Anda di halaman 1dari 6

4.

2 Pembahasan
4.2.1 Seksual Primer dan Sekunder
Seksual primer dan seksual sekunder pada ikan akan menunjukan jenis
kelamin dari ikan tersebut. Pengetahuan ini sangat penting dalam budidaya
khususnya pada saat akan melakukan pembenihan ikan tersebut. Seksualitas
primer pada ikan ditandai dengan adanya organ yang secara langsung
berhubungan dengan proses reproduksi yaitu ovarium dan pembuluhnya pada ikan
betina dan testis beserta pembuluhnya untuk ikan jantan. Pada hasil pengamatan
di atas dapat dilihat pada ikan komet jantan (A) warna alat kelaminnya putih
kekuningan dengan saluran kelamin yang pendek. Komet (B) warna alat
kelaminnya cerah dengan ada tonjolan saluran alat kelamin. Yang menjadi
patokan saat akan menentukan jenis kelamin ini dengan melakukan pembedahan
dan dilihat gonadnya. Pada ikan nila (A) warna kelaminnya putih kemerahan
dengan saluran alat kelamin yang panjang menonjol dan ikan nila (B) warna
kelaminnya dengan putih kemerahan dengan ditandai dengan adanya telur
berwarna kuning pada saat dibedah. Ikan mas (A) memiliki warna kelamin putih
kekuningna dengan satu lubang saluran alat kelamin dan ikan mas (B) memiliki
warna kelamin putih kemerahan dengan dua lubang saluran alat kelamin. Setelah
dibedah, ikan komet A berkelamin jantan dan ikan komet B berkelamin betina.
Ikan nila A berkelamin jantan dan ikan nila B berkelamin betina. Serta ikan mas
A berkelamin betina dan ikan mas B berkelmain jantan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Rizky (2016), yang menyatakan bahwa Perbedaan antara ikan jantan dan
ikan betina adalah ikan jantan memiliki sepasang testes, sedangkan ikan betina
memiliki 6 pasang ovari. Ikan jantan memiliki bentuk dagu yang lancip, bentuk
perut yang ramping, ukuran tubuh dan ukuran kepala yang lebih pendek.
Sedangkan ikan betina memiliki bentuk dagu yang tumpul, bentuk perut yang
membulat, ukuran tubuh dan ukuran kepala yang lebih panjang. Ikan Motan
betina mempunyai tubuh lebih besar dibandingkan dengan ikan Motan jantan.
Warna tubuh ikan betina lebih gelap sedangkan warna tubuh ikan jantan lebih
cerah. Ukuran tubuh ikan betina lebih pendek daripada ikan jantan. Ikan betina
memiliki ukuran tubuh lebih pendek dan berat tubuh lebih besar dibandingkan
dengan ikan jantan. Perbedaan ini terjadi karena dalam tubuh ikan betina
ditemukan ovari berukuran besar.
4.2.2 Ekstrak pituitary
Pada saat praktikum, dilakukan pebuatan esktrak pituitary. Pada
pembuatan ekstrak kelenjar pituitary digunakan 12 ekor ikan pendonor dengan
berat 3 kg . Setelah itu memotong kepalanya sampai putus pada tepi operculum,
letak kelenjar pituitary berada dibawah otak. Kelenjar hipofisa diangkat dengan
mengunakan pinset, kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi untuk
dilakukan sentrifuse, ini bertujuan untuk memisahkan endapan dari kelenjar atau
hormone. Menurut Fujaya (2004) mengatakan bahwa Ekstrak kelenjar pituitary
merupakan suatu bahan yang digunakan untuk mempercepat kematangan gonad
dari ikan dengan tujuan mempercepat kematangan gonad pada ikan bertujuan
untuk mempercepat proses ovulasi dan pemijahan.
Kelenjar hipofisa (pituitary) banyak sekali mengandung hormon terutama
hormon yang berhubungan dengan perkembangan dan pematangan gonad.
Hormon tersebut diantaranya adalah Gonadotropin yaitu GTH I dan GTH II,
sehingga ekstrak kelenjar hipofisa sering digunakan gonad. Letak kelenjar
hipofisa ini terdapat pada bagian otak sebelah depan. Untuk kebutuhan ikan yang
memiliki bobot 1 kg diperlukan 3 kg ikan donor, dengan kata lain
perbandingannya 1 : 3. Setelah mendapatkan kelenjar tersebut kemudian digerus
dengan alat gerus dalam tabung reaksi dan ditambahkan NaCl sebanyak 0,2 ml.
Tujuan pemberian NaCl agar terlepasnya ampas dari larutan karena ampas ini
akan dapat menyumbat saat akan dilakukan penyuntikan dan agar larutan tersebut
lebih encer sehingga mudah untuk disuntikan ke ikan indukan. Menurut Yuatiati
(2015) mengatakan bahwa Hipofysa terdiri dari 2 kelenjar hipofisa yaitu neuron
dan adenohypofisa yang merupakan bagian terbesar dari kelenjar dan memiliki 3
ruangan yaitu proximalpars distalis, rostal pars distalis dan pars itermedial
hipofisa terletak pada bagian bawah otak dan menghasilkan hormon
GnRH,ACTH,TSH,LH,STH,MSH,Prolaktin,Vasopresin danOksitosin. Hormone
tersebut dihasilkan dan sengaja disimpan di kelenjar hipofisa yang terletak di
tengkorak kepala dibawah otak dan berwarna putih kecil. Kelenjar hipofisa ini
tumbuh seiring dengan perkembangan ikan dimana semakin besar ikan maka
semakin besar kelenjar hipofisa yang dihasilkan dan berat dari kelenjar hipofisa
tersebut.
4.2.3 Perangsangan Pemijahan Dan Fertilisasi Buatan
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa berat induk ikan yang digunakan
adalah 1,195 kg untuk jantan dan betina. Dimana untuk mengetahui kesiapan
induk ikan untuk disuntik seperti keluarnya telur dan sperma ketika diurut. Jenis
larutan yang disuntikan adalah adalah hormone pituitary sebanyak 0,2 ml untuk
jantan dan 0,4 ml untuk betina pada penyuntikan pertama dengan selisih waktu 6
jam dan penyuntikan kedua sebanyak 0,5 ml untuk jantan dan 0,8 untuk betina
pada penyuntikan kedua. Hal ini bertujuan untuk mempercepat ikan melakuakan
pemijahan tanpa membahayakan ikan tersebut.
Fertilisasi buatan atau pembuahan secara buatan dilakukan dengan
bantuan manusia, dengan cara mempertemukan sel telur dengan sel sperma pada
suatu tempat tertentu dan dengan alat tertentu. Proses melakukan pembuahan
buatan ini diperlukan sikap kehati-hatian agar induk tidak terluka atau proses
penempelan sperma pada sel telur merata. Meratanya sperma menempel pada telur
akan menambah jumlah pembuahan sperma pada sel telur. Proses pembuahan
buatan ini membutuhkan waktu tertentu, maksudnya jika terlalu lama maka
sperma atau sel telur bisa mati atau terganggu. Jika demikian keadaannya proses
pembuahan tidak akan berhasil dengan baik.
4.2.4 Menghilangkan Sifat Lengket Telur
Dalam praktikum ini, dilakukan kegitan menghilang sifat lengket telur.
Bahan yang digunakan untuk mengurangi bahkan mengurangi sifat lengket telur
adalah susu. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya tetas telur. Menurut
Mustofa (2009) dalam Putra (2014),dengan menipisnya lapisan lendir maka
semakin kecil kemungkinan telur tertempeli benda lain seperti kotoran dan spora
cendawan. Disamping itu semakin banyak pori-pori telur terbuka untuk keperluan
pernafasan telur. Hal tersebut dapat meningkatkan derajat pembuahan.
Sifat telur ikan yang melekat satu dengan yang lain sering mengakibatkan
telur-telur tersebut tidak dapat menetas karena difusi oksigen menjadi berkurang
telur adhesif akan menempel satu sama lainnya atau pada substrat melalui selaput
lendir yang lengket dan menutupi seluruh permukaanya. Kekurangan oksigen
merupakan salah satu penyebab terjadinya kegagalan penetasan pada telur.
Menurut Woynarovich dan Horvath (1980) sifat adhesive pada telur disebabkan
oleh karena adanya lapisan glukoprotein atau senyawa gula dan protein yang
terdapat pada permukaan telur.
4.2.5 Perkembangan Dan Penetasan Telur
Setelah induk ikan melakukan pemijahan maka sel telur dan sel sperma
akan bertemu dan mengalami proses pembuahan (fertilisasi) yang akan
membentuk zygot. Oleh karena itu pembuahan ini merupakan proses peleburan
antara sel telur dan sel sperma untuk membentuk zygot. Setelah membentuk zygot
maka setiap individu akan mengalami proses embriogenesis sebelum menetas
nantinya. Perkembangan embrio dimulai dari pembelahan zygote (cleavage),
stadiamorula (morulasi), stadiablastula (blastulasi), stadia gastrula (gastrulasi) dan
stadia organogenesis atau embryogenesis. Pada hasil pengamatan fase blastula
berlangsung selama 4 jam, fase gastrula berlangsung kurang lebih selama 2 jam,
kemudia berlanjut ke tahap embryogenesis yang berlangsung selama 23 jam.
Menurut Diana (2010), daya tetas telur selain dipengaruhi oleh faktor dalam
seperti hormon dan volume kuning telur, juga dipengaruhi oleh faktor luar seperti
salinitas, suhu, pH,oksigen terlarut dan intensitas cahaya.
Dari pengamatan ini, butuh waktu yang lama untuk menetaskan telur.
Menurut Slembrouck (2005), Lamanya inkubasi (dari pembuahan sampai
penetasan telur) tergantung pada suhu air, dimana jangka waktu tersebut
berkurang jika suhu meningkat. Telur-telur yang berhasil terbuahi akan memasuki
tahap inkubasi. Dalam proses inkubasi tersebut telur mengalami proses
embryogenesis seperti yang diungkapkan oleh Effendie, (1979) bahwa di dalam
telur terjadi proses embriogenesis, yaitu proses pembentukan organ-organ tubuh
sehingga embrio berderensiasi menjadi lebih panjang/besar daripada lingkaran
kuning telurnya. Perkembangan mulai dari pertemuan telur dengan sperma
(pembuahan) sampai menetas memerlukan waktu sekitar 23 jam sementara dari
mulai menetas sampai habis kuning telur membutuhkan waktu 4 hari.
Perkembangan sel telur sangat cepat terjadi setelah pembuahan dalam tempo 30
menit sudah mengalami pembelahan 2 sel dan menjadi 8 sel setelah 1 jam, 32 sel
setelah 1 jam 25 menit, 64 sel setelah 1 jam 35 menit. Stadium morula terjadi
setelah 2 jam dari pembuahan dan awal pembentukan embrio terjadi setelah 8
jam. Pada ikan silais penetasan memerlukan waktu 24 jam dan stadum gastrula
awal (early gastrula) setelah 6 jam (Thamrin et al., 2010). Kecepatan
embroigenesis diantara jenis ikan berbeda-beda, perbedaan tersebut tidak saja
diantara jenis ikan akan tetapi juga diantara tahap (stadium) dengan tahap embrio
berikutnya. Menurut Nelsen (1953) dalam Sedjati (2002) bahwa proses
pembelahan sel mulai terjadi setengah jam (30 menit) sampai satu setengah jam
(90 menit) setelah pembuahan. Faktor lainnya adalah perbedaan suhu dan
terutama perbedaan spesiesnya. Stadia pembelahan sel (Cleavage) pada telur ikan
mandarin menempuh waktu 1 jam 30 menit (90 menit) setelah pembuahan dan
berada dalam waktu pembelahan sel telur yang dikemukakan oleh Nelsen (1953)
dalam Sedjati (2002), yang ditandai adanya sejumlah sel-sel blastomer
yangterbentuk berukuran sama tetapi yang ukuran sel blastomer lebih kecil dan
memadat untuk membentuk blastodisk.
4.2.6 Pemeliharaan Larva
Tingkat kelangsungan hidup larva setelah penetasan juga dipengaruhi oleh
kualitas telur yang dihasilkan oleh induk. Semakin baik kualitas telur maka derajat
penetasan dan kelangsungan hidup larva juga akan meningkat serta benih yang
dihasilkan akan baik. Menurut Wilda (2010) kualitas air sangat mempengaruhi
perkambangan dan kelangsungan hidup dari telur dan termasuk suhu air. Apabila
perubahan suhu terjadi secara tiba tiba maka akan menyebabkan telur menjadi
mati dan berubah menajdi putih transparan yang menyebabkan telur tidak bias
berkembang ke fase selanjutnya. Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan
badan larva tergantung dari jenis ikan dan suhu air. Kualitas air yang buruk akan
mempengaruhi kelarutan oksigen didalam perairan sehingga kebuthan oksigen
untuk telur selama proses pembuahan dan pemeliharaan tidak terpenuhi dengan
baik. Pakan alami yang diberikan berupa kuning telur dari telur ayam, bias juga
dari pakan alami seperti spirulina, chlorella.
Suhu optimum dalam proses perkembangan larva, menghasilkan larva
yang berukuran besar, porsi kuning telur menjadi jaringan lebih cepat,
kemampuan makan dan kemampuan berenang lebih besar, kuat dan tidak mudah
sakit. Suhu menjadi sangat penting dalam gametogenesis untuk keberhasilan
dalam proses pemijahan dan daya tetas telur. Suhu optimum menyebabkan daya
tahan larva tinggi, sehingga diharapkan akan meningkatkan survival rate (SR) dan
suhu rendah dapat menghalangi perkembangan produksi enzim sehingga
memperlambat proses penetasan, sedangkan suhu tinggi mengakibatkan penetasan
embrio menjadi prematur yang kebanyakan tidak mampu bertahan hidup
(Wahyuningtyas, 2016). Pertumbuhan larva ikan sangat dipengaruhi oleh ukuran
bukaan mulut dan nilai nutrisi pakan yang tinggi. Persyaratan pakan yang sesuai
adalah berukuran kecil, lebih kecil dari bukaan mulut larva (Tjodi, 2016).

Anda mungkin juga menyukai