ABSTRAK
Sebagai Presiden Republik Indonesia keempat, peranan KH. Abdurrahman Wahid sangat besar bagi etnis Tionghoa
di Indonesia. Kondisi etnis Tionghoa di Indonesia banyak mengalami pergolakan seiring dengan perubahan politik
yang ada. Terdapat beberapa kebijakan yang membuat etnis Tionghoa merasa didiskriminasikan. Implementasi
kebijakan yang berlaku pada masa Orde Baru khususnya dinilai tidak sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945 oleh
KH. Abdurrahman Wahid. Oleh karena itu, KH. Abdurrahman Wahid berusaha menghapus diskriminasi terhadap
etnis Tionghoa di Indonesia. Penelitian ini mendeskripsikan tentang latar belakang KH. Abdurrahman Wahid
menghapus diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia, usaha-usaha yang dilakukan KH. Abdurrahman
Wahid dalam menghapus diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia, dan implikasi kebijakan pemerintahan
KH. Abdurrahman Wahid terhadap etnis Tionghoa di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
sejarah. Usaha-usaha yang dilakukan KH. Abdurrahman Wahid dalam menghapus diskriminasi terhadap etnis
Tionghoa di Indonesia pada akhirnya dapat membebaskan etnis Tionghoa dalam mengekspresikan identitas
budayanya.
Kata kunci: Peranan, KH. Abdurrahman Wahid, Penghapusan Diskriminasi.
ABSTRACT
As fourth President Republic of Indonesia, KH. Abdurrahman Wahid have biggest role for Tionghoa ethnic in
Indonesia. The condition of Tionghoa ethnic in Indonesia have many experience turbulence along with change of
politic in Indonesia. There are many arrangement that make Tionghoa ethnic feel disciminated. The
implementation of arrangement that happen in New Period Soeharto valued unway with Pancasila and UUD 1945
by KH. Abdurrahman Wahid. So, KH. Abdurrahman Wahid try to erase the discrimination of Tionghoa ethnic in
Indonesia. This research describe about background KH. Abdurrahman Wahid erased the discrimination of
Tionghoa ethnic in Indonesia, the efforts that have done by KH. Abdurrahman Wahid for erase the discrimination
of Tionghoa ethnic in Indonesia, and the arrangement government implication of KH. Abdurrahman Wahid for
Tionghoa ethnic in Indonesia. This research uses the methods of historical research. The efforts that have done by
KH. Abdurrahman Wahid for erase the discrimination of Tionghoa ethnic in Indonesia, in last, can make Tionghoa
ethnic feel free to express the identity of their culture.
dan penulisan karya ilmiah agar dapat memecahkan Indonesia) dan faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah secara logis dan kritis, dan dapat menambah keputusan atau kebijakan tersebut.
1. Latar Belakang Sosio-Kultural KH. Abdurrahman Abdurrahman Wahid mendapatkan pengalaman untuk
Wahid menumbuhkan wawasan intelektualnya. Hal ini
menyebabkan KH. Abdurrahman Wahid tidak seutuhnya
KH. Abdurrahman Wahid lahir di Denanyar,
berpikiran tradisional, namun dapat berpikir modernis
Jombang pada 4 Agustus, namun kalender yang
dan nasionalis seiring kedekatannya dengan berbagai
digunakan untuk menandai hari kelahirannya adalah
pihak.
kalender Islam yang berarti KH. Abdurrahman Wahid
lahir pada 4 Sya’ban atau sama dengan 7 September 1940 KH. Abdurrahman Wahid melanjutkan studinya di
(Rifai, 2010:26). KH. Abdurrahman Wahid adalah putra Al-Ahzar, salah satu universitas tertua di Kairo, pada
pertama dari pasangan KH. Wahid Hasyim dan Nyai tahun 1964 dan tinggal di Timur Tengah. KH.
Solichah. KH. Abdurrahman Wahid secara terbuka pernah Abdurrahman Wahid sering melakukan diskusi dengan
menyatakan bahwa dirinya masih keturunan Tionghoa tokoh modernisme Islam yang ada di Kairo. KH.
dari garis keturunan kakeknya dari pihak ayah. KH. Abdurrahman Wahid dapat belajar mengenai pemikiran
Abdurrahman Wahid mengaku keturunan dari marga Eropa dan bertukar pikiran dengan masyarakat sekitarnya
Tan, yaitu Tan Kim Han. (Hamid, 2010:15). selama di Kairo. Bahkan belajar di Kairo membentuk
intelektualnya menjadi liberal dan modernis dalam
KH. Abdurrahman Wahid memulai sekolah
memandang dunia Islam (Barton, 2010:99). Selanjutnya
dasarnya di sekolah rakyat di Jakarta dan lulus pada tahun
KH. Abdurrahman Wahid mendapat beasiswa untuk
1953. Setelah lulus dari sekolah dasar lantas dikirim
belajar di Universitas Baghdad selama 4 tahun (1966-
orang tuanya melanjutkan sekolah di Yogyakarta. KH.
1970). KH. Abdurrahman Wahid tidak hanya belajar
Abdurrahman Wahid masuk SMEP (Sekolah Menengah
tentang keislaman, melainkan juga tentang sastra dan
Ekonomi Pertama) di Yogyakarta pada tahun 1953.
kebudayaan Arab, filsafat Barat dan teori sosial ketika di
Selama di Yogyakarta, KH. Abdurrahman Wahid tinggal
Baghdad (Ida, 1998:66). Di sini, KH. Abdurrahman
di rumah salah seorang anggota Majelis Tarjih
Wahid memiliki teman dekat di Baghdad bernama Ramin.
Muhammadiyah yaitu KH. Junaidi. KH. Abdurrahman
Ramin adalah salah seorang pemikir liberal yang berasal
Wahid belajar memahami setiap perbedaan praktek-
dari komunitas kecil Yahudi Irak di Baghdad. KH.
praktek dalam kehidupan antara Muhammadiyah dan
Abdurrahman Wahid sering membicarakan tentang
Nahdlatul Ulama (NU) di sini. Berikutnya KH.
agama, filsafat, dan politik bersama Ramin. KH.
Abdurrahman Wahid belajar di Pesantren Krapyak,
Abdurrahman Wahid juga dapat mengetahui Yudaisme
Yogyakarta dan tinggal di rumah pemimpin NU, KH. Ali
dan pengalaman orang-orang Yahudi dari Ramin.
Ma’shum. Bersama KH. Ali Ma’shum, KH. Abdurrahman
Sehingga KH. Abdurrahman Wahid mulai belajar
Wahid belajar memperdalam bahasa Arab. KH.
menghormati Yudaisme dan memahami pandangan
Abdurrahman Wahid kembali ke Jombang untuk belajar
agama Yahudi serta memahami keprihatinan politik dan
secara penuh di Pesantren Tambakberas di bawah
sosial orang-orang Yahudi yang hidup sebagai kaum
bimbingan Kiai Wahab Chasbullah pada tahun 1959. KH.
minoritas yang kerap disiksa. Oleh karena itu, KH.
Abdurrahman Wahid terdorong untuk mulai mengajar
Abdurrahman Wahid sering terbuka terhadap perbedaan
selama belajar di Pesantren Tambakberas ini. KH.
dan mencoba untuk menghargai bahkan melindungi kaum
Abdurrahman Wahid kemudian mengajar di madrasah
minoritas yang ada di Indonesia (Rifai, 2010:35).
modern yang didirikan di kompleks pesantren (Barton,
2010:51-53; Masdar, 1999:119). Lingkungan santri sunni KH. Abdurrahman Wahid menyelesaikan studinya
tradisional dan lingkungan sekolah membuat KH. di Baghdad dan melanjutkan ke Eropa pada pertengahan
tahun 1970. Di Eropa, KH. Abdurrahman Wahid Indonesia asli karena pada waktu itu warga negara
mempunyai kesempatan untuk mempelajari sifat Indonesia keturunan Tionghoa secara teknis masih
masyarakat Belanda, Jerman dan Perancis. KH. berkewarganegaraan ganda.
Abdurrahman Wahid juga mempunyai kesempatan untuk Selanjutnya pada masa Demokrasi Terpimpin
melakukan diskusi mengenai masyarakat dan pemikiran (1959-1965) pemerintah Indonesia mengeluarkan
Barat. Eropa merupakan babak akhir dari perjalanannya Peraturan Presiden No. 10. Peraturan ini melarang orang-
dalam membentuk wawasan intelektualnya yang moderis, orang asing menyelenggarakan usaha dalam perdagangan
kritis, reformis, dan demokratis (Barton, 2010;111) eceran di pedesaan dan oleh hukum diwajibkan
mengalihkan perusahaan kepada warga negara Indonesia.
2. Kondisi Sosial Budaya Etnis Tionghoa di Indonesia Tujuan pokok diberlakukannya peraturan ini adalah untuk
pada Tahun 1949-1998 mempercepat proses pengembangan para pedagang kecil
nasional (Coppel, 1994:82).
Kondisi etnis Tionghoa di Indonesia mengalami
Pada masa Orde Baru (1966-1975) diberlakukan
pergolakan dari masa ke masa seiring dengan perubahan
sistem cukong. Dalam sistem cukong ini mitra pribumi
politik yang ada. Pada masa Orde Lama pemerintah
memberikan fasilitas sedangkan kaum Tionghoa
memberlakukan kebijakan integrasi, sedangkan pada
mengelola usaha. Kerjasama antara pengusaha Tionghoa
masa Orde Baru pemerintah memberlakukan kebijakan
dan pribumi pemegang kekuasaan menciptakan
asimilasi bagi etnis Tionghoa di Indonesia. Hal ini dapat
ketidaksenangan pada masyarakat pribumi Indonesia.
dilihat dari kebijakan yang diberlakukan di berbagai
Penanaman modal asing lebih memberikan keuntungan
bidang di Indonesia.
kepada pengusaha Tionghoa karena pada umumnya
a. Bidang Ekonomi
pengusaha Tionghoa lebih unggul dalam pengalaman
Pemerintah Indonesia telah menjalankan kebijakan berusaha, modal, dan pengetahuan teknis (Suryadinata,
dalam bidang ekonomi untuk mengurangi kekuatan 1984:147-149). Sistem cukong dianggap merugikan
ekonomi etnis Tionghoa. Pada masa Demokrasi Liberal pengusaha karena pengusaha Tionghoa tidak
(1949-1958) pemerintah melakukan tindakan mengalihkan keahlian berdagang kepada pribumi
diskriminatif yang sering dikenal dengan sebutan “Sistem Indonesia. Akibatnya terjadi kerusuhan anti Cina,
Benteng” dengan tujuan melindungi para importir termasuk kerusuhan anti-Tanaka di Jakarta pada bulan
nasional Indonesia (importir pribumi) agar dapat bersaing Januari 1974.
dengan importir luar negeri. Pemerintah memberikan b. Bidang Sosial Budaya
pengawasan terhadap pemberian kredit, izin impor dan Keluarnya kebijaksanaan pemerintah tidak hanya
izin berusaha memproduksi barang, hak usaha grosir, dan dikenakan pada sektor ekonomi saja, melainkan juga
valuta asing dengan tujuan untuk menguntungkan orang meluas pada kehidupan sosial budaya etnis Tionghoa.
Indonesia asli, bukan menguntungkan warga negara Kebijaksanaan di bidang sosial budaya berhubungan
Indonesia pada umumnya. dengan pendidikan, adat istiadat dan agama.
Kebijakan lain yang berpengaruh terhadap etnis Melihat banyaknya sekolah-sekolah berbahasa
Tionghoa pada tahun 1954 berhubungan dengan pengantar Tionghoa, pada tanggal 6 November 1957,
peraturan yang mengatur tentang penguasaan pemerintah mengeluarkan peraturan yang menetapkan
penggilingan padi yang sebagian besar dikuasai oleh etnis bahwa warga negara Indonesia keturunan Tionghoa
Tionghoa. Hal ini bertujuan mengalihkan pemilikan usaha dilarang masuk atau tidak diijinkan bersekolah di sekolah-
penggilingan padi dari orang Tionghoa kepada orang sekolah yang menggunakan bahasa Tionghoa sebagai
pengantar (Suryadinata, 1984:159-161). Adanya Kudeta Namun anjuran ganti nama hanya sebagai slogan tanpa
1965 mengakibatkan sejumlah sekolah-sekolah berbahasa ada realisasi. Peraturan ganti nama diberlakukan kembali
Tionghoa ditutup. Selama masa penutupan sekolah- ketika masa Orde Baru pemerintahan Soeharto tahun
sekolah Tionghoa tersebut menyebabkan banyak anak- 1966. Pemerintah Orde Baru mengeluarkan peraturan
anak Tionghoa tidak bisa mengenyam bangku sekolah. yang jelas untuk memberi petunjuk yang terarah mengenai
Pada tanggal 9 Desember 1967 pemerintah mendirikan ganti nama. Peraturan ganti nama diterbitkan berdasarkan
Staf Khusus Urusan Cina (SKUC) yang bertujuan Presidium Kabinet No. 127/U/Kep/12/1966 yang
membantu kabinet dalam merumuskan kebijaksanaan diundangkan pada tanggal 27 Desember 1966 dan mulai
tentang pendirian sekolah untuk etnis Tionghoa serta diberlakukan tanggal 1 Januari 1967.
mengawasi pelaksanaan dari kebijakan tersebut. SKUC
c. Bidang Politik
kemudian menyarankan agar didirikan Sekolah Nasional
Proyek Chusus (SPNC) yang akan mengikuti kurikulum Sejak tahun 1954 terdapat suatu rancangan undang-
sekolah nasional Indonesia dengan bahasa Indonesia undang yang sangat membatasi jumlah etnis Tionghoa
sebagai bahasa pengantar dan guru-gurunya pun harus yang dapat menjadi warga negara Indonesia. Hal ini
warga negara Indonesia (Suryadinata, 1984:163-164). berakibat meluasnya kesadaran berpolitik di kalangan
etnis Tionghoa Indonesia sehingga memicu terbentuknya
Kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan
organisasi Baperki (Badan Permusyawaratan
yang asimilatif pada dasarnya bertujuan mengurangi
Kewarganegaraan Indonesia) yang bertujuan melindungi
penggunaan bahasa Tionghoa. Pada masa Orde Lama
dan membela segala sesuatu yang bersifat Tionghoa di
yaitu pada bulan April 1958, Kepala Staf Angkatan Darat
Indonesia (Coppel, 1994:79).
yaitu A.H. Nasution mengeluarkan peraturan yang
Satu-satunya organisasi sosial yang diijinkan untuk
mengatakan bahwa semua surat kabar yang menggunakan
beroperasi pada masa Orde Baru adalah LPKB yang sudah
aksara selain Latin dan Arab harus ditutup dan diijinkan
ada sejak masa Orde Lama dan ditugaskan untuk
beroperasi kembali jika diterbitkan dalam bahasa
menangani masalah Tionghoa. LPKB menginginkan agar
Indonesia. Hal ini bertujuan membatasi penggunaan
etnis Tionghoa meleburkan diri ke dalam kebudayaan
bahasa yang tidak dipahami oleh rakyat Indonesia.
Indonesia asli. LPKB dibubarkan pada tahun 1967 karena
Tidak hanya memberikan kebijaksanaan di bidang tungasnya telah dianggap selesai dalam membantu
pendidikan dan bahasa Tionghoa saja, pemerintah juga pemerintah mengenai permasalahan etnis Tionghoa.
memberikan peraturan terkait agama dan adat istiadat Kemudian dibentuk Bakom pada tahun 1977. Bakom
Tionghoa yaitu dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden berfungsi sebagai jembatan antara pemerintah dengan
No. 14 Tahun 1967. Agama Tionghoa hanya dapat masyarakat Tionghoa. Dalam perkembangannya,
dipraktekkan di lingkungan keluarga saja. Perayaan hari- dibentuklah Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan
hari besar keagamaan dan adat Tionghoa pun tidak boleh Bangsa (Bakom PKB).
dilangsungkan secara terbuka dan menyolok.
Strategi yang komprehensif untuk mengubah USAHA-USAHA KH. ABDURRAHMAN WAHID
identitas etnis Tionghoa adalah melalui perubahan nama. DALAM MENGHAPUS DISKRIMINASI
Pada masa Orde Lama tahun 1961, pemerintah TERHADAP ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA
mengeluarkan UU No. 4 Tahun 1961 yang mengizinkan TAHUN 1999-2000
semua warga negara Indonesia keturunan Tionghoa Usaha-usaha KH. Abdurrahman Wahid dalam
mengubah nama Tionghoa menjadi nama Indonesia. menghapus diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di
merupakan bagian dari arus mekarnya kembali kebebasan, kebebasan etnis Tionghoa dalam menjalankan ritual
dan banyak juga surat kabar harian maupun majalah baru keagamaan, adat istiadat, serta memperbolehkan
berbahasa Tionghoa yang bermunculan, seperti Guo Ji Ri pengekspresian terhadap kebudayaannya di Indonesia.
Bao. Pasca pencabutan Kepres No. 14 Tahun 1967, berbagai
b. Bidang Politik macam pengekspresian kebudayaan mulai berkembang di
Seiring dengan dikeluarkannya Keppres No. 6 Indonesia. Pengkspresian budaya ditandai dengan
Tahun 2000, KH. Abdurrahman Wahid juga membuka maraknya seni budaya Barongsai, Naga Liong, dan
ruang politik sebesar-besarnya, tidak ada lagi larangan kebudayaan Tionghoa lainnya yang sebelumnya
untuk memperbincangkan setiap masalah yang dikembangkan dan dipertunjukkan hanya dalam
berhubungan dengan politik dan kekuasaan. Etnis lingkungan keluarga saja sudah mulai dapat dipentaskan
Tionghoa yang mengalami kebekuan dalam menggunakan secara bebas di muka umum. Etnis Tionghoa dapat
bahasa Mandarin dan aksara Tionghoa pada masa Orde melakukan kegiatan keagamaan secara bebas dan kegiatan
Baru tidak melewatkan kesempatan ini dengan keagamaan etnis Tionghoa mendapat perlindungan resmi
memunculkan media-media yang bersegmentasi warga dari pihak keamanan negara seiring dengan diakuinya
keturunan Tionghoa. Konghucu menjadi kepercayaan di Indonesia.
Pencabutan berbagai pembatasan oleh KH. Pada bidang politik, muncul beragam organisasi dan
Abdurrahman Wahid atas partisipasi dan aktivisme politik partai-partai politik yang berkaitan dengan etnis
yang diberlakukan selama masa Orde Baru, membuka Tionghoa. Hal ini dilakukan etnis Tionghoa untuk
lahirnya partai politik, kelompok-kelompok aksi, dan mengikis stereotip negatif yang selama ini dilekatkan
organisasi-organisasi non pemerintah (Ornop). Banyak pada etnis Tionghoa yaitu bahwa etnis Tionghoa hanya
etnis Tionghoa memanfaatkan kebebasan politik ini untuk memperhatikan aspek ekonomi saja dan apolitik. Kegiatan
mendirikan berbagai organisasi guna mempertahankan aktivitas politik ini dipercayai etnis Tionghoa sebagai
hak-hak etnis Tionghoa, serta mempromosikan solidaritas upaya penguatan terhadap nasionalisme etnis Tionghoa
antar kelompok etnis di Indonesia (Hoon, 2012:97). terhadap Indonesia. Dengan masuk dalam bidang politik,
Berbagai etnis Tionghoa pun beramai-ramai membentuk etnis Tionghoa dapat terjun langsung dalam mengatasi
partai politik, paguyuban, perhimpunan, dan sebagainya. permasalahan bangsa, sehingga dapat menindaklanjuti
Di antaranya adalah Partai Reformasi Tionghoa Indonesia proses pembangunan bangsa secara bersama-sama dengan
(PARTI), Partai Bhinneka Tunggal Ika (PBI), Paguyuban etnis lainnya.
Sosial Marga Tionghoa (PSMTI), Perhimpunan Indonesia
Implikasi lain yang berpengaruh terhadap etnis
Tionghoa (INTI), Solidaritas Nusa Bangsa (SNB),
Tionghoa adalah mengenai Hari Raya Imlek. Pasca
Gerakan Anti Diskriminasi (GANDI), Solidaritas Pemuda
lengsernya KH. Abdurrahman Wahid pada tahun 2001,
Pemudi Indonesia Untuk Keadilan (SIMPATIK) (Afif,
Presiden Megawati menetapkan Hari Raya Imlek sebagai
2012:124).
hari libur nasional sebagai tindaklanjut kebijakan yang
dikeluarkan KH. Abdurrahman Wahid dalam proses
IMPLIKASI PENGHAPUSAN DISKRIMINASI demokrasi Indonesia dan menjadi pendukung yang baik
TERHADAP ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA bagi etnis Tionghoa. Megawati juga mengeluarkan
TAHUN 2000-2001 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menunjuk Departemen Agama
Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2000 yang
untuk memfasilitasi guru agama Konghucu guna
dikeluarkan pada tanggal 17 Januari 2000 melahirkan
mengajarkan materi ajaran agama tersebut kepada murid naga liong, dapat diselenggarakan secara bebas di muka
yang menganutnya (Marsingga dalam Puspitawati, umum seperti di pusat perbelanjaan, dan sebagainya. Hal
2012:63). ini menunjukkan adanya penerimaan Indonesia atas etnis
Tionghoa dan kepercayaannya yaitu Konghuchu.
PENUTUP
Perjuangan KH. Abdurrahman Wahid dalam membela
1. KESIMPULAN
kelompok minoritas khususnya etnis Tionghoa ini
Berdasarkan hasil penelitian yang dijabarkan dalam
menobatkan KH. Abdurrahman Wahid sebagai Bapak
pembahasan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan
Tionghoa Indonesia pada tanggal 10 Maret 2004. Tidak
yang sekaligus menjawab permasalahan dalam penelitian
hanya itu, kebijakan KH. Abdurrahman Wahid tersebut
ini. Pertama, latar belakang sosio-kultural KH.
berimplikasi pada pemerintahan selanjutnya yaitu pada
Abdurrahman Wahid yang mempengaruhi pemikirannya
masa Megawati terkait dengan penetapan Hari Raya Imlek
lebih demokratis dan kondisi etnis Tionghoa dalam segala
sebagai hari libur nasional. Hal ini berarti masa
aspek kehidupan baik dalam bidang ekonomi, sosial
pemetintahan pasca KH. Abdurrahman Wahid mulai
budaya, dan politik akibat adanya kebijakan-kebijakan
memperhatikan etnis Tionghoa dengan mengeluarkan
yang berlaku pada masa Orde Lama dan Orde Baru.
beberapa kebijakan sebagai tindaklanjut dari kebijakan-
Implementasi kebijakan tersebut, terlebih kebijakan
kebijakan yang dikeluarkan KH. Abdurrahman Wahid.
asimilasi tidak sejalan dengan pemikiran-pemikiran KH.
Abdurrahman Wahid tentang demokrasi. KH.
Abdurrahman Wahid merasa bahwa implementasi 2. SARAN
kebijakan asimilasi sesungguhnya bertentangan dengan
1) Negara sebagai institusi yang melindungi seluruh
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27.
warga negaranya harus bisa mencipakan berbagai
Kedua, akibat implementasi kebijakan asimilasi
kebijakan yang adil, tidak memihak, dan
pada masa Orde Baru yang dinilai bertentangan dengan
menguntungkan semua warga negara, baik di dalam
Pancasila dan UUD 1945, KH. Abdurrahman Wahid
kebijakan yang bersifat politik, sosial, budaya,
mengeluarkan kebijakan yang dinilai dapat membantu
maupun ekonomi. Perlakuan yang adil di dalam
etnis Tionghoa dalam menegakkan demokrasi dengan
semua bidang kehidupan akan menciptakan
memperoleh hak yang sama dengan masyarakat pribumi.
ketenangan bagi semua warga negara terutama
Kebijakan yang dikeluarkan adalah Inpres No 6 Tahun
bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai latang
2000 tentang pencabutan atas Kepres No. 14 Tahun 1967
belakang.
tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina.
2) Bagi masyarakat luas, perlu adanya kesadaran untuk
Selain itu, KH. Abdurrahman Wahid juga mengeluarkan
memelihara hubungan sosial secara baik. Dari dalam
kebijakan terkait agama Konghucu yang berdampak pada
setiap individu baik etnis Tionghoa maupun pribumi
dikeluarkannya kebijakan terkait Hari Raya Imlek sebagai
perlu ditumbuhkan perasaan saling membutuhkan
hari libur fakultatif.
dan tidak merasa tinggi dari yang lain. Konflik sosial
Ketiga, implikasi dari kebijakan pemerintahan KH.
yang terjadi antara etnis Tionghoa dan pribumi selain
Abdurrahman Wahid terhadap etnis Tionghoa di
karena perbedaan budaya juga karena tindakan dan
Indonesia menyebabkan etnis Tionghoa dapat
perilaku sosial yang secara sadar atau tidak
mengapresiasikan dan mengekspresikan segala bentuk
menyinggung perasaan sosial yang lain. Perasaan
agama, adat istiadat dan kebudayaan etnis Tionghoa itu
superior dari orang lain karena kelebihan kekayaan,
sendiri, seperti perayaan Hari Raya Imlek, barongsai, dan
kedudukan sosial yang tinggi, sikap eksklusif dan [7] Ida, L&Jauhari A. T. 1999. Gus Dur di antara
Keberhasilan dan Kenestapaan. Jakarta: PT Raja
tidak mau bergaul dengan yang lain akan
Grafindo Persada
memunculkan kecemburuan sosial yang alami.
[8] Kartodirdjo, S. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam
Perasaan tidak senang dan kurang suka inilah yang Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
perlahan-lahan akan menjadi kebencian yang setiap
[9] Masdar, U. 1999. Membaca Pikiran Gus Dur dan
saat dapat meledak menjadi kerusuhan. Oleh karena
amien Rais tentang Demokrasi. Jogjakarta: Pustaka
itu, dibutuhkan sikap saling mengerti dari etnis Pelajar
Tionghoa dan masyarakat pribumi. Etnis Tionghoa [10] Nasikun. 1987. Sosiologi Politik. Yogjakarta:
Universitas Gadjah Mada
diharapkan dapat mengurangi sikap eksklusif dan
[11] Rifai, M. 2010. Gus Dur: Biografi Singkat 1940-
perasaan superior mereka. Dan begitu pula
2009. Jogjakarta: Garasi House of Book
sebaliknya, masyarakat pribumi pun diharapkan
[12] Suhanda, I. 2010. Gus Dur Santri Par Excellence.
dapat menerima etnis Tionghoa melalui sikap Yogyakarta: PT Kompas Media Nusantara
kedewasaan dengan mengakui bahwa Indonesia [13] Suryadinata, L. 1984. Dilema Minoritas Tionghoa.
Jakarta: Grafiti Pers
adalah negara yang majemuk dan beragam, sehingga
[14] Suryadinata, L. 2010. Etnis Tionghoa dan
perlu adanya sikap menghargai setiap perbedaan
Nasionalisme Indonesia. Jakarta: Kompas
yang ada dan dimiliki setiap orang atau setiap warga
[15] Effendi, W. I. 2012. “Pemikiran KH. Abdurrahman
negara yang ada di Indonesia agar dapat tercipta Wahid dan Implementasi Demokrasi di Indonesia”.
Tidak Diterbitkan. Skripsi. Jember. Universitas
suasana negara yang harmonis dan demokratis
Jember.
[16] Puspitawati, M. 2012. “Dinamika Sosial Budaya
Etnis Tionghoa di Kabupaten Jember Tahun 1965-
UCAPAN TERIMAKASIH 2011”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Jember:
Universitas Jember.
Siska Yulia Nurda mengucapkan terimakasih
kepada Bapak Drs. Sugiyanto, M. Hum dan Bapak Drs.
Marjono, M. Hum yang telah meluangkan waktu,
memberikan bimbingan dan saran dengan penuh
kesabaran demi terselesaikannya jurnal ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Afif, A. 2012. Identitas Tionghoa Muslim di
Indonesia; Pergulatan Mencari Jati Diri. Depok:
Kepik
[2] Bangsa, Y. T. 1989. Konsep Lahirnya Aimilasi.
Jakarta: Yayasan Tunas Bangsa
[3] Barton, Greg. 2002. Biografi Gus Dur: The
Authorized Biography of Abdurrahman Wahid.
Yogyakarta: LkiS
[4] Coppel, C. A. 1994. Tionghoa dalam Krisis. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
[5] Hamid, M. 2010. Gus Ger: Bapak Pluralisme dan
Guru Bangsa. Jogjakarta: Pustaka Marwa
[6] Hoon, C Y. 2008. Idenitas Tionghoa Pasca-Suharto:
Budaya, Politik dan Media. Terjemakan oleh
Budiawan. 2012. Jakarta: Yayasan Nabil dan LP3ES