Anda di halaman 1dari 10

Nurda et al., Peranan KH. Abdurrahman Wahid dalam Penghapusan Diskriminasi terhadap Etnis.......

PERANAN KH. ABDURRAHMAN WAHID DALAM PENGHAPUSAN DISKRIMINASI


TERHADAP ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA TAHUN 1999-2000

Siska Yulia Nurda, Sugiyanto, Marjono


Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember (UNEJ)
Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
E-mail: sugiyanto.unej.gmail.com

ABSTRAK
Sebagai Presiden Republik Indonesia keempat, peranan KH. Abdurrahman Wahid sangat besar bagi etnis Tionghoa
di Indonesia. Kondisi etnis Tionghoa di Indonesia banyak mengalami pergolakan seiring dengan perubahan politik
yang ada. Terdapat beberapa kebijakan yang membuat etnis Tionghoa merasa didiskriminasikan. Implementasi
kebijakan yang berlaku pada masa Orde Baru khususnya dinilai tidak sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945 oleh
KH. Abdurrahman Wahid. Oleh karena itu, KH. Abdurrahman Wahid berusaha menghapus diskriminasi terhadap
etnis Tionghoa di Indonesia. Penelitian ini mendeskripsikan tentang latar belakang KH. Abdurrahman Wahid
menghapus diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia, usaha-usaha yang dilakukan KH. Abdurrahman
Wahid dalam menghapus diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia, dan implikasi kebijakan pemerintahan
KH. Abdurrahman Wahid terhadap etnis Tionghoa di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
sejarah. Usaha-usaha yang dilakukan KH. Abdurrahman Wahid dalam menghapus diskriminasi terhadap etnis
Tionghoa di Indonesia pada akhirnya dapat membebaskan etnis Tionghoa dalam mengekspresikan identitas
budayanya.
Kata kunci: Peranan, KH. Abdurrahman Wahid, Penghapusan Diskriminasi.

ABSTRACT

As fourth President Republic of Indonesia, KH. Abdurrahman Wahid have biggest role for Tionghoa ethnic in
Indonesia. The condition of Tionghoa ethnic in Indonesia have many experience turbulence along with change of
politic in Indonesia. There are many arrangement that make Tionghoa ethnic feel disciminated. The
implementation of arrangement that happen in New Period Soeharto valued unway with Pancasila and UUD 1945
by KH. Abdurrahman Wahid. So, KH. Abdurrahman Wahid try to erase the discrimination of Tionghoa ethnic in
Indonesia. This research describe about background KH. Abdurrahman Wahid erased the discrimination of
Tionghoa ethnic in Indonesia, the efforts that have done by KH. Abdurrahman Wahid for erase the discrimination
of Tionghoa ethnic in Indonesia, and the arrangement government implication of KH. Abdurrahman Wahid for
Tionghoa ethnic in Indonesia. This research uses the methods of historical research. The efforts that have done by
KH. Abdurrahman Wahid for erase the discrimination of Tionghoa ethnic in Indonesia, in last, can make Tionghoa
ethnic feel free to express the identity of their culture.

Keywords: Role, KH. Abdurrahman Wahid, Discrimination.

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2014, I (1): 1-10


Nurda et al., Peranan KH. Abdurrahman Wahid dalam Penghapusan Diskriminasi terhadap Etnis....... 2

PENDAHULUAN terdiri atas media massa atau pers berbahasa Tionghoa,


Salah satu Presiden Republik Indonesia yang sekolah-sekolah Tionghoa, dan organisasi-organisasi
sering membela hak-hak kelompok minoritas dan Tionghoa (Suryadinata, 2010:204). Penghilangan tiga
tertindas sadalah KH. Abdurrahman Wahid. KH. pilar utama kebudayaan Tionghoa ini merupakan tindakan
Abdurrahman Wahid merupakan salah satu tokoh publik pemerintah yang diskriminatif terhadap etnis Tionghoa.
yang memiliki perhatian terhadap ide dan praktek Etnis Tionghoa dipaksa untuk mengikuti arah kebijakan
demokrasi. KH. Abdurrahman Wahid berusaha politik yang membatasi etnis Tionghoa dalam
memanusiakan manusia (humanisme) dari segala bentuk mengekspresikan identitas budayanya.
penjajahan. Dalam hidup berbangsa dan bernegara, KH. Kebijakan asimilasi dan politik diskriminasi
Abdurrahman Wahid adalah seseorang yang inklusif, terhadap etnis Tionghoa di Indonesia yang dilakukan oleh
yang terbuka bagi siapa saja tanpa merasa perlu tahu asal Presiden Soeharto mulai mengalami perubahan pada masa
usul dan latar belakangnya. reformasi. Keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia mulai
Indonesia merupakan negara yang memiliki diakui dan diperhatikan kembali, terlebih pada masa
keragaman budaya, suku, agama, ras, dan golongan- pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid. Usaha KH.
golongan. Keragaman tersebut membentuk masyarakat Abdurrahman Wahid dalam keberpihakannya terhadap
Indonesia menjadi masyarakat majemuk. Kemajemukan kelompok minoritas, khususnya etnis Tionghoa (yang
ini di dalamnya terdapat kelompok Tionghoa yang hidup dalam hal ini adalah menghapus diskriminasi), lebih
bersama dengan masyarakat Indonesia lainnya. diwujudkan ketika KH. Abdurrahman Wahid menjabat
Keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia dengan berbagai sebagai presiden Republik Indonesia tahun 1999-2001.
peranannya kurang diterima dengan baik oleh masyarakat Etnis Tionghoa tidak dipaksakan lagi untuk berasimilasi
pribumi sejak tahun 1930-an. Akibatnya, hubungan antara total dengan penduduk pribumi. KH. Abdurrahman
penduduk pribumi dan etnis Tionghoa di Indonesia tidak Wahid berusaha membebaskan etnis Tionghoa di
terjalin dengan baik pula. Indonesia dari kebijakan-kebijakan yang
Ketidakharmonisan yang terjalin antara mendiskriminasikan keberadaan etnis Tionghoa. Etnis
masyarakat pribumi dan etnis Tionghoa di Indonesia Tionghoa di Indonesia diperbolehkan untuk melakukan
sering membuat etnis Tionghoa merasa semua aktivitas keagamaan, bahkan dibebaskan untuk
didiskriminasikan, terlebih pada saat diberlakukannya mempertahankan identitas Tionghoanya.
kebijakan asimilasi total oleh Presiden Soeharto. Maksud dalam judul “Peranan KH. Abdurrahman
Sejatinya, kebijakan asimilasi ini bertujuan meleburkan Wahid dalam Penghapusan Diskriminasi terhadap Etnis
kebudayaan minoritas etnis Tionghoa dalam kebudayaan Tionghoa di Indonesia Tahun 1999-2001” adalah
mayoritas masyarakat pribumi ke dalam satu wadah yaitu tindakan yang dilakukan oleh KH. Abdurrahman Wahid
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kenyataannya, dalam meniadakan pembedaan perlakuan terhadap etnis
Presiden Soeharto tidak hanya menjalankan kebijakan Tionghoa. Etnis Tionghoa tidak dipaksakan lagi untuk
asimilasi terhadap etnis Tionghoa, namun juga meleburkan diri dengan meninggalkan adat istiadat
menjalankan politik diskriminasi dan pemisahan antara Tionghoa, agar menjadi orang Indonesia yang sama
pribumi dan nonpribumi pada masa Orde Baru dengan pribumi, melalui kebijakan-kebijakan yang
(Suryadinata, 2010:251). Berbagai peraturan yang diterapkan oleh KH. Abdurrahman Wahid.
asimilatif telah ditetapkan dan dilaksanakan pada masa
Orde Baru. Pada hakekatnya kebijakan asimilasi bertujuan
menghapus tiga pilar utama kebudayaan Tionghoa yang

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2014, I (1): 1-10


Nurda et al., Peranan KH. Abdurrahman Wahid dalam Penghapusan Diskriminasi terhadap Etnis....... 3

Permasalahan yang dibahas adalah: pengetahuan untuk memperkaya materi sejarah,


1. Apa yang melatarbelakangi KH. Abdurrahman Wahid terutama mengenai sejarah ketokohan;
pada tahun 2000 menghapus diskriminasi terhadap 4. bagi almamater FKIP Universitas Jember, merupakan
etnis Tionghoa di Indonesia? realisasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu
2. Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan KH. Dharma Penelitian.
Abdurrahman Wahid dalam menghapus diskriminasi
Metode penelitian yang digunakan adalah metode
terhadap etnis Tionghoa di Indonesia pada tahun
penelitian sejarah yang terdiri dari proses heuristik, kritik,
1999-2000?
interpretasi, dan historiografi. Dalam penelitian ini
3. Bagaimana implikasi kebijakan pemerintahan KH.
penulis menggunakan pendekatan sosiologi pengetahuan
Abdurrahman Wahid terhadap etnis Tionghoa di
dan sosiologi politik. Sosiologi pengetahuan menurut
Indonesia?
Kartodirdjo (1992:180) mempelajari tentang hubungan
latar belakang sosio-kultural masyarakat atau lingkungan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
sosial seseorang hidup dengan struktur pemikiran dan
1. mengkaji secara mendalam tentang latar belakang KH.
kesadarannya. Pendekatan sosiologi pengetahuan
Abdurrahman Wahid pada tahun 2000 mengambil
dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami pengaruh
kebijakan menghapus diskriminasi terhadap etnis
lingkungan sosio-kultural terhadap pemikiran Gus Dur
Tionghoa di Indonesia;
tentang penghapusan diskriminasi yang akan
2. mengkaji secara mendalam tentang usaha-usaha yang
diperjuangkan untuk etnis Tionghoa di Indonesia.
dilakukan KH. Abdurrahman Wahid dalam
Sedangkan sosiologi politik adalah ilmu yang berkaitan
menghapus diskriminasi terhadap etnis Tionghoa
dengan kekuasaan, tentang siapa yang berkuasa,
tahun 1999-2000;
bagaimana memperoleh kekuasaan dan mengapa berkuasa
3. mengkaji implikasi kebijakan pemerintahan KH.
(Nasikun, 1987:16). Dengan menggunakan pendekatan
Abdurrahman Wahid terhadap etnis Tionghoa di
Indonesia. sosiologi politik dapat diketahui bagaimana tindakan-
tindakan yang dilakukan Gus Dur dalam membuat
keputusan atau kebijakan (dalam hal ini mengenai
Manfaat penelitian ini adalah:
1 bagi penulis, sebagai sarana latihan dalam penelitian penghapusan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di

dan penulisan karya ilmiah agar dapat memecahkan Indonesia) dan faktor-faktor yang mempengaruhi

masalah secara logis dan kritis, dan dapat menambah keputusan atau kebijakan tersebut.

ilmu pengetahuan baru serta mengasah pengetahuan


LATAR BELAKANG KH. ABDURRAHMAN
dalam proses pembelajaran yang didapat dari WAHID PADA TAHUN 2000 MENGHAPUS
penelitian ini; DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS TIONGHOA DI
INDONESIA
2. bagi pembaca, dapat menambah pengetahuan dan Faktor-faktor yang mendorong KH. Abdurrahman
membuka wawasan yang lebih luas, khususnya Wahid pada tahun 2000 menghapus diskriminasi terhadap
mengenai peranan KH. Abudrrahman Wahid dalam etnis Tionghoa di Indonesia didasarkan pada dua faktor,
penghapusan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di yaitu latar belakang sosio-kultural KH. Abdurrahman
Indonesia tahun 1999-2001; Wahid dan kondisi sosial budaya etnis tionghoa di
3. bagi mahasiswa calon guru sejarah, dapat dijadikan indonesia pada tahun 1949-1998.
sebagai acuan atau referensi dan memberi tambahan

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2014, I (1): 1-10


Nurda et al., Peranan KH. Abdurrahman Wahid dalam Penghapusan Diskriminasi terhadap Etnis....... 4

1. Latar Belakang Sosio-Kultural KH. Abdurrahman Abdurrahman Wahid mendapatkan pengalaman untuk
Wahid menumbuhkan wawasan intelektualnya. Hal ini
menyebabkan KH. Abdurrahman Wahid tidak seutuhnya
KH. Abdurrahman Wahid lahir di Denanyar,
berpikiran tradisional, namun dapat berpikir modernis
Jombang pada 4 Agustus, namun kalender yang
dan nasionalis seiring kedekatannya dengan berbagai
digunakan untuk menandai hari kelahirannya adalah
pihak.
kalender Islam yang berarti KH. Abdurrahman Wahid
lahir pada 4 Sya’ban atau sama dengan 7 September 1940 KH. Abdurrahman Wahid melanjutkan studinya di
(Rifai, 2010:26). KH. Abdurrahman Wahid adalah putra Al-Ahzar, salah satu universitas tertua di Kairo, pada
pertama dari pasangan KH. Wahid Hasyim dan Nyai tahun 1964 dan tinggal di Timur Tengah. KH.
Solichah. KH. Abdurrahman Wahid secara terbuka pernah Abdurrahman Wahid sering melakukan diskusi dengan
menyatakan bahwa dirinya masih keturunan Tionghoa tokoh modernisme Islam yang ada di Kairo. KH.
dari garis keturunan kakeknya dari pihak ayah. KH. Abdurrahman Wahid dapat belajar mengenai pemikiran
Abdurrahman Wahid mengaku keturunan dari marga Eropa dan bertukar pikiran dengan masyarakat sekitarnya
Tan, yaitu Tan Kim Han. (Hamid, 2010:15). selama di Kairo. Bahkan belajar di Kairo membentuk
intelektualnya menjadi liberal dan modernis dalam
KH. Abdurrahman Wahid memulai sekolah
memandang dunia Islam (Barton, 2010:99). Selanjutnya
dasarnya di sekolah rakyat di Jakarta dan lulus pada tahun
KH. Abdurrahman Wahid mendapat beasiswa untuk
1953. Setelah lulus dari sekolah dasar lantas dikirim
belajar di Universitas Baghdad selama 4 tahun (1966-
orang tuanya melanjutkan sekolah di Yogyakarta. KH.
1970). KH. Abdurrahman Wahid tidak hanya belajar
Abdurrahman Wahid masuk SMEP (Sekolah Menengah
tentang keislaman, melainkan juga tentang sastra dan
Ekonomi Pertama) di Yogyakarta pada tahun 1953.
kebudayaan Arab, filsafat Barat dan teori sosial ketika di
Selama di Yogyakarta, KH. Abdurrahman Wahid tinggal
Baghdad (Ida, 1998:66). Di sini, KH. Abdurrahman
di rumah salah seorang anggota Majelis Tarjih
Wahid memiliki teman dekat di Baghdad bernama Ramin.
Muhammadiyah yaitu KH. Junaidi. KH. Abdurrahman
Ramin adalah salah seorang pemikir liberal yang berasal
Wahid belajar memahami setiap perbedaan praktek-
dari komunitas kecil Yahudi Irak di Baghdad. KH.
praktek dalam kehidupan antara Muhammadiyah dan
Abdurrahman Wahid sering membicarakan tentang
Nahdlatul Ulama (NU) di sini. Berikutnya KH.
agama, filsafat, dan politik bersama Ramin. KH.
Abdurrahman Wahid belajar di Pesantren Krapyak,
Abdurrahman Wahid juga dapat mengetahui Yudaisme
Yogyakarta dan tinggal di rumah pemimpin NU, KH. Ali
dan pengalaman orang-orang Yahudi dari Ramin.
Ma’shum. Bersama KH. Ali Ma’shum, KH. Abdurrahman
Sehingga KH. Abdurrahman Wahid mulai belajar
Wahid belajar memperdalam bahasa Arab. KH.
menghormati Yudaisme dan memahami pandangan
Abdurrahman Wahid kembali ke Jombang untuk belajar
agama Yahudi serta memahami keprihatinan politik dan
secara penuh di Pesantren Tambakberas di bawah
sosial orang-orang Yahudi yang hidup sebagai kaum
bimbingan Kiai Wahab Chasbullah pada tahun 1959. KH.
minoritas yang kerap disiksa. Oleh karena itu, KH.
Abdurrahman Wahid terdorong untuk mulai mengajar
Abdurrahman Wahid sering terbuka terhadap perbedaan
selama belajar di Pesantren Tambakberas ini. KH.
dan mencoba untuk menghargai bahkan melindungi kaum
Abdurrahman Wahid kemudian mengajar di madrasah
minoritas yang ada di Indonesia (Rifai, 2010:35).
modern yang didirikan di kompleks pesantren (Barton,
2010:51-53; Masdar, 1999:119). Lingkungan santri sunni KH. Abdurrahman Wahid menyelesaikan studinya
tradisional dan lingkungan sekolah membuat KH. di Baghdad dan melanjutkan ke Eropa pada pertengahan

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2014, I (1): 1-10


Nurda et al., Peranan KH. Abdurrahman Wahid dalam Penghapusan Diskriminasi terhadap Etnis....... 5

tahun 1970. Di Eropa, KH. Abdurrahman Wahid Indonesia asli karena pada waktu itu warga negara
mempunyai kesempatan untuk mempelajari sifat Indonesia keturunan Tionghoa secara teknis masih
masyarakat Belanda, Jerman dan Perancis. KH. berkewarganegaraan ganda.
Abdurrahman Wahid juga mempunyai kesempatan untuk Selanjutnya pada masa Demokrasi Terpimpin
melakukan diskusi mengenai masyarakat dan pemikiran (1959-1965) pemerintah Indonesia mengeluarkan
Barat. Eropa merupakan babak akhir dari perjalanannya Peraturan Presiden No. 10. Peraturan ini melarang orang-
dalam membentuk wawasan intelektualnya yang moderis, orang asing menyelenggarakan usaha dalam perdagangan
kritis, reformis, dan demokratis (Barton, 2010;111) eceran di pedesaan dan oleh hukum diwajibkan
mengalihkan perusahaan kepada warga negara Indonesia.
2. Kondisi Sosial Budaya Etnis Tionghoa di Indonesia Tujuan pokok diberlakukannya peraturan ini adalah untuk
pada Tahun 1949-1998 mempercepat proses pengembangan para pedagang kecil
nasional (Coppel, 1994:82).
Kondisi etnis Tionghoa di Indonesia mengalami
Pada masa Orde Baru (1966-1975) diberlakukan
pergolakan dari masa ke masa seiring dengan perubahan
sistem cukong. Dalam sistem cukong ini mitra pribumi
politik yang ada. Pada masa Orde Lama pemerintah
memberikan fasilitas sedangkan kaum Tionghoa
memberlakukan kebijakan integrasi, sedangkan pada
mengelola usaha. Kerjasama antara pengusaha Tionghoa
masa Orde Baru pemerintah memberlakukan kebijakan
dan pribumi pemegang kekuasaan menciptakan
asimilasi bagi etnis Tionghoa di Indonesia. Hal ini dapat
ketidaksenangan pada masyarakat pribumi Indonesia.
dilihat dari kebijakan yang diberlakukan di berbagai
Penanaman modal asing lebih memberikan keuntungan
bidang di Indonesia.
kepada pengusaha Tionghoa karena pada umumnya
a. Bidang Ekonomi
pengusaha Tionghoa lebih unggul dalam pengalaman
Pemerintah Indonesia telah menjalankan kebijakan berusaha, modal, dan pengetahuan teknis (Suryadinata,
dalam bidang ekonomi untuk mengurangi kekuatan 1984:147-149). Sistem cukong dianggap merugikan
ekonomi etnis Tionghoa. Pada masa Demokrasi Liberal pengusaha karena pengusaha Tionghoa tidak
(1949-1958) pemerintah melakukan tindakan mengalihkan keahlian berdagang kepada pribumi
diskriminatif yang sering dikenal dengan sebutan “Sistem Indonesia. Akibatnya terjadi kerusuhan anti Cina,
Benteng” dengan tujuan melindungi para importir termasuk kerusuhan anti-Tanaka di Jakarta pada bulan
nasional Indonesia (importir pribumi) agar dapat bersaing Januari 1974.
dengan importir luar negeri. Pemerintah memberikan b. Bidang Sosial Budaya
pengawasan terhadap pemberian kredit, izin impor dan Keluarnya kebijaksanaan pemerintah tidak hanya
izin berusaha memproduksi barang, hak usaha grosir, dan dikenakan pada sektor ekonomi saja, melainkan juga
valuta asing dengan tujuan untuk menguntungkan orang meluas pada kehidupan sosial budaya etnis Tionghoa.
Indonesia asli, bukan menguntungkan warga negara Kebijaksanaan di bidang sosial budaya berhubungan
Indonesia pada umumnya. dengan pendidikan, adat istiadat dan agama.
Kebijakan lain yang berpengaruh terhadap etnis Melihat banyaknya sekolah-sekolah berbahasa
Tionghoa pada tahun 1954 berhubungan dengan pengantar Tionghoa, pada tanggal 6 November 1957,
peraturan yang mengatur tentang penguasaan pemerintah mengeluarkan peraturan yang menetapkan
penggilingan padi yang sebagian besar dikuasai oleh etnis bahwa warga negara Indonesia keturunan Tionghoa
Tionghoa. Hal ini bertujuan mengalihkan pemilikan usaha dilarang masuk atau tidak diijinkan bersekolah di sekolah-
penggilingan padi dari orang Tionghoa kepada orang sekolah yang menggunakan bahasa Tionghoa sebagai

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2014, I (1): 1-10


Nurda et al., Peranan KH. Abdurrahman Wahid dalam Penghapusan Diskriminasi terhadap Etnis....... 6

pengantar (Suryadinata, 1984:159-161). Adanya Kudeta Namun anjuran ganti nama hanya sebagai slogan tanpa
1965 mengakibatkan sejumlah sekolah-sekolah berbahasa ada realisasi. Peraturan ganti nama diberlakukan kembali
Tionghoa ditutup. Selama masa penutupan sekolah- ketika masa Orde Baru pemerintahan Soeharto tahun
sekolah Tionghoa tersebut menyebabkan banyak anak- 1966. Pemerintah Orde Baru mengeluarkan peraturan
anak Tionghoa tidak bisa mengenyam bangku sekolah. yang jelas untuk memberi petunjuk yang terarah mengenai
Pada tanggal 9 Desember 1967 pemerintah mendirikan ganti nama. Peraturan ganti nama diterbitkan berdasarkan
Staf Khusus Urusan Cina (SKUC) yang bertujuan Presidium Kabinet No. 127/U/Kep/12/1966 yang
membantu kabinet dalam merumuskan kebijaksanaan diundangkan pada tanggal 27 Desember 1966 dan mulai
tentang pendirian sekolah untuk etnis Tionghoa serta diberlakukan tanggal 1 Januari 1967.
mengawasi pelaksanaan dari kebijakan tersebut. SKUC
c. Bidang Politik
kemudian menyarankan agar didirikan Sekolah Nasional
Proyek Chusus (SPNC) yang akan mengikuti kurikulum Sejak tahun 1954 terdapat suatu rancangan undang-

sekolah nasional Indonesia dengan bahasa Indonesia undang yang sangat membatasi jumlah etnis Tionghoa

sebagai bahasa pengantar dan guru-gurunya pun harus yang dapat menjadi warga negara Indonesia. Hal ini

warga negara Indonesia (Suryadinata, 1984:163-164). berakibat meluasnya kesadaran berpolitik di kalangan
etnis Tionghoa Indonesia sehingga memicu terbentuknya
Kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan
organisasi Baperki (Badan Permusyawaratan
yang asimilatif pada dasarnya bertujuan mengurangi
Kewarganegaraan Indonesia) yang bertujuan melindungi
penggunaan bahasa Tionghoa. Pada masa Orde Lama
dan membela segala sesuatu yang bersifat Tionghoa di
yaitu pada bulan April 1958, Kepala Staf Angkatan Darat
Indonesia (Coppel, 1994:79).
yaitu A.H. Nasution mengeluarkan peraturan yang
Satu-satunya organisasi sosial yang diijinkan untuk
mengatakan bahwa semua surat kabar yang menggunakan
beroperasi pada masa Orde Baru adalah LPKB yang sudah
aksara selain Latin dan Arab harus ditutup dan diijinkan
ada sejak masa Orde Lama dan ditugaskan untuk
beroperasi kembali jika diterbitkan dalam bahasa
menangani masalah Tionghoa. LPKB menginginkan agar
Indonesia. Hal ini bertujuan membatasi penggunaan
etnis Tionghoa meleburkan diri ke dalam kebudayaan
bahasa yang tidak dipahami oleh rakyat Indonesia.
Indonesia asli. LPKB dibubarkan pada tahun 1967 karena
Tidak hanya memberikan kebijaksanaan di bidang tungasnya telah dianggap selesai dalam membantu
pendidikan dan bahasa Tionghoa saja, pemerintah juga pemerintah mengenai permasalahan etnis Tionghoa.
memberikan peraturan terkait agama dan adat istiadat Kemudian dibentuk Bakom pada tahun 1977. Bakom
Tionghoa yaitu dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden berfungsi sebagai jembatan antara pemerintah dengan
No. 14 Tahun 1967. Agama Tionghoa hanya dapat masyarakat Tionghoa. Dalam perkembangannya,
dipraktekkan di lingkungan keluarga saja. Perayaan hari- dibentuklah Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan
hari besar keagamaan dan adat Tionghoa pun tidak boleh Bangsa (Bakom PKB).
dilangsungkan secara terbuka dan menyolok.
Strategi yang komprehensif untuk mengubah USAHA-USAHA KH. ABDURRAHMAN WAHID
identitas etnis Tionghoa adalah melalui perubahan nama. DALAM MENGHAPUS DISKRIMINASI
Pada masa Orde Lama tahun 1961, pemerintah TERHADAP ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA
mengeluarkan UU No. 4 Tahun 1961 yang mengizinkan TAHUN 1999-2000
semua warga negara Indonesia keturunan Tionghoa Usaha-usaha KH. Abdurrahman Wahid dalam
mengubah nama Tionghoa menjadi nama Indonesia. menghapus diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2014, I (1): 1-10


Nurda et al., Peranan KH. Abdurrahman Wahid dalam Penghapusan Diskriminasi terhadap Etnis....... 7

Indonesia tahun 1999-2000 dipengaruhi oleh pemikiran a. Bidang Sosial Budaya


KH. Abdurrahman Wahid yang demokratis dalam KH. Abdurrahman Wahid menghapus segala bentuk
implementasinya terhadap realita sosial di Indonesia. Hal diskriminasi agama atau yang memiliki kepercayaan di
ini meliputi nilai-nilai demokrasi, yaitu pluralisme, luar kelompok aliran utama agama-agama besar di
kebebasan, keadilan, dan persamaan. KH. Abdurrahman Indonesia yang sebagian besar masyarakat tersebut
Wahid mempunyai pemikiran bahwa demokrasi adalah merupakan masyarakat minoritas yang ada di Indonesia.
hak bagi siapapun, bukan kehendak mayoritas. Demokrasi KH. Abdurrahman Wahid menghapus diskriminasi
akan mencapai esensinya jika terdapat adanya berbagai terhadap etnis Tionghoa dengan mengeluarkan Keputusan
golongan dan kelompok, besar ataupun kecil, yang Presiden No. 6 Tahun 2000 tanggal 17 Januari 2000 untuk
berbeda-beda bahkan bertentangan, yang berdasarkan mencabut Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967 tentang
suku, agama, keyakinan, etnis kelompok kepentingan agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina (Adam dalam
maupun pengelompokan dasar lainnya, yang sama-sama Suhanda, 2010:191).
berhak untuk dipertimbangkan dalam mengambil Pada tanggal 19 Januari 2001 Menteri Agama
keputusan politik (Thoha dalam Efendi, 2012:65). Republik Indonesia mengeluarkan keputusan No. 13
Pemikiran demokrasi KH. Abdurrahman Wahid Tahun 2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai
ternyata tidak sejalan dengan implementasi kebijakan hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi yang
yang diberlakukan pada masa Orde baru pemerintahan merayakannya) dan diteruskan dengan pencabutan
Soeharto, yaitu kebijakan asimilasi. Pada hakekatnya, larangan penggunaan bahasa Tionghoa baik lisan maupun
asimilasi merupakan proses penyatu-gabungan golongan- tulisan (Setiono dalam Afif, 2012:124). Begitu pula
golongan yang mempunyai sikap mental, adat kebiasaan dengan agama Konghucu juga diakui sebagai salah satu
dan kebudayaan yang berbeda-beda menjadi suatu aliran kepercayaan di Indonesia sesuai dengan Keputusan
kebulatan sosiologis yang harmonis dan bermakna, yang Menteri No. 447/805/Sj yang membatalkan Surat Edaran
dalam hal ini diartikan bangsa (nation) Indonesia (Panitia Menteri Dalam Negeri No. 446/74054 Tahun 1978 yang
Penyuluhan Asimilasi Pusat dalam Bangsa, 1962:20-21). tidak mengakui Konghucu sebagai agama resmi (Afif,
Implementasi kebijakan pemerintah Orde Baru terhadap 2012:163). Keputusan Menteri ini mengacu pada
etnis Tionghoa bertentangan dengan nilai-nilai Penetapan Presiden no 1/pnps/1965 jo UU no 5/1969
demokrasi. Selain itu juga sangat bertentangan dengan tentang penyalahgunaan dan/atau penodaan Agama
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27. (lembaran negara th 1965 no 3, tambahan lembaran
Terjadinya penyimpangan dari implementasi kebijakan negara nomer 2727) masih berlaku hingga sekarang dan
asimilasi membuat KH. Abdurrahman Wahid memilih berlaku mengikat, didalamnya disebutkan penduduk
demokrasi dan menempatkannya bukan sebagai tujuan, Indonesia memeluk 6 Agama yakni; Islam, Katolik,
tetapi sebagai sarana untuk menyempurnakan keadaan. Kristen, Hindu, Buddha dan Khonghucu (Hamid,
KH. Abdurrahman Wahid menilai demokrasi sebagai 2010:98).
sarana untuk memperbaiki kehidupan, jadi demokrasi Di samping perayaan resmi Hari Raya Imlek,
harus diwujudkan secara terus menerus. kebebasan pers dan media di Indonesia dapat bangkit
Kebijakan KH. Abdurrahman Wahid dalam kembali seiring dengan dicabutnya pelarangan resmi
penghapusan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di tentang barang cetakan berbahasa Mandarin oleh KH.
Indonesia tahun 2000 meliputi bidang sosial budaya dan Abdurrahman Wahid pada tanggal 21 Februari 2001.
bidang politik. Penerbitan yang sebelumnya dilarang maupun yang baru
banyak bermunculan. Pers dan media Tionghoa

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2014, I (1): 1-10


Nurda et al., Peranan KH. Abdurrahman Wahid dalam Penghapusan Diskriminasi terhadap Etnis....... 8

merupakan bagian dari arus mekarnya kembali kebebasan, kebebasan etnis Tionghoa dalam menjalankan ritual
dan banyak juga surat kabar harian maupun majalah baru keagamaan, adat istiadat, serta memperbolehkan
berbahasa Tionghoa yang bermunculan, seperti Guo Ji Ri pengekspresian terhadap kebudayaannya di Indonesia.
Bao. Pasca pencabutan Kepres No. 14 Tahun 1967, berbagai
b. Bidang Politik macam pengekspresian kebudayaan mulai berkembang di
Seiring dengan dikeluarkannya Keppres No. 6 Indonesia. Pengkspresian budaya ditandai dengan
Tahun 2000, KH. Abdurrahman Wahid juga membuka maraknya seni budaya Barongsai, Naga Liong, dan
ruang politik sebesar-besarnya, tidak ada lagi larangan kebudayaan Tionghoa lainnya yang sebelumnya
untuk memperbincangkan setiap masalah yang dikembangkan dan dipertunjukkan hanya dalam
berhubungan dengan politik dan kekuasaan. Etnis lingkungan keluarga saja sudah mulai dapat dipentaskan
Tionghoa yang mengalami kebekuan dalam menggunakan secara bebas di muka umum. Etnis Tionghoa dapat
bahasa Mandarin dan aksara Tionghoa pada masa Orde melakukan kegiatan keagamaan secara bebas dan kegiatan
Baru tidak melewatkan kesempatan ini dengan keagamaan etnis Tionghoa mendapat perlindungan resmi
memunculkan media-media yang bersegmentasi warga dari pihak keamanan negara seiring dengan diakuinya
keturunan Tionghoa. Konghucu menjadi kepercayaan di Indonesia.
Pencabutan berbagai pembatasan oleh KH. Pada bidang politik, muncul beragam organisasi dan
Abdurrahman Wahid atas partisipasi dan aktivisme politik partai-partai politik yang berkaitan dengan etnis
yang diberlakukan selama masa Orde Baru, membuka Tionghoa. Hal ini dilakukan etnis Tionghoa untuk
lahirnya partai politik, kelompok-kelompok aksi, dan mengikis stereotip negatif yang selama ini dilekatkan
organisasi-organisasi non pemerintah (Ornop). Banyak pada etnis Tionghoa yaitu bahwa etnis Tionghoa hanya
etnis Tionghoa memanfaatkan kebebasan politik ini untuk memperhatikan aspek ekonomi saja dan apolitik. Kegiatan
mendirikan berbagai organisasi guna mempertahankan aktivitas politik ini dipercayai etnis Tionghoa sebagai
hak-hak etnis Tionghoa, serta mempromosikan solidaritas upaya penguatan terhadap nasionalisme etnis Tionghoa
antar kelompok etnis di Indonesia (Hoon, 2012:97). terhadap Indonesia. Dengan masuk dalam bidang politik,
Berbagai etnis Tionghoa pun beramai-ramai membentuk etnis Tionghoa dapat terjun langsung dalam mengatasi
partai politik, paguyuban, perhimpunan, dan sebagainya. permasalahan bangsa, sehingga dapat menindaklanjuti
Di antaranya adalah Partai Reformasi Tionghoa Indonesia proses pembangunan bangsa secara bersama-sama dengan
(PARTI), Partai Bhinneka Tunggal Ika (PBI), Paguyuban etnis lainnya.
Sosial Marga Tionghoa (PSMTI), Perhimpunan Indonesia
Implikasi lain yang berpengaruh terhadap etnis
Tionghoa (INTI), Solidaritas Nusa Bangsa (SNB),
Tionghoa adalah mengenai Hari Raya Imlek. Pasca
Gerakan Anti Diskriminasi (GANDI), Solidaritas Pemuda
lengsernya KH. Abdurrahman Wahid pada tahun 2001,
Pemudi Indonesia Untuk Keadilan (SIMPATIK) (Afif,
Presiden Megawati menetapkan Hari Raya Imlek sebagai
2012:124).
hari libur nasional sebagai tindaklanjut kebijakan yang
dikeluarkan KH. Abdurrahman Wahid dalam proses
IMPLIKASI PENGHAPUSAN DISKRIMINASI demokrasi Indonesia dan menjadi pendukung yang baik
TERHADAP ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA bagi etnis Tionghoa. Megawati juga mengeluarkan
TAHUN 2000-2001 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menunjuk Departemen Agama
Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2000 yang
untuk memfasilitasi guru agama Konghucu guna
dikeluarkan pada tanggal 17 Januari 2000 melahirkan

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2014, I (1): 1-10


Nurda et al., Peranan KH. Abdurrahman Wahid dalam Penghapusan Diskriminasi terhadap Etnis....... 9

mengajarkan materi ajaran agama tersebut kepada murid naga liong, dapat diselenggarakan secara bebas di muka
yang menganutnya (Marsingga dalam Puspitawati, umum seperti di pusat perbelanjaan, dan sebagainya. Hal
2012:63). ini menunjukkan adanya penerimaan Indonesia atas etnis
Tionghoa dan kepercayaannya yaitu Konghuchu.
PENUTUP
Perjuangan KH. Abdurrahman Wahid dalam membela
1. KESIMPULAN
kelompok minoritas khususnya etnis Tionghoa ini
Berdasarkan hasil penelitian yang dijabarkan dalam
menobatkan KH. Abdurrahman Wahid sebagai Bapak
pembahasan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan
Tionghoa Indonesia pada tanggal 10 Maret 2004. Tidak
yang sekaligus menjawab permasalahan dalam penelitian
hanya itu, kebijakan KH. Abdurrahman Wahid tersebut
ini. Pertama, latar belakang sosio-kultural KH.
berimplikasi pada pemerintahan selanjutnya yaitu pada
Abdurrahman Wahid yang mempengaruhi pemikirannya
masa Megawati terkait dengan penetapan Hari Raya Imlek
lebih demokratis dan kondisi etnis Tionghoa dalam segala
sebagai hari libur nasional. Hal ini berarti masa
aspek kehidupan baik dalam bidang ekonomi, sosial
pemetintahan pasca KH. Abdurrahman Wahid mulai
budaya, dan politik akibat adanya kebijakan-kebijakan
memperhatikan etnis Tionghoa dengan mengeluarkan
yang berlaku pada masa Orde Lama dan Orde Baru.
beberapa kebijakan sebagai tindaklanjut dari kebijakan-
Implementasi kebijakan tersebut, terlebih kebijakan
kebijakan yang dikeluarkan KH. Abdurrahman Wahid.
asimilasi tidak sejalan dengan pemikiran-pemikiran KH.
Abdurrahman Wahid tentang demokrasi. KH.
Abdurrahman Wahid merasa bahwa implementasi 2. SARAN
kebijakan asimilasi sesungguhnya bertentangan dengan
1) Negara sebagai institusi yang melindungi seluruh
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27.
warga negaranya harus bisa mencipakan berbagai
Kedua, akibat implementasi kebijakan asimilasi
kebijakan yang adil, tidak memihak, dan
pada masa Orde Baru yang dinilai bertentangan dengan
menguntungkan semua warga negara, baik di dalam
Pancasila dan UUD 1945, KH. Abdurrahman Wahid
kebijakan yang bersifat politik, sosial, budaya,
mengeluarkan kebijakan yang dinilai dapat membantu
maupun ekonomi. Perlakuan yang adil di dalam
etnis Tionghoa dalam menegakkan demokrasi dengan
semua bidang kehidupan akan menciptakan
memperoleh hak yang sama dengan masyarakat pribumi.
ketenangan bagi semua warga negara terutama
Kebijakan yang dikeluarkan adalah Inpres No 6 Tahun
bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai latang
2000 tentang pencabutan atas Kepres No. 14 Tahun 1967
belakang.
tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina.
2) Bagi masyarakat luas, perlu adanya kesadaran untuk
Selain itu, KH. Abdurrahman Wahid juga mengeluarkan
memelihara hubungan sosial secara baik. Dari dalam
kebijakan terkait agama Konghucu yang berdampak pada
setiap individu baik etnis Tionghoa maupun pribumi
dikeluarkannya kebijakan terkait Hari Raya Imlek sebagai
perlu ditumbuhkan perasaan saling membutuhkan
hari libur fakultatif.
dan tidak merasa tinggi dari yang lain. Konflik sosial
Ketiga, implikasi dari kebijakan pemerintahan KH.
yang terjadi antara etnis Tionghoa dan pribumi selain
Abdurrahman Wahid terhadap etnis Tionghoa di
karena perbedaan budaya juga karena tindakan dan
Indonesia menyebabkan etnis Tionghoa dapat
perilaku sosial yang secara sadar atau tidak
mengapresiasikan dan mengekspresikan segala bentuk
menyinggung perasaan sosial yang lain. Perasaan
agama, adat istiadat dan kebudayaan etnis Tionghoa itu
superior dari orang lain karena kelebihan kekayaan,
sendiri, seperti perayaan Hari Raya Imlek, barongsai, dan

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2014, I (1): 1-10


Nurda et al., Peranan KH. Abdurrahman Wahid dalam Penghapusan Diskriminasi terhadap Etnis....... 10

kedudukan sosial yang tinggi, sikap eksklusif dan [7] Ida, L&Jauhari A. T. 1999. Gus Dur di antara
Keberhasilan dan Kenestapaan. Jakarta: PT Raja
tidak mau bergaul dengan yang lain akan
Grafindo Persada
memunculkan kecemburuan sosial yang alami.
[8] Kartodirdjo, S. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam
Perasaan tidak senang dan kurang suka inilah yang Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
perlahan-lahan akan menjadi kebencian yang setiap
[9] Masdar, U. 1999. Membaca Pikiran Gus Dur dan
saat dapat meledak menjadi kerusuhan. Oleh karena
amien Rais tentang Demokrasi. Jogjakarta: Pustaka
itu, dibutuhkan sikap saling mengerti dari etnis Pelajar
Tionghoa dan masyarakat pribumi. Etnis Tionghoa [10] Nasikun. 1987. Sosiologi Politik. Yogjakarta:
Universitas Gadjah Mada
diharapkan dapat mengurangi sikap eksklusif dan
[11] Rifai, M. 2010. Gus Dur: Biografi Singkat 1940-
perasaan superior mereka. Dan begitu pula
2009. Jogjakarta: Garasi House of Book
sebaliknya, masyarakat pribumi pun diharapkan
[12] Suhanda, I. 2010. Gus Dur Santri Par Excellence.
dapat menerima etnis Tionghoa melalui sikap Yogyakarta: PT Kompas Media Nusantara
kedewasaan dengan mengakui bahwa Indonesia [13] Suryadinata, L. 1984. Dilema Minoritas Tionghoa.
Jakarta: Grafiti Pers
adalah negara yang majemuk dan beragam, sehingga
[14] Suryadinata, L. 2010. Etnis Tionghoa dan
perlu adanya sikap menghargai setiap perbedaan
Nasionalisme Indonesia. Jakarta: Kompas
yang ada dan dimiliki setiap orang atau setiap warga
[15] Effendi, W. I. 2012. “Pemikiran KH. Abdurrahman
negara yang ada di Indonesia agar dapat tercipta Wahid dan Implementasi Demokrasi di Indonesia”.
Tidak Diterbitkan. Skripsi. Jember. Universitas
suasana negara yang harmonis dan demokratis
Jember.
[16] Puspitawati, M. 2012. “Dinamika Sosial Budaya
Etnis Tionghoa di Kabupaten Jember Tahun 1965-
UCAPAN TERIMAKASIH 2011”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Jember:
Universitas Jember.
Siska Yulia Nurda mengucapkan terimakasih
kepada Bapak Drs. Sugiyanto, M. Hum dan Bapak Drs.
Marjono, M. Hum yang telah meluangkan waktu,
memberikan bimbingan dan saran dengan penuh
kesabaran demi terselesaikannya jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Afif, A. 2012. Identitas Tionghoa Muslim di
Indonesia; Pergulatan Mencari Jati Diri. Depok:
Kepik
[2] Bangsa, Y. T. 1989. Konsep Lahirnya Aimilasi.
Jakarta: Yayasan Tunas Bangsa
[3] Barton, Greg. 2002. Biografi Gus Dur: The
Authorized Biography of Abdurrahman Wahid.
Yogyakarta: LkiS
[4] Coppel, C. A. 1994. Tionghoa dalam Krisis. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
[5] Hamid, M. 2010. Gus Ger: Bapak Pluralisme dan
Guru Bangsa. Jogjakarta: Pustaka Marwa
[6] Hoon, C Y. 2008. Idenitas Tionghoa Pasca-Suharto:
Budaya, Politik dan Media. Terjemakan oleh
Budiawan. 2012. Jakarta: Yayasan Nabil dan LP3ES

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2014, I (1): 1-10

Anda mungkin juga menyukai