Iskemia Mesenterika
Iskemia Mesenterika
1
2.10.12 Aktivitas ...................................................................... 36
2.10.13 Monitoring Jangka Panjang ........................................... 36
2.10.14 Terapi medikamentosa .................................................. 36
2
DAFTAR GAMBAR
3
DAFTAR TABEL
4
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan klinis utama yang berbeda AMI dibagi menjadi 4: emboli arteri
mesenterika akut (AMAE), trombosis arteri mesenterika akut (AMAT), Iskemia
mesenterika akut non oklusif (NOMI), dan trombosis vena mesenterika (MVT). OAMI
meliputi AMAE dan AMAT.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
Gambar 2.1 Sirkulasi Arteri Mesenterika
8
2.2 Definisi Iskemia Mesenterika Akut
Iskemia Mesenterika Akut (AMI) adalah sindrom yang disebabkan oleh aliran
darah yang indadekuat pada pembuluh darah mesenterika secara akut, yang
menyebabkan iskemia dan gangren pada dinding usus karena gagal memenuhi
kebutuhan metabolisme. Meskipun jarang, AMI adalah kondisi yang mengancam
nyawa. Penyakit lain seperti adhesi, hernia, dan kompresi eksternal, serta iskemia
mesenterika kronis tidak masuk dalam definisi ini. (9)
AMI dibagi menjadi AMI oklusif dan AMI non oklusif. AMI oklusif dibagi lagi
menjadi AMAE dan AMAT. AMI jika mengenai vena disebut MVT. (3)
9
NOMI
Hipotensi
Vasopresor
Ergotamine
Cocaine
Digitalis
Trombosis vena mesenterika
Hiperkoagulabilitas
Tumor (sindrom paraneoplastik)
Infeksi intraabdominal
Kongesti vena pada sirosis
Tekanan intraabdomen yang meningkat
Pancreatitis
10
AMI, sedangkan wanita yang mengkonsumsikontrasepsi oral beresiko tinggi terkena
AMI. Ras yang memiliki resiko tinggi adalah ras afrika-amerika.
Meskipun angka mortalitas telah menurun selama lima dekade terakhir,
namun tetap dalam kondisi yang mengkhwatirkan 50-69%. Secara keseluruhan,
pasien memiliki harapan hidup 26% selama 1 tahun setelah pasien dipulangkan dari
rumah sakit. Pasien yang pulang dari MRS dan tidak disertai komorbiditas penyakit,
memiliki harapan hidup sebesar 84% selama satu tahun, 50-77% dalam lima tahun,
dan 30% selama 10 tahun. Rata-rata harapan hidup adalah selama 52 bulan setelah
pasien pulang dari rumah sakit. (3,9)
Insufisiensi perfusi darah pada usus kecil dan colon dapat terjadi akibat oklusi
arteri akibat trombosis dan emboli, oklusi vena trombotik, atau non-oklusif seperti
vasospasme dan cardiac output yang rendah. Kasus emboli terjadi sebanyak 50%
dari keseluruhan kasus, arterial thrombosis 25%, non-oklusif 20% dan trombosis
vena sebanyak 5%.
Kerusakan pada segmen usus yang terkena terjadi pada beberapa derajat,
mulai dari iskemia reversibel sampai infark transmural dengan nekrosis dan
11
perforasi. Injury dipengaruhi oleh vasospasme pada daerah arteri mesenterika
superior setelah oklusi awal. Insufisiensi arterial menyebabkan hipoksia jaringan,
yang menyebabkan spasme dari dinding usus.
Pada fase ini, perut terasa sedikit nyeri dan nyeri visceral parah dirasakan.
Pada fase iskemia, barier mukosa menjadi terganggu, dan bakteri, toksin, dan
substansi vasoaktif masuk kedalam sirkulasi sistemik. Hal ini menyebabkan shock
septik, gagal jantung, kegagalan sistem organ sebelum nekrosis usus terjadi.
Ketika hipoksia semakin parah, dinding usus menjadi edema dan sianotik.
Nekrosis mukosa dapat terjadi 3-4 jam setelah iskemia, dan setelah 6 jam, nekrosis
transmural terjadi dan dapat menunjukkan gejala peritoneal sehingga berkaitan
dengan prognosis buruk. (3,6)
AMAE (AMI emboli) biasanya disebabkan oleh emboli yang berasal dari
jantung. Trombus disebabkan oleh infark miokard, mitral stenosis, fibrilasi atrium,
endocarditis vegetatif, aneurisma myositik, atau thrombus pada aorta.
Karena memiliki sudut yang kecil, dan aliran yang lebih deras, maka arteri
mesenterika superior lebih rentan terhadap emboli dibandingkan arteri mesenterika
inferior. Emboli sering terjadi 6-8 cm dari percabangan dan terletak pada
penyempitan percabangan menjadi arteri colica media. (3,6)
12
Pasien dengan AMAT biasanya memiliki penyakit arterosklerosis di tempat
lain (mis: penyakit koroner, stroke, atau PAD). Penurunan cardiac output secara
mendadak dapat menyebabkan AMI pada pasien dengan arherosclerosis visceral.
AMAT dapat terjadi dengan pasien yang memiliki riwayat penyakit vaskular. Pada
penyakit inflamasi vaskular, pembuluh darah kecil menjadi tersumbat. Thrombosis
cenderung terjadi pada awal percabangan pembuluh arteri mesenterika superior dan
sering terjadi pada pasien dengan riwayat iskemia mesenterika kronis. (3,6)
NOMI terjadi akibat reduksi berat pada perfusi mesenterika, dengan spasme
sekunder arteri seperti gagal jantung, shock sepsis, hipovolemia, atau penggunaan
vasopressor. NOMI terjadi akibat hipoperfusi dengan vasokonstriksi pembuluh darah
visceral secara berkepanjangan. NOMI biasanya dicetuskan oleh shock akibat
cardiac output yang menurun secara drastis akibat infark miokard, atau gagal
jantung kongestif, sepsis, dan hipovolemia. (3,6)
MVT sering terjadi pada kondisi yang menyebabkan pembentukan clot pada
sirkulasi mesenterika. MVT primer dapat terjadi tanpaadanya faktor predisposisi.
MVT dapat terjadi pasca ligasi vena lienalis operasi splenoktomi atau ligasi vena
porta. Penyebab lain termasuk pankreatitis, sickle cell, dan hiperkoaguabilitas.
MVT sering terjadi pada populasi muda. Gejala dapat muncul dengan durasi
lebih panjang >30 hari. (3,6)
13
Pasien dengan AMI harus MRS, dan boleh dipulangkan ketika kecurigaan AMI telah
benar-benar disingkirkan.
Diagnosa AMI perlu dilakukan pada orang tua dengan nyeri perut yang parah.
Pasien dengan atrial fibrilasi, gagal jantung dan PAD memiliki resiko tinggi. MVT
ditentukan melalui laparostomi atau otopsi.(3)
Gejala yang paling sering tampak adalah nyeri abdomen sedang dan parah,
lokalisasi tidak jelas, konstan, dan kadang kolik. Lokasi nyeri abdomen bervariasi
pada stadium awal iskemia, namun dapat menjadi diffuse ketika infraksi transmural
telah terjadi
Nausea dan vomiting terjadi pada 93% dan 80% pasien. Diare terjadi pada
48% pasien. Distensi abdomen dan perdarahan GI adalah gejala utama pada 25%
pasien. Jika telah terjadi gangren, dapat dijumpai perdarahan rektal, sepsis
(takikardia, takipnea, hipotensi, demam, perubahan status mental). (3,6,7)
AMAE adalah penyebab tersering dari AMI. AMAE memiliki gejala nyeri paling
menonjol akibat onset cepat dari oklusi dan kegagalan pembentukan sirkulasi
kolateral. Gejala muntah dan diare sering ditemukan. Karena emboli sering berasal
dari penyakit jantung, maka fibrilasi atrium dan infark miokard sering ditemukan
dengan trombus intramural. (3,6,7)
AMAT timbul jika arteri yang sebelumnya tersumbat parsial, secara tiba-tiba
tersumbat total. Pasien dengan AMAT memiliki nyeri perut yang hebat. Nyeri sering
timbul 10-20 menit setelah makan dan berlangsung 1-3 jam. Nyeri diffuse dan
pasien dapat mengeluh feses bedarah. Gejala semakin memburuk sering
berjalannya waktu.
14
terkontrol. Penurunan berat badan, menurunnya nafsu makan, nausea, dan nyeri
perut setelah makan (angina abdominal post prandial) merupakan gejala AMAT.
Nyeri angina post prandial biasanya terjadi antara 15-60 menit setelah makan, dan
tergantung dari jumlah makanan yang dikonsumsi. (6,7)
AMAT biasanya didahului oleh penurunan cardiac output dari infark miokard,
atau CHF dan plak yang rupture. Dehidrasi akibat muntah dan diarrhea dapat
menimbulkan AMAT. (6,7)
NOMI mencakup 20% dari AMI. NOMI sering terjadi pada pasien tua.
Biasanya terjadi pada pasien usia lanjut yang berada di ICU akibat gagal nafas akut,
hipotensi parah akibat shock cardiogenic, shock sepsis dan pasca terapi vasopresor.
Gejala dapat timbul beberapa hari, dan pasien mengeluh malaise, kembung, dan
rasa nyeri pada abdomen. Pasien dapat menunjukkan gejala takikardia akibat
hipovolemia dan perdarahan pada feses. (3,6)
MVT mencakup 10% dari AMI. MVT terjadi pada pasien muda. Pasien
menunjukkan gejala nyeri abdominal akut dan subakut. Nyeri tidak separah dengan
tipe AMI yang lain. Gejala MVT dapat terjadi beberapa minggu sebelum tampak
secara jelas (27% memiliki gejala >30 hari). Gejala yang tampak seperti nyeri
abdomen subakut sampai2 minggu, nausea , dan muntah. Pasien dengan MVT
memiliki faktor resiko hiperkoagulabilitas seperti kontrasepsi oral, DVT, emboli
pulmonal, penyakit liver, kanker dan pasca pembedahan vena porta. Pasien dengan
pankreatitis dan infeksi intraabdominal harus dicurigai terkena MVT. (3,6)
15
Tabel 2.1 Gejala dan Komorbid AMI
16
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dapat bervariasi, mulai dari normal sampai
nyeri perut yang parah. Pada stadium awal dari AMI sebelum peritonitis, nyeri perut
dapat minimal atau tidak ada sama sekali. Abdomen dapat membesar, dan tampak
darah pada feses. Tanda peritonitis dapat muncul belakangan, mulai nyeri perut
yang hebat. Nyeri perut ini dapat mendandakan segmen yang infark. Massa
abdomen dapat teraba dan terasa nyeri. Bising usus dapat hiperaktif sampai tidak
ada.
Demam, hipotensi, takikardia, takipnea dan perubahan status mental harus
diobservasi. Bau pada mulut dapat terjadi akibat proses pembusukan material yang
tidak tercerna dalam lumen usus. Cairan peritoneal bercampur darah jika telah
terjadi infark dinding usus, dan merupakan gejala stadium akhir.
Faktor resiko AMI dapat menyertai, pada AMAE misalnya ada atrial fibrilasi,
dan murmur jantung. AMAT dan NOMI dapat menimbulkan murmur abdominal.
Pada MVT, dapat ditemukan sirosis, DVT dan post-operasi abdomen. (3,6)
Jika curiga AMI, maka pemeriksaan imaging dilakukan (foto BOF, angiografi,
CT angiografi, magnetic resonance angiografi, USG) tanpa menunggu hasil
laboratorium. Pemeriksaan EKG dan DPL juga dapat dilakukan. (Dang, 2016)
17
Jika ada kelainan koagulasi, maka pemeriksaan protein C dan S serta
antithrombin III dapat dilakukan.
Pemeriksaan D Dimer, namun tidak dapat membedakan antara AMI dan non
AMI dan tidak ada perbedaan kadar antara pre-reseksi dan post reseksi
usus.
Pemeriksaan intestinal fatty acid binding protein (I-FABP), dan a-glutathione S
Transferase (GST)
Pada tahun 2013, dilakukan penelitian di RS Imam rehza, Tabriz, Iran. Pasien
adalah suspek AMI, dengan gejala nyeri perut yang parah, dan memiliki faktor resiko
seperti AF, gagal jantung, diabetes dan hipertensi. Dari penelitian tersebut, serum
laktat pada penderita AMI lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan pasien
tanpa AMI. D dimer tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara AMI dan
non AMI. Pada penelitian ini juga tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan
kadar pH dan amylase pada penderita AMI dan non AMI. Kesimpulannya, hanya
kadar laktat yang bisa dijadikan pembeda dalam penelitian ini. (3,5)
18
Gambar 2.3 Pneumatosis Intestinalis
19
Gambar 2.5 Thumbprint Sign
Angiografi Konvensional
Merupakan standar diagnosis preoperatif pada AMI. Angiografi memiliki
sensitivitas 74%-100% dan spesifisitas 100% pada trombosis akut arterial. Sisi
anteroposterior untuk melihat pembuluh darah kolateral, sisi lateral melihat asal
percabangannya.
Pasien dengan AMAE menunjukkan gambaran filling aorta proksimal dengan
filling defect pada bagian distalnya. Sirkulasi kolateral juga tidak tampak.
Pasien dengan AMAT menunjukkan gambaran sirkulasi kolateral yang baik.
Trombus sering terjadi pada daerah proksimal percabangan dari aorta, oleh karena
itu gambaran SMA tidak tampak secara jelas (filling defect)
NOMI menunjukkan gambaran multiple cabang SMA, dengan dilatasi dan
penyempitan cabang intestinal (string sausages sign), spasme arteri arcaden, dan
filling defect dari pembuluh darah intramural.
Angiografi memiliki keuntungan karena selain sebagai diagnostik, juga sebagai
terapeutik seperti administrasi trombolitik dan papaverin pada trombosis akut
arterial.(3)
20
Kerugian angiografi adalah tindakan invasif, tidak selalu tersedia, dan
nefrotoksisitas akibat kontras yang digunakan.Angiografi memiliki false negative
yang tinggi pada pasien dengan gejala awal AMI. AMI juga dapat menyebabkan
iskemia akut, oleh karena itu pasien harus mendapatkan hidrasi yang cukup.
Walapun begitu, jika kecurigaan AMI telah muncul, maka angiografi sebisanya
dilakukan jika tersedia. Laparotomi dilakukan jika angiografi tidak tersedia. Jika
kasus tidak gawat darurat, maka scan dypiridamole-thalium dapat digunakan untuk
melihat ada penyakit koroner. (3)
CT kontras
21
Gambaran lainnya yang dapat ditemukan dengan spesifitas lebih rendah,
antara lain distended bowel, absennya gambaran gas intestinal, penebalan dinding
usus, ascites, pneumoperitoneum, dan air fluid level.
22
Gambar 2.8 CT Scan Trombosis Vena Mesenterika Superior
23
Gambar 2.10 CT Scan Pneumatosis Colon
MRI
MRI dan MRA menunjukkan gambaran mirip pada CT scan. MRA memiliki
sensitivitas 100% dan spesifisitas 91%. MRA penting dalam mendiagnosa MVT
MRI jarang digunakan dalam klinis karena memiliki waktu lama dan harga
mahal. Jika hal ini diatasi, makan MRA dapat menggantikan CTA. (3)
USG
24
USG dupleks memiliki spesifisitas tinggi (92%-100%), namun sensitifitasnya
masih kalah dengan angiografi (70%-89%). USG tidak dapat mendeteksi clot yang
terdapat pada cabang proksimal pembuluh darah, dan tidak dapat digunakan
mendiagnosis NOMI. USG merupakan pemeriksaan lini kedua pada AMI
Laparoskopi
25
Tabel 2.2 Gambaran Radiologis
EKG dapat menunjukkan infark miokard dan fibrilasi atrium. Dekompresi NGT
berguna untuk diagnostik, baik untuk dekompresi, atau evaluasi dari perdarahan GI
bagian atas. DPL berguna untuk menemukan cairan serosanguinis yang berasosiasi
dengan infark usus.Namun dengan CTA dan MRA, DPL sangat jarang digunakan.
Kateter berguna untuk monitoring urine output. Pemasangan kateter vena sentral
berguna pada pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil. (3)
26
Beberapa diagnosa banding AMI (3)
Torsi ovarium
Volvulus
Trombosis arteri lienalis
Chron disease
Colitis ulseratif
Penyakit hepar
Abses abdominal
Angina abdominal
Aneurisma aorta abdominal
Akut abdomen
Pankreatitis akut
Pyelonefritis akut
Diseksi aorta
Appendisitis
Pneumonia bakterial
Sepsis bakterial
Colic bilier
Obstruksi bilier
Sindrom boorhave
Cholangitis
Cholecystitis
Obstruksi kolon
Divertikulitis
Kehamilan ektopik
Ruptur esofagus
Batu empedu
Volvulus gaster
Infeksi helicobacter pylori
Shock hipovolemik
Ileus
Perforasi intestinal
27
Asidosis laktat
MODS
Infark myocard
Pneumothorax
Batu renal
Shock sepsis
Torsio testis
Lactic Acidosis
Pengenalan dan diagnosis dini pada AMI sangat penting dilakukan sebelum
terjadinya kerusakan jaringan permanen. Peran CT angiografi dan MRA menjadi alat
diagnostik utama pada AMI sehingga laparotomi dapat dilakukan dengan tepat.
Papaverine
Broad-spectrum antibiotics and pain medications
28
Thrombolytics
Karena waktu sangat penting pada AMI, maka pasien boleh dirujuk jika pada
fasilitas kesehatan awal tidak memiliki alat diagnostik yang memadai. Sebelum
dirujuk, maka pasien harus segera diresusitasi awal.
Pilihan terapi tergantung dari etiologi serta keadaan hemodinamik pasien
serta pengalaman dari tenaga kesehatan. Secara umum, AMI nonoklusif diterapi
medikamentosa, sedangkan AMI oklusif diterapi dengan pembedahan.
Acute mesenteric arterial embolism (AMAE) – Infus papaverine,
embolektomy, dan trombolisis intraarterial.
Acute mesenteric arterial thrombosis (AMAT) – Infus papaverine dan
rekonstruksi arteri, melalui aortosuperior mesenteric arterial bypass grafting atau
reimplantation of the superior mesenteric artery (SMA) pada aorta
Nonocclusive mesenteric ischemia (NOMI) – infus papaverine
Mesenteric venous thrombosis (MVT) – heparin dan warfarin, kombinasi
dengan pembedahan, heparinisasi segera dilakukan meskipun indikasi intervensi
pembedahan telah dipenuhi
Semua kasus AMI dengan gejala peritonitis dan infark dinding usus,
mermerlukan reseksi segmen usus yang nekrotik. Keadaan hemodinamik juga
nerupakan indikasi pembedahan. Kontraindikasi pembedahan bila ada komorbid
yang berbahaya setelah general anastesia. Jika iskemia disebabkan oleh
vasospasme, maka pembedahan tidak dilakukan. Terapi medikamentosa seperti
antikoagulan dan vasodilator sangat diperlukan.(3,9)
2.10.3 Trombolitik
Trombolitik dapat diinfus melalui kaeter angiografi pada pasien dengan
AMAE. Perdarahan adalah komplikasi utama. Trombolitik dapat digunakan apabila
peritonitis dan nekrosis usus tidak diketemukan. Infus dapat dilakukan dalam 8
jamawal sejak onset.Jika gejala tidak membaik 4 jam, atau muncul peritonitis, infus
harus dihentikan, dan mulai prosedur pembedahan. Trombolitik tidak berefek pada
AMAT. Terapi dengan urokinase, streptokinase dan TPA ditemukan berefek baik
pada beberapa kasus MVT. (3)
2.10.4 Heparin
Heparin merupakan terapi utama pada MVT. Jika tidak ada tanda nekrosis
usus, pasien tidak memerlukan tindakan operasi. Heparin dapat meningkatkan
resiko perdarahan. Penggunaan enoxaparin, dan LMWH dapat digunakan sebagai
pengganti heparin pada MVT. Heparin diberikan bolus 80U/Kg, dan tidak boleh
melebihi 5000U, dan kemudian dilanjutkan 18U/Kg/jam sampai dilanjutkan dengan
pemberian warfarin oral. (3)
30
2.10.5 Terapi Pembedahan
Pada AMAE, reperfusi harus dilakukan, kecuali usus yang terkena dalam
keadaan gangren. Lokasi emboli ditentukan dari palpasi denyut arteri, terutama pada
bagian proksimal dari SMA karena sebagian emboli berlokasi pada awal
percabangan dari arteri colica media. Pada AMAE, embolektomi terbuka merupakan
teknik pembedahan yang luas digunakan
31
Setelah normalisasi aliran darah, usus diobservasi 10-15 menit, untuk meihat
viabilitasnya. Hal ini dapat dilihat melalui doppler, fluorescin, dan palpasi distal dari
oklusi. Reperfusi lainnya dapat dilakukan dengan bypass atau grafting vena. (3,4,6)
Pada pasien dengan AMAT, lokasi lesi terletak pada proksimal SMA, jadi
tidak ada pulsasi yang mucul. Jika usus tidak gangren, vaskularisasi dapat
dilakukan. Bypass aortomesenteric dapat menjadi pilihan utama. Jika perforasi usus
ditemukan, maka spahenous veingraft autogenous dapat dilakukan untuk
32
menimalisir terjadinya infeksi. Transaortic endaretectomy digunakan sebagai
alternatif jika tidak ada vena yang cocok atau graft prostetik dikontraindikasikan. (3,4,6)
33
Teknik pembedahan yang lain adalah Transjugular Intrahepatic Portosystemic
Shunt (TIPS), dengan aspirasi trombektomi dan trombolisis. Trombolisis dilakukan
melalalui kateter yang ditempatkan pada SMA. (4)
Terapi lini awal NOMI adalah terapi medikamentosa, seperti vasodilator yang
diinfuskan langsung melalui SMA. Vasodilator terbaik adalah prostaglandin yang
diberikan 20mcg bolus, yang diikuti infus dengan kecepatan 60-80 mcg/24 jam.
Terapi pembedahan baru dilakukan jika ada peritonitis, perforasi, atau kondisi
umum pasien yang memburuk. (9)
34
Pada pasien dengan AMI komplikasi peritonitis, makan terapi pmebedahan
harus segera dilakukan jika kondisi klinis dan komorbiditas memungkinkan tindakan
pembedahan. (9)
Pasien dengan AMI yang memiliki sepsis berat dan menjalani pembedahan
harus memiliki Damage Control Surgery (DCS). Hal ini termasuk laparotomi dengan
reseksi dari usus yang iskemik, trombektomi terbuka, dan transfer ke ICU.
Penutupan luka dengan NPWT mungkin dapat dilakukan, karena dapat
mempercepat kesembuhan dari jaringan. (9)
Setelah DCS, second look laparotmy hendaknya dilakukan 24-48 jam setelahnya. (9)
Pada penelitian yang dilakukan dalam periode waktu 2005-2013, data kriteria
preoperatif dan post operatif pasien pasca operasi emergensi AMI dibandingkan
dengan angka mortalitas. Pasien dengan usia tua, status ASA yang tinggi, dan
transfer dari rumah sakit ke ruang operasi yang lama merupakan faktor mortalitas
yang berpengaruh secara signifikan. Penderita dengan tumor CNS, koma >24 jam
dan ketergantungan ventilator menempati presentase terbanyak dari angka
mortalitas. Pada data post operatif, pasien dengan koma>24 jam dan gagal jantung
memiliki angka mortalitas yang tinggi. (3,8)
35
miokard. Ekokardiografi dilakukan untuk meihat adanya proses vegetasi pada katup
jantung. (3)
2.10.11 Diet
Untuk persiapan pembedahan dan mengurangi kebutuhan oksigen, pasien
harus dalam keadaan NPO. Tidak ada diet kusus yang wajib dipenuhi. (3)
2.10.12 Aktivitas
Bedrest untuk mengurangi kebutuhan oksigen cardiac output, namun harus
diseimbangkan dengan pergerakan ringan untuk mencegah DVT. (3)
Pasien dengan reseksi usus halus besar, memiliki diare parah selama beberapa
minggu, namun dapat kompensasi setelah beberapa bulan. Kemudian pasien dapat
minum cairan tiga kali sehari, sampai makanan secara oral, Pasien dengan total
reseksi usus, harus menjalani nutri parenteral total. Beberapa pasien dengan ileus,
dapat menimbulkan fibrosis yang menyebabkan obstruksi usus. (3)
Papaverine
Trombolitik
36
Trombolitik berperan dalam lisis trombus. Digunakan secara selektif pada
pasien dengan AMI emboli. (3,9)
Alteplase adalah tPA sintetis yang diginakan dalam terapi infark miokard,
stroke iskemi, dan emboli pulmonal. Penggunaanya pada AMI masih kontroversial
dan berbahaya. Alteplase diindikasikan pada pasien dengan AMAE jika tidak ada
tanda peritonitis. (3,9)
Reteplase (Retavase)
Tenecteplase (TNKase)
Antikoagulan
Antikoagulan diindikasikan pada MVT, atau setelah revaskularisasi pada AMI
oklusif. Pada AMI oklusif, terapi antikoagulan meningkatkan resiko perdarahan GI.
Vitamin K antagonis (warfarin) digunakan untuk terapi rumatan karena menghambat
sintesis vitamin K. (3,9)
Heparin
Warfarin (Coumadin,Jantoven)
37
Antibiotik
Clindamycin
Metronidazole
Ticarcillin dan clavulanate berperan dalam infeksi bakteri gram positif, gram
negatif dan bakteri anaerob
Cefotetan
Cefotetan diberikan dalam infeksi yang disebabkan oleh cocci gram positif
dan batang gram negatif.
Cefoxitin
Meropenem
Analgesik
Morfin
38
Morfin merupakan terapi utama analgetik karena efek yang baik pada iskemia
usus dan mudah untuk diatasi jika overdosis oleh pemberian nalokson.
Edukasi Pasien
2.11 Prognosis
Meskipun angka harapan hidup penderita AMI meningkat empat dekade
terakhir, namun prognosis tetap dalam kategori buruk. Pada 15 tahun terakhir,
mortalitas mencapai 71%. Ketika infark dinding usus terjadi, mortalitas mencapai
90%. Walaupun dengan treatment yang baik, angka kematian mencapai 50-80%.
Pada pasien yang bertahan hidup, resiko rethrombosis tetap tinggi, dan lifestyle
akan menurun secara drastis.
Tingkat mortalitas berbanding lurus dengan interval antara gejala dan penanganan.
Angka mortalitas 0-10% jika penanganan dilakukan <6 jam. Angka ini meningkat
manjadi 50-60% dalam 6-12 jam dan 80-100% jika lebih dari 24 jam.
Prediktor mortalitas adalah usia tua, bandemia, kegagalan hepar dan renal,
hiperamilasemia, asidosis metabolik, hipoksia, pneumatosis intramural, dan sepsis.
Angka mortalitas tertinggi terjadi pada AMAT
Terapi awal yang agresif dapat menurunkan angka mortalitas secara
bermakna jika diagnosis ditentukan sebelum terjadi peritonitis. Terapi yang tepat dan
cepat dapat membuat penderita tidak memerlukan tindakan reseksi usus Studi pada
31 pasien dengan AMI memiliki angka harapan hidup 2 dan 5 tahun setelah operasi
sebesar 70% dan 50%.
Terapi dan diagnosa awal dari NOMI dapat menurunkan angka mortalitas
sebesar 50%
39
2.12 Preventif
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengatasi faktor resiko terjadinya AMI.
Pada AMAT, pasien dianjurkan berhenti merokok, mengurangi berat badan, dan
olahraga teratur. Diabetes dan hipertensi harus terkontrol. Konsumsi statin,
antiplatelet dan antikoagulan dianjurkan.
Pada AMI, pasien dianjurkan untuk konsumsi antikoagulan, bahkan jika perlu
seumur hidup untuk menghindari rekurensi.
Pada MVT, harus diperiksa apakah ada tanda trombophilia. Jika terdapat
indikasi, maka pemberian antikoagulan dapat diberikan minimal selama 6 bulan. (3,9)
40
BAB III
KESIMPULAN
41
DAFTAR PUSTAKA
42
European Journal of Trauma and Emergency Surgery, 2016 Vol 42 No 2,
Page 253–270. http://doi.org/10.1007/s00068-016-0634-0
10. Traore, Z., Ossibi, P. E., Zeroual, A., Ly, S., Kamaoui, I., Lamrani, Y.Tizniti,
S.. A Case Study of Mesenteric Ischemia by Low Flow CT Imaging. Open
Journal of Radiology, 2015 Vol 5 No 5, Page 34–38.
http://doi.org/10.4236/ojrad.2015.51006
43