pada kondisi error yang kecil.

Pengendalian Proses | Flow Control 15


Gambar 2.7 Respon PI Controller Terhadap Error Berupa Step

2. Adanya waktu reset menyebabkan output kembali ke set point. Respon


output pada nilai waktu reset yang berbeda-beda digambarkan pada
Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Respon PI Controller Terhadap Perubahan Beban

Jenis PI controller di industri dapat menangani hampir setiap situasi


kontrol proses. Perubahan beban yang besar dan variasi yang besar pada set point
dapat dikontrol dengan baik tanpa osilasi yang berkepanjangan, tanpa offset
permanen, dan dengan cepat kembali ke keadaan seharusnya setelah gangguan

Pengendalian Proses | Flow Control 16


terjadi. Perbedaan keluaran menggunakan P Control saja, I Control saja, dan PI
Control diberikan pada Gambar 2.9.

(a) (c)

(b) (d)
Gambar 2.9. Perbedaan Respon pada: (a) Tanpa Kontrol; (b) P Control dengan KP = 2;
(c) I Control dengan KI = 1; (d) PI Control dengan KP = 2, KI = 1

2.4.1.6 Proportional Derivative Control (PD Control)


Dalam aksi pengontrolan proporsional plus integral (proportional-plus-reset), posisi
alat pengoreksi akhir (control valve) ditentukan oleh dua hal:
1. Besarnya sinyal kesalahan, yang merupakan kontribusi dari P Control.
2. Besarnya perubahan error (Δe) terhadap waktu, yang merupakan kontribusi D
Control.
Perbedaan keluaran P Control dan PD Control diberikan pada Gambar 2.10.

(a)

Pengendalian Proses | Flow Control 17


(b)
Gambar 2.10 Perbedaan Respon pada: (a) P Control dengan KP = 1;
(b) PD Control dengan KP = 1, KD = 3

2.4.1.7 Pengontrol Proporsional, Integral, dan Derivatif (Proportional Integral


Derivative Control, PID Control)
Kontroler jenis ini dikenal juga sebagai kontroler proportional-plus-reset-plus-rate.
Dalam aksi pengontrolan proporsional, integral, dan derivatif (PID Control), posisi alat
pengoreksi akhir (control valve) ditentukan oleh tiga hal:
1. Besarnya sinyal kesalahan, ini adalah bagian proporsional;
2. Integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan dikalikan
dengan waktu di mana kesalahan tersebut terjadi, ini adalah bagian integral;
3. Laju perubahan kesalahan terhadap waktu. Perubahan kesalahan yang cepat
menyebabkan suatu aksi korektif yang lebih besar dari perubahan kesalahan. Ini
adalah bagian derivatif.
Output dari kontroler ini dinyatakan sebagai:
( ) ( ) ∫ ( ) (2.19)

dengan τD adalah konstanta derivative time dalam satuan menit. Karakteristik tambahan
dengan adanya derivative control dikenal sebagai rate time (konstanta waktu derivatif).
PID Controller memiliki transfer function sebagai sebagai berikut :

( ) (2.20)

PID Control bisa disusun seri dan paralel. Persamaan matematis untuk PID seri
adalah:
( )
( ) ( ( ) ∫ ( ) ) (2.21)

Pengendalian Proses | Flow Control 18


( ) ( ( ) ( ) ( )) (2.22)

( ) ( ) ( ) ( ) (2.23)

Sedangkan persamaan matematis untuk PID Paralel adalah:


( )
( ) ( ) ∫ ( ) (2.24)

( ) ( ) ( ) ( ) (2.25)

( ) ( ) ( ) ( ) (2.26)

Beberapa ciri khas dari PID Control adalah:


1. Bila pada proses kesalahannya sangat besar, maka PI Control akan
membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai set point-nya, tetapi untuk
PID Contrrol proses pencapaian set point lebih cepat.
2. Rate time akan berpengaruh terhadap respon controller. Rate time yang terlalu
besar mempercepat laju pencapaian set point tetapi akan menyebabkan
terjadinya osilasi di sekitar set point.

Gambar 2.11 Respon PID Controller Terhadap Perubahan Beban dengan Variasi Rate Time

PID Control digunakan pada dua jenis proses yang sangat sulit
pengontrolannya, di mana PI Control tidak lagi memadai, yaitu: proses dengan beban
berubah dengan sangat cepat dan proses yang memiliki kelambatan yang besar antara
tindakan korektif dan hasil yang muncul dari tindakan tersebut. Aksi PID Control
memiliki beberapa kelemahan seperti berikut ini :
Pengendalian Proses | Flow Control 19
1. Untuk respon dengan error konstan dan tidak nol, kontroler ini tidak
memberikan aksi;
2. Untuk respon yang bergejolak dengan error yang hampir nol, kontroler ini
dapat memperoleh nilai derivatif yang besar, yang menghasilkan aksi kontrol
yang besar, meskipun seharusnya tidak diperlukan.
Walaupun memiliki kelemahan di atas, PID Control memiliki beberapa
kelebihan:
1. Mengadopsi kelebihan P Control, yaitu memperbaiki respon transien. KP
mengurangi rise time, tetapi tidak menghilangkan steady state error (SSE).
2. Mengadopsi kelebihan I Control, yaitu menghilangkan steady state error (SSE).
KI menghilangkan SSE, tetapi membuat transisent response lebih buruk
3. Mengadopsi kelebihan D Control, yaitu memberikan efek redaman. KD
meningkatkan stabilitas sistem, mengurangi overshoot dan meningkatkan
transient response.

Tabel 2.2 Pengaruh KP, KI, KD pada Berbagai Faktor


Closed-Loop Response Rise Time Overshoot Settling Time SS Error
KP Turun Naik Sedikit berubah Turun
KI Turun Naik Naik Dihilangkan
KD Sedikit berubah Turun Turun Sedikit berubah

Respon dinamik pada berbagai jenis kontrol diberikan pada Gambar 2.12.

Pengendalian Proses | Flow Control 20


Gambar 2.12 Respon Dinamik Berbagai Jenis Pengontrol

2.4.2 Tunning PID Control


Permasalahan terbesar dalam desain PID Control adalah tunning atau menentukan
nilai KI, KP, dan KD. Metode-metode tunning dilakukan berdasarkan model matematika
plant/sistem. Jika model tidak diketahui, dilakukan eksperimen terhadap sistem Dua
cara tunning kontroler PID yang paling populer adalah Metode Ziegler-Nichols I dan II.
Metode Ziegler-Nichols dilakukan dengan eksperimen (asumsi model belum diketahui)
dan bertujuan untuk pencapaian maximum overshoot (MO) adalah 25 % terhadap
masukan step

2.4.2.1 Metode Tunning Ziegler-Nichols I


Metode ini dilakukan berdasar eksperimen dengan memberikan input step pada
sistem, dan mengamati hasilnya. Metode ini dapat diterapkan asalkan syarat berikut
terpenuhi:
1. Sistem harus mempunyai respons terhadap step berbentuk kurva S;
2. Sistem tidak mempunyai integrator (1/s);
3. Sistem tidak mempunyai pasangan pole kompleks dominan (misal: j dan -j, 2j
dan -2j);
4. Muncul dari persamaan karakteristik, seperti s2+1 dan s2+4;
5. Respon sistem berosilasi.
Prosedur praktis metode ini adalah sebagai berikut:

Pengendalian Proses | Flow Control 21


1. Memberikan input step pada sistem untuk mendapatkan kurva respons
berbentuk S
2. Menentukan nilai L dan T seperti pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Penentuan L dan T pada Metode Ziegler-Nichols I

3. Memasukkan nilai L dan T ke Tabel 2.3 untuk mendapatkan nilai KP, τI, dan τD
Tabel 2.3 Penentuan Nilai KP, τI, dan τD pada Metode Ziegler-Nichols I
Tipe alat kontrol KP τI τD
P T/L 0
PI 0.9T/L L/0.3 0
PID 1.2T/L 2L 0.5L

2.4.2.2 Metode Tunning Ziegler-Nichols II


Metode ini berguna untuk sistem yang mungkin mempunyai step response
berosilasi terus menerus dengan teratur. Metode ini dilakukan pada sistem dengan
integrator (1/s). Prosedur praktis metode ini adalah sebagai berikut:
1. Membuat suatu sistem lup tertutup dengan P Control dan plant di dalamnya;
2. Menambahkan nilai KP sampai sistem berosilasi berkesinambungan. Keadaan
ini disebut keadaan kritis;

Pengendalian Proses | Flow Control 22


3. Mendapatkan responnya dan tentukan nilai penguatan kritis, Kcr, dan periode
kritis, Pcr seperti pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Penentuan Kcr dan Pcr pada Metode Ziegler-Nichols II

4. Menentukan nilai KP, τI, dan τD berdasarkan tabel berikut.

Tabel 2.4 Penentuan Nilai KP, τI, dan τD pada Metode Ziegler-Nichols II
Tipe alat kontrol KP τI τD
P 0.5 Kcr 0
PI 0.45 Kcr Pcr/1.2 0
PID 0.6 Kcr 0.5 Pcr 0.125 Pcr

Pengendalian Proses | Flow Control 23


BAB III
Metodologi

3.1 Alur Penelitian


Percobaan I: Karakteristik Statik Dan Step Respons Proses Melalui Pendekatan First-Order-
Plus-Dead Time (FOPDT)

Start-up alat flow control dan


melakukan persiapan awal

Mengubah posisi controller


menjadi manual

Mengatur laju alir bejana (PV) pada 400


l/jam

Sudah Tidak
stabil?

Ya

Mengubah posisi controller


menjadi otomatis

Mengubah SV menjadi 375 l/jam


sehingga terjadi perubahan input dari
bukaan valve

- Mengamati output yang tercatat pada printer


- Mencatat P, I, D pada sistem
- Mencatat step input atau bukaan valve
- Menentukan kecepatan kertas pada printer.

Gambar 3.1. Alur Kerja Percobaan I

Pengendalian Proses | Flow Control 24


Percobaan II: Penentuan Pengaruh Parameter Proporsional, P, Integral Time, τI, dan
Derivative Time, τI, untuk P Control, PI Control, dan PID Control

Start-up alat flow control dan


melakukan persiapan awal

Mengubah posisi controller


menjadi otomatis

Mengatur nilai P, I, dan D sesuai dengan Metode


Ziegler-Nichols

Mengatur P, I, D dengan Mengatur D = 0, P dan I Mengatur D = 0, I =


nilai pada Tabel Ziegler- tetap (PI Control) maksimum, dan P tetap
Nichols (P Control)

Mengatur laju alir bejana (PV) pada 400


l/jam

Mengubah SV menjadi 375 l/jam


sehingga terjadi perubahan input dari
bukaan valve

- Mengamati output yang tercatat pada printer


- Menentukan kecepatan kertas pada printer.

Gambar 3.2 Alur Kerja Percobaan II

Pengendalian Proses | Flow Control 25


3.2 Alat dan Bahan Percobaan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan adalah sebagai berikut:
1) Controller, digunakan untuk mengatur variabel-variabel yang terkait dengan percobaan,
termasuk mengatur karakteristik PID control.

Gambar 3.3. Unit Controller: Tampak Depan (Kiri), Tampak Samping (Kanan)

Gambar 3.4. Skema Alat Controller.

Pengendalian Proses | Flow Control 26


2) Control Valve, berfungsi sebagai elemen kontrol akhir dalam sistem pengendalian.
Besarnya bukaan valve diatur pada controller. Berfungsi untuk mengatur laju alir yang
masuk ke dalam sistem. Valve tergabung dalam alat yang bernama orifice. Dalam
percobaan ini, digunakan valve jenis Fail Open/ Air to Close, dimana semakin besar
bukaan, semakin kecil laju alir fluida yang melaluinya.
3) Wadah atau tangki air (reservoir air), tempat dimana air yang ditampung, sesuai modul
diisi sebanyak 80% dari total daya tampung tangki
4) Sensor, yaitu alat yang berfungsi untuk mengubah laju alir output yang terbaca menjadi
sinyal elektrik, sehingga terbaca pada controller dan memungkinkan untuk dilakukannya
feedback control.

Gambar 3.5. Sensor yang digunakan pada Alat Flow Control


5) Printer, berfungsi sebagai pencatat output dari proses. Hasil dari printer inilah yang
digunakan sebagai bahan pengolahan data.

Gambar 3.6. Printer pada Alat Flow Control yang Digunakan.


Range Pembacaan Laju alir Berada Antara 0-500 l/jam

Pengendalian Proses | Flow Control 27


6) Needle valve, berfungsi sebagai input disturbance variable (DV) ke dalam proses.
Berguna untuk mengamati perilaku gangguan terhadap proses.

Berikut adalah gambar atau skema dari keseluruhan alat flow control.

Gambar 3.7. Skema Alat Flow Control

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Persiapan Percobaan
Sebelum dilakukan percobaan, alat flow control yang akan digunakan harus disiapkan
terlebih dahulu. Langkah-langkahnya:
1. Perhatikan dengan seksama model print “Flow Rate”.
2. Isi reservoir air sekitar 80% ketinggian.
3. Jalankan kompresor udara dengan meng “on” kan sumber listrik.

Pengendalian Proses | Flow Control 28


4. Set tekanan udara untuk instrument sehingga pengukurannya sampai 1,4
kg/cm2g.
5. Buka penuh katup penutup (stop valve) 3 dan 5 serta katup jarum (needle valve)
2. Tutup semua katup yang lain.
6. Set controller pada posisi “manual” dan buka penuh katup pengatur (control
valve).
7. Jalankan pompa dengan memindahkan ke posisi “on” pada panel.
8. Hilangkan udara yang masuk ke transmitter dengan mengatur katup
keseimbangan A dan A’.
9. Atur katup jarum dan katup pengatur sehingga pencatat (recorder) menunjukkan
400 l/jam.
10. Petunjuk pengoperasian controller:
a. Set penunjuk ke mode “M” sebelum meng “on” kan sumber listrik untuk
instrumentasi.
b. Operasi Manual (M):
1. Set penunjuk ke mode “M” lampu M akan menyala.
2. Set harga SV dengan menekan knop SV atau dengan
menggunakan “data entry unit”.
3. Untuk memperoleh nilai MV yang tepat, tekan knop yang
terdapat di depan panel, maka nilai SV dapat dipakai untuk
membaca nilai MV (nilai MV dapat dibaca pula pada “data entry
unit”).
c. Operasi Otomatis:
1. Jika set penunjuk pada posisi A, lampu A akan menyala.
2. Set SV sebagaimana yang dilakukan pada operasi manual.
3. Set nilai PID controller dengan menggunakan “data entry unit”
sehingga karakteristik proses ini dapat diketahui.
4. Jika nilai PID tidak diketahui, maka set P dan I pada nilai
maksimumnya dan D pada nol, atau biarkan sebagaimana adanya
sebelum di set ke automatic.
5. Set penunjuk controller ke posisi A.
Pengendalian Proses | Flow Control 29
6. Nilai-nilai optimum PID dapat ditentukan dengan metode
Ziegler – Nichols.
3.3.2 Karakteristik Sistem Yang Dikontrol Dengan Pendekatan FOPDT
Catat harga-harga konstanta PID sebelum melakukan percobaan.
1. Percobaan karakteristik statik:
a. Lakukan persiapan sebagaimana dijelaskan pada 3.3.1.
b. Set controller ke posisi otomatis.
c. Set controller pada 375, 400, 425 l/jam. Catat keluaran (output) control
pada pengontrol setelah stabil – dalam %.
2. Percobaan karakteristik “step response” dengan menggunakan “Manipulated
Variable” – MV sebagai masukan.
a. Lakukan persiapan sebagaimana 3.3.1.
b. Tekan knop katup pengatur – MV untuk memperoleh bukaan katup yang
tiba-tiba.
c. Catat perubahan laju aliran yang terjadi pada saat itu (dengan
recorder/dari entry data unit) sampai keadan stabil.
3. Percobaan karakteristik step response dengan gangguan sebagai masukan.
a. Persiapkan kembali percobaan 3.3.1.
b. Putar katup jarum untuk memperoleh laju alir yang berbeda.
c. Catat perubahan laju aliran pada recorder/data entry unit sampai keadaan
stabil.
d. Percobaan ini tidak meliputi “time lag” dari peralatan akhir control
tersebut.

3.3.3 Metode Pengaturan Optimum Ziegler-Nichols


Metode ini digunakan untuk menentukan harga pengaturan optimum didasarkan pada
data cycling dari system, caranya:
1. Set “Integral Time” ke harga maksimum (Ti).
2. Set “Derivative Time” ke harga minimum (Td).
3. Secara perlahan-lahan kurangi “Proportional Band” sampai mulai terjadi
cycling yang ditunjukkan pada recorder atau meteran tekanan udara. Harga ini
Pengendalian Proses | Flow Control 30
dibagikan terhadap angka 100, maka hasilnya disebut sebagai sensitifitas
optimum (Ku).  Ku = 100/PB
4. Hitung juga periode cycling (Pu) dengan menggunakan stop watch.
5. Konstanta PID optimum dapat dihitung dengan menggunakan tabel ini.
Kp Ti Td
P Action 0,5 Ku - -
PI Action 0,45 Ku 0,83 Pu -
PID Action 0,6 Ku 0,5 Pu 0,125 Pu

3.3.4. Pembandingan Kontrol PID, PI, dan P action


Pada percobaan ini, akan dilakukan pembandingan antara kontrol parameter P, I, dan D.
Dalam hal ini akan digunakan parameter-parameter yang telah didapatkan pada kontrol
PID optimum, menurut :
Kp Ti Td
P Action 0,6 Ku 327.6* 0**
PI Action 0,6 Ku 0,5 Pu 0**
PID Action 0,6 Ku 0,5 Pu 0,125 Pu
Keterangan:
*
Nilai ini adalah nilai maksimum integral time alat;
**
Nilai ini adalah nilai minimum derivative time alat.

1. Masukkan harga P, I, D sesuai dengan P action, PI action dan PID action yang
sudah dihitung di atas.
2. Untuk masing-masing jenis kontrol, lakukan step input, dengan cara
memasukkan nilai SV tertentu.
3. Perhatikan hasil pada grafik, terutama perbedaan antara ketiga kontrol.
4. Analisis, lalu simpulkan perbedaan karakteristik kontrol P, I, dan D, melalui
analisis hasil ketiga kontrol di atas.

Pengendalian Proses | Flow Control 31


BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

Pada percobaan ini, dilakukan beberapa pengamatan, maka data yang diperoleh pun harus
diolah secara bertahap untuk mencapai tujuan yang diinginkan, berikut proses pengolahan data
yang dilakukan :

4.1. Karakteristik Statis Dalam Sistem Kontrol


Pada tahap ini akan dilakukan analisa terhadap data yang diperoleh dari percobaan
pertama yang dilakukan yaitu mengatur controller menjadi manual dan kemudian mengatur
katup jarum dan katup pengatur sehingga diperoleh keluaran (Process value) sebesar 400
L/jam dan kemudian biarkan sistem hingga stabil. Setelah sistem stabil, ubah nilai set value
(SV) menjadi sebesar 375 L/s dan biarkan hingga nilai PV (Process Value) memiliki nilai
yang sama dengan nilai set value (SV). Lalu diamati nilai Manipulated Value (MV) pada
saat keadaan stabil pada nilai PV 400 L/s dan pada nilai PV = SV = 375 L/s, diperoleh nilai :
PV = 400 L/s  MV = 45%
PV = SV = 375 L/s  MV = 71,1%
Kemudian setelah diperoleh nilai MV pada masing-masing bukaan, controller diubah ke
penunjuk otomatis (auto) pada nilai SV = 375 L/jam, kemudian dilihat bagaimana nilai MV
tercapai yaitu nilai bukaan valve yang menggambarkan laju alir sistem. Ternyata diperoleh
nilai MV = 70%, maka nilai inilah yang kemudian digunakan untuk mengolah data
selanjutnya, hal tersebut dikarenakan sistem dianggap lebih stabil pada saat keadaan
controller pada keadaan auto. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat diamati
perubahan kondisi controller pada saat manual dan auto melalui gambar berikut :

Gambar 4.1. Karakteristik kontrol manual

Pengendalian Proses | Flow Control 32


Gambar 4.2. Karakteristik kontrol otomatis (auto)
Berdasarkan kedua gambar tersebut, maka dapat dilihat adanya perbedaan karakteristik
pada kedua kondisi kontrol di atas, yaitu :
 Pada saat sistem kontrol manual, hasil yang diperoleh terlihat lebih agak fluktuatif
karena adanya kontur yang kasar pada grafik yang diperoleh.
 Pada saat sistem kontrol otomatis, hasil yang diperoleh terlihat lebih halus dan lebih
landai daripada sistem kontrol manual.

Kemudian setelah diamati kondisi karakteristik kontrol dengan dua kondisi tersebut,
maka langkah selanjutnya adalah pengamatan terhadap pemberian step response atau
pemberian jarak nilai SV yang cukup besar sehingga terlihat adanya jangka waktu tertentu
pada grafik yang diperoleh. Pada langkah ini, nilai SV diatur terlebih dahulu menjadi nilai
400 L/jam terlebih dahulu dan diperoleh nilai MV sebesar 45 %, kemudian diinginkan nilai
MV sebesar 90%, maka nilai MV pun dimasukkan sebesar 90%, kemudian diperhatikan
nilai PV yang terjadi, di mana diperoleh nilai PV sebesar 368 L/jam. Hasil yang diperoleh
yaitu :

Gambar 4.3. Karakteristik sistem kontrol dengan diberikan step input

Setelah sistem diamati pada kondisi pemberian step input tersebut, maka langkah
selanjutnya adalah memperhatikan pengaruh pemberian variabel pengganggu (Disturbance

Pengendalian Proses | Flow Control 33


Variable) pada sistem kontrol. Sebelum nilai variabel pengganggu dilakukan, sistem
dikembalikan ke kondisi awal yaitu pada saat PV = 400. Pemberian DV (Disturbance
Variable) ini dilakukan dengan memutar needle valve ke arah menutup valve sehingga
bukaan dari valve tersebut menjadi berkurang. Setelah dimasukkannya faktor variabel
pengganggu tersebut, maka hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Gambar 4.4. Karakteristik sistem kontrol dengan diberikan Disturbance Variable

Berdasarkan gambar tersebut, maka dapat dilihat adanya perubahan pada nilai PV dengan
diberikannya faktor pengganggu tersebut.

Langkah selanjutnya adalah membuat model dari hasil yang telah diperoleh. Untuk
dapat membuat model tersebut, maka perlu ditentukan terlebih dahulu nilai PV0 sebagai nilai
awal dari sistem dan nilai PVakhir dari sistem untuk dapat melihat bagaimana karakteristik
sistem dan metode pendekatan manakah yang dapat digunakan untuk membuat model
sistem. Berdasarkan percobaan sebelumnya, maka ditetapkan nilai PV0 adalah 375 L/jam
dan PVakhir adalah 420 L/jam, penetapan tersebut dilakukan agar semua data yang telah
diperoleh sebelumnya tercakup di dalam suatu rentang PV yang ditetapkan tersebut. Berikut
hasil yang diperoleh dari pengaturan nilai SV untuk memperoleh nilai PV0 dan nilai PVakhir
tersebut :

Pengendalian Proses | Flow Control 34


Gambar 4.5. Hasil penetapan nilai PV0 dan PVakhir

Melihat gambar yang telah diperoleh, dapa dilihat sistem memiliki faktor waktu tunda atau
dead time dan juga sistem memiliki konstanta statis dalam proses berdasarkan grafik yang
diperoleh, maka sistem dapat dibuat pemodelan persamaan alihnya dengan menggunakan
pendekatan FOPDT (First Order Plus Dead Time) yang menggambarkan bahwa sistem
merupakan sistem berorde satu. Langkah awal membuat pemodelan persamaan fungsi alih
adalah menggambarkan respon laju alir yang telah diperoleh pada percobaan dengan
persamaan FOPDT yaitu :

( ) ( )
( )
(4.1)
( )

di mana PV(s) adalah process variable atau process value (pada eksperimen adalah laju alir,
p(s) adalah fungsi alih laju alir atau proses, MV(s) adalah manipulated variable atau
manipulated value (pada eksperimen adalah bukaan valve yang menggambarkan perubahan
laju alir), v(s), yang dinyatakan dalam persentase atau nilai tak berdimensi dan semua
variabel tersebut dinyatakan dalam domain transformasi Laplace. Dengan menggunakan
Metode II dari Pendekatan FOPDT, nilai gain atau konstanta statis proses, K, dapat dihitung
sebagai:
Δ ()
(4.2)
Δ ()
( )
( )

Karena kecepatan printer adalah 10 mm/menit (0,167 mm/s), maka konstanta waktu, , dapat
dihitung sebagai:

Pengendalian Proses | Flow Control 35


( ) (4.3)
( ) ( )
Sedangkan dead time, , dihitung sebagai:
τ (4.4)

Dengan memasukkan besaran-besaran yang dihitung pada Persamaan (4.1), diperoleh:


( ) ( )
( )
(4.5)
( )

Pada eksperimen, v(t) = 0.178 – 0.70 = -0.522 (step input). Hasil Transformasi Laplace dari
v(t) adalah -0.522/s, sehingga Persamaan (4.5) menjadi:

( ) (4.6)
( )

Invers Transformasi Laplace dari p(s) menghasilkan p(t). Karena p(0) = PV0 = 0.375 kgf/cm2,
maka hasil invers adalah:

( ) ( ) (4.7)
di mana t dinyatakan dalam detik dan p dalam kgf/cm2. Kemudian persamaan fungsi alih
tersebut menjadi dasar dalam pembuatan grafik untuk melakukan perbandingan terhadap
hasil ekesperimen dengan hasil teoritis, yaitu sebagai berikut :

Pengendalian Proses | Flow Control 36


0.43

0.42

0.41
p (kgf/cm2)

0.4
pendekatan FOPDT
0.39
eksperimen
0.38

0.37

0.36
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
t (s)

Gambar 4.6. Grafik hubungan hasil eksperimen dan hasil pemodelan

Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut, maka dapat dilihat bahwa pendekatan yang
dilakukan dalam membuat fingsi alih yaitu pendekatan FOPDT dapat dikatakan sebagai
langkah pendekatan yang sesuai dengan sistem, di mana hasil yang diperoleh sesuai dengan
model dengan tingkat ketelitian yang cukup tinggi.

4.2. Penentuan Parameter Proporsional, P, Integral Time, τI, dan Derivative Time, τD,
untuk P Control, PI Control, dan PID Control

Pada tahap ini, praktikan diminta untuk menentukan bagaimana nilai pengontrolan yang
baik dengan menggunakan Tunning PID, di mana dalam hal ini, parameter yang dijadikan
sistem kontrol adalah P (proporsional), I (Integral Time), dan D (Derivative Time). Langkah
yang dilakukan adalah mengembalikan kondisi sistem pada nilai SV sebesar 400 L/jam
terlebih dahulu, kemudian dibiarkan hingga sistem stabil terlebih dahulu. Setelah itu
dilakukan pengamatan terhadap nilai parameter awal P, I, dan D. Setelah diamati, diperoleh
nilai parameter awal yaitu :
 P sebesar 76,0
 I sebesar 6,0
 D sebesar 0,0

Pengendalian Proses | Flow Control 37


Kemudian langkah selanjutnya adalah mengubah nilai parameter I menjadi maksimum,
di mana berdasarkan literatur yang ada, nilai maksimum parameter I adalah 327,6 dan nilai
parameter D tetap dibiarkan minimum yaitu 0,0. Kemudian setelah dilakukan pengubahan
terhadap parameter I tersebut, maka dilakukan pengontrolan terhadap parameter P dengan
mengubahnya perlahan-lahan hingga diperoleh perubahan yang terlihat. Setelah dilakukan
pengontrolan terhadap P, terlihat adanya perubahan pada nilai parameter P sebesar 5,0.
Berikut hasil yang diperoleh :

Gambar 4.7. Pengaturan parameter P


Berdasarkan hasil yang diperoleh, terlihat perubahan yang terjadi adalah terjadinya osilasi
yang cukup stabil. Hasil inilah yang menentukan penggunaan metode penentuan nilai
parameter P, I, dan D pada sistem kontrol selanjutnya. Berdasarkan hasil yang diperoleh, di
mana perubahan yang terjadi adalah sistem yang berosilasi, maka digunakanlah metode
Ziegler Nichols. Berdasarkan hasil tersebut, maka nilai parameter P = 5,0 dapat dijadikan
sebagai nilai yang cukup proporsional dalam membuat sistem kontrol sehingga dapat
dijadikan sebagai variabel Proportional Band (PB). Maka proses perhitungan dengan
metode Ziegler Nichols pun dapat mulai dilakukan, di mana langkah awal yang dilakukan
adalah mencari hubungan PB dan KP yang dapat dicari dengan persamaan berikut :
(4.8)

Kemudian variabel berikutnya adalah variabel periode osilasi pada saat parameter P=5,0
yang dihitung dengan periode dari jarum penunjuk pada orifice plates untuk menempuh satu

Pengendalian Proses | Flow Control 38


gelombang yang diperoleh sebesar 3.27 s. Pada saat ini, nilai KP dan P disebut berada pada
keadaan kritis, Ku dan Pu. Setelah nilai Ku dan Pu diketahui, nilai parameter PB, τI, dan τD
untuk algoritma PID dapat dituliskan pada Tabel 4.1. Pada tabel, juga dimasukkan variasi
untuk PI dan P Control pada percobaan yang diperoleh berdasarkan metode Ziegler Nichols
II yaitu :

Tabel 4.1 Penentuan Parameter KP, τI, dan τD pada Metode Ziegler-Nichols II

Kp τI τD
P action 0.5 Pu = 10 327.6* 0**
PI action 0.45 Ku = 9 0.83 Pu =2.7141 0**
PID action 0.6 Ku = 12 0.5 Pu = 1.635 0.125 Pu = 0.40875
Keterangan:
*
Nilai ini adalah nilai maksimum integral time alat;
**
Nilai ini adalah nilai minimum derivative time alat.

Nilai parameter-parameter tersebutlah yang akan digunakan untuk melakukan kontrol pada
sistem, di mana nilai parameter pada tipe PID yang akan digunakan pada tahap percobaan
selanjutnya. Berikut parameter-parameter KP, τI, dan τD yang akan digunakan pada tahap
selanjutnya :

Tabel 4.2. Parameter-parameter KP, τI, dan τD untuk perbandingan kontrol PID, PI, dan P.
Ku 20,0
Pu (s) 3.27
Tipe alat kontrol KP PB τI τD
PID 0.6 Ku = 12 5,0 0.5 Pu = 1.635 0.125 Pu = 0.40875
PI 12 5,0 1.635 0**
P 12 5,0 327,6* 0**
Keterangan:
*
Nilai ini adalah nilai maksimum integral time alat;
**
Nilai ini adalah nilai minimum derivative time alat.

Pengendalian Proses | Flow Control 39


4.3. Penentuan Pengaruh Parameter Proporsional, P, Integral Time, τI, dan Derivative
Time, τI, untuk P Control, PI Control, dan PID Control
Pada percobaan ini, untuk melakukan uji coba PID, PI, dan P, kami hanya melakukan set
SV di daerah 0,35 L/s dan 0,42 L/s. Dengan data konstanta PID dan dari percobaan
sebelumnya, kami melakukan uji PID ini untuk melihat pengaruh dari masing-masing
control. Parameter yang disertakan adalah decay ratio, overshoot, settling time, dan offset.

Gambar 4.8. Cara menghitung Decay Ratio, Overshoot, dan Settling Time dari pembacaan grafik.

Dari gambar di atas, kita bisa mengetahui bagaimana cara menghitung overshoot, settling
time, dan decay ratio.

Gambar 4.9. Grafik kontrol PID

Pengendalian Proses | Flow Control 40


Gambar 4.10. Grafik kontrol PI

Gambar 4.11. Grafik kontrol P

Berikut disajikan tabel perhitungan untuk masing-masing jenis kontrol untuk membandingkan
karakteristik masing-masing parameter :

Tabel 4.3. Perhitungan Decay Ratio, Settling Time, Overshoot, dan Offset dengan pada control PID, PI, dan P.

Besaran Jenis Kontrol


PID PI P
Decay Ratio

Settling Time

Overshoot

Offset - - 0.025 L/jam

Pengendalian Proses | Flow Control 41


Berikut hasil yang didapatkan :

Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Decay Ratio, Settling Time, Overshoot, dan Offset dengan pada control PID, PI, dan P.

Kontrol
Besaran
PID PI P
Mendekati
Decay Ratio 0.73 0.45
nol
Settling Time 15 18 6
Overshoot 0.111 0.129 0.092
Offset - - 0.025

 Pembahasan

Menurut hasil yang kami dapatkan, nilai Decay ratio yang paling baik adalah pada uji
PID, karena didapati pada grafik nilainya hampir berharga nol, semakin kecil decay ratio
semakin baik, yang berarti semakin cepat keadaannya stabil. Pada nilai settling time, pada tabel
ditunjukan bahwa penghilangan I akan berpengaruh pada lamanya settling time. Pada uji P saja,
nilai settling time yang kami dami dapat sudah baik. Nilai settling time ini akan mengecil jika
dilakukan kontrol D. Pada bagian overshoot, nilai yang paling baik adalah nilai dari uji PID,
karena kami mendapati niliat overshoot yang paling kecil, yang juga menandakan kestabilan
jalannya proses.

Kami juga melakukan uji P dengan set value yang berbeda-beda. Hasil yang kami
dapatkan adalah seperti gambar di bawah ini. Kami mendapatkan steady state error, dimana nilai
PV yang kami dapat tidak sesuai dengan set value yang kami sudah tetapkan.

Gambar 4.4. Hasil uji P dengan nilai step input yang berbeda-beda.

Pengendalian Proses | Flow Control 42


Gambar diatas menunjukan steady state error yang kami dapatkan saat nilai set value
yang kami tetapkan tidak besar. Misalnya saja kami memasukan set value 375 L/jam dari
keadaan awal 430 L/jam, dan akan didapatkan error tersebut. Pada bagian paling kanan pada
gambar di atas, tidak terjadi steady state error. Hal ini disebabkan oleh nilai set value yang kami
tetapkan sebesar 350 L/jam. Menurut analisa kami, pada uji P ini tidak akan terjadi steady state
error jika step input yang dimasukan lebih tinggi dan lebih besar dari kemampuan sistem untuk
mencapainya. Oleh karena itu kami bisa mendapatkan data uji P yang kami gunakan dalam
pengolahan data, walaupun terjadi offset sebesar 25L/jam.

Dalam hal ini,dapat disimpulkan bahwa pengaruh masing-masing kontrol P, I, dan D


berdasarkan hasil percobaan adalah sebagai berikut:

 Pengaruh P pada percobaan ini tidak dapat diamati karena kami tidak merubah
variariabel kontrol P.
 Pengaruh I adalah mengurangi decay ratio dan menghilangkan steady state error.
I juga menambahkan overshoot dan menambahkan settling time, serta
menghilangkan offset.
 Pengaruh D adalah mempercepat settling time dan menurunkan overshoot.

Menurut analisa hasil percobaan kelompok kami, control yang paling baik adalah control
PID, karena beberapa hal di bawah ini:

 Nilai decay ratio dan overshoot minimal. Hal ini menunjukan bahwa control ini
berdampak kea rah system yang lebih stabil.
 Settling time tidak besar, berarti tidak membutuhkan waktu lama untuk mencapai
keaddaan steady state.
 Tidak terdapat offset, nilai set value bisa dicapai.

4.4. Penentuan Fungsi Ahli Sistem Kendali Flow Control

Bentuk dari diagram blok yang menggambarkan sistem kontrol yang dilakukan adalah
sebagai berikut :

Pengendalian Proses | Flow Control 43


Keterangan :

Variabel :

- SP(s) = set point  set value


- E(s) = input yang masuk pada controller (Error)
- MV(s) = Manipulated variable  laju alir memasuki reservoir (representasi : bukaan valve)
- CV (s) = Controlled variable  laju alir keluar reservoir  pompa
- CVm (s) = Measured value of controlled variable
- D (s) = Disturbance  needle valve
- Gc (s) = Controller
- Gv (s) = Valve
- Gp (s) = Reservoir dan pompa
- Gd (s) = Needle valve
- Gs (s) = sensor (pengukur laju alir)  orifice plates
Gambar 4.13. Diagram blok untuk flow control

Dari gambar di atas, dapat dibuat suatu fungsi ahli untuk sistem secara keseluruhan :
 Respon sistem terhadap gangguan, tanpa adanya error atau set point (SP =0) :
( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
 Respon sistem terhadap error atau set point, tanpa adanya gangguan :
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( )

Total respon dari sistem adalah penjumlahan dari keduanya :

Pengendalian Proses | Flow Control 44


( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

( ( ) ( ) ( ) ( ) ( ))
( ) ( ) ( ) ( )

( )
Bila ( ) ( ) ( ) , maka , sehingga pengaruh gangguan dapat ditekan.
( )

Pengendalian Proses | Flow Control 45


BAB V

PENUTUP (KESIMPULAN)

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, terdapat beberapa hal yang dapat
disimpulkan, antara lain :

1. Pada suatu sistem kontrol, kontrol secara manual akan menghasilkan respon cepat,
namun tidak stabil, sedangkan kontrol secara otomatis akan menghasilkan respon yang
lebih lambat, namun lebih stabil.
2. Secara umum, ada 2 variabel yang bisa menjadi input terhadap sistem kontrol, yaitu
manipulated variable (MV) dan disturbances variable (DV).
3. Fungsi dari sistem flow control yang dilakukan dapat diasumsikan memenuhi pendekatan
first order plus dead time (FOPDT).
4. Berdasarkan percobaan, fungsi FOPDT yang didapat adalah :

( ) ( )
5. Pada setiap sistem kontrol, khususnya sistem kendali otomatis terdapat suatu kondisi
optimum berkaitan dengan tunning parameter-parameter kendali proportional,
integrative, dan derivative. Dalam hal ini, terdapat berbagai tunning yang sering
digunakan, salah satunya adalah tunning Ziegler-Nichols II yang digunakan pada
percobaan ini.
6. Berdasarkan tunning Zieger-Nichols II, didapatkan kondisi tunning optimum sebagai
berikut :

Kp τI τD
P action 10 327.6* 0**
PI action 9 2.7141 0**
PID action 12 1.635 0.40875
Keterangan:
*
Nilai ini adalah nilai maksimum integral time alat;
**
Nilai ini adalah nilai minimum derivative time alat.

Pengendalian Proses | Flow Control 46


7. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, disimpulkan bahwa setiap parameter kendali I,
dan D mempunyai karakteristik masing-masing dalam mengontrol proses, yaitu :
 Pengaruh I adalah mengurangi decay ratio dan menghilangkan steady state error.
I juga menambahkan overshoot dan menambahkan settling time, serta
menghilangkan offset.
 Pengaruh D adalah mempercepat settling time dan menurunkan overshoot.
8. Berdasarkan percobaan, diketahui bahwa jenis tunning yang terbaik adalah jenis tunning
PID.
9. Fungsi ahli untuk kasus flow control adalah sebagai berikut :

( ( ) ( ) ( ) ( ) ( ))
( ) ( ) ( ) ( )

Pengendalian Proses | Flow Control 47


DAFTAR PUSTAKA

Marlin, Thomas E. 2000. Process Control: Designing Processes and Control Systems for
Dynamic Performance, 2nd Editon. Boston: McGraw Hill.

Setiawan, Iwan. 2006. Kontrol PID Untuk Proses Industri. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Tim Dosen Departemen Teknik Gas dan Petrokimia Universitas Indonesia . 1995. Petunjuk
Praktikum Proses dan Operasi Teknik II. Depok: Teknik Gas dan Petrokimia Universitas
Indonesia.

Wahid, Abdul dan Rudy Gunawan. Metode Korelasi Baru Pada Penyetelan Pengendali PID
Dengan Metode Pendekatan Model Empirik FOPDT
(staff.ui.ac.id/internal/132137844/publikasi/sntpk7-tuningpid.pdf) diakses pada 22 Desember
2011.

Pengendalian Proses | Flow Control 48

Anda mungkin juga menyukai