Hukum Perdata Islam Di Indonesia
Hukum Perdata Islam Di Indonesia
DOSEN PENGAMPU
Disusun Oleh
Kelompok 1
Sopian Lubis
Solihin
Tiara Yuniar
FAKULTAS SYARIAH
2019/2020
HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA:
PERKEMBANGANNYA
1
Nuruddin Amir dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media),h. 2
2
Hukum Islam di Indonesia: Pemikiran dn prakti, Tjun Suryaman (ed),(Bandung:Rosadakarya),h.69.
3
Rifyal Ka’bah,Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Yarsi Jakarta,1999), h. 68-69
4
Mohammad Idris Ramulyo, asas-asas Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika), h. 38.
5
Ratno Lukito, pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia, (Jakarta: INIS,1998), h. 28
menjalankan syariatnya. Dapatlah dikatakan pada saat VOC berkuasa di indonesia hukum
Islam dapat berkembang dan dipraktikan oleh umatnya tanpa ada hambatan apa pun dari
VOC. Bahkan bisa dikatakan VOC ikut membantu untuk menyusun suatu compendium yang
memuat hukum perkawinan dan hu7kum kewarisan Islam dan berlaku di Kalangan umat
Islam.6
Setelah kekuasaan VOC berakhir dan digantikan oleh Belanda, maka seperti yang
terlihat nanti sikap Belanda berubah terhadap hukum Islam, kendati perubahan itu terjadi
perlahan-lahan. Setidaknya perubahan sikap Belanda itu dapat dilihat dari tiga sisi: Pertama,
menguasai Indonesia sebagai wilayah yang memiliki sumber daya alam yang cukup kaya.
Kedua, menghilangkan pengaruh Islam dari sebagian besar orang Indonesiia degan proyek
Kristenisasi. Ketiga, keinginan Belanda untuk menerapkan apa yang disebut dengan politik
hukum yang sadar terhadap Indonesia. Maksudnya, Belanda ingin menata dan mengubah
kehidupan hukum di Indonesia dengan hukum Belanda. Khusus yang disebut terakhir, di
bawah ini akan diuraikan kebijakan Belanda terhadap hukum Islam.7
1. Receptie in Complexu
Teori ini digagas oleh Salomon Keyzer yang belakangan dikuatkan oleh
Christian van Berg. Maksud teori, hukum mengikut agama yang dianut seseorang.
Jika orang itu memeluk agama Islam, hukum Islamlah yang berlaku baginya.
Dengan kata lain, teori ini menyebut bagirakyat pribumi yang berlaku bagi mereka
adalah hukum agamanya. Namun penting untuk dicatat, hukum Islam yang berlaku
tetap saja dalam masalah hukum keluarga, perkawinan dan warisan.8
2. Teori Receptie
Teori ini dikembangkan oleh sarjana terkemuka Belanda yang disebut sebagai
Islamolog Christian Snouck Hurgronje yang selanjutkan dikembang dan
disistemisasikan secara ilmiah oleh C. Van Vollenhoven dan Ter Harr Bzn.9
Ada dua alasan yang menyebabkan teori ini muncul. Menurut Daud Ali, teori
ini muncul adalah karena hasil penelitian yang dilakukan oleh Hurgonje di Aceh.
Menurutnya yang berlaku dan berpengaruh bagi orang Aceh yang notabene umat
Islam bykanlah hukum Islam dan hukum Islam baru meimiliki kekukatan hukum
kalau telah benar-benar diterima oleh Hukum Adat. Sedangkan menurut Ichtiyianto,
teori ini mucul karena Hurgronje khawatir terhadap pengaruh Pan Islamisme yang
dipelopori oleh Sayid jamaluuddin al-Afghani di Indonesia. Jika umat Islam
mengamalkan ajaran agamanya terutama sistem hukumnya secara menyeluruh,
maka umat Islam akan menjadi kuat dan sulit dipengaruhi tepatnya dijajah oleh
Belanda.10
Secara umum kebijakan Islam yang disarankan oleh Hurgronje didasarkan
kepada tiga prinsip utama. Pertama, dalam semua masalah ritual keagamaan, atau
aspek ibadah dari Islam, rakyat Indonesia harus diberikan bebas menjalankan.
6
Ratno Lukito, pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia, (Jakarta: INIS,1998), h. 28
7
Lebih luas lihat, H. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta:LP3ES, 1996), h. 9-64
8
Ichtijanto, “Pengembangan Teori Berlakunya Hukum Islam Di Indonesia” dalam, Hukum Islam di indonesia:
Perkembangan dan Pembentukan, Tjun Suryaman (ed), (Bandung:Rosadakarya, 1991), h. 123
9
Nuruddin Amir dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media),h. 11
10
Ichtijanto, op.cit.
Kedua, adalah bahwa sehubungan dengan lembaga-lembaga sosial Islam, atau
aspek muamalat dalam Islam, seperti perkawinan, warisan, waakaf, dan hubungan
sosial, pemerintah harus berupaya mempertahankan dan menghormati
keberadaannya.11
Ketiga, dan paling penting adalah bahwa dalam masalah-masalah politik,
pemerintah dinasihatkan untuk tidak menoleransi kegiatan apa pun yang dilakukan
oleh kaum muslim yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-Islamisme atau
menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintah kolonial
Belanda.12
Sebenarnya Hurgronje terpengaruh dengan kebangkitan Islam di Tmur Tengah
yang dipelopori oleh Jamaluddin al-Afghanu dan Abduh. Pengaruh gagasan dan
pemikiran kedua tokoh inilah sebenarnya yang ditakutkannya karena dapat
mempengaruhi kesadaran umat Islam Indonesia.
Menarik untuk dianalisis lebih jauh adalah implikasi yang ditimbulkan oleh
teori tersebut yang mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam
yang sangat lambat dibanding dengan institusi lainya. Jika pembaruan pemikiran
Islam di Indonesia dimulai sejak tahun 1970 malah jauh sebelum itu, maka
pembaruan hukum Islam baru mulai tahun 1974 bahkan tepatnya tahun 1950-an.13
11
Alwi Shihab, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di
Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998), h. 86.
12
Ibid.
13
Ahmad Rafiq menyebut pembaruan hukum Islam dimulai pada tahun 1970. Lihat, Ahmad Rafiq , pembaruan
Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakart: Gaya Media, 2001), h. 170.
14
Nuruddin Amir dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media),h. 14
15
Ratno Lukito, op,cit., h. 51
16
Nuruddin Amir dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media),h. 16
D. Hukum Islam Pada Masa Kemerdekaan
Salah satu makna kemerdekaan bagi bangsa Indonesia adalah terbebasnya dari
pengaruh hukum Belanda. Menurut Hazairin, setelah Indonesia merdeka, walaupun aturan
peralihan menyatakan bahwa hukum yang lama masih berlaku selama jiwanya tidak
bertentangan dengan UUD 1945, seluruh peraturan pemerintahan Belanda yang berdasarkan
teori receptie tidak berlaku lagi karena jiwanya bertentangan dengan UUD 1945. Teori
receptie harus exit karena bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah Rasul. Hazairin
menyebut teori receptie sebagai teori Iblis.
Berdasarkan pendapatnya ini, Hazairin mengembangkan teori yang disebutnya sebagai
teori receptie exit. Pokok-pokok pikiran Hazairin tersebut adalah:
1. Teori receptie telah patah, tidak berlaku dan exit dari tata negara Indonesia sejak
tahun 1945 dengan merdekanya bangsa Indonesia dan mulai berlakunya UUD 1945
2. Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 maka negara Republik Indonesia
berkewajiban, membentuk hukum nasional Indonesia yang bahannya hukum agama.
Negara mempunyai kewajiban kenegaraan untuk itu.
3. Hukum agama yang masuk dan menjadi hukum nasional Indonesia bukan hukum
Islam saja, melainkan juga hukum agama lain untuk pemeluk agama lain. Hukum
agama di bidang hukum perdata diserap dan hukum pidana diserap menjadi hukum
nasional Indonesia. Itulah hukum baru Indonesia dengan dasar pancasila.
Disamping Hazairin, seorang tokoh yang juga menentang teori receptie adalah Sayuti
Thalib yang menulis buku Receptie a Contrario: Hubungan Hukum Adat dengan Hukum
Islam. Teori ini mengandung sebuah pemikiran bahwa, hukum adat baru berlaku kalau tidak
bertentangan dengan hukum Islam. Melalui teori ini jiwa pembukaan dan UUD 1945 1 telah
mengalahkan Pasal 134 ayat 2 Indische Staatsregling itu.17
Menurut Ismail Sunny setelah Indonesia merdeka dan UUD 1945 berlaku sebagai dasar
negara kendati tanpa memuat ketujuh kata dari Piagam Jakarta maka teori receptie
dinyatakan tidak berlaku lagi dan kehilangan dasar hukumnya. Selanjutnya hukum Islam
berlaku bagi bangsa Indonesia yang beragama Islam sesuai dengan pasal 29 UUD 1945. Era
ini disebut Sunni sebagai Periode Penerimaan Hukum Islam sebagai sumber Persuasif
(persuasive source). 18
Selanjutnya, dengan ditempatkannya Piagam Jakarta dala Dekrit Presiden RI tanggal 5
Juli 1959, maka era ini dapat dikatakan era penerimaan hukum Islam sebagai sumber
otoritatif (authoritative source). Sehingga sering kali disebut termasuk Soekarno bahwa
Piagam Jakarta menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan merupakan suatu rangkaian
kesatuan dalam konstitusi tersebut.19
Kendati demikian sebenarnya dapat diartikan bahwa pada masa orde lama posisi hukum
Islam tidaklah lebih baik dari masa penjajahan. Pandangan Soekarno terhadap Islam
sepertinya sangat sekularistik. Kendati pada awal terbentuk negara Indonesia, dalam sidang-
sidang BPUPKI Soekarno dapat menerima dan setuju dengan keberadaan Piagam Jakarta
(Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syari’at Islam Bagi Pemeluk-pemeluknya).
17
Sayuti Thalib, Receptio a Contrario, (Jakarta: Bina Aksara,1985), h. 37-40
18
Hukum Islam Dalam Tatanan Masyarakat indonesia, (Cik Hasan Bisri), (Jakarta: Logos Publishing, 1998), h. 96
19
Ibid.,h. 99
Namun setelah Soekarno berkuasa keberpihakannya kepada Islam semakain berkurang untuk
tidak menngatakan hilang sama sekali.20
20
Nuruddin Amir dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media),h. 19.
21
Abdullah Aziz Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru, (Jakarta: Gema Insani Pers, 1996), h. 239-
240.
22
Nur Ahmd Fadil Lubis, op.cit., h. 137
23
Abdullah Aziz Thaba, h. 285.
kewarisan, Buku III tentang Perwakafan. Inpres tersebut ditindaklajuti dengan SK
Mentri Agama No. 154 Tahun 1991 tanggal 22 Juli 1991.24
24
Nuruddin Amir dan Azhari Akmal Tarigan , h.31