Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ramadhan merupakan saat yang ditunggu-tunggu oleh umat Muslim di

seluruh penjuru dunia. Bagi umat Muslim, Ramadhan adalah bulan yang besar,

agung, dan suci. Bulan di mana mereka dapat semakin mendekatkan diri pada

Sang Pencipta. Singkatnya, Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan

ampunan.

Tetapi pada perkembangannya, efek Ramadhan tidak hanya terdapat pada

nilai-nilai religius semata. Datangnya Bulan Ramadhan telah berimbas pada

aspek-aspek yang lain, misalnya dari aspek sosial kemasyarakatan, aspek hukum,

dan aspek ekonomi.

Meninjau pada aspek sosial kemasyarakatan, Ramadhan mengingatkan kita

agar lebih peka terhadap lingkungan sosial masyarakat di sekitar kita. Karena di

Bulan Ramadhan ini, kita diajarkan untuk berbanyak-banyak infaq dan sedekah.

Dengan meningkatnya intensitas infaq dan sedekah merupakan cerminan dari

kepedulian kita terhada sesama. Hal serupa juga terlihat bila dilhat dari aspek

hukum. Setiap Lembaga Pemasyarakatan biasanya memberikan remisi atau

pengurangan masa hukuman pada sebagian besar narapidana.

Yang sangat menarik adalah jika kita menilik dari sektor ekonomi. Entah

mengapa, tetapi setiap datangnya Bulan Ramadhan, intensitas transaksi, aktivitas

ekonomi cenderung meningkat. Mulai transaksi kebutuhan sehari-hari, seperti

kebutuhan pangan dan pakaian, hingga kebutuhan tersier.


Mari kita berbicara contoh. Sebagai awalnya kita meninjau ke pasar

tradisional. Layaknya hari-hari biasa, diluar Ramadhan, tidak ada yang istimewa

yang dapat kita temui pada pasar tradisional. Ketika Ramadhan tiba, bisa

dipastikan bahwa jumlah transakasi pada pasar tradisional bisa meningkat hingga

dua kali lipat. Pada Bulan Ramadhan, selain menyiapkan untuk kebutuhan

makanan sehari-hari, juga ada tambahan kebutuhan penting lainnya, yaitu ta’jil.

Belanja untuk kebutuhan ta’jil ini sangat fenomenal. Karena tidak hanya

melibatkan mereka yang telah sehari- hari berkecimpung di pasar tradisional,

tetapi juga menarik para pemuda untuk terjun ke pasar tradisional. Dewasa ini

ta’jil telah mengalami perluasan kepentingan. Dari yang awalnya hanya sebagai

sekadar hidangan pembuka bagi yang berbuka puasa, kini ta’jil telah menjadi

lahan bisnis yang menjanjikan. Dan seperti yang telah disebutkan di atas, bisnis

ta’jil tidak hanya dimonopoli oleh mereka yang “seharusnya” menyiapkan ta’jil,

tetapi juga oleh para pemuda.

Kemudian ada kebutuhan Sandang, ketika kita bepergian ke departemen store

yang jamak kita temui di mal-mal yang ada di kota besar. Pada masa-masa puasa

seperti ini, setiap departemen store berlomba-lomba untuk menawarkan diskon

besar-besaran. Diskon ini bertujuan untuk menarik konsumen dan meningkatkan

penjualan.

Kita akan menemui bertambahnya jumlah pengunjung pada hari-hari bulan

puasa ini jika dibandingkan dengan hari-hari biasa. Entah karena sejuknya AC

yang terdapat di setiap sudut departemen store tersebut sehingga melupakan kita
akan dahaga, bisa jadi. Kemungkinan lainnya adalah adanya budaya yang masih

melekat pada sebagian besar masyarakat Indonesia, bahwa “Lebaran, baju baru”.

Dan yang terakhir yaitu ada satu fenomena yang menjelaskan mengapa

budaya tersebut masih saja subur di kalangan mayoritas masyarakat Indonesia.

Yaitu Tunjangan Hari Raya (THR). Bagi setiap pegawai atau karyawan, THR

adalah suatu yang ditunggu-tunggu. THR merupakan tunjangan diluar gaji, bisa

dikatakan bonus, yang diberikan pada setiap menjelang hari raya. Karena di

Indonesia mayoritas masyarakanya beragama Islam, maka sebagian besar

perusahaan atau instansi membagikan THR menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Mungkin karena THR inilah yang membedakan Indonesia dengan negara-

negara lain. Seperti yang kita ketahui, biasanya perusahaan-perusahaan di

Amerika Serikat dan di kawasan Eropa membagikan bonus pada karyawan pada

akhir tahun. Hal ini juga yang menjadikan pergesaran budaya belanja masyarakat

Indonesia yang terjadi pada hari-hari Ramadhan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan, perlu dilakukan penelitian

untuk memperoleh bukti empiris atas objek yang diteliti dengan judul:

“PENYEBAB BUDAYA KONSUMTIF MASYARAKAT PADA SAAT

BULAN RAMADHAN”.

1.2 Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan, oleh karena itu, penulis

ingin fokus penelitian terhadap apa yang menjadi penyebab budaya konsumtif

masyarakat pada saat bulan ramadhan.


Adapun rumusan masalah yang diangkat dari judul tersebut adalah : “Apa

yang menjadi penyebab budaya konsumtif masyarakat pada saat bulan

ramadhan?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui apa yang menjadi penyebab budaya konsumtif masyarakat pada saat

bulan ramadhan.

1.4 Kegunaan Penelitian

a. Bagi Kepentingan Ilmiah

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah bahwa penelitian ini

dapat digunakan sebagai masukan dan pengembangan informasi

tentang penyebab budaya konsumtif masyarakat pada saat bulan ramadhan..

b. Bagi Civitas Akademika

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi dasar penelitian bagi para

peneliti selanjutnya.

c. Bagi Pemerintah Kota Palu

Agar menjadi referensi informasi mengenai apa yang menjadi penyebab

budaya konsumtif masyarakat pada saat bulan ramadhan.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang dimaksudkan untuk mempermudah

pembahasan dalam penulisan. Sistematika penulisan penelitian ini adalah

sebagai berikut:
Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar

belakang masalah, fokus penelitian dan rumusan masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.

Bab Kedua, merupakan landasan teori yang terdiri dari beberapa pengertian

teori yang berhubungan dengan penelitian, dan kerangka pemikiran.

Bab Ketiga, Membahas mengenai paradigma metode penelitian, metode

penelitian, dan rancangan prosedur penelitian yang digunakan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hariyono (2015), Patricia dan Sri

Handayani (2014), serta Primadini dan Buduani (2014) membuktikan bahwa gaya

hidup berpengaruh terhadap perilaku konsumtif. Hal tersebut sejalan dengan teori

Hawkins (2007) menjelaskan gaya hidup seorang mempengaruhi kebutuhan dan

keinginan serta perilakunya termasuk perilaku membeli. Selain itu, Hawkins

(2007) juga mengatakan bahwa gaya hidup sering sekali dijadikan pedoman

dalam membeli sesuatu. Kesimpulannya adalah gaya hidup sangat menentukan

individu dalam memiliki sikap berbelanja tertentu sesuai pola hidup yang dianut.

Adanya gengsi dan timbul kepercayaan diri dari generasi Y yang sedang

mengalami perkembangan baik kognisi, afeksi dan konasi sehingga cenderung

ingin tahu tentang hal-hal baru yang diamatinya sehingga menjadikan mereka

berperilaku konsumtif.

Penelitian terdahulu yang dilakukan Mawo, Thomas dan Sunarto (2017)

menunjukan bahwa literasi keuangan berpengaruh negatif terhadap perilaku

konsumtif. Peneliti juga menyarankan untuk memberi pemahaman pendidikan

keuangan kepada setiap anak agar mengelola uang dengan baik dan efektif serta

terhindar dari perilaku berbelanja atau menghabiskan waktu secara tidak rasional

terlebih untuk generasi Y yang baru pertama kali memiliki penghasilan.


Penelitian terdahulu yang dilakukan Yustini (2015) mengatakan bahwa

religiusitas berpengaruh negatif terhadap perilaku konsumtif. penelitiannya

menunjukan bahwa mahasiswa memiliki konsumerisme yang sedang karena

dibekali oleh keimanan sehingga memberikan saringan moral pada mahasiswa

dalam membelanjakan hartanya sekaligus pemanfaatan pada pendapatan untuk

hal-hal efektif.

Penelitian terdahulu yang dilakukan Hidayat, T.B.W., Punia, I.N. &

Kebayantini, L.N.L. (2018) menunjukan bahwa Era globalisasi menjadikan diri

kita lengah dan hanyut terhadap berbagai perkembangan- perkembangan yang

begitu pesat setiap harinya. Perilaku konsumtif era globalisasi sudah tidak

memandang aspek sosial ekonomi saja, contohnya adalah Generasi Y terkhusus

mahasiswa cenderung memiliki perilaku konsumtif yang mucul dari sekitar

mereka, lewat media sosial. Media telah menjadikan mereka menjadi sasaran

empuk yang memberikan pengaruh besar terhadap perubahan peradaban

masyarakat, yaitu konsumerisme.

2.2 Landasan Teori

Menurut kamus umum bahasa Indonesia, perilaku berasal dari kata “laku”

yang berarti perbuatan, kelakuan, cara menjalankan dan berbuat. Definisi lain

menurut wawan (2011), perilaku merupakan suatu tindakan yang dapat diamati

dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak.

Perilaku adalah kumpulan faktor yang saling berinteraksi.

Menurut Lubis dalam Sumartono (2002), perilaku konsumtif adalah perilaku


membeli yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan

karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional lagi.

Sedangkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mengatakan perilaku

konsumtif merupakan kecenderungan individu untuk mengonsumsi sesuatu tanpa

batasan dan hanya mementingkan faktor keinginan. Definisi lain, Anggasari

mengatakan perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang dengan kurang

adanya pertimbangan sehingga menjadi kurang bermanfaat.

Lebih lanjut, Sumartono (2002) menjelaskan bahwa munculnya perilaku

konsumtif disebabkan oleh faktor eksternal dan faktor internal. Adapun faktor

eksternal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah kebudayaan,

kelas sosial, kelompok referensi, keluarga dan demografi. Sedangkan faktor

internal yang berpengaruh pada perilaku. Oleh sebab itu, perilaku konsumtif

merupakan sebuah sikap dalam mengonsumsi yang mengandung berlebihan

karena tidak memiliki prioritas utama dalam hidup melainkan hanya ingin

memenuhi nafsu membeli, sehingga pembeliannya menjadi kurang bermanfaat.

Perilaku konsumtif dilihat dari dua sisi yaitu internal dan eksternal. Sisi internal

dalam mengonsumsi dilihat melalui konsep diri, gaya hidup, literasi keuangan,

kepribadian, motivasi dan religiusitas. Sedangkan sisi eksternal dilihat dari

lingkungan, media sosial dan kebudayaan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Dalam kerangka pemikiran, peneliti berusaha untuk menggambarkan

permasalahan yang peneliti ambil dalam penelitian. Adapun masalah penelitian


ini mengenai “PENYEBAB BUDAYA KONSUMTIF MASYARAKAT PADA

SAAT BULAN RAMADHAN”.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Paradigma Metode Penelitian

Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas

dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan

praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah,

dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada

praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan

eksistensial atau epistemologis yang panjang (Mulyana, 2003)

Paradigma yang digunakan di dalam penelitian ini adalah paradigma

konstuktivis. Paradigma konstruktivis, yaitu paradigma yang hampir

merupakan antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan

objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan.

Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap

socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci

terhadap perilaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara

atau mengelola dunia sosial mereka (Hidayat, 2003)

Menurut Patton (1978), para peneliti konstruktivis mempelajari beragam

realita yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi

tersebut bagi kehidupan mereka dengan yang lain. Dalam konstruktivis,

setiap individu memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian,

penelitian dengan strategi seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang

diambil individu dalam memandang dunia adalah valid, dan perlu adanya
rasa menghargai atas pandangan tersebut. Paradigma konstruktivis memiliki

beberapa kriteria yang membedakannya dengan paradigma lainnya, yaitu

ontologi, epistemologi, dan metodologi. Level ontologi, paradigma

konstruktivis melihat kenyataan sebagai hal yang ada tetapi realitas bersifat

majemuk, dan maknanya berbeda bagi tiap orang. Dalam epistemologi,

peneliti menggunakan pendekatan subjektif karena dengan cara itu bisa

menjabarkan pengkonstruksian makna oleh individu. Dalam metodologi,

paradigma ini menggunakan berbagai macam jenis pengkonstruksian dan

menggabungkannya dalam sebuah konsensus.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode observasi. Observasi merupakan

kegiatan pengamatan secara inderawi yang direncanakan, sistematis, dan

hasilnya dicatat serta diintrepretasikan dalam rangka memperoleh

pemahaman tentang objek yang diamati.

3.3 Rancangan Prosedur Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kota Palu tepatnya di daerah Mamboro, Palu

Utara

3.3.2 Unit Analisis dan Informan Penelitian

Unit data yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi data primer dan

data sekunder. Sumber data primer terdiri dari:


- Hasil observasi yang didapat dengan melakukan pengamatan

langsung tentang penyebab budaya konsumtif masyarakat pada saat bulan

ramadhan.

Sumber data sekunder terdiri dari:

- Sumber tertulis yang dapat dibagi atas sumber buku, majalah

ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi.

Penentuan informan dalam penelitian ini dengan beberapa kriteria


sebagai berikut :

1. Masyarakat Kota Palu, khususnya kelurahan Mamboro

2. Sering berbelanja untuk kebutuhan sehari - hari khusunya ketika

bulan ramadhan

3. Mempunyai waktu untuk di wawancarai dan di mintai informasi

3.3.3 Metode Pengumpulan

1. Data primer

Data primer adalah kata-kata dan tindakan informan yang

diamati atau diwawancarai yang didapat melalui catatan tertulis atau

melalui rekaman suara/video, pengambilan foto atau film. Alat yang

digunakan untuk mendapatkan data primer adalah :

- Observasi

Menurut Rachmat Kriyantono observasi diartikan sebagai

kegiatan mengamati secara langsung-tanpa mediator-sesuatu objek


untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek

tersebut. Kegiatan observasi meliputi melakukan pengamatan

dan pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku,

obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam

mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Pada tahap awal

observasi dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan data

atau informasi sebanyak mungkin. Tahap selanjutnya, peneliti

harus melakukan observasi yang terfokus, yaitu mulai

menyempitkan data atau informasi yang diperlukan sehingga

peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku dan hubungan yang

terus menerus terjadi (Kriyantono, 2008)

2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan bahan tambahan yang berasal dari

sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku, majalah ilmiah,

sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi.

Anda mungkin juga menyukai