Anda di halaman 1dari 18

Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,

Oktober 2001, 25-42

KEMISKINAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

Bagong Suyanto
Dosen Sosiologi dan Peneliti Kemiskinan FISIP Universitas Airlangga
lulusan Unair (S1 dan S2)

Abstract
This paper assumes that poverty is not just lack of income and productive
assets. Poverty is also a trap, a combination of poverty burden, fragility,
impowermence, physical weakness, and alienation. To empower the poor
families, capital aid package is not sufficient. This paper suggests that the poor
families should be empowered by a more bas ic policy, which is a people-
oriented anti-poverty policy.

Kata-kata Kunci: deprivation trap, poverty rackets, empowerment

Terhitung sejak bulan Juli tahun (Kompas, 27 April 1998). Di wilayah


1997 lalu, memburuknya situasi pedesaan, dalam kondisi normal
perekonomian nasional dan musim saja aset dan sumber daya yang
kemarau yang berkepanjangan bisa didistribusikan sudah sangat
dengan cepat mulai menyentuh terbatas. Bisa dibayangkan apa
lapisan masyarakat paling bawah. yang bakal terjadi jika ditambahi
Kedua permasalahan ini bukan saja dengan adanya arus mudik
menyebabkan berbagai kegiatan pengangguran ke berbagai desa.
ekonomi masyarakat mengalami Kehadiran para pengangguran atau
kemunduran —berupa terganggu- pekerja korban PHK di pedesaan tak
nya kegiatan produksi, distribusi pelak akan makin menambah beban
dan konsumsi—, tetapi juga sosial ekonomi yang mesti
melahirkan penurunan daya beli ditanggung oleh desa. Jika
masyarakat dan bahkan daya tahan sebelumnya banyak warga desa
penduduk dalam memenuhi yang menggantungkan hidup dari
kebutuhan hidup yang makin kiriman uang sanak-keluarga mere-
melambung. ka yang bekerja di kota, kini setelah
Jan C. Breman —pakar terjadi gelombang PHK besar -
sosiologi dari Belanda — dari hasil besaran, maka mau tidak mau
pengamatannya langsung di lapang - mereka harus bisa bertahan hidup
an menyatakan bahwa di berbagai dengan bekerja seadanya.
pedesaan saat ini terjadi proses Di berbagai wilayah pedesaan,
kemiskinan yang luar biasa akibat sudah bukan rahasia lagi bahwa
situasi krisis ekonomi yang selama ini orang dan keluarga -
berkepanjangan dan pemutusan keluarga miskin umumnya hanya
hubungan kerja (PHK) di berbagai mampu bertahan hidup secara pas -
sektor formal dan konstruksi pasan, bahkan serba kekurangan.

25
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.

Mereka biasanya memenuhi kebu- terjadinya perubahan sosial secara


tuhan hidup sehari-hari dengan dramatis dan massif di desa-desa.
cara mengutang ke warung-warung, Hayami dan Kikuchi (1987)
mengurangi konsumsi, makan mencatat, akibat gelombang mo-
tanpa lauk-pauk atau bahkan dernisasi —seperti komersialisasi,
terpaksa menjual sebagian barang rasionalisasi, tekanan penduduk
yang mereka miliki, seperti sepeda, dan teknologi baru — dalam banyak
mesin jahit, pakaian atau perhias - hal telah menyebabkan terjadinya
an. Jika ada salah seora ng anggota sejumlah perubahan penting pada
keluarga yang sakit —entah itu masyarakat pedesaan. Isolasi geo-
anak atau orang tua — niscaya grafis, ekonomi, politik, sosial,
keluarga miskin itu akan makin budaya dan psikologis secara pasti
menderita, dan bahkan tidak mulai tercabik, dan di ujungnya
mustahil collaps. Dalam situasi dan komunitas desa yang semula
kondisi ekonomi yang stagnan — lembut, personal, harmonis, kolektif
bahkan surut langkah— seperti dan humanistik pelan-pelan ber-
sekarang ini tidak mustahil ap abila ubah menjadi komunitas yang
di Indonesia dan Jawa Timur pada individualistik, serba kontraktual,
khususnya banyak muncul atau terpolarisasi dan sekaligus makin
lahir kelompok orang miskin baru, kritis.
yakni kelompok masyarakat miskin Komunitas pedesaan di Indo-
yang dulunya berasal dari kelas nesia yang semula berciri ruralisme
sosial-ekonomi yang sesungguhnya dan pluralisme, pelan namun pasti
sebelumnya bukan tergolong mis - makin bergeser dan bahkan beru -
kin. bah ke arah urbanisme dan
unitarisme (Soemardjan, dalam:
Pembangunan di Pedesaan Masyarakat, Jurnal Sosiologi, Volu -
me 2/1990: 11). Desa yang semula
Di Indonesia, sebetulnya ada sebagian besar masyarakatnya
banyak studi yang telah dilakukan hidup di sektor pertanian dan
untuk mengkaji proses dan berbagai berpegang kuat pada adat yang
dampak sosial-budaya yang ditim- diwariskan dari generasi ke generasi
bulkan selama berlangsungnya tanpa banyak perubahan ( ruralis-
kegiatan pembangunan dan mo- me), kini cenderung makin
dernisasi di pedesaan. Sebagian individualistik di dalam aneka -
besar ahli —khususnya penganut ragam profesi non-agraris, dan
strukturalis konflik— menyadari peran adat pun biasanya hanya
dan menemukan sejumlah bukti menonjol pada kegiatan seremonial
bahwa kegiatan pembangunan dan atau upacara yang tak memiliki
gelombang modernisasi bukan kekuatan untuk mengontrol perila -
sekadar mendorong terjadinya ku warga (urbanisme).
peningkatan produk masyarakat Identitas dan kekhasan ma -
desa, tetapi juga mendorong sing-masing desa makin lama juga
makin pudar. Desa yang semula

26
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42

hidup dengan segala perbedaaan an, dan budaya lokal cenderung


atau kebhinekaannya (pluralisme), akan menimbulkan ketegangan
kini secara administratif dan daripada kelancaran pelaksanan -
birokratis cenderung makin sera - nya.
gam karena campur tangan negara Banyak bukti menunjukkan,
(unitarisme). Kehadiran Undang- proses pembakuan integrasi nas i-
Undang Nomor 5/1979 mengen ai onal yang dilakukan semata dari
Pemerintah Desa yang menghendaki "pusat" acap justru melahirkan
kesamaan dalam bentuk dan kericuhan di tingkat lokal. Seperti
susunan pemerintahan desa di dikatakan Soetandyo Wignjosoebro-
seluruh Indonesia adalah pemicu to (tanpa tahun), manakala penata -
pertamakali dimulainya penyera - an perundang-undangan nasional,
gaman kegiatan pembangunan di misalnya cuma bisa bagus di atas
pedesaan secara nasional. kertas, sedangkan dalam pengalam-
Demi efisiensi, stabilitas, dan an sehari-hari nyatanya justru
ketertiban administratif, kegiatan malah merampasi hak-hak adat
pembangunan yang serbasama dan masyarakat lokal, maka terjadinya
tersentralistik mungkin benar cultural counter movement ke arah
diperlukan untuk mendukung relativisme budaya lokal bukanlah
kelancaran tugas birokasi. Melalui merupakan hal yang mustahil. Di
campur tangan yang intensif dari mata Soetandyo, kegiatan pemba -
negara, benar pula bahwa proses ngunan nasional yang cenderung
pembangunan akan berjalan lebih lebih banyak terekspresi sebagai
massal dan cepat. Namun, campur proses transplantasi daripada
tangan negara yang cenderung sebagai proses transfomasi hanya
otoriter dan bersifat sangat akan melahirkan ketegangan sosial,
sentralistis dalam pelaksanaan bersifat a-historis dan merugikan
kebijaksanaan dikhawatirkan di warga masyarakat lokal.
saat yang bersamaan juga akan Kebijaksanaan pembangunan
melahirkan berbagai masalah. yang lahir dan serba dikendalikan
Loekman Soetrisno (1984), oleh negara —atau yang disebut
menyatakan peran negara yang Dawam Rahardjo (1984) sebagai
terlampau besar dan luas kebijaksanaan "nasi bungkus" —
dikhawatirkan akan menyebabkan bukan cuma menelikung pranata -
negara menjadi kurang peka dan pranata komunitas desa yang
merasa bahwa sudah menjadi hak tradisional, tetapi dalam banyak
dari aparat negara untuk kasus juga makin menambah beban
membatasi warga masyarakat me- kemelaratan golongan miskin desa
milih alternatif dalam pembangun - dan mengakibatkan merebaknya
an. Bagaimana pun, kita tidak bisa polarisasi sosial di kalangan
menutup mata bahwa upaya masyarakat desa. Manning (1986),
penyeragaman kegiatan pemba - misalnya, mencatat sejak tahun
ngunan nasional yang melalaikan enampuluhan —bersamaan dengan
eksistensi adat-istiadat, kepercaya- mulai merebaknya proses modern -

27
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.

isasi dan pembangunan nasional—, Tenggara, salah satu perubahan


ternyata di Indonesia justru muncul yang terlihat menyolok adalah
berbagai kontradiksi. Penganggur- hubungan tuan tanah dan peng -
an, setengah pengangguran, dan garap cenderung semakin besar
kemiskinan baik di kota maupun di tingkat hisapannya, baik tentang
desa tidak berkurang secara berarti, pembagian hasilnya (balance of
sekali pun telah tercapai pertum- exchange) maupun tentang hak
buhan ekonomi yang pesat. untuk melangsungkan hidu p. Di
Ada kesan kuat bahwa hasil- berbagai wilayah pedesaan, Scott
hasil pembangunan selama ini lebih mencatat bahwa perubahan besar
banyak dinikmati oleh lapisan dalam kehidupan agraria mengha -
tertentu saja, sehingga menimbul - silkan suatu kelas penggarap yang
kan kesenjangan. Bahkan, semakin besar, yang kelangsungan
kesenjangan yang terjadi bukan hidup dan ketentramannya semakin
hanya antara kaya dan miskin tergantung pada belas kasihan
dalam masyarakat, namun juga pemilik tanah. Di sisi la in,
antara daerah perkotaan dan munculnya pasar serta sistem pem-
pedesaan. Seperti sudah dikaji oleh bayaran kontan menimbulkan
Rachbini dkk. (1994), kesenjangan kegoncangan baru karena adanya
antar kelompok pendapatan antara fluktuasi harga. Pada saat yang
daerah perkotaan dan pedesaan sama desakan untuk membagi
telah memburuk sejak dibukanya kembali lingkungan desa menjadi
perekonomian pedesaan ke arah bentuk kelangsungan hidup yang
ekonomi pasar. Hanya mereka yang lebih baik semakin tidak bisa
memiliki akses terhadap modal, dipercaya, karena makin banyak
kredit, informasi, dan kekuasaan tanah yang dimiliki oleh tuan -tuan
yang dapat mengambil manfaat dari tanah yang tidak tinggal di desa.
program-program pembangunan. Seiring dengan makin
Tekanan atas kelompok maraknya modernisasi di desa -desa
masyarakat desa yang miskin —lanjut Scott— kewajiban sosial
semakin terasa dampaknya ketika untuk membagi-bagikan surplus
pemilikan tanah bersama diganti yang diperoleh telah semakin
oleh pemilikan tanah perorangan. memudar, sementara di dalam
Jumlah petani yang tidak memiliki struktur sosial itu sendiri
tanah, tumbuh secara semakin kesempatan yang masih mungkin
meyakinkan, di mana kesempatan diperoleh ialah kedekatan seseorang
baru untuk golongan ini ditentukan terhadap elite desa. Semakin jauh
oleh tuan tanah. Di sisi lain kedudukan seseorang dari ikatan
pemimpin-pemimpin komunal desa patron, semakin kecil kesempatan -
yang sebelumnya menjadi pengam- nya untuk memperoleh bagian dari
bil keputusan desa, sekarang surplus yang mungkin untuk
cenderung diganti oleh tuan tanah. dibagi-bagikan. Bahkan pergeseran
Menurut Scott (1972), di dari perikatan patron-client dalam
daerah-daerah kolonial di Asia pola hubungan tanah pun tampak

28
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42

semakin nyata, terutama karena secara berbeda-beda. Levitan (1980)


komersialisasi yang semakin ber - misalnya mendefinisikan kemiskin -
tumbuh dan pemusatan penguasa - an sebagai kekurangan barang -
an tanah oleh para tuan -tuan barang dan pelayanan-pelayanan
tanah. yang dibutuhkan untuk mencapai
Apa yang diuraikan memperli- suatu standar hidup yang layak.
hatkan bahwa di Indonesia kegiatan Sedangkan menurut Schiller (1979),
pembangunan dan proses moderni- kemiskinan adalah ketidaksanggup -
sasi yang semula dirancang untuk an untuk mendapatkan barang -
mengentas masyarakat miskin, barang dan pelayanan-pelayanan
ternyata dalam praktek tidaklah yang memadai untuk memenuhi
semulus apa yang direncanakan. kebutuhan sosial yang terbatas.
Bahkan, ada kesan kuat, kegiatan Dan, dengan nada yang sama Emil
pembangunan dan berbaga i pro- Salim mendefinisikan kemiskinan
gram yang dikucurkan ke masya - sebagai kurangnya pendapatan
rakat, ternyata malah melahirkan untuk memenuhi kebutuhan hidup
kontradiksi dan proses marginalisa - yang pokok (Ala, 1981: 1-3).
si. Salah satu faktor utama penye- Di mata sebagian ahli,
bab kegagalan berbagai program kemiskinan acapkali didefinisikan
yang dirancang pemerintah, tak semata hanya sebagai fenomena
pelak adalah pada kekeliruan dan ekonomi, dalam arti rendahnya
kesalahpahaman para perencana penghasilan atau tidak dimilikinya
pembangunan tentang kemiskinan. mata pencaharian yang cukup
Lebih dari sekadar persoalan mapan untuk tempat bergantung
ekonomi —atau kurangnya penda- hidup. Pendapat seperti ini, untuk
patan keluarga— kemiskinan sebagian mungkin benar, tetapi
sesungguhnya memiliki tali-temali diakui atau tidak kurang
dengan banyak faktor yang secara mencerminkan kondisi riil yang
keseluruhan menyebabkan upaya sebenarnya dihadapi keluarga
untuk mengentas masyarakat mis - miskin. Kemiskinan sesungguhnya
kin menjadi tidak semudah yang bukan semata-mata kurangnya
diskenariokan. pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan hidup pokok atau
Pengertian Kemiskinan standar hidup layak, namun lebih
dari itu esensi kemiskinan adalah
Selama ini sebenarnya sudah menyangkut kemungkinan atau
banyak dilakukan studi tentang probabilitas orang atau keluarga
kemiskinan, tetapi jawaban atas miskin itu untuk melangsungkan
pertanyaan apa itu kemiskinan dan dan mengembangkan usa ha serta
apa pula faktor penyebab taraf kehidupannya.
kemiskinan sulit diberantas umum- Banyak bukti menunjukkan
nya masih simpang-siur. Antara bahwa yang disebut orang atau
ahli yang satu dengan ahli yang lain keluarga miskin pada umumnya
telah melukiskan masalah ini selalu lemah dalam kemampuan

29
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.

berusaha dan terbatas aksesnya memperoleh pekerjaan, barang-


kepada kegiatan ekonomi sehingga barang, pengetahuan dan ketram-
seringkali makin tertinggal jauh dari pilan yang memadai. Kelima,
masyarakat lain yang memiliki informasi-informasi yang berguna
potensi lebih tinggi. Studi yang untuk kehidupan.
dilakukan Wignjosoebroto dkk., Menurut akar penyebab yang
(1992) tentang kehidupan masyara - melatarbelakanginya, secara teoritis
kat rentan di Kotamadya Surabaya kemiskinan dibedakan menjadi dua
menemukan bahwa seseorang atau kategori. Pertama, kemiskinan
sebuah keluarga yang dijejas alamiah, yakni kemiskinan yang
kemiskinan, mereka umumnya timbul sebagai akibat sumber -
tidaklah banyak berdaya, ruang sumber daya yang langka jumlah -
geraknya serba terbatas, dan nya dan/atau karena tingkat
cenderung kesulitan untuk terserap perkembangan teknologi yang
dalam sektor-sektor yang memung- sangat rendah. Artinya faktor -faktor
kinkan mereka dapat mengembang - yang menyebabkan suatu masyara -
kan usahanya. Jangankan untuk kat menjadi miskin adalah secara
mengembangkan diri menuju ke alami memang ada, dan bukan
taraf sejahtera, sedangkan untuk bahwa akan ada kelompok atau
bertahan menegakkan hidup individu di dalam masyarakat
fisiknya pada taraf yang subsisten tersebut yang lebih miskin dari yang
saja bagi keluarga miskin hampir - lain. Mungkin saja dalam keadaan
hampir merupakan hal yang kemiskinan alamiah tersebut akan
mustahil bila tidak ditopang oleh terdapat perbedaan-perbedaan ke-
jaringan dan pranata sosial di kayaan, tetapi dampak perbedaan
lingkungan sekitarnya. tersebut akan diperlunak atau
Definisi yang lebih lengkap dieliminasi oleh adanya pranata -
tentang kemiskinan dikemukakan pranata tradisional, seperti pola
oleh John Friedman. Menurut hubungan patron-client, jiwa gotong-
Friedman (1979), kemiskinan ada - royong, dan sejenisnya yang
lah ketidaksamaan untuk mengaku - fungsional untuk meredam ke-
mulasi basis kekuasaan sosial. mungkinan timbulnya kecemburu -
Sementara yang dimaksud basis an sosial.
kekuasaan sosial itu menurut Kedua, kemiskinan buatan,
Friedman meliputi. Pertama, modal yakni kemiskinan yang terjadi
produktif atas asset, misalnya karena struktur sosial yang ada
tanah perumahan, pera latan, dan membuat anggota atau kelompok
kesehatan. Kedua, sumber keuang - masyarakat tidak menguasai sarana
an, seperti income dan kredit yang ekonomi dan fasilitas -fasilitas
memadai. Ketiga, organisasi sosial secara merata. dengan demikian
dan politik yang dapat digunakan sebagian anggota masyarakat tetap
untuk mencapai kepentingan bersa - miskin walaupun sebenarnya
ma, seperti koperasi. Keempat, jumlah total produ ksi yang
network atau jaringan sosial untuk dihasilkan oleh masyarakat tersebut

30
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42

bila dibagi rata dapat membebaskan Sejalan dengan itu, mereka hanya
semua anggota masyarakat dari mungkin keluar dari penjara
kemiskinan. kemelaratan melalui suatu proses
Kemiskinan buatan —dalam perubahan struktur yang mendasar.
banyak hal— terjadi bukan karena Kemiskinan struktural, biasa -
seorang individu atau anggota nya terjadi di dalam suatu
keluarga malas bekerja atau karena masyarakat di mana terdapat perbe-
mereka terus-menerus sakit. Berbe- daan yang tajam antara mereka
da dengan perspektif modernisasi yang hidup melarat dengan mereka
yang cenderung memvonis kemis - yang hidup dalam kemewahan dan
kinan bersumber dari lemahnya kaya raya. Mereka itu, walaupun
etos kerja, tidak dimilikinya etika merupakan mayoritas terbesar d ari
wirausaha atau karena budaya yang masyarakat, dalam realita tidak
tidak terbiasa dengan kerja keras, mempunyai kekuatan apa -apa
kemiskinan buatan dalam perbin - untuk mampu memperbaiki nasib
cangan di kalangan ilmuwan sosial hidupnya. Sedangkan minoritas
acapkali diidentikkan dengan pe- kecil masyarakat yang kaya raya
ngertian kemiskinan struktural. biasanya berhasil memonopoli dan
Menurut Selo Soemardjan (1980), mengontrol berbagai kehidupan,
yang dimaksud dengan kemiskinan terutama segi ekonomi dan politik.
struktural adalah kemiskinan yang Selama golongan kecil yang kaya
diderita oleh suatu golongan raya itu masih menguasai berbagai
masyarakat, karena struktur sosial kehidupan masyarakat, selama itu
masyarakat itu tidak dapat ikut pula diperkirakan struktur sosial
menggunakan sumber-sumber pen- yang berlaku akan bertahan.
dapatan yang sebenarnya tersedia Akibatnya terjadilah apa yang
bagi mereka. disebut dengan kemiskinan struk -
Secara teoritis, kemiskinan tural.
buatan atau kemiskinan struktural Golongan yang menderita
dapat diartikan sebagai suasana kemiskinan struktural itu, misal -
kemiskinan yang dialami oleh suatu nya terdiri dari para petani yang
masyarakat yang penyebab utama- tidak memiliki tanah sendiri, atau
nya bersumber, dan oleh karena itu para petani yang tanah miliknya
dapat dicari pada struktur sosial kecil sehingga hasilnya tidak
yang berlaku adalah sedemikian mencukupi untuk memberi makan
rupa keadaannya sehingga mereka kepada dirinya sendiri dan
yang termasuk ke dalam golongan keluarganya. Termasuk golongan
miskin tampak tidak berdaya untuk miskin lain adalah kaum buruh
mengubah nasibnya dan tidak yang tidak terpelajar dan tidak
mampu memperbaiki hidupnya. terlatih, atau apa yang dengan kata
Struktur sosial yang berlaku telah asing disebut unskilled labour.
mengurung mereka ke dalam Golongan miskin ini meliputi juga
suasana kemiskinan secara turun - para pengusaha tanpa modal dan
temurun selama bertahun -tahun. tanpa fasilitas dari pemerintah —

31
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.

yang sekarang dapat dinamakan eksploitasi dan proses marginalisasi


golongan ekonomi sangat lemah yang dialaminya karena mereka
(Soedjatmoko, 1981: 46-61). tidak memiliki alternatif pilihan
Ciri utama dari kemiskinan untuk menentukan nasib ke arah
struktural ialah tidak terjadinya — yang lebih baik.
kalaupun terjadi sifatnya lamban Pengertian dan definisi
sekali— apa yang disebut sebagai kemiskinan struktural, kendati
mobilitas sosial vertikal. Mereka menjadi alternatif konsep yang lebih
yang miskin akan tetap hidup disukai ilmuwan sosial. tetapi,
dengan kemiskinannya, sedangkan kelebihan definisi seperti yang
yang kaya akan tetap menikmati dikemukakan Selo Soemardjan di
kekayaannya. Mengapa bisa sampai atas diakui atau tidak sesungguh -
begitu? Menurut pendekatan nya cenderung bersifat ideologis —
struktural, adalah terletak pada dalam arti definisi di atas populer
kungkungan struktur sosial yang karena di sana ada semangat dan
menyebabkan mereka kekurangan nilai-nilai yang menggugat kema -
hasrat untuk meningkatkan taraf panan dan status quo. Secara
hidup mereka. Struktur sosial yang konseptual, definisi kemiskinan
berlaku telah melahirkan berbagai yang dikemukakan Selo Soemardjan
corak rintangan yang menghalangi sedikit-banyak bersifat normatif.
mereka untuk maju. Umpamanya Parsudi Suparlan, misalnya,
kelemahan ekonomi tidak memung - seorang antropolog yang menyun -
kinkan mereka untuk memperoleh ting kumpulan tulisan tenta ng
pendidikan yang berarti agar bisa kemiskinan di perkotaan, dengan
melepaskan diri dari kemelaratan. lugas menyatakan bahwa definisi
Ciri lain dari kemiskinan yang dikemukakan Selo Soemardjan
struktural adalah timbulnya keter - kurang tajam dan tidak masuk akal
gantungan yang kuat pihak si (Suparlan, 1984: 14-15).
miskin terhadap kelas sosial - Definisi dan pengertian
ekonomi di atasnya. Menurut kemiskinan yang lebih lengkap —
Mohtar Mas'oed (1994: 143), adanya dalam arti sesuai dengan kenyataan
ketergantungan inilah yang selama dan secara konseptual jelas —
ini berperan besar dalam dikemukakan oleh Robert Chambers
memerosotkan kemampuan si (1987). Menurut Robert Chambers,
miskin untuk bargaining dalam inti dari masalah kemiskinan
dunia hubungan sosial yang sudah sebenarnya terletak pada apa yang
timpang antara pemilik tanah dan disebut deprivation trap atau
penggarap, antara majikan dan perangkap kemiskinan. Secara
buruh. Buruh tidak punya kemam- rinci, deprivation trap terdiri dari
puan untuk menetapkan upah, lima unsur, yaitu: (1) kemiskinan
petani tidak bisa mendapatkan itu sendiri, (2) kelemahan fisik, (3)
harga hasil taninya —pendek kata keterasingan atau kadar isolasi, (4)
pihak yang miskin relatif tidak kerentanan, dan (5) ketidakberdaya -
dapat berbuat banyak atas an. Kelima unsur ini seringkali

32
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42

saling berkait satu dengan yang lain Seseorang atau sebuah


sehingga merupakan perangkap keluarga yang miskin acapkali
kemiskinan yang benar -benar mampu tetap survive dan bahkan
berbahaya dan mematikan peluang bangkit kembali terutama bila
hidup orang atau keluarga miskin. mereka memiliki jaringan atau
Dari kelima dimensi di atas, pranata sosial yang melindungi dan
kerentanan dan ketidakberdayaan menyelamatkan. Tetapi, seseorang
perlu mendapat perhatian yang atau keluarga yang jatuh pada
utama. Kerentanan, menurut lingkaran setan atau perangkap
Chambers dapat dilihat dari kemiskinan, mereka umumnya s ulit
ketidakmampuan keluarga miskin untuk bangkit kembali. Seseorang
untuk menyediakan sesuatu guna yang dibelit perangkap kemiskinan
menghadapi situasi darurat seperti acapkali tidak bisa ikut menikmati
datangnya bencana alam, kegagalan hasil pembangunan dan justru
panen, atau penyakit yang tiba -tiba menjadi korban pembangunan,
menimpa keluarga miskin itu. rapuh, tidak atau sulit mengalami
Kerentanan ini sering menimbulkan peningkatan kualitas kehidupan,
poverty rackets atau "roda dan bahkan acapkali justru
penggerak kemiskinan" yang menye- mengalami penurunan kualitas
babkan keluarga miskin harus kehidupan (Suyanto, 1996).
menjual harta benda dan asset Secara empirik, banyak bukti
produksinya sehingga mereka memperlihatkan bahwa naiknya
menjadi makin rentan dan tidak penduduk di atas garis kemiskinan
berdaya. tidak otomatis berarti penduduk
Ketidakberdayaan keluarga tersebut hidupnya benar -benar
miskin salah satunya tercermin bebas dari ancaman dan perangkap
dalam kasus di mana elit desa kemiskinan, melainkan penduduk
dengan seenaknya memfungsikan tersebut sebenarnya hanya berpin -
diri sebagai oknum yang menjaring dah dari satu tahap kemiskinan
bantuan yang sebenarnya yang terendah —yaitu tahap
diperuntukkan bagi orang miskin. destitute— ke tahap apa yang
Ketidakberdayaan keluarga miskin disebut sebagai near poor.
di kesempatan yang lain mungkin Dibandingkan dengan kelompok
dimanifestasikan dalam hal kemiskinan destitue, kelompok near
seringnya keluarga miskin ditipu poor hidupnya memang relatif lebih
dan ditekan oleh orang yang baik, namun belum benar -benar
memiliki kekuasaan. Ketidakberda- stabil. Dalam arti bila sewaktu -
yaan sering pula mengakibatkan waktu kelompok near poor ini
terjadinya bias bantuan terhadap si menghadapi suatu krisis, maka
miskin kepada kelas di atasnya dengan cepat kelompok near poor
yang seharusnya tidak berhak ini akan melorot lagi ke status
memperoleh subsidi (Loekman destitue. Sebuah keluarga petani
Soetrisno, dalam: Dewanta dkk., yang termasuk kelompok near poor
1995: 19-20). tidak mustahil terpaksa turun kelas

33
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.

menjadi kelompok destitue bila apa yang disebut Robert Chambers


tanpa diduga panen mereka tiba - dengan istilah perangkap kemiskin -
tiba gagal karena serangan hama, an atau lingkaran setan kemiskin -
karena serangan banjir, atau an.
karena anjloknya harga jual di
pasaran akibat ulah spekulan Upaya Pengentasan
gabah.
Dalam kenyataan bahkan Selama ini, berbagai upaya telah
acap terjadi, kelompok masyarakat dilakukan pemerintah untuk
yang termasuk cukupan atau kaya menanggulangi dan menghapus
—bukan kelompok near poor— tiba- kemiskinan, antara lain merumus -
tiba harus mengalami penurunan kan standar garis kemiskinan dan
status yang drastis, yakni masuk ke menyusun peta kantong-kantong
dalam kelompok "keluarga miskin kemiskinan. Di luar itu, tak sedikit
baru". Jadi, berbeda dengan kesan program telah disusun dan
dan pengumuman yang dikeluarkan dilaksanakan di lapangan, seper ti
pemerintah belakangan ini yang terus memacu pertumbuhan ekono-
menyebutkan jumlah orang miskin mi nasional, menyediakan fasilitas
di Indonesia senantiasa turun dari kredit bagi masyarakat miskin —
waktu ke waktu, dalam kenyataan antara lain melalui pemberian
justru tidak jarang terjadi bantuan dana IDT, program
penambahan jumlah orang miskin. Takesra-Kukesra, PDM-DKE, PPK,
Studi yang dilakukan Bagong KURK, KUT, dan lain -lain—
Suyanto di sejumlah daerah di Jawa membangun infrastruktur di pede-
Timur menemukan bahwa saan, pengembangan model pemba -
kelompok masyarakat yang selama ngunan kawasan terpadu, termasuk
dua-tiga tahun terakhir terpaksa melaksanakan dan meningkatkan
turun statusnya dari kelompok kualitas program pembangunan,
cukupan menjadi "keluarga miskin dan lain-lain.
baru" adalah kelompok petani Untuk sebagian, berbagai
cengkeh dan petani garam (Suyanto, bantuan dan program yang telah
1996). Studi yang dilakukan Bagong diupayakan pemerintah memang
Suyanto tersebut, walau dengan cukup bermanfaat. Namun, harus
jumlah sampel yang terbatas, diakui bahwa upaya penanggulang-
namun membuktikan bahwa usaha an kemiskinan yang dilakukan
untuk memberantas kemiskinan hingga kini masih belum membuah -
memang bukan hal yang mudah, kan hasil yang memuaskan. Masih
sebab apa yang dialami keluarga banyak penduduk Indonesia baik di
dan masyarakat miskin bukan desa maupun di kota yang hidup
sekedar kekurangan pendapatan dibelit kemiskinan. Di sisi lain, tak
atau tidak dimilikinya modal usaha bisa diingkari fakta, bahwa kendati
saja, tetapi lebih dari itu yang jumlah orang miskin menurun,
sesungguhnya membelenggu kelu - namun kesenjangan dalam banyak
arga dan masyarakat miskin adalah hal justru semakin lebar.

34
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42

Menurut Ginandjar Kartasas - berusaha memberikan bantuan di


mita (1995), pada dasarnya bidang permodalan, memberikan
lambatnya perkembangan ekonomi subsidi, dan semacamnya (Suyanto,
rakyat disebabkan sempitnya 1995: 207-214).
peluang untuk berpartisipasi dalam Memang, untuk jangka
pembangunan yang mana hal itu pendek pemberian bantuan ekono-
merupakan konsekuensi dari ku - mi itu bisa bermanfaat. Tetapi,
rangnya penguasaan dan pemilikan untuk jangka panjang sesungguh -
asset produksi terutama tanah dan nya pemberian bantuan ekonomi itu
modal. Pada umumnya masyarakat tidak akan bisa menyelesaikan
miskin tidak memiliki surplus masalah kemiskinan secara tuntas.
pendapatan untuk bisa ditabung Banyak bukti memperlihatkan
bagi pembentukan modal. Penda - bahwa pemberian bantuan ekono-
patan yang diperoleh hanya cukup mi saja ternyata justru melahirkan
untuk memenuhi kebutuhan problem-problem baru yang tidak
konsumsi pokok. kalah ruwetnya. Bahkan, tidak
Di samping itu, faktor lain mustahil terjadi diperolehnya
yang menyebabkan berbagai bantuan modal pinjaman kredit
program pengentasan kemiskinan justru akan merupakan titik awal
menjadi kurang efektif tampaknya dari macam-macam masalah lain
adalah berkaitan dengan kurangnya dan kehancuran usaha masyarak at
dibangun ruang gerak yang miskin (Mubyarto, 1985: 429).
memadai bagi masyarakat misk in Sebabnya salah satunya adalah
itu sendiri untuk memberdayakan berpangkal dari kesalahan orang
dirinya. Acap terjadi, kegiatan miskin itu sendiri yang kadang
pembangunan yang bertujuan hidup boros. Tetapi, disisi lain,
untuk mensejahterakan penduduk kesalahan juga bisa bersumber dari
miskin justru terjebak menjadi tekanan-tekanan kebutuhan ekono-
program yang melahirkan ketergan - mi yang memang tidak bisa
tungan baru, dan bahkan memati- dielakkan masyarakat miskin,
kan potensi swakarsa lokal. sering menyebabkan mereka
Diakui atau tidak selama ini terpaksa harus mengalihkan dan
pendekatan pemerintah dalam memanfaatkan kredit yang diper -
mengatasi kemiskinan —baik di oleh bukan untuk kegiatan
tingkat nasional, regional maupun produktif, tetapi untuk kegiatan
lokal— umumnya adalah dengan yang sifatnya konsumtif (Chambers,
pendekatan ekonomi semata. Ada 1987).
kesan kuat bahwa di mata Penelitian yang dilakukan
pemerintah masalah kemiskinan Bagong Suyanto (1991-2001) ten-
sepertinya hanya dipahami s ebagai tang peran berbagai lembaga kredit
sebuah persoalan kekurangan pedesaan —seperti Perum Pegadai-
pendapatan. Sangat kelihatan pula an, BPR, lembaga KURK, Kredit
di berbagai program yang dilaksana - Usaha Tani, dan sebagai-nya— yang
kan pemerintah umumnya hanya sebenarnya dimaksudkan untuk

35
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.

membantu kegiatan produktif dikelola berdasar adat dan budaya


masyarakat, menemukan ternyata setempat merupakan salah satu
banyak nasabah yang memanfaat- sarana penting yang amat
kan kredit yang diperolehnya itu membantu melancarkan kegiatan
bukan untuk kegiatan produktif, perekonomian pedesaan. Ringkas -
melainkan untuk kegiatan yang nya, fungsi kredit adalah untuk
sifatnya konsumtif, terutama untuk membantu meningkatkan kesejah -
makan sehari-hari. Tekanan kebu - teraan masyarakat desa, khususnya
tuhan sehari-hari yang senantiasa yang tergolong miskin.
mengancam dan kewajiban untuk Meski pun demikian tidaklah
menghidupi anak dan semacamnya dapat dikatakan bahwa tersedianya
telah membuat banyak keluarga kredit akan selalu bisa memecah -
atau golongan masyarakat miskin kan semua masalah petani. Bisa
sulit untuk mengembangkan usaha - saja terjadi diperolehnya kredit
nya. justru akan merupakan titik awal
dari macam-macam masalah lain
Peran Bantuan Permodalan dan kehancuran usaha tani
(Mubyarto, 1985: 429). Sebabnya
Salah satu ciri dari kemiskinan salah satunya adalah berpangkal
yang sudah lama dikenali para ahli dari kesalahan petani sendiri yang
adalah kehausan masyarakat desa kadang hidup boros. Tetapi, di sisi
terhadap kredit. Tetapi, ini bukan lain, kesalahan juga bisa bersumber
berarti setiap pemberian bantuan dari tekanan-tekanan kebutuhan
modal usaha berbunga lunak ekonomi yang memang tidak bisa
kepada masyarakat miskin selalu dielakkan petani. Kerentanan dan
berfungsi efektif. Dalam kehidupan kemiskinan yang diderita petani,
sehari-hari, kredit memang sering menyebabkan mereka
diperlukan karena penghasilan terpaksa harus mengalihkan dan
keluarga-keluarga miskin biasanya memanfaatkan kredit yang
tidak cukup untuk memenuhi diperoleh bukan untuk kegiatan
kebutuhan konsumsi, lebih -lebih produktif, tetapi untuk kegiatan
untuk memenuhi berbagai kebutuh - yang sifatnya konsumtif (Chambers,
an sosial atau kebutuhan darurat 1987). Dalam penelitian ini, yang
lainnya. Keadaan "defisit" yang dimaksud kredit produktif adalah
senantiasa berjalan inilah yang kredit yang pemanfaatannya
mengakibatkan penduduk desa dimaksudkan untuk meningkatkan
terlibat sistem ijon (Mubyarto dan kesejahteraan hidup nasabah.
Kartodirdjo, 1988: 35). Sedangkan yang dimaksud kredit
Bagi masyarakat desa, kredit konsumtif adalah kredit yang
merupakan sarana untuk mencipta - pemanfaatannya hanya dimaksud -
kan pendapatan melalui bekerja kan untuk sekedar bertahan hidup
dan berusaha dalam lingkungan (Djojohadikusumo, 1988).
ekonomi pedesaan. Kredit yang Dari segi bisnis, kredit
tepat, murah, dan mudah yang hanyalah merupakan salah satu

36
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42

faktor saja dari kombinasi faktor - lain, program IDT secara konsep -
faktor produksi yang harus secara sional menawarkan sesuatu yang
bersama-sama mensukseskan sua - relatif baru. Namun, sejumlah
tu usaha. Ada banyak contoh usaha penelitian menunjukkan dalam
yang berhasil tanpa dukungan praktek pelaksanaan program IDT
kredit, atau banyak usaha tidak relatif sama dengan program-
berkembang meskipun memperoleh program terdahulu, yakni meman -
bantuan kredit (Suyanto, 1992). dang kemiskinan sepertinya hanya
Kegagalan yang sering terjadi dalam sebagai sebuah persoalan keku -
memanfaatkan kredit biasanya rangan pendapatan.
disebabkan kegagalan dalam Memang, untuk jangka pen -
pemasaran hasil produksi, baik dek upaya pemberian bantuan
karena semata-mata kalah dalam melalui program IDT bisa
persaingan dengan pengusaha atau bermanfaat. Tetapi, untuk jangka
petani lain yang lebih kuat, maupun panjang sesungguhnya pemberian
karena sebab-sebab obyektif seperti bantuan ekonomi itu tidak akan
mutu hasil yang rendah dan bisa menyelesaikan masalah
sebagainya. Memang harus diakui kemiskinan secara tuntas. Banyak
bahwa kelemahan dalam pemasar - bukti memperlihatkan bahwa
an justru karena aspek pemasaran pemberian bantuan ekonomi saja
ini biasanya dianggap tidak sukar, ternyata justru melahirkan pro-
jadi diremehkan (Soekartawi, 1989). blem-problem baru yang tidak kalah
Kesulitan pelaksanaan pem- ruwetnya. Penelitian yang dilakukan
berian kredit secara efektif biasanya tim UGM (1994) tentang
mengalami beberapa hambatan, penggunaan dana IDT menemukan
misalnya karena amat beragamnya bahwa dana bantuan ini ternyata
kelompok sasaran yang hendak sebagian dipergunakan untuk
dijangkau, dan kesukaran meng - memperbaiki rumah, prasarana
kompromikan kriteria efisiensi dan desa, dan pembelian kendaraan.
efektivitas kredit. Berdasarkan Sementara itu, penelitian tim LPEM -
pengalaman di negara sedang FEUI (1994) menemukan adanya
berkembang, kredit lebih mudah kecenderungan bahwa anggota
dinikmati oleh petani menengah Pokmas menggunakan dana IDT
dan petani besar (Kasryno, 1984). untuk kegiatan konsumif, karena
Padahal jelas yang lebih memerlu - dana per anggota terlalu kecil.
kan adalah petani-petani kecil yang Kegagalan dalam pemanfaat-
tidak mampu membeli sarana an dana bantuan usaha bagi
produksi pertanian secara tunai. penduduk miskin —untuk sebagi-
Di Indonesia, salah satu an— memang terjadi akibat
bentuk pemberian modal usaha kesalahan pihak si miskin. Tetapi,
untuk memberdayakan masyarakat harus diakui bahwa kegagalan itu
miskin adalah melalui pelaksanaan terjadi tidak sepenuhnya karena
program IDT. Dibandingkan pro- kesalahan penduduk miskin itu
gram-program pembangunan yang sendiri —seperti karena mereka

37
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.

secara kultural boros, misalnya. "nasi bungkus" bantuan ekonomi


Menurut San Sri Awang, kesalahan atau upaya-upaya yang sifatnya
dalam pemanfaatan dana IDT, karitas saja. Paket-paket bantuan
ternyata terjadi karena campur ekonomi di satu sisi akan rawan
tangan oknum pemerintah terlalu bias dan justru memperlebar
berlebihan dalam menentukan ketimpangan dan kesenjangan an -
kegiatan Pokmas. Biasanya dengan tar kelas, sementara di sisi lain
alasan untuk memudahkan peman - upaya-upaya karitas dengan cara
tauan, oknum aparat pemerintah menyantuni secara penuh dan
cenderung "menganjurkan" pendu - menjadikan keluarga-keluarga mis-
duk miskin penerima dana IDT kin sebagai obyek amal justru akan
untuk memanfaatkan bantuan yang menimbulkan ketergantungan saja
menjadi haknya untuk pembelian di pihak mereka yang disantuni dan
ternak, terutama kambing. akhirnya justru akan cuma
Di samping faktor campur menimbulkan ketidakberdayaan ke-
tangan aparat, faktor lain yang luarga atau masyarakat miskin.
menyebabkan penduduk miskin Menurut Korten dan Carner
sulit mengembangkan kegiatan (1988), kekurangan pokok dari
produktif sekadar dari bantuan model-model pengentasan kemis -
pinjaman adalah tekanan kebutuh - kinan yang banyak dipraktekka n di
an ekonomi sehari-hari yang negara sedang berkembang adalah
sifatnya struktural. Penelitian yang bahwa mereka menjadi begitu
dilakukan oleh Mukhtar Sarman di memusatkan perhatian pada
desa Sukajaya, Cugenang, Cianjur, peningkatan kuantitas produksi
Jawa Barat, menemukan bahwa atau hasil, sehingga kebutuhan
tidak ada bukti yang cukup sistem produksi mendapat tempat
signifikan bahwa program IDT dapat yang lebih utama daripada
memicu dan memacu dinamika kebutuhan rakyat. Bagi Indonesia,
perkembangan ekonomi rakyat di kritik Korten dan Carner ini tampak
desa tertinggal. Pokmas -pokmas sangat relevan. Banyak bukti
yang menerima dana IDT tahun menunjukkan, paket-paket program
pertama umumnya gagal mengem- pengentasan kemiskinan di
bangkan usahanya, dengan bera - Indonesia memang lebih banyak
gam kendala dan masalah. berorientasi pada peningkatan
produksi daripada bertujuan untuk
Berpusat Pada Rakyat mendistribusikan kesejahteraan.
Paket bantuan permodalan dan
Apa yang sudah terjadi selama ini, bantuan teknologi —seperti program
mengajarkan pada kita bahwa motorisasi perikanan atau masuk -
upaya untuk mengentas masyara - nya huller di desa-desa, misalnya—
kat dari kubangan perangkap yang diberikan pemerintah meski
kemiskinan dan sekaligus untuk dimaksudkan untuk mendongkrak
membangun keluarga sejahtera pendapatan masyarakat miskin.
yang diperlukan bukan cuma paket Namun, sangat kelihatan bahwa di

38
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42

balik itu maksud yang sesungguh- pembangunan yang tidak


nya adalah untuk meningkatkan berorientasi pada produksi dan
produksi demi kepentingan ekspor kebutuhan dasar semata, akan
dan peraihan devisa. tetapi akan berorientasi pada
Bahkan, yang lebih tragis potensi manusia. Melalui potensi
sering terjadi tindakan yang manusia maka kemampuan
dilakukan pemerintah atas nama pengembangan diri sesuai dengan
pembangunan bukan memberikan keinginan dapat diharapkan. Orien-
manfaat yang nyata bagi usaha tasi pembangunan yang berpusat
pengentasan kemiskinan, melain- pada rakyat memiliki tiga dasar
kan justru berdampak menggerogoti pemikiran, yakni. Pertama, memu -
kemampuan swadaya lokal. Pene- satkan pemikiran dan tindakan
trasi teknologi dan modal ke desa - kebijaksanaan pemerintah pada
desa miskin, benar di satu sisi telah penciptaan keadaan-keadaan yang
berhasil mendongkrak angka -angka mendorong dan mendukung usaha -
produksi dan mengantarkan usaha rakyat untuk memenuhi
Indonesia ke tahap swasembada kebutuhan mereka sendiri dan
dalam berbagai sektor produksi. untuk memecahkan masalah
Namun, tak bisa diingkari bahwa mereka sendiri pada tingkat
kesenjangan di saat yang bersama - individual, keluarga dan komunitas.
an justru makin melebar dan Kedua, mengembangkan struktur
potensi masyarakat banyak yang organisasi yang berfungsi menurut
tersungkur digerus modernisasi kaidah-kaidah sistem swa-organisa-
(Rachbini dkk., 1994). si. Ketiga, mengembangkan sistem-
Untuk memerangi kemiskinan sistem produksi konsumsi yang
secara frontal di semua sektor, diorganisir secara teritorial yang
karena itu yang diperlukan berlandaskan pada kaidah pemilik -
sebenarnya adalah kebijakan yang an dan pengendalian lokal.
lebih mendasar —sebuah kebijakan Pembangunan-pembangunan
anti-kemiskinan yang benar-benar yang berdimensi kerakyatan
harus mendahulukan serta berdi- memberi peran kepada individu
mensi kerakyatan. Konsep utama bukan sebagai subyek, melainkan
dari pembangunan yang berpusat sebagai aktor yang menetapkan
pada rakyat adalah memandang tujuan, mengendalikan sumber
inisiatif kreatif dari rakyat sebagai daya, dan mengarahkan proses
sumber daya pembangunan yang yang mempengaruhi kehidupannya.
utama dan memandang kesejah - Pembangunan yang berpusat pada
teraan material dan spiritual rakyat menghargai dan mempertim-
mereka sebagai tujuan yang ingin bangkan prakarsa dan perbedaan
dicapai oleh pembangunan. lokal. Karena itu ia mendukung
Menurut Korten (1982), sistem-sistem swa-organisasi yang
asumsi dasar dari pembangunan dikembangkan di sekitar satuan -
yang berpusat pada ra kyat mengi- satuan organisasi berskala manusia
nginkan alternatif paradigma dan komunitas-komunitas swadaya.

39
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.

Pembangunan yang berdemensi harus dilakukan melalui tiga cara.


pada kerakyatan, ringkas kata Pertama, menciptakan suasana dan
sangat mensyaratkan adanya iklim yang memungkinkan potensi
keberdayaan dan pemberdayaan masyarakat untuk berkembang.
masyarakat yang serius. Kondisi ini berdasarkan asumsi
Pemberdayaan sendiri pada bahwa setiap individu dan
hakikatnya merupakan sebuah masyarakat memiliki potensi yang
konsep yang fokusnya adalah hal dapat dikembangkan. Hakikat
kekuasaan. Pemberdayaan secara kemandirian dan keberdayaan
substansial merupakan proses rakyat adalah keyakinan bahwa
memutus atau breakdown dari rakyat memiliki potensi untuk
hubungan antara subyek dengan mengorganisasi dirinya sendiri dan
obyek. Proses ini mementingkan potensi kemandirian individu perlu
pengakuan subyek akan kemam- diberdayakan. Proses pemberdaya -
puan atau daya (power) yang an rakyat berakar kuat pada proses
dimiliki obyek. Secara garis besar, kemandirian tiap individu yang
proses ini melihat pentingnya kemudian meluas ke keluarga, serta
mengalirnya daya dari subyek ke kelompok masyarakat baik di
obyek. Hasil akhir dari proses tingkat lokal maupun nasional.
pemberdayaan adalah beralihnya Kedua, memperkuat potensi atau
fungsi individu yang semula obyek daya yang dimiliki oleh rakyat
menjadi subyek (yang baru), dengan menerapkan langkah -
sehingga relasi sosial yang ada langkah nyata, menampung berba -
nantinya hanya akan dicirikan gai masukan, menyediakan prasara -
dengan relasi antarsubyek dengan na dan sarana, baik fisik maupun
subyek yang lain. Samuel Paul, sosial yang dapat diakses oleh
misalnya, menyatakan bahwa masyarakat lapisan bawah. Ketiga,
pemberdayaan berarti pembagian memberdayakan rakyat dala m arti
kekuasaan yang adil sehingga melindungi yang lemah dan
meningkatkan kesadaran politis dan membela kepentingan masyarakat
kekuasaan kelompok yang lemah lemah. Dalam proses pemberdayaan
serta memperbesar pengaruh harus dicegah jangan sampai yang
mereka terhadap proses dan hasil lemah makin terpinggirkan dalam
pembangunan. Pemberdayaan pada menghadapi yang kuat. Di mata
intinya adalah pemanusiaan. Kartasasmita, pemberdayaan ma -
Pemberdayaan, menurut Indrasari syarakat adalah sebuah konsep
Tjandraningsih (1996), mengutama - pembangunan ekonomi yang
kan usaha sendiri dari orang yang merangkum nilai-nilai sosial.
diberdayakan untuk mera ih keber- Konsep pemberdayaan pada
dayaannya. Oleh karena itu, dasarnya lebih luas dari hanya
pemberdayaan sangat jauh dari semata-mata memenuhi kebutuhan
konotasi ketergantungan. dasar (basic needs) atau menyedia-
Menurut Ginanjar Kartasas - kan mekanisme untuk mencegah
mita, upaya memberdayakan rakyat proses pemiskinan lebih lanjut

40
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42

(safety net), yang pemikirannya intervensi pihak-pihak yang berkua-


belakangan ini banyak dikembang - sa .
kan sebagai upaya mencari alterna -
tif terhadap konsep-konsep pertum- Daftar Pustaka
buhan di masa yang lalu. Konsep
ini berkembang dari upaya banyak Alfian, Melly G. Tan, dan Selo
ahli dan praktisi untuk mencari apa Soemardjan, Kemiskinan Stru-
yang antara lain oleh John ktural, (Jakarta: YIIS, 1980).
Freidmann disebut alternative deve-
lopment, yang menghendaki inclusi- Chambers, Robert, Pembangunan
ve democracy, appropriate economic Desa, Mulai Dari Belakang ,
growth, gender equality and interge - (Jakarta: LP3ES, 1987).
nerational equity.
Substansi pemberdayaan ada - Dewanta, Awan Setya (ed.). Kemis-
lah memampukan dan memandiri- kinan dan Kesenjangan di
kan masyarakat. Pemberdayaan bu - Indonesia, (Yogyakarta: Aditya
kan hanya meliputi penguatan Media, 1995).
individu anggota masyarakat, tetapi
juga pranata-pranatanya. Mena- Dillon, HS. Pertanian Membangun
namkan nilai-nilai budaya modern Bangsa, (Jakarta: Sinar Hara-
—seperti kerja keras, hemat, pan, 1999).
keterbukaan, kebertanggungjawab -
an— disebut-sebut sebagai bagian Hayami, Yijiro dan Masao Kikuchi,
dari upaya pemberdayaan itu. Dilema Ekonomi Desa, Suatu
Secara lebih rinci, dimensi-dimensi Pendekatan Ekonomi terhadap
dari pemberdayaan, bukan saja Perubahan Kelembagaan di
menyangkut upaya merubah Asia, (Jakarta: Yayasan Obor
kognisi, menumbuhkan keinginan Indonesia, 1987).
seseorang untuk mengaktualisasi-
kan diri, dan memberikan pengala - Korten, D. C. dan Sjahrir, Pemba-
man psikologis yang membuat ngunan Berdimensi Kerakyat -
seseorang merasa berdaya. Tetapi an, (Jakarta: Yayasan Obor
juga menyangkut pada usaha Indonesia, 1988).
memampukan masyarakat miskin
melakukan mobilitas ke atas, Mubyarto & Edy Suandi Hamid,
menumbuhkan perilaku masyara - 1986. Kredit Pedesaan di
kat miskin agar mereka mandiri dan Indonesia. (Yogyakarta: BPFE)
produktif dalam memenuhi
kebutuh-an hidup, berorientasi Rahardjo, M. Dawam, Transformasi
pada kesetaraan, dan membutuh - Pertanian, Industrialisasi, dan
kan iklim demokrasi yang benar - Kesem-patan Kerja, (Jakarta:
benar menjamin hak-hak masyara- UI Press, 1984).
kat miskin dari kemungkinan

41
Bagong Suyanto, “Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4,
Oktober 2001, 25-42.

Scott, James C., Moral Ekonomi


Petani, Pergolakan dan Subsis -
tensi di Asia Tenggara, (Jakar-
ta: LP3ES, 1981).

Suyanto, Bagong & Karnaji. Pengka-


jiaan dan Pengembangan Im -
plementasi GERDU TASKIN Di
Desa Pantai dan Rural di
Jawa Timur. (Surabaya: Lut-
fansa, 2000).

Suyanto, Bagong & Septi Ariadi.


KUT: Solusi Atau Masalah bagi
Petani. Kerjasama FISIP Unair
dengan Balitbang Jawa Ti-
mur, 2001.

Sumodiningrat, Gunawan. Pember-


dayaan Masyarakat & JPS .
(Jakarta: Gramedia, 1999).

42

Anda mungkin juga menyukai