Anda di halaman 1dari 13

BAB II

KONSEP TEORITIS
A. Tinjauan Medis
1. Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci), melekat pada
sekum tepat di bawah katup ileosekal.Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara
teratur ke dalam sekum.Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks
cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.(Brunner dan Sudarth, 2002).
Andisitis mengacu pada radang apendiks, suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi
terletak pada bagian inferior dari sekum.Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
obstruksi luman oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi (Wilson dan Goldman 1989).
Adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang
paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi
lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).

2. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:
1) Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2) Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3) Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa).
Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
(Nuzulul, 2009)

3. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri
tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilicus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya
disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah , dan pada umumnya nafsu makan menurun.
Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah. Di titik ini nyeri
terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatic setempat.Namun
terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga
penderita merasa memelukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya Karena bisa
memepermudah terjadinya perforasi .
Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5-38,5 derajat
celcius . (Price dan Wilson, 2006).

4. Pemeriksaan penunjang :(Norton,2001).


1. Pemeriksaan fisik.
- Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding
perut tampak mengencang ( distensi ).
- Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan
dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis
apendisitis akut.
- Dengan tidakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi,
maka rasa nyeri di perut semakin parah ( psoas sign ) .
- Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan
atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
- Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi
adanya radang usus buntu.
- Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji psoas akan positif dan tanda perangsangan
peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka obturator
sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3.Jika terjadi
peningkatan yang lebih dari kitu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi
(pecah).
3. Pemeriksaan radiologi
- Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu ).
- Ultrasonografi (USG). CT scan.
- Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram.
5. Klasifikasi
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah
obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.

penyebab obstruksi dapat berupa :


a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari
apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan
intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi
peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang
kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran
vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.Keadaan ini memperberat iskemia dan
edema pada apendiks.Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan
fibrin.Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans
muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
Apendisitis kronik
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan
mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi
sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan
bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan
akut.Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan.Namun,
apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut.Resiko
untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen.Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan
apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam
serangan akut.

5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi
kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan
tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang
dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah.
Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul
tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi
apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan
yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi
ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka,
sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor
karsinoid perut.Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya
metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan
karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau
hemikolektomi kanan
6. Anatomi dan fisiologi
1. ANATOMI
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan
berpangkal pada sekum.Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke
delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial
menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah ujung.
Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki
lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal.Pada appendiks terdapat tiga
tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi
appendiks.Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah
retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum)
2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti
terlihat pada gambar dibawah ini.
Appendiks pada saluran pencernaan
Anatomi appendiks Posisi Appendik

2. FISIOLOGI
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari.Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya
berperan pada patogenesis Apendisitis.Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks
ialah Imunoglobulin A (Ig-A).Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi
yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan
antigen intestinal lainnya.Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan
seluruh tubuh.

7. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.Makin
lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa.
Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah.Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu
pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke
arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan
apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007)
Pathway

8. Penatalaksanaan Medis (Norton,2001).


Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi penanggulangan
konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke
pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah
infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang dilakukan adalah
operasi membuang appendiks (appendektomi).Penundaan appendektomi dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.Pada abses appendiks dilakukan drainage
(mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat
seperti komplikasi intra-abdomen.Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses
intraperitonium.Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis
atau antibiotik.Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik
dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.

9. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis.Faktor keterlambatan dapat
berasal dari penderita dan tenaga medis.Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya,
sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke
rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.Kondisi ini menyebabkan peningkatan
angka morbiditas dan mortalitas.Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak
kecil dan orang tua.Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada
orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak
memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang
sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan
pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan
bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga
yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga
perut.Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam
sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis
yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan
seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis.Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
menyebabkan timbulnya peritonitis umum.Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi, dan oligouria.Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.

B. Tinjauan Keperawatan
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan
dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan
memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap, yaitu :
pangkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
a. Aktivitas istirahat
1) Gejala : kelemahan, kelelahan
2) Tanda : tachikardi, tachipnea

b. Eliminasi
1) Gejala : Konstiipasi pada awitan awal
2) Tanda : nyeri abdomen

c. Makanan/Cairan
1) Gejala : mual/muntah, anoreksia
2) Tanda : mempertahankan keseimbangan cairan.

d. Nyeri/kenyamanan
1) Gejala : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus.
2) Tanda :Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau terlentang dengan lutut
ditekuk.

2. Diagnosa Keperawatan
Sesuai dengan taori ada beberapa diagnosa keperawatan yang dapat kita angkat, yaitu :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendisitis.
b. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatannya berhubungan dengan
kurang informasi.
c. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah praoperasi.

3. Perencanaan
a. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendisitis
Tujuan : Distensi jaringan usus oleh inflamasi
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri hilang/terkontrol
Intervensi :
1. Kaji nyeri, lokasi, karakteristik, integritas nyeri dengan (skala 0-10)
Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan, perubahan
pada karakteristik nyeri.
2. Kaji tanda-tanda vital
Rasional : Perubahan tanda-tanda vital merupakan indikator terjadinya nyeri.
3. Ajarkan teknik relaksasi misalnya napas dalam.
Rasional : teknik relaksasi (napas dalam) dapat meningkatkan suplai O2 ke jaringan sehingga
nyeri berkurang.
4. Lakukan massa pada daerah nyeri
Rasional : dapat mengurangi nyeri
5. Penatalaksanaan pemberian obat analgetik
Rasional : Obat analgetik dapat mengurangi nyeri.
b. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatannya berhubungan dengan
kurang informasi.
Tujuan :Kurang terpajan atau mengingat, salah informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Kriteria hasil :Komplokasi, berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya
Rasional :Sebagai dasar untuk intervensi dan lanjutannya.
2. Dikusikan tentang pengobatan yang diberikan dan efek samping obat
Rasional :Pemahaman tentang penyakit dapat meningkatkan kerja sama dengan program terapi.
3. Berikan informasi untuk membatasi efektifitas guna mencegah kelelahan.
Rasional :Berikan penjelasan tentang penyakit dan proses pengobatannya.
c. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : Kecemasan berkurang
Intervensi :
1. Beri penjelasan kepada klien tentang penyakitnya.
Rasional : Meningkat pengetahuan klien tentang penyakitnya.
2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan keluhannya
Rasional :Mendengarkan keluhan agar klien merasa lega dan merasa diperhatikan, beban yang
dirasakan dapat berkurang.
3. Libatkan keluarga klien dalam rencana keperawatan terhadap penyakitnya.
Rasional : Keterlibatan keluarga dalam perawatan dapat mengurangi kecemasan.
4. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional : agar klien tidak merasa bosan dalam menghadapi perawatan.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah praoperasi
Tujuan : inflamasi peritoneum
Kriteria hasil : mempertahankan keseimbangan cairan
Intervensi :
1. Awasi TD dan nadi
Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler.
2. Awasi masukan dan haluara : catat warna urine /konsentrasi, berat jenis
Rasional : penurunan haluara urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga
dehiderasi /kebutuhan peningkatan cairan
3. Auskultasi bising usus catat kelancaran flatus , gerakan usus
Rasional : indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan per oral.
4. Berikan perwatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir
Rasional : dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
v PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Anamnesa
1. Data demografi.
Nama, Umur : sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun, Jenis kelamin, Status
perkawinan, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat, Nomor register.
2. Keluhan utama.
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul
keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di
epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang
menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang dirasakan oleh pasien mulai pertama / saat dirumah sampai MRS / opname.
4. Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
B. Pemeriksaan Fisik
Ø B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe, pernapasan
dangkal.
Ø B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
Ø B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien nampak
gelisah.
Ø B4 (Bladder) : –
Ø B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator untuk menentukan
pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal dan kadang-
kadang terjadi diare
Ø B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk
tegak.
v Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal oleh inflamasi.
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
4. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan keadaan nyeri yang mengakibatkan terjadinya
penurunan pergerakan akibat nyeri akut.
5. Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi.
v Intervensi dan Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal oleh inflamasi.
Tujuan: setelah dilakukan askep selama 1 x 24 jam dirassakan pasien melaporkan rasa nyeri
berkurang atau hilang dengan
Kriteria hasil: Pasien tampak rileks mampu tidur/ istirahat dengan tepat
1. Jelaskan pada pasien tentang penyebab nyeri
Rasional : informasi yang tepat dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien dan menambah
pengetahuan pasien tentang nyeri.
2. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini
untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
3. Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat / napas dalam
Rasional : napas dalam dapat menghirup O2 secara adequate sehingga otot-otot menjadi relaksasi
sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
4. Berikan aktivitas hiburan (ngobrol dengan anggota keluarga)
Rasional : meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan kooping.
5. Berikan kompres dingin pada abdomen
6. Rasional : Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf.
7. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : deteksi dini terhadap perkembangan kesehatan pasien.
8. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
Rasional : sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri.
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Tujuan : setelah dilakukan askep selama 2 x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan criteria
hasil : bebas tanda infeksi atau inflamasi, ttv dalam rentang normal.
1. Jelaskan pada pasien tentang proses terjadinya infeksi dan tanda-tanda terjadinya infeksi.
Rasional : dengan pemahaman klien, maka klien dapat bekerja sama dalam pelaksanaan tindakan.
2. Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-
prinsip pencukuran.
Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar
rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.
3. Beri obat pencahar sehari sebelum operasi
Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga BAB dapat lancar.
4. Observasi tanda-tanda vital terhadap peningkatan suhu tubuh, nadi, adanya pernapasan cepat
dan dangkal.
Rasional : deteksi dini terhadap perkembangan kondisi pasien dan adanya tanda-tanda infeksi.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotic
Rasional : Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis dan Menurunkan resiko
penyebaran bakteri.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun, mual dan muntah.
Tujuan : setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat mempertahankan BB
normal atau tetap dengan kriteria hasil : nafsu makan meningkat, pasien bisa menghabiskan diit
yang diberikan, BB konstan atau bertambah.
1. Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
2. Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat
suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
3. Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.
4. Beri makan sedikit tapi sering
Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
5. Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
6. Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
7. Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan
mendorong untuk makan.
8. Kolaborasi dengan tim gizi dalam memberi makanan yang bervariasi
Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
4. - Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan keadaan nyeri yang mengakibatkan terjadinya
penurunan pergerakan akibat nyeri akut.
- Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh b.d muntah, inflamasi peritoneum dengan
cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi
Tujuan : setelah dilakukan askep selama 2 x24 jam diharapkan tidak terjadi kekurangan cairan
dengan Kriteria hasil;Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik, Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg
BB/jam, Tanda vital stabil
1. Awasi tekanan darah dan tanda vial
2. Kaji turgor kulit, membran mukosa, capilary refill
3. Monitor masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi
4. Auskultasi bising usus. Catat kelancara flatus
5. Berikan perawatan mulut sering
6. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan lanjutkan
dengan diet sesuai toleransi
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan cairan IV dan Elektrolit.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan
Tujuan : setelah dilakukan askep selama 2 x 24 jam diharapkan klien dan keluarga mampu
merawat diri sendiri
1. Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut
dan potong kuku klien.
Rasional : Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
2. Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
Rasional : Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
3. Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
Rasional : Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.
4. Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
Rasional : Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan
5. Bimbing keluarga klien memandikan / menyeka pasien
Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan
6. Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
Rasional : Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1 x 24 jam diharapkan pasien dapat mengerti tentang
kondisi yang dihadapi saat ini dengan kriteria hasil : Menyatakan pemahamannya tentang proese
penyakit, pengobatan, Berpartisipasi dalam program pengobatan, Klien akan memahami manfaat
perawatan post operatif dan pengobatannya.
1. Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
Rasional : Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah
operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.
2. - Kaji ulang pembatasan aktivitas paska operasi
- Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodic
- Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri,
edema/eritema luka, adanya drainase.
- Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah
operasi.
Rasional : Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.
3. Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan
penyembuhan latihan.
Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses
penyembuhan.

BAB IV
PENUTUP
Pada bab ini penulis akan menuliskan beberapa kesimpulan dan saran dalam peningkatan
pelayanan asuhan keperawatan khususnya pada penderita pre op apendisitis.
A. KESIMPULAN.
1. Klien dengan pre op apendisitis memerlukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan respon
dan kebutuhan dasarnya.
2. Klien denganpre op apendisitis proses pengobatan memerlukan perhatian khusus untuk
memenuhi kebutuhan setiap hari dan pemberian motivasi atau dukungan untuk mengurangi
tingkat kecemasannya.
3. Klien dengan pre op apendisitis perlu perhatian selama perawatan dan menjaga kebersihan
kulit karena umumnya mengalami gangguan aktivitas (bedrest total).
4. Keterlibatan keluarga, orang dekat dan pelayan kesehatan khususnya perawat sangat
membantu klien memenuhi kebutuhan dasarnya.

B. SARAN.
1. Untuk rumah sakit perlu menyiapkan sarana dan prasarana yang lebih memadai sebagai
sarana peningkatan kualitas asuhan keperawatan khususnya klien dengan pre op apendisitis.
2. Peningkatan sumber daya manusia sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges Marilynn E, dkk, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC.
Depkes RI, 2000, Indonesia Sehat 2010, Visi Baru, Misi Kebijakan dan Strategi Pembangunan
kesehatan, Jakarta.
Smelzzer dan Bare C, 2000. Buku Ajar Medikal Brunner and Suddarth, Edisi VIII, Volume 2,
EGC Jakarta.
Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
Mansjoer, A.(2001). Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Price, SA. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6.Jakarta : EGC
Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama.Edisi 4.
Jakarta. EGC
Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Smeltzer, Bare (1997).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Brunner & suddart.Edisi 8.Volume
2. Jakarta, EGC
Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Fatma.(2010). Askep Appendicitis.Diakses http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-
appendicitis.html pada tanggal 09 Mei 2012.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A.(2001). Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Nuzulul.(2009). Askep Appendicitis.Diakses http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-
35840-Kep%20Pencernaan Askep%20Apendisitis.html tanggal 09 Mei 2012.

Smeltzer, Bare (2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Brunner & suddart.Edisi 8.Volume
2. Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai