“Silase”
Oleh :
Kelas F
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
i
DAFTAR ISI
Halaman
Cover ........................................................................................................................ i
Kata Pengantar ...................................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................................. iii
Daftar Tabel ............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
ii
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.2. Tabel Hasil Pengamatan Menggunakan Basa Kuat dan Basa Lemah ... 10
iv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
penyediaan pakan. Salah satu penyediaan pakan bagi ternak ruminansia adalah
potensi cukup besar adalah jagung. Apabila limbah yang banyak tersebut tidak
ini, termasuk kita. Dimulai dari lingkungan yang terkecil, diri kita sendiri, sampai ke
lingkungan yang lebih luas. Untuk itu, agar pencemaran limbah dapat diminimalisir
Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman serelia yang tumbuh hampir
di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan variabilitas genetic tebesar. Di
Indonesia jagung merupakan bahan makanan pokok kedua setelah padi. Banyak
1
Seiring dengan kebutuhan jagung yang cukup tinggi, maka akan bertambah pula
limbah yang dihasilkan dari industri pangan dan pakan berbahan baku jagung. Salah
satu contoh sampah organik adalah kulit jagung yang merupakan limbah sector
pertanian. Limbah kulit jagung yang sudah tak terpakai ini bisa dimanfaatkan sebagai
kerajinan tangan. Sehingga limbah kulit jagung ini tidak menjadi sampah yang
mencemari lingkungan. Kerajinan tangan dari kulit jagung bisa bernilai ekonomis.
Namun pada dasarnya limbah jagung berupa kulit jagung atau klobot jagung sampai
saat ini pemanfaatannya kurang maksimal, padahal jumlahnya sangat melimpah ruah.
jagung yang biasanya tidak dipergunakan lagi ataupun nilai ekonominya sangat
rendah dan jumlahnya sangat banyak sehingga ternak tidak dapat menghabiskannya
dalam satu waktu tertentu sehingga takutnya nanti terbuang percuma- Cuma atau
pakannya rusak,Oleh karena itu pada mata kulia tekhnik pengelolah limbah pertanian
ini diadakan praktikum tentang pembuatan silase terutama pembuatan silase pada
jerami jagung,agar jerami jagung yang banyak dan tidak dapat dihabiskan langsung
oleh ternak, dapat disimpan sebagai cadangan makanan pada saat pakan mulai
mengurang terutama pada musim kemarau dengan kandungan nutrisi dan palatabilitas
2
2. Bagaimana palatabilitas silase yang telah dibuat pada sapi berdasarkan uji
invivo?
3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Silase
Silase adalah hijauan makanan ternak (HMT) yang diawetkan dengan proses
kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya, agar
bisa di disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk kemudian di berikan sebagai
pakan bagi ternak. Sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan
hijauan pada musim kemarau. Di banyak negara, hasil ensilasi hijauan segar memiliki
nilai ekonomi yang tinggi sebagai pakan ternak. Negara-negara eropa, seperti:
Belanda, Jerman dan Denmark memproses hampir 90% hijauan yang dihasilkan dari
lahan pertaniannya sebagai bahan makanan ternak dengan teknik ensilasi. (Wilkinson
et al., 1996).
fermentasi asam laktat yang terjadi secara alami dalam kondisi anaerobik. Selama
memecah gula sederhana tersebut menjadi produk akhir yang lebih kecil (asam asetat,
laktat dan butirat). Produk akhir yang paling diharapkan dari proses ensilasi adalah
asam asetat dan asam laktat. Produksi asam selama berlangsungnya proses fermentasi
4
silo/fermentor kedap udara terbagi dalam 4 tahap, yaitu (Weinberg and Muck, 1996;
Tahap ini pada umumnya hanya memerlukan waktu beberapa jam saja, fase
oksigen yang ada akan berkurang seiring dengan terjadinya proses respirasi pada
Tahap ini dimulai ketika kondisi pada tumpukan silase menjadi anaerobik,
kondisi tersebut akan berlanjut hingga beberapa minggu, tergantung pada jenis
dan kandungan hijauan yang digunakan serta kondisi proses ensilasi. Jika proses
berkembang dan menjadi dominan, pH pada material silase akan turun hingga
Tahap ini akan berlangsung selama oksigen dari luar tidak masuk ke dalam
toleran asam dapat bertahandalam kondisi stasioner (inactive) pada fase ini,
5
menghasilkan spora. Hanya beberapa jenis mikroorganisme penghasil enzim
seperti Lactobacillus buchneri yang dapat tetap aktif pada level rendah.
Fase ini dimulai segera setelah silo/fermentor dibuka dan silase terekspose udara
luar. Hal tersebut tidak terhindarkan, bahkan dapat dimulai terlalu awal jika
penutup silase rusak sehingga terjadi kebocoran. Jika fase ini berlangsung terlalu
lama, maka silase akan mengalami deteriorasi atau penurunan kualitas silase
akibat terjadinya degradasi asam organik yang ada oleh khamir dan bakteri asam
asetat. Proses tersebut akan menaikkan pH pada tumpukan silase dan selanjutya
maka perlu dilakukan pengontrolan dan optimalisasi pada setiap tahapan ensilasi.
Pada tahap I, dibutuhkan teknik filling material hijauan yang baik kedalam silo,
sehingga dapat meminimalisir jumlah oksigen yang ada di antara partikel tanaman.
Teknik pemanenan tanaman yang dikombinasikan dengan teknik filling yang baik
carbohydrates) akibat respirasi aerobik ketika hijauan berada di luar maupun di dalam
silo, sehingga terdapat lebih banyak gula sederhana yang tersisa untuk proses
fermentasi asam laktat pada tahap II. Proses ensilasi tidak dapat dikontrol secara aktif
ketika telah masuk pada tahap II dan III. Pada tahap IV, diperlukan silo/fermentor
6
yang benar-benar kedap udara untuk meminimalisir kontaminasi aerobik selama
7
8
BAB III
ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA
1. Silo
2. Plastik
3. Ember
4. Sekop
5. Chopper
6. Timbangan
7. Konsentrat
8. Hijauan
9. Air
10. Probiotik
3.2 Prosedur
sebanyak 10 kg.
4. Lalu dimasukkan hijauan yang sudah dichopper kedalam konesntrat lalu aduk
hingga homogen.
8
Simpan selama 21 hari.
9
10
BAB IV
Kelompok
Pengujian Kriteria
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
10
Lengket, panas,timbul jamur
(0)
54 – 50% (3) √ √ √ √
49 – 45% (2)
11
Manis dan asam seperti yakult
Rasa (5) √ √ √
(5)
√
Asam (3) √ √ √
Jumlah 33 34 30 35 37 31 34 35 24 27
Evaluasi
10 8 9 3
15
Wangi (Max 25) 15 15 13
10
Rasa (Max 25) 25 20 15
15
Warna (Max 25) 15 15 15
4.2 Pembahasan
12
manusia serta uji palatabilitas terhadap sapi. Dari hasil pengamatan yang telah
dilakukan, silase yang telah dibuat memiliki kualitas yang baik dari segi bau rasa,
warna, rasa, air, sentuhan (sensasi), dan bau cita rasa. Dari segi bau rasa, silase ini
memiliki bau segar, manis asam, dan harum. Silase ini memiliki sentuhan (sensasi)
yang kering dan agak lembab. Kandungan air pada silase ini diperkirakan berkisar
antara 59%-55%. Dari segi warna, silase ini memiliki warna hijau kekuningan. Hal
ini tidak sesuai dengan pendapat Umiyasih dan Elizabeth (2008), yang menyatakan
bahwa produk silase jagung yang baik atau sudah jadi ditandai dengan bau yang agak
asam karena pH silase biasanya rendah (sekitar 4) dan berwarna coklat muda karena
warna hijau daun dari khlorofil akan hancur sehingga limbah menjadi kecoklatan.
Bau cita rasa yang timbul dari silase yang dibuat ini yaitu memiliki wangi seperti
buah-buahan, sedikit asam, dan enak ketika dicicipi. Manis dan asam seperti yakult
merupakan rasa yang timbul dari silase ini. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Direktorat Pakan Ternak (2012) yang menyatakan bahwa silase dikatakan baik jika
pH 3.8- 4.2, kemudian memiliki bau seperti buah-buahan dan sedikit asam, sangat
manis dan terasa asam seperti yoghurt atau yakult, kemudian memiliki warna hijau
kekuning-kuningan.
Pada pengujian uji palatabilitas, silase yang telah dibuat terlihat kurang
disukai oleh sapi. Hal ini terlihat dari sapi yang hanya mengendus-endus silase dan
mencobanya sedikit. Pada saat pembuatan silase ini, ada penambahan molases dengan
salah satu tujuannya untuk meningkatkan palatabilitas. Hal ini tidak sesuai dengan
13
molases mempunyai warna cokelat, dengan aroma seperti caramel dan memiliki rasa
yang manis, sehingga ternak lebih suka dengan silase dengan penambahan molases.
Pengujian invivo, yaitu diberikan langsung kepada ternak yaitu sapi perah.
Silase diambil sebanyak 500 gram dan dilihat reaksi ternaknya. Pada silase kelompok
5 dapat dikatakan palatabilitasnya cukup baik karena sapi mau memakan dan
menghabiskan silase yang diberikan pada detik ke-5 kemudian sapi memakan silase
kelompok 8 pada menit ke 02.09, kelompok 9 pada menit ke 03.12 kemudian kembali
lagi memakan silase kelompok 8 pada menit 03.21, kelompok 3 pada menit 06.45
sampai habis, kelompok 2 pada menit 11.23 dan terakhir kelompok 1 pada menit
14.40. Palatabilitas merupakan gambaran sifat bahan pakan (fisik dan kimiawi yang
mani, pahit), tekstur, temperatur sehingga menimbulkan rangsangan dan daya tarik
ternak untuk mengkonsumsinya. Kualitas silase yang baik memiliki warna yang
tidak jauh beda dengan warna bahan dasar itu sendiri, memiliki pH rendah dan
baunya asam, tidak berjamur, dan tidak berlendir (Widyastuti,2008). Berdasarkan hal
tersebut bisa dikatakan kelompok 5 mempunyai kualitas silase yang baik karena rasa,
bau , dan mungkin teksturnya disukai oleh ternak yaitu beraroma asam dan wangi dan
14
19
BAB V
KESIMPULAN
kategori baik dari segi rasa, bau, warna, kadar air dan cita rasa.
2. Berdasarkan uji invivo silase yang diberikan pada sapi, silase kelompok kami
memiliki palatabilitas yang rendah karena sapi sama sekali tidak memakan
19
DAFTAR PUSTAKA
Umiyasih, U. dan Y.N. Aggraeny. 2005. Evaluasi limbah dari beberapa varietas
jagung siap rilis sebagai pakan sapi potong. Pros. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 – 13 September 2005.
Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 125 – 130.
Weinberg, Z.G., & Muck, R.E. 1996. New Trends And Opportunities In The
Development And Use Of Inoculants For Silage. FEMS Microbiol. Rev., 19:
53-68.
Widyastuti Y. 2008. Fermentasi silase dan manfaat probiotik silase bagi ruminansia.
Media Peternakan. 31(3): 225-232.
Wilkinson, J.M., Wadephul, F., & Hill, J. 1996. Silage in Europe: a survey of 33
countries. Welton, UK: Chalcombe Publications.
20