Anda di halaman 1dari 18

BAB I

DASAR TEORI
1.1 Tujuan Percobaan
1. Mengetahui cara kerja PCT 40 level control.
2. Mempelajari sistem kontrol level mode on/off dengan mengguakan
selenoid valve (SOL 1).
3. Mempelajari karakter kerja float switch sensor.
4. Mempelajari karakter kerja differential level switch sensor.

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Pengendalian Sistem Proses
Sistem proses adalah rangkaian operasi yang menangani konversi
material dan/atau energi sehingga material dan/atau energi itu berada dalam
keadaan yang diinginkan. Keadaan itu dapat berupa besaran fisika atau kimia,
seperti suhu, tekanan, laju alir, tinggi permukaan cairan, komposisi, pH, dan
sebagainya. Pengertian sistem proses di sini sudah mencakup bahan dan alur
proses beserta peralatannya. Sengaja tidak membedakan sistem proses dan
pemroses. Sebab kata “sistem” mengandung pengertian seluruh komponen
yang terlibat dalam suatu proses.
Pengendalian proses pada dasarnya adalah usaha untuk mencapai tujuan
proses agar berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Pengendalian proses
sendiri bisa diperlukan bisa pula tidak. Proses tidak perlu dikendalikan jika
memang tujuan proses tercapai tanpa unsure pengendalian. Contoh sederhana
adalah mempertahankan suhu air pada 100°C pada tekanan 1 atm. Sebaliknya,
proses perlu dikendalikan jika untuk mencapai tujuan perlu pengawasan terus-
menerus.Setiap pabrik harus beroperasi pada suhu tertentu. Berkaitan dengan
hal itu terdapat tiga alasan mengapa perlu pengendalian proses.
 Keamanan Operasi
Beberapa sitem proses di pabrik memiliki kondisi operasi yang berbahaya.
Untuk mencegah kecelakaan karena kondisi maksimum terlampaui diperlukan
pengendalian tergadap beberapa variable uang menjadi potensi bahaya.
 Kondisi Operasi
Pada operasi atau reaksi tertentu diperlukan kondisi tertentu pula.
Pengendalian diperlukan agar proses beroperasi secara optimal.
 Faktor Ekonomi
Pabrik didirikan adalah untuk menghasilkan uang. Sehingga produk akhir
harus sesuai dengan perminyaan pasar. Prinsipnya bukan kualitas produk
terbaik yang diharapkan, tetapi kualitas yang dapat diterima pasar dengan biaya
operasional rendah sehingga menghasilkan untung sebesar-besarnya. Kualitas
sangat bagus tetapi memerlukan biaya operasional yang tinggi, sehingga harga
jual menjadi mahal dan tidak laku di pasar sudah barang tentu tidak diharapkan.
Atas dasar itu peranan pengendalian proses adalah membuay kondisi operasi
agar menghasilkan produk yang sesuai permintaan pasar.

1.2.2 Sistem Pengendalian


Pengendalian proses adalah bagian dari pengendalian automatic yang
diterapkan di bidang teknologi proses untuk menjaga kondisi proses agar sesuai
yang diinginkan. Seluruh komponen yang terlibat dalam pengendalian proses
disebut sistem pengendalian atau sistem kontrol. Peranan pengendalian proses
pada dasarnya adalah mencapai tujuan proses agar berjalan sesuai dengan apa
yang diinginkan.
Pengendalian level bisaanya digunakan untuk mengendalikan aliran air
pada ketinggian tertentu dengan tekanan tertentu pada suatu tabung atau pipa.
Ketinggian suatu cairan merupakan salah satu hal yang harus dikendalikan
dalam suatu industri kimia. Apabila ketinggian cairan tidak dikendalikan maka
proses dalam industri akan terganggu. Jika ketinggian cairan melebihi
ketinggian yang diinginkan maka akan terjadi overflow atau cairan akan
meluap sehingga mengganggu atau dapat merusak alat-alat lain dan jika
ketinggian cairan kurang dari ketinggian yang diinginkan maka proses tidak
akan bekerja. Oleh karena itu ketinggian suatu cairan harus dikendalikan dalam
suatu industri.
1.2.3 Jenis Variabel
Jenis-jenis variabel yang berperan dalam sistem pengendalian, yaitu :
1) Process Variable (PV) adalah besaran fisik atau kimia yang
menunjukkan keadaan sistem proses yang dikendalikan agar
nilainya tetap atau berubah mengikuti alur tertentu (variable
terkendali).
2) Manipulated Variable (MV) adalah variable yang digunakan untuk
melakukan koreksi atau mengendalikan PV (variable pengendali).
3) Set Point (SP) adalah nilai variable proses yang diinginkan (nilai
acuan).
4) Gangguan (w) adalah variable masukan yang mampu mempengaruhi
nilai PV tetapi tidak digunakan untuk mengendalikan.
5) Variable Keluaran Tak Dikendalikan adalah variable yang
menunjukkan keadaan sistem proses tetapi tidak dikendalikan secara
langsung.

1.2.4 Flowmeter (Water Flow Sensor)


Flowmeter adalah alat untuk mengukur jumlah atau laju aliran air dari
suatu fluida yang mengalir dalam pipa atau sambungan terbuka. Alat ini terdiri
dari primary device, yang disebut sebagai alat utama dan secondary device (alat
bantu sekunder). Flowmeter umunya terdiri dari dua bagian, yaitu alat utama
dan alat bantu sekunder. Alat utama menghasilkan suatu signal yang merespon
terhadap aliran karena laju aliran tersebut telah terganggu. Alat utamanya
merupakan sebuah orifice yang mengganggu laju aliran, yaitu menyebabkan
terjadinya penurunan tekanan. Alat bantu sekunder menerima sinyal dari alat
utama lalu menampilkan, merekam, dan / atau mentransmisikan
nya sebagai hasil dari laju aliran.(koestoer, 2004). Flow meter electromagneti
c bekerja berdasarkan Hukum Farraday pada induksi elektromagnetik untuk
mengukur proses aliran. Tingkat tegangan sinyal sesuai dengan rata-rata
kecepatan aliran yang diinduksi pada elektroda ketika cairan konduktif
mengalir melalui medan magnet pada suatu kecepatan V. Sinyal tegangan
induksi ditangkap oleh satu pasang atau lebih elektroda dan ditransmisikan ke
konverter untuk pemrosesan. Sinyal kemudian dikonversi ke dalam sinyal arus
4 – 20 mA, sinyal denyut (pulse), sinyal keluaran ditampilkan pada layar LCD
pada waktu yang sama. Flowmeter mempunyai banyak sekali jenis, ukuran dan
model, karena itu jenis flowmeter yang akan digunakan harus benar-benar
disesuaikan denan kebutuhan aplikasi di lapangan. Karena jika pemilihan jenis
flow meter ini kurang tepat maka akan menimbulkan biaya lebih tinggi baik
karena umur dari flow meter itu sendiri maupun akurasi dari pengukuran aliran
lfluida yang kurang tepat dimana akurasinya rendah.

Gambar 1. Waterflow sensor

1.2.5 Selenoid Valve


Selenoid valve pneumatic adalah katup yang digerakan oleh energi listrik
melalui selenoida, mempunyai kumparan sebagai penggeraknya yang
berfungsi untuk menggerakan piston yang dapat digerakan oleh arus AC
maupun DC, selenoid valve pneumatic atau katup (valve) selenoida
mempunyai lubang keluaran, lubang masukan dan lubang exhaust.
Lubang masukan, berfungsi sebagai terminal / tempat udara bertekanan
masuk atau supply (service unit), sedangkan lubang keluaran berfungsi sebagai
terminal atau tempat tekanan angin keluar yang dihubungkan ke pneumatic,
dan lubang exhaust, berfungsi sebagai saluran untuk mengeluarkan udara
bertekanan yang terjebak saat plunger bergerak atau pindah posisi ketika
selenoid valve pneumatic bekerja. Selenoid valve adalah elemen kontrol yang
paling sering digunakan dalam fluidics. Tugas dari selenoid valve dalah untuk
mematikan, release, dose, distribute atau mix fluids. Selenoid Valve banyak
sekali jenis dan macamnya tergantung type dan penggunaannya, namun
berdasarkan modelnya selenoid valve dapat dibedakan menjadi dua bagian
yaitu selenoid valve single coil dan selenoid valve double coil keduanya
mempunyai cara kerja yang sama. Selenoid valve banyak digunakan pada
banyak aplikasi. Selenoid valve menawarkan switching cepat dan aman,
keandalan yang tinggi, awet/masa service yang cukup lama, kompatibilitas
media yang baik dari bahan yang digunakan, daya kontrol yang rendah dan
desain yang kompak.

Gambar 2. Selenoid valve


Selenoid valve mempunyai banyak variasi dalam hal kegunaan atau
kebutuhan dari mesin tersebut, diantara kegunaan selenoid valve adalah :
1) Digunakan untuk menggerakan tabung silinder.
2) Digunakan untuk menggerakan piston valve.
3) Digunakan untuk menggerakan blow zet valve.
4) Dan masih banyak lagi.
Prinsip kerja dari selenoid valve yaitu katup listrik yang mempunyai koil
sebagai penggeraknya dimana ketika koil mendapat supply tegangan maka koil
tersebut akan berubah menjadi medan magnet sehingga menggerakan piston
pada bagian dalamnya ketika piston bertekanan yang berasal dari supply
(service unit), pada umumnya selenoid valve pneumatic ini mempunyai
tegangan kerja 100/200 VAC namun ada juga yang mempunyai tegangan kerja
DC.
Gambar 3. Selenoid Valve

1.2.6 Jenis – Jenis Sensor


a. Floating Switch Sensor
Floating Switch level bekerja berdasarkan pelampung yang terdapat
dalam tangki. Cara kerjanya adalah pada saat sistem membuka (SOL=1),
maka level (ketinggian) air dalam tangka akan bertambah. Jika
ketinggian telah mengenai pelampung tersebut tenggelam hingga batas
tertentu, maka sistem dengan otomatis akan mati dan SOL akan menutup
(SOL1=0) sebagai nilai offset ataupun sebaliknya, jika fluida dalam
tangki berkurang dan membuat pelampung tersebut akan turun hingga
Batasan tertentu maka sistem akan membuka kembali (SOL 1=1).
Sensor ini bekerja pada sistem on-off, dimana set point akan sama
dengan offset bawah yaitu pada saat sistem membuka (SOL1=1). Pada
sistem menutup, maka sensor ini akan bekerja secara buka-tutup untuk
menstabilkan ketinggian air yang ada dalam tangk. Sensor floating
switch level ini merupakan jenis sensor yang paling sederhana dari sensor
levelnamun offset dan respon yang paling cepat dibandingkan sensor
level yang ada pada alat PCT 40.
Gambar 4. Floating Switch Sensor
b. Differensial Level Switch Sensor
Sensor ini bekerja dengan membedakan batas atas dan batas bawah.
Cara kerja dari sensor ini adalah elektroda negatif dipasang lebih rendah
dari elektroda positif sehingga jika fluida diisi kedalam tangka maka
elektroda negatif akan tersentuh fluida tersebut lebih dulu dan membuat
larutan memiliki muatan listrik dan ketika larutan menyentuh elektroda
positif maka sistem akan mati dengan sendirinya. Sensor ini memiliki
offset yang lebih kecil dari pressure control dan respon yang lebih cepat
namun sangat berbahaya untuk cairan yang mudah terbakar karena
sensor ini bekerja dengan adanya loncatan elektron. Batas bawah pada
sensor ini berfungsi sebagai emergency switch, yaitu seandainya jika
sistem membuka hingga air mencapai batas atas, namun seleniod tidak
bekerja maka selambat-lambatnya pada batas bawah selenoid harus
bekerja dengan sistem on-off, dimana nilai set point akan sama dengan
offset bawah (SOL1=1).
Gambar 5. Differential Switch Sensor
BAB II
METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


 Alat yang digunakan
PCT-40 Level Control
 Bahan yang digunakan
Air PDAM

2.2 Prosedur Percobaan


Praktikum 1 : On/off level switch (Floating switch)
1. Memasang selang penghubung dari output SOL 1 ke konektor yang
terdapat pada bagian bawah tangki proses.
2. Memastikan kran air input sudah dibuka.
3. Menjalankan program PCT 40 dan memilih “Section : Level Control
(inflow)”
4. Membuka valve SOL 1 sehingga air mengalir kedalam tangki dengan cara;
memilih icon “control” dan memilih mode operasi “automatic”, kemudian
set “Automatic Output” pada 100% dan klik Aply, setelah itu tutup screen
“PID controller”.
5. Periksa flow rate air diantara 50 mL/min dengan mengatur pressure
regulator.
6. Pilih icon “go” untuk memulai percobaan.
7. Amati respon dari float switch saat air telah menyentuh sensor tersebut
sampai mencapai set point.
8. Klik SOL 2 untuk membuka valve tersebut kemudian amati respon dari
float switch.
9. Diwaktu 10 menit, pilih icon “Stop” untuk menghentikan record data
percobaan.
10. Menutup valve SOL 1 dengan memilih icon “control”, mode “off” dan set
“Automatic Output” pada 0% dan klik apply. Setelah itu tutup sreen “PID
controller”.
11. Membuka grafik dan tabel data, buat analisa dari kondisi operasi dan data
yang di record selama percobaan.
12. Menyimpan data dengan mengklik save as,
 File name : kelas 4a D3 SOL 2 Controller
 Save as type : excel 5,0 file (*xls)
13. Ulangi langkah diatas dengan variasi bukaan SOL 3 dan Drain Valve.
Praktikum 2 : Differential Level Switch Dengan SOL 2
1. Memasang selang penghubung dari output SOL 1 ke konektor yang
terdapat pada bagian bawah tangki proses.
2. Memastikan kran input sudah dibuka dan men-setting ketinggian elektroda
sensor (catatan: disarankan dimulai dengan posisi elektroda biru 20 mm
dari bagian atas tangki dan elektroda merah 50 mm dari bagian atas
tangki).
3. Menjalankan program PCT 40 dan memilih “Section 1: Level Control
(inflow)”
4. Memilih “differential level”
5. Memilih icon “control” dan memilih mode operasi “automatic”. Setelah
itu tutup screen :PID controller”
6. Periksa level air aktual diantara 200 mm
7. Pilih icon “go” untuk memulai percobaan
8. Amati respon dari differential sensor saat air telah menyentuh sensor
tersebut
9. Klik SOL 2 untuk membuka valve tersebut kemudian amati respon dari
differential sensor
10. Amati level air yang mencapai elektroda merah , pembacaan level
dilakukan sebanyak empat kali naik turun.
11. Pilih icon “stop” untuk menghentikan record data percobaan.
12. Menutup valve SOL 1 dengan memilih icon “control”, mode “off
kemudian klik aply. Setelah itu tutup sreen “PID controller”.
13. Membuka grafik dan tabel data, buat analisa dari kondisi operasi dan data
yang di record selama percobaan.
14. Menyimpan data dengan mengklik save as,
 File name : kelas 4a D3 SOL 2 Differensial
 Save as type : excel 5,0 file (*xls)
Praktikum 3 : Differential Level Switch Dengan Drain Valve
1. Memasang selang penghubung dari output SOL 1 ke konektor yang
terdapat pada bagian bawah tangki proses.
2. Memastikan kran input sudah dibuka dan men-setting ketinggian elektroda
sensor (catatan: disarankan dimulai dengan posisi elektroda biru 20 mm
dari bagian atas tangki dan elektroda merah 50 mm dari bagian atas
tangki).
3. Menjalankan program PCT 40 dan memilih “Section 1: Level Control
(inflow)”
4. Memilih “differential level”
5. Memilih icon “control” dan memilih mode operasi “automatic”. Setelah
itu tutup screen :PID controller”
6. Periksa level air aktual diantara 200 mm
7. Pilih icon “go” untuk memulai percobaan
8. Amati respon dari differential sensor saat air telah menyentuh sensor
tersebut
9. Klik SOL 2 untuk membuka valve tersebut kemudian amati respon dari
differential sensor
10. Amati level air yang mencapai elektroda merah , pembacaan level
dilakukan sebanyak empat kali naik turun. Jika level air tidak bertambah
maka variasi keluaran diganti dengan drain valve.
11. Pilih icon “stop” untuk menghentikan record data percobaan.
12. Menutup valve SOL 1 dengan memilih icon “control”, mode “off
kemudian klik aply. Setelah itu tutup sreen “PID controller”.
13. Membuka grafik dan tabel data, buat analisa dari kondisi operasi dan data
yang di record selama percobaan.
14. Menyimpan data dengan mengklik save as,
 File name : kelas 4a D3 Drain valve differensial
 Save as type : excel 5,0 file (*xls)
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui cara kerja PCT 40,
mempelajari system control level mode on/off dengan menggunakan solenoid valve
(SOL 1), mempelajari karakter kerja float switch sensor dan mempelajari karakter
Differential level switch sensor.
Pada percobaan ini praktikum pengendalian level menggunakan alat armfield
PCT 40. Pengendalian level dilakukan agar laju alir masuk dan laju alir keluar pada
tangki operasi tetap stabil pada level atau keadaan (Set Point) yang diinginkan,
selain itu diharapkan pada sistem pengendalian tersebut memiliki respon yang cepat
dan offset yang kecil sehingga errornya pun sekecil mungkin. Alat PCT 40 dapat
mengendalikan beberapa besaran fisis, salah satunya adalah level. Untuk
mengendalikan level, digunakan selenoid valve dan PSV (Pressure Safety Valve).
Variabel – variabel yang berperan pada parktikum ini, yaitu :
a. Process Variable : level air
b. Manipulated Variable : flow air
c. Variable masukan : level air, flow air
d. Variable keluaran : level air, flow air
e. Gangguan : flow air pada SOL 2 , flow air pada SOL 3, flow air pada drain
valve
f. Beban (load) : ∆ level
g. Set point : level pada 80 mm
Pada solenoid valve terdapat 2 sensor yang digunakan yaitu floating switch
sensor dan differential level switch sensor. Floating switch sensor dapat bekerja
dengan mode manual maupun otomatis, tetapi hal ini tidak mempengaruhi respon
karena respon yang dihasilkan bekerja sesuai dengan floating sensor (berdasarkan
pelampung yang terdapat dalam tangka). Sensor ini bekerja dengan sitem on/off
(pada saat system menutup maka sensor akan bekerja secara buka tutup untuk
menstabilkan ketinggian fluida yang ada di dalam tangki). Pada saat system
membuka (SOL 1 = 1 ) maka level fluida dalam tangka akan bertambah dan ketika
fluida telah mengenai pelampung yang menyebabkan pelampung tenggelam hingga
batas tertentu maka system akan mati dengan sendirinya dan SOL akan menutup.
Begitupun sebaliknya, jika ( SOL 2 = 1 ) maka fluida dalam tangka berkurang dan
pelampung turun sehingga membuat system akan membuka kembali dengan
sendirinya untuk menstabilkan level.
Berdasarkan hasil praktikum dengan menggunakan gangguan controller yaitu
SOL 2, SOL 3 serta controller drain valve didapatkan hasil yang beragam. Pada
percobaan ini diperoleh grafik sebagai berikut :
95
90
85
80
Tank Level (mm)

75
70
65
60
55
50
45
40
00:00 01:26 02:53 04:19 05:46 07:12 08:38 10:05
Time (minutes)

Grafik 1. Floating Switch Sensor pada SOL 2


90
85
80
Tank Level (mm)

75
70
65
60
55
50
45
40
01:26 02:52 04:18 05:45 07:11 08:38 10:04 11:30
Time (minutes)

Grafik 2.Floating Switch Sensor pada SOL 3


95
90
85
80

Tank Level (mm)


75
70
65
60
55
50
45
40
01:26 02:52 04:18 05:45 07:11 08:38 10:04 11:30
Time (minutes)

Grafik 3. Floating Switch Sensor pada Drain Valve


Pada controller SOL 2, SOL 3 maupun controller drain valve, diperoleh data
yang stabil serta selalu mendekati dari nilai set pointnya. Pada SOL 2 pada grafik 1
nilai offset yang diperoleh hanya sebesar 8 mm. Pada SOL 3 atau pada grafik 2 nilai
offset sebesar 6 mm dan pada controller drain valve atau pada grafik 3 diperoleh
nilai offset 3 mm. Pada controller SOL 2 dan SOL 3 memiliki selisih yang
berdekatan, perbedaan ini dipengaruhi oleh perbedaan flow dari masing-masing
SOL tersebut sehingga settling time masing-masing SOL tersebut terlihat perbedaan
bahwa SOL 2 waktu yang ditempuh untuk mencapai keadaan steady state lebih
cepat dibandingkan dengan SOL 3 yang lebih lama mencapai steady state. Pada
drain valve waktu yang ditempuh untuk mencapai keadaan steady state lebih lama
dibandingkan SOL 2 tetapi lebih cepat dibandingkan SOL 3. Ini dikarenakan pada
perbedaan flowrate dari masing-masing controller.
Praktikum selanjutnya pada differential sensor, dimana elektroda negative
dipasang atau diletakkan 30 mm lebih rendah dari elektroda positif, ketika fluida
diisi ke dalam tangka maka elektroda negative akan tersentub fluida terlebih dahulu
dan membuat fluida bermuatan listrik, sehingga saat fluida tersebut menyentuh
elektroda positif maka system akan mati dengan sendirinya. Pada differential
sensor, gangguan yang digunakan yaitu SOL 2 dan SOL 3, namun pada sol 3 flow
ratenya terlalu besar sehingga dilakukan pergantian gangguan secara manual atau
dengan menggunakan controller drain valve. Praktikum dengan differential sensor
dilakukan selama 10 menit serta melakukan pengulangan naik turun level sebanyak
4 kali. Pada SOL 2. Pada praktikum diperoleh grafik sebagai berikut :
290
280
270
Tank Level (mm)

260
250
240
230
220
210
200
00:00 02:36 05:12 07:48 10:24 13:00
Time (minutes)

Grafik 4. Differential Sensor SOL 2


290

280

270
Tank Level (mm)

260

250

240

230

220

210
00:00 02:27 04:53 07:20 09:47 12:14 14:40 17:07 19:34 22:00
Time (minutes)

Grafik 5. Differential Sensor Drain Valve


Pada SOL 2, keadaan mencapai steady state pada kenaikan fluida lebih cepat
daripada differential valve secara manual. Ini terjadi karena pada saat menggunakan
SOL 3, laju alirnya lebih besar daripada laju alir air masuk tangka sehingga fluida
tidak mengalami penambahan level melainkan terus mengalami penurunan
sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai steady state lebih lama. Maka dari
itu SOL 3 diganti dengan drain valve dengan laju alir yang lebih kecil daripada flow
air masuk. Setelah dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali, didapatkan keadaan
yang mulai stabil pada kenaikan level yang kedua. Sehingga hal ini berdampak pada
lamanya waktu kenaikan fluida yaitu memerlukan waktu selama 22 menit untuk
mencapai keadaan stady state/
Pada kedua metode tersebut yaitu switch control dan differential control
terlihat perbedaan bahwa switch control lebih cepat untuk mencapai steady state
dan stabil lebih cepat dibandingkan dengan differential control. Ini dikarenakan
pada switch memiliki respon yang baik serta dipengaruhi set point. Sedangkan pada
differential control respon yang diberikan kurang baik karena hanya mengandalkan
sensor dari kedua elektroda serta tidak dipengaruhi setpoint.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Kesimpulan
a) Nilai error karena offset pada floating switch sensor SOL 2 dan SOL 3
yaitu sebesar 8 mm dan 6 mm.
b) Nilai error karena offset pada floating switch sensor Drain Valve yaitu
3 mm.
DAFTAR PUSTAKA
https://electric-mechanic.blogspot.com/2012/09/prinsip-kerja-selenoid-valve-
pneumatic.html. Diakses tanggal 22 Februari 2019
http://serbamurni.blogspot.com/2013/12/laoran-praktikum-pengendalian-
level.html. Diakses tanggal 22 Februari 2019.
http://www.kitomaindonesia.com/article/9/kitoma-indonesia. Diakses tanggal 22
Februari 2019
https://yugonugrohohdmlpj.wordpress.com/category/prinsip-kerja-flow-meter/.
Diakses tanggal 22 Februari 2019

Anda mungkin juga menyukai