Anda di halaman 1dari 12

EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA

(Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS BERBEDA

Ariska Novi Diana, Endang Dewi Masithah, Akhmad Taufiq Mukti


dan Juni Triastuti.

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga


Kampus C Mulyorejo – Surabaya, 60115 Telp. 031-5911451

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana embriogenesis ikan nila dan daya
tetas telur ikan nila bila telur ikan nila ditetaskan dalam air payau. Rancangan percobaan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang dilakukan terdiri dari lima perlakuan salinitas
inkubasi telur yaitu A (kontrol atau salinitas 0 ppt), B (salinitas 5 ppt), C (salinitas 10 ppt), D
(salinitas 15 ppt) dan E (salinitas 20 ppt) dengan pengulangan sebanyak empat kali. Analisis
statistik menggunakan ANAVA (Analysis of Variance) dan untuk mengetahui perbedaan antara
perlakuan satu dengan perlakuan yang lainnya dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan salinitas berbeda memberikan pengaruh terhadap
kecepatan embriogenesis ikan nila dan juga memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
daya tetas telur ikan nila. Rata-rata daya tetas telur ikan nila tertinggi terdapat pada perlakuan C
(88,5%) meski tidak berbeda nyata dengan perlakuan A (86,5%).

KATA KUNCI : salinitas, embriogenesis, daya tetas telur, ikan nila

ABSTRACT : Embryogenesis and hatching rate of nile tilapia (Oreochromis niloticus) in


different salinities. By: Ariska Novi Diana, Endang Dewi Masithah,
Akhmad Taufiq Mukti and Juni Triastuti.

The aim of the research is to know how the embryogenesis of Nile tilapia and the
hatching rate of Nile tilapia if their egg incubated in brackishwater. The experiment design is
Completely Randomized Design. Treatment which is done consist of five egg incubation salinity
treatments that is A (0 ppt or control), B (5 ppt), C (10 ppt), D (15 ppt) and E (20 ppt) with four
times repetition. Statistical analysis used ANAVA (Analysis Of Variance) and was continued by
Duncan’s Multiple Range Test. The result indicated that different salinity treatment giving
influence for embryogenesis speed of Nile tilapia and also giving highly significantly affect for
hatching rate of Nile tilapia. The highest hatching rate of Nile tilapia is treatment C (88,5%) even
not significantly difference with treatment A (86,5%).

KEYWORDS : salinity, embryogenesis, hatching rate, Nile tilapia

1
PENDAHULUAN nila apabila telur ikan nila ditetaskan pada
salinitas berbeda, apakah terdapat pengaruh
Tambak-tambak payau untuk salinitas terhadap daya tetas telur ikan nila
budidaya udang windu yang kualitasnya dan berapakah salinitas terbaik untuk
sudah menurun dan tidak produktif menghasilkan daya tetas telur ikan nila
menyebabkan produksi udang windu tertinggi.
menurun. Penurunan angka produksi udang
windu tersebut pada akhirnya menurunkan Tujuan penelitian ini adalah untuk
pendapatan pembudidaya tambak. Di sisi mengetahui gambaran embriogenesis ikan
lain, ikan nila merupakan komoditas ekspor nila apabila telur ikan nila ditetaskan pada
yang populer di masyarakat karena memiliki salinitas berbeda, mengetahui pengaruh
rasa yang khas dan juga menjadi andalan salinitas terhadap daya tetas telur ikan nila
para pembudidaya tambak dikarenakan dan mengetahui salinitas terbaik untuk
memiliki laju pertumbuhan dan menghasilkan daya tetas telur ikan nila
perkembangbiakan yang cepat, memiliki tertinggi.
toleransi lingkungan hidup yang luas serta
memiliki resistensi yang relatif tinggi Penelitian ini diharapkan dapat
terhadap kualitas air dan penyakit (Sucipto, memberikan informasi ilmiah kepada
2002). masyarakat perikanan tentang gambaran
Oleh karena itu, untuk mengisi embriogenesis ikan nila apabila telur ikan
kekosongan tambak bekas udang windu dan nila ditetaskan pada salinitas berbeda,
memberi masukan pendapatan bagi para pengaruh salinitas terhadap daya tetas telur
pembudidaya tambak, ikan nila mulai ikan nila, serta salinitas terbaik untuk
dibudidayakan pada tambak udang windu menghasilkan daya tetas telur ikan nila
yang sudah tidak produktif tersebut. tertinggi. Pada akhirnya, dapat diaplikasikan
para masyarakat perikanan sebagai
Budidaya ikan nila di tambak sama pengembangan pembenihan ikan nila di air
seperti halnya budidaya ikan lainnya juga payau.
membutuhkan benih. Benih ikan nila selama
ini dihasilkan dari pembenihan di air tawar, MATERI DAN METODE
sehingga untuk ditebar di tambak udang.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal
windu yang berair payau, maka ikan 1-31 Juli 2010 di Laboratorium UPT
nila harus diadaptasikan dulu di air payau. Pengembangan Budidaya Air Tawar
Namun, kendala yang ditemui selama ini, Umbulan, Desa Sidepan, Kecamatan
yaitu ikan nila dewasa memiliki masa Winongan, Kabupaten Pasuruan, Provinsi
adaptasi yang agak lama apabila Jawa Timur. Peralatan yang digunakan
diadaptasikan pada air payau, selain itu juga dalam penelitian ini, meliputi : alat untuk
jarang sekali dilakukan pembenihan ikan pemijahan buatan, antara lain : bak
nila di air payau, oleh karena itu perlu penampung induk ikan nila, timbangan
dilakukan penelitian tentang pembenihan digital, mangkok, petri disc, spuit, bulu
ikan nila di air payau. ayam, stopwatch, saringan dan sendok, alat
untuk penetasan, antara lain : akuarium, rak
Perumusan masalah yang timbul dari penetasan, gelas penetasan, kran aerasi, pipa
latar belakang tersebut antara lain : paralon, sedotan, pompa air, selang pompa,
bagaimana gambaran embriogenesis ikan selang aerasi, aerator, bak penampungan

2
stok air salinitas 5, 10, 15 dan 20 ppt, namun air yang digunakan pada semua
kran infus, selang inlet dan selang outlet, perlakuan masih bersalinitas 0 ppt.
dan alat untuk pengamatan, antara lain : Selanjutnya, empat dari lima perlakuan
pipet, object glass, mikroskop, penggaris, tersebut masing-masing dialiri air
DO meter, thermometer, hydrometer dan pH bersalinitas 5, 10, 15 dan 20 ppt selama 48
paper. Bahan yang digunakan, antara lain : jam sampai salinitas air pada akuarium
satu ekor induk jantan dan tiga ekor induk penetasan bersalinitas masing-masing 5, 10,
betina ikan nila yang telah matang gonad, 15 dan 20 ppt, sedangkan yang satu
sperma dan telur induk ikan nila yang telah perlakuan, air untuk penetasan telur tetap
matang gonad, NaCl fisiologis, air tawar dan bersalinitas 0 ppt dan digunakan sebagai
air laut. kontrol. Sutisna dan Sutarmanto (1999)
Metode penelitian yang digunakan menyatakan bahwa penetasan telur dengan
adalah metode eksperimen. Teknik menggunakan corong tetas berguna untuk
pengambilan data dilakukan dengan cara meningkatkan daya tetas telur.
observasi langsung, yaitu dengan cara Pengamatan embriogenesis
mengadakan pengamatan secara langsung dilakukan pada jam ke-3, ke-21, ke-25, ke-
terhadap gejala-gejala subjek yang 29, ke-45, ke-75 dan ke-99 setelah
diselidiki. Rancangan penelitian yang fertilisasi. Perkembangan embrio yang
digunakan dalam penelitian ini adalah diamati, antara lain : morula, blastula,
Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri gastrula, epiboli, mata, jantung, otak, faring,
dari lima perlakuan salinitas inkubasi telur melanofor, ekor, pembuluh darah dan
dengan empat ulangan, yaitu 0 (kontrol), 5, kantung kuning telur. Penghitungan daya
10, 15 dan 20 ppt. Penentuan salinitas tetas telur dihitung dengan menggunakan
berdasarkan pernyataan Suyanto (1994) rumus yang disebutkan oleh Setyono (2009),
yang menunjukkan bahwa ikan nila mampu yaitu :
hidup pada air tawar, payau dan laut. Daya tetas = ___a + b___ x 100%
Pemijahan ikan dilakukan dengan a+b+c
cara memasangkan induk ikan nila jantan Keterangan :
dan betina di dalam kolam pemijahan ikan a = jumlah telur yang menetas normal
dengan perbandingan jantan dan betina 1:3. b = jumlah telur yang menetas cacat (abnormal)
Setelah nampak tanda-tanda ikan mulai c = jumlah telur yang tidak menetas (mati)
memijah, induk betina dan jantan ikan nila Parameter utama dalam penelitian
ditangkap dan dilakukan pengurutan adalah fase-fase perkembangan telur
(stripping) untuk mendapatkan telur dan (embriogenesis) dan daya tetas telur.
sperma ikan nila. Telur-telur yang diperoleh Parameter utama digunakan untuk
ditampung dalam mangkok dan sperma mengetahui salinitas optimum untuk
ditampung dalam petri disc yang berisi embriogenesis dan daya tetas telur ikan nila.
larutan NaCl fisiologis dengan pengenceran Parameter pendukung dalam penelitian
sepuluh kali. Setelah itu sperma dan telur adalah kualitas air antara lain : suhu, pH dan
dicampur, ditambah air dan diaduk perlahan oksigen terlarut.
dengan menggunakan bulu ayam selama Data hasil penelitian yang diperoleh
lebih kurang lima menit (Mubarak, 2007). dianalisis secara deskriptif untuk
Telur ikan nila yang telah terbuahi embriogenesis, sedangkan untuk daya tetas
ditempatkan pada gelas atau corong telur dianalisis secara statistik dengan
penetasan pada masing-masing perlakuan menggunakan ANAVA (Analysis of
sebanyak 240 butir telur tiap ulangan, Variance). Apabila terdapat perbedaan yang

3
nyata, maka dilanjutkan dengan Uji blastula, kecuali perlakuan A yang
Jarak Berganda Duncan untuk mengetahui memperlihatkan embrio berada pada akhir
perbedaan antara perlakuan satu dengan periode pembelahan. Pada 45 jam setelah
perlakuan yang lainnya. Taraf kesalahan fertilisasi perlakuan A, D dan E
yang digunakan, yaitu 5% (Kusriningrum, memperlihatkan pada bagian anterior
2008). terdapat bentuk kepala yang masih samar
dan terdapat bercak melanofor pada
HASIL permukaan telur, sedangkan perlakuan B
dan C memperlihatkan mata yang telah
Embriogenesis Telur Ikan Nila pada tampak namun belum berpigmen dan
Salinitas Berbeda terdapat bercak melanofor pada permukaan
Pada empat jam setelah fertilisasi telur. Embriogenesis telur ikan nila pada
perlakuan B, C, D dan E memperlihatkan empat dan 45 jam setelah fertilisasi tersebut
perkembangan embrio pada awal periode dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Embriogenesis telur ikan nila pada salinitas berbeda dengan perbesaran 100 kali

4
Keterangan :
1. Akhir periode pembelahan
2. Awal periode blastula
3. Bagian anterior terdapat bentuk kepala yang masih samar dan terdapat bercak melanofor pada
permukaan telur
4. Mata telah tampak tapi belum berpigmen dan terdapat bercak melanofor pada permukaan telur
5. Mata mulai berpigmen, otak mulai membesar, jantung tampak berdenyut, ekor terlihat
memanjang secara ventral pada cincin germinal, pada sisi ventral dekat kuning telur terdapat
melanofor
6. Embrio ikan nila yang tidak mengalami perkembangan
7. Mata berpigmen, otak membesar, jantung berdenyut, ekor memanjang secara ventral pada cincin
germinal, pada sisi ventral dekat kuning telur terdapat melanofor, terbentuk faring
8. Lapisan pelindung telur rusak, cairan dalam telur tertarik keluar, telur mati
9. Larva umur 0 hari
10. Larva umur 0-1 hari
11. Larva umur 1 hari

Daya Tetas Telur Ikan Nila pada Salinitas Berbeda


Penghitungan daya tetas telur ikan nila dilakukan seratus jam setelah fertilisasi. Data rata-
rata daya tetas telur ikan nila pada akhir penelitian terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata daya tetas telur ikan nila pada salinitas berbeda
Perlakuan Daya tetas telur (%) ± SD

A (salinitas 0 ppt) sebagai kontrol 86,5 ± 5,45ab


B (salinitas 5 ppt) 65,5 ± 6,45c
C (salinitas 10 ppt) 88,5 ± 8,27a
D (salinitas 15 ppt) 76,75 ± 2,22bc
E (salinitas 20 ppt) 0 ± 0d

Rata-rata daya tetas telur ikan nila terhadap daya tetas telur ikan nila. Hasil Uji
tertinggi dihasilkan pada perlakuan C, yaitu Jarak Berganda Duncan menunjukkan
sebesar 88,5% lalu diikuti dengan perlakuan bahwa perlakuan C menghasilkan daya tetas
A sebesar 86,5%. Selanjutnya, perlakuan D telur tertinggi, yang tidak berbeda nyata
dan B masing-masing menempati urutan dengan perlakuan A dan berbeda nyata
ketiga dan keempat dengan rata-rata daya dengan perlakuan D, B dan E. Daya tetas
tetas telur masing-masing sebesar 76,75% telur terendah dihasilkan pada perlakuan E,
dan 65,5%, sedangkan perlakuan E yang berbeda nyata dengan perlakuan
menghasilkan rata-rata daya tetas telur lainnya.
terendah dengan persentase 0%. Kualitas Air

Hasil uji ANAVA menunjukkan Pengamatan embriogenesis dan daya


bahwa perlakuan salinitas berbeda pada tetas telur ikan nila dalam penelitian ini juga
penetasan telur ikan nila memberikan perlu memperhatikan kualitas air agar
pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) kondisinya tetap sesuai untuk penetasan

5
telur ikan nila. Data kualitas air yang dalam pertukaran garam untuk
diukur selama penelitian selain salinitas meningkatkan kemampuan toleransi (Prunet
sebagai perlakuan meliputi suhu, oksigen dan Bornancin, 1989) dan sangat berperan
terlarut dan p . Kualitas air yang terukur dalam proses sekresi garam (Foskett dan
selama penelitian masih berada pada kisaran Scheffey, 1982). Peranan sel klorid tersebut
optimum untuk penetasan telur ikan nila. menyebabkan cairan dalam telur ikan nila
Salinitas sesuai dengan perlakuan yang menjadi lebih kental dan semakin mendekati
diberikan, yaitu 0, 5, 10, 15 dan 20 ppt, konsentrasi cairan dalam media penetasan,
sedangkan suhu air yang terukur berkisar sehingga energi yang digunakan untuk
antara 27-31ºC, oksigen terlarut berkisar aktivitas osmoregulasi dan proses-proses
antara 7-8 mg/l dan pH rata-rata adalah 7. lain yang terjadi di dalam telur menurun dan
energi yang tersisa dapat digunakan untuk
PEMBAHASAN pertumbuhan (Stickney, 1979) dalam
Wibowo (1993). Hal ini juga diperkuat
Hasil pengamatan mikroskopis dengan pernyataan Bouf dan Payan (2001)
embriogenesis telur ikan nila pada salinitas yang menyatakan bahwa pada salinitas lebih
5, 10, 15 dan 20 ppt menunjukkan bahwa tinggi ikan air tawar menunjukkan
fase perkembangannya sesuai dengan fase perkembangan dan pertumbuhan yang lebih
perkembangan telur ikan nila pada kondisi tinggi.
kontrol (salinitas 0 ppt). Hal ini sesuai
dengan pernyataan Kosztowny et al. (2008) Pada 45 jam setelah fertilisasi,
bahwa embrio, larva dan benih yang embrio ikan nila pada perlakuan A, D dan E
dipelihara dalam air laut tidak mengalami mengalami perkembangan pada bagian
perubahan aktivitas, aktivitas yang dialami anterior, yaitu terdapat bentukan seperti
embrio, larva dan benih tersebut sama kepala yang masih samar dan terdapat
seperti halnya pada air tawar. sedikit bercak melanofor pada permukaan
telur, sedangkan perlakuan B dan C
Pada empat jam setelah fertilisasi, memperlihatkan mata yang telah tampak
embrio ikan nila pada perlakuan A terlihat tetapi belum berpigmen dan terdapat bercak
berada pada akhir periode pembelahan, melanofor pada permukaan telur. Hal ini
sedangkan perlakuan B, C, D dan E embrio terjadi karena konsentrasi cairan dalam telur
telah memasuki awal periode blastula. Hal ikan nila pada perlakuan A, D dan E sedikit
ini disebabkan ketika telur ikan nila yang menjauhi konsentrasi cairan dalam media
terfertilisasi dimasukkan ke dalam salinitas penetasan, sehingga menyebabkan aktivitas
lebih tinggi, kandungan sel klorid yang osmoregulasi meningkat dan energi banyak
terdapat pada telur ikan nila tersebut digunakan untuk menyeimbangkan tekanan
meningkat seiring dengan meningkatnya osmotik antara telur dengan media
salinitas, sesuai dengan pernyataan Maetz penetasan, sedangkan konsentrasi cairan
dan Bornancin (1975). Pada telur ikan nila dalam telur ikan nila pada perlakuan B dan
sel klorid ini terkandung dalam membran C semakin mendekati konsentrasi cairan
kantong kuning telur dan berubah menjadi dalam media penetasan, sehingga energi
kompleks sebagai respon terhadap yang dibutuhkan untuk aktivitas
perubahan salinitas (Kaneko et al., 2002). osmoregulasi menurun dan energi yang
Sel klorid ini berperan dalam mengontrol tersisa dapat digunakan untuk mempercepat
osmoregulasi (Kaneko et al., 2002), dapat perkembangan embrio. Hal ini sesuai
meningkatkan aktivitas Na+, K+ - ATPase dengan pernyataan Stickney (1979) dalam

6
Wibowo (1993) bahwa apabila konsentrasi sesuai dengan pernyataan Wibowo (1993)
cairan dalam telur sudah mendekati bahwa pada keadaan tersebut aktivitas
konsentrasi garam dalam media penetasan osmoregulasi menjadi maksimum dan energi
dan telur masih dapat mentoleransi tidak banyak tersisa untuk perkembangan
perubahan salinitas yang diberikan, maka embrio.
energi metabolisme yang digunakan untuk
osmoregulasi lebih sedikit dan energi tersisa Pada 85 jam setelah fertilisasi
cukup banyak untuk perkembangan embrio pada perlakuan B memperlihatkan
. larva ikan nila yang baru menetas dan masih
Embrio ikan nila pada 76 jam setelah memiliki kantung kuning telur. Pada
fertilisasi memperlihatkan pada perlakuan A perlakuan C dan D memperlihatkan embrio
terdapat larva yang telah menetas dan masih ikan nila dengan perkembangan yang
memiliki kantung kuning telur. Perlakuan B, sempurna dan terbentuknya faring.
C dan D memperlihatkan embrio ikan nila Perkembangan embrio ikan nila pada
dengan perkembangan mata yang mulai perlakuan C dan D berlangsung dengan baik
berpigmen, otak mulai membesar, jantung namun masih belum menetas dikarenakan
telah tampak berdenyut, ekor terlihat aktivitas osmoregulasi meningkat namun
memanjang secara ventral pada cincin telur ikan nila masih dapat mentoleransi
germinal dan pada sisi ventral dekat kuning perubahan salinitas yang diberikan, sehingga
telur terdapat melanofor, sedangkan perkembangan embrionya sedikit melambat
perlakuan E memperlihatkan embrio ikan namun telur ikan nila masih dapat bertahan.
nila yang tidak mengalami perkembangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wibowo
Perlakuan A, telur telah menetas (1993) bahwa jika salinitas kurang sesuai
dikarenakan pada media penetasan tersebut maka banyak energi yang digunakan untuk
tidak terdapat pengaruh salinitas, sehingga proses osmoregulasi maksimum, sehingga
telur ikan nila menetas pada waktunya. Pada energi yang tersisa untuk perkembangan
perlakuan B, C dan D telur ikan nila embrio sedikit. Perlakuan E, lapisan
menunjukkan perkembangan yang baik pelindung telur ikan nila terlihat rusak,
namun belum menetas, hal ini dikarenakan sehingga cairan dalam telur tertarik keluar
pada media penetasan tersebut sebagian dan akhirnya mati. Hal ini dikarenakan pada
energi digunakan untuk aktivitas media penetasan tersebut konsentrasi cairan
osmoregulasi, yaitu untuk menyeimbangkan dalam telur ikan nila sudah semakin
tekanan osmotik antara telur dengan media menjauhi konsentrasi cairan dalam media
penetasan, sehingga telur pada media penetasan dan telur ikan nila tersebut sudah
penetasan tersebut tidak menetas pada tidak dapat mentoleransi perubahan salinitas
waktunya. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diberikan, sehingga sesuai dengan
Smith (1982) bahwa jika tekanan osmose pernyataan Maisura (2004) bahwa dalam
antara telur dan media penetasan semakin keadaan tersebut telur dapat mengalami
menjauhi maka energi metabolisme yang turgor (peningkatan tekanan di dalam telur)
dibutuhkan untuk osmoregulasi semakin atau plasmolisis (pengkerutan telur karena
banyak, sehingga energi untuk keluarnya cairan dari telur ke media) apabila
perkembangan berkurang. Perlakuan E tidak perubahan salinitas yang diberikan telah
mengalami perkembangan dikarenakan pada melewati batas toleransi yang dapat diterima
media penetasan tersebut konsentrasi cairan oleh telur. Pada seratus jam setelah
dalam telur sudah semakin menjauhi fertilisasi perlakuan C dan D
konsentrasi cairan dalam media penetasan, memperlihatkan adanya larva ikan nila yang

7
telah menetas dan masih memiliki kantung ikan nila memiliki kemampuan untuk
kuning telur. mengembangkan mekanisme fisiologinya
(Prunet dan Bornancin, 1989). Selain itu
Daya tetas telur selain dipengaruhi Nugon (2003) menyatakan, ikan tilapia
oleh faktor dalam seperti hormon dan dapat bertoleransi pada salinitas yang tinggi
volume kuning telur juga dipengaruhi oleh karena ikan tilapia dipercaya memiliki
faktor luar seperti salinitas, suhu, pH, keturunan dari golongan ikan teleostei laut.
oksigen terlarut dan intensitas cahaya Watanabe et al. (1984) juga menyatakan,
(Gusrina, 2008). Penelitian untuk menguji pada salinitas yang sama keturunan ikan nila
daya tetas telur ikan nila dengan yang dipijahkan di air tawar dan ditetaskan
menggunakan perlakuan salinitas berbeda dalam air yang salinitasnya ditingkatkan,
diduga memberikan hasil daya tetas telur seperti dalam penelitian ini, menunjukkan
ikan nila yang sangat terpengaruh oleh kemampuan toleransi terhadap salinitas
salinitas. lebih tinggi daripada keturunan ikan nila
yang dipijahkan dan ditetaskan di air tawar
Rata-rata daya tetas telur ikan nila kemudian diaklimatisasi pada salinitas yang
menunjukkan bahwa hasil daya tetas telur lebih tinggi. Oleh karena itu, telur dalam
tertinggi adalah pada salinitas 10 ppt, meski media penetasan salinitas 10 ppt pada
tidak berbeda nyata dengan salinitas 0 ppt penelitian ini dapat lebih bertahan dengan
atau kontrol. Hal ini disebabkan konsentrasi baik dan dapat menghasilkan daya tetas telur
cairan antara media penetasan dengan telur tertinggi.
ikan nila berada dalam keadaan hampir
mendekati, sehingga sesuai dengan Daya tetas telur terendah adalah pada
pernyataan Maisura (2004) bahwa dalam salinitas 20 ppt. Pada salinitas ini semua
keadaan demikian proses penyerapan embrio rusak dan mati. Daya tetas telur ikan
maupun pengeluaran pada media penetasan nila yang rendah tersebut dikarenakan
dan telur tidak sampai menyebabkan keadaan yang hipertonik, yaitu kepekatan
terjadinya turgor maupun plasmolisis. media penetasan lebih tinggi daripada telur
Guyton dan Hall (2000) juga menambahkan, ikan nila, sehingga sesuai dengan pernyataan
apabila konsentrasi air dalam cairan Maisura (2004) bahwa dalam keadaan
intraseluler dan ekstraseluler adalah sama hipertonik tersebut cairan akan cenderung
dan zat terlarut tidak dapat masuk atau keluar dari telur. Guyton dan Hall (2000)
keluar dari sel, maka keadaan tersebut juga menambahkan, dari keadaan cairan
disebut isotonik dan pada kondisi ini telur intraseluler dan ekstraseluler yang tidak
mempunyai daya tahan yang baik, sehingga seimbang tersebut telur dapat mengalami
bisa menghasilkan daya tetas yang tinggi. plasmolosis, yaitu terjadinya pengkerutan
Keadaan konsentrasi cairan yang hampir karena keluarnya cairan dari telur ke media,
mendekati antara konsentrasi cairan dalam dan pada akhirnya dapat menyebabkan
telur ikan nila dengan konsentrasi cairan kematian.
dalam media salinitas 10 ppt tersebut
menunjukkan bahwa salinitas 10 ppt Proses penetasan telur selain
tersebut merupakan salinitas terbaik untuk dipengaruhi faktor dalam juga dipengaruhi
menghasilkan daya tetas telur tertinggi. oleh faktor luar, yaitu kualitas air dalam
media penetasan (Gusrina, 2008). Kualitas
Kemampuan adaptasi ikan nila pada air yang terukur selama penelitian sudah
salinitas lebih tinggi tersebut dikarenakan sesuai untuk penetasan telur ikan nila seperti

8
yang dinyatakan oleh Popma dan Masser Perlakuan salinitas berbeda pada
(1999), yaitu suhu air berkisar antara 27- penetasan telur ikan nila memberikan
31ºC, oksigen terlarut optimal minimal 3 pengaruh yang sangat nyata terhadap daya
mg/l dan pH optimal berkisar antara 6-9. tetas telur ikan nila. Perlakuan dengan
Oleh karena itu, ketiga faktor tersebut tidak salinitas 10 ppt merupakan salinitas terbaik
mempengaruhi proses penetasan telur ikan untuk menghasilkan daya tetas telur ikan
nila, sehingga hanya salinitas saja yang nila tertinggi.
berpengaruh.
SARAN
SIMPULAN
Kegiatan pembenihan ikan nila
Pada empat jam setelah fertilisasi (Oreochromis niloticus) pada salinitas lebih
perlakuan B, C, D dan E memperlihatkan tinggi dari media kontrol sebaiknya
perkembangan embrio pada awal periode dilakukan pada salinitas 10 ppt. Hal ini
blastula, kecuali perlakuan A yang dikarenakan pada salinitas 10 ppt tersebut
memperlihatkan embrio berada pada akhir penetasan telur ikan nila dapat menghasilkan
periode pembelahan. Pada 45 jam setelah daya tetas telur tertinggi daripada perlakuan
fertilisasi perlakuan A, D dan E salinitas lainnya.
memperlihatkan pada bagian anterior
terdapat bentuk kepala yang masih samar DAFTAR PUSTAKA
dan terdapat bercak melanofor pada
permukaan telur, sedangkan perlakuan B Bouf, G dan P. Payan. 2001. Review : How
dan C memperlihatkan mata yang telah Should Salinity Influence Fish
tampak namun belum berpigmen dan Growth?. Comparative Biochemistry
terdapat bercak melanofor pada permukaan and Physiology Part C. Elsevier
telur. Pada 76 jam setelah fertilisasi embrio Science Inc. 130 : 411-423.
pada perlakuan B, C dan D terdapat Foskett, J. K. and C. Scheffey. 1982. The
pigmentasi di mata, pembesaran otak, Chloride Cell : Definitive
jantung berdenyut, ekor terlihat memanjang, Identification as the Salt-secretory
sedangkan pada perlakuan A telah ada telur Cell in Teleosts. Sci., 215 : 161-166.
yang menetas dan perlakuan E Gusrina. 2008. Budi Daya Ikan Jilid 1 untuk
memperlihatkan embrio ikan nila yang tidak SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah
mengalami perkembangan. Pada 85 jam Menengah Kejuruan. Jakarta. hal. 165-
setelah fertilisasi perlakuan B telah ada telur 174.
yang menetas, perlakuan C dan D
memperlihatkan terbentuknya faring, Guyton, A. C. dan J. E. Hall. 2000. Buku
sedangkan perlakuan E memperlihatkan Ajar Fisiologi Kedokteran : Textbook
telur yang lapisan pelindungnya rusak of Medical Physiology. Penerbit Buku
sehingga cairan dalam telur tertarik keluar Kedokteran EGC. Jakarta. hal. 381-
dan akhirnya mati. Pada seratus jam setelah 388.
fertilisasi perlakuan C dan D
memperlihatkan telur yang baru menetas, Kaneko, T., K. Shiraishi, F. Katoh, S.
sedangkan perlakuan E memperlihatkan Hasegawa, and J. Hiroi. 2002.
embrio yang rusak dan mati. Chloride Cells During Early Life

9
Stages of Fish and Their Functional Research, Education and Extension
Differentiation. Fisheries Sci., 68 : 1- Service. 4 hal.
9.
Prunet, P dan M, Bornancin. 1989.
Kosztowny, A. L., T. Hirano dan E. G. Physiology of Salinity Tolerance in
Grau. 2008. Developmental Changes Tilapia : An Update of Basic and
in Na+, K+ - ATPase Activity in Applied Aspects. http://www.alr-
Mozambique Tilapia (Oreochromis journal.org. 13 Agustus 2010. 7 hal.
mossambicus) Embryo and Larvae in
Various Salinities. 8th International Setyono, B. 2009. Pembenihan Ikan.
Symposium on Tilapia in Aquaculture. http://research-report.umm.ac.id. 16
Hawaii. 11 hal. April 2010. 1 hal.

Kusriningrum, R. S. 2008. Perancangan Smith, L. S. 1982. Introduction to Fish


Percobaan. Airlangga University Press. Physiology, TFH Publication, Inc.
Surabaya. hal. 43-69. Seattle Washington, USA. pp : 19-58.

Maetz, J. and M. Bornancin. 1975. Sucipto, A. 2002. Budidaya Ikan Nila


Biochemical and Biophysical Aspects of (Oreochromis sp.). Makalah
Salt Excretion by Chloride Cells in disampaikan pada Workshop
Teleosts. Forts. Chr. Zool., 22 : 322- Teknologi dan Manajemen
362. Akuakultur, Himpunan Mahasiswa
Akuakultur IPB, di Bogor tanggal 20,
Maisura, I. 2004. Pengaruh Perbedaan 21 dan 28 April 2002. Balai Budidaya
Salinitas terhadap Tetasan Telur dan Air Tawar Sukabumi. hal 1-9.
Kelulushidupan Larva Ikan Manvis
(Pterophyllum scalare). Skripsi. Sutisna, D. H dan R. Sutarmanto. 1999.
Fakultas Perikanan. Universitas Pembenihan Ikan Air Tawar.
Brawijaya. Malang. 52 hal. Kanisius. Yogyakarta. hal 1-135.

Mubarak, A. S. 2007. Bahan Ajar Teknologi Suyanto, R. 1994. Nila. Penebar Swadaya.
Pembenihan : Pemijahan Buatan. Jakarta. hal 1-132.
Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Airlangga. Surabaya. hal Watanabe, W. O., C. M. Kuo dan M. C.
1. Huang. 1984. Experimental Rearing of
Nile Tilapia Fry (Oreochromis
Nugon, R. W. 2003. Salinity Tolerance of niloticus) for Saltwater Culture.
Juveniles of Four Varieties of Tilapia. Council for Agricultural Planning and
Thesis. Millsaps College. Mississipi. 5 Development, Taipei, Taiwan and
hal. International Center for Living
Aquatic Resources Management,
Popma, T. dan M. Masser. 1999. Tilapia : Manila, Philippines. ICLARM
Life History and Biology. SRAC. Technical Reports, 14 : 28 p.
United States Department of
Agriculture, Cooperative States

10
Wibowo, A. H. 1993. Pengaruh Berbagai
Tingkat Salinitas terhadap Kecepatan
Menetas Telur Kakap Putih (Lates
calcarifer) dan Presentase Larva yang
Dihasilkan (D-0). Skripsi. Fakultas
Perikanan. Universitas Brawijaya.
Malang.52

11
12

Anda mungkin juga menyukai