Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HasilPenelitian
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
RSUD Muyang Kute Bener Meriah Aceh Tengah terdiri dari beberapa
ruangan antara lain Unit Gawat Darurat, Rawat jalan, Rawat inap,
Rehabilitas medik, poli klinik, Fisioterapi, ICU, Radiologi, CT Scan,
Laboratorium klinik, Unit Hemodialisa dan Apotik.

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di RSUD Muyang Kute


Bener Meriah Aceh Tengahdi dapat jumlah data penderita pada tahun
2017 sebanyak 629 penderita.Dari 10 pasien yang saya survey 7 pasien
mengatakan jarang mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas seperti sebelum makan dan setelah BAB serta setelah
membersihkan rumah, dan 7 pasien mengatakan mereka tinggal di daerah
yg tidak padat penduduk desanya ada jarak antara satu rumah dengan
rumah lainya.

Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap RSUD Muyang Kute


Bener Meriah Aceh Tengah yang terdiri dari ruang rawat inap RPDU, dan
Ruang kelas, dengan jumlah sampel sebanyak 104 pasien.

30
31

2. AnalisaUnivariat
a. DistribusiFrekuensiBerdasarkanKarakteristikResponden
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan Umur
dan Jenis Kelamin responden di RuangRawat Inap
Rumah Sakit UmumDaerah Muyang Kute
Bener MeriahTahun 2018(n=104).

Karakteristik n %
Umur
1. <30 tahun 35 33.7
2. 31-40 tahun 33 31.7
3. >41 tahun 36 34.6
Jenis kelamin
1. Laki-laki 48 46.2
2. Perempuan 56 53.8

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa mayoritas umur


responden>41 tahun (34,6%), jenis kelamin mayoritas perempuan
berjumlah (53,8%).

b. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Cuci Tangan


Dengan Sabun
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Mencuci Tangan Dengan Sabun pada pasien
Rawat Inap di RSUD Muyang Kute Bener MeriahTahun 2018
(n=104).

Mencuci Tangan Dengan Kel. Kontrol Kel.Kasus


Sabun
n % n %
Baik 38 36,5 6 5,8
Buruk 14 13,5 46 44,2
Jumlah 52 50,0 52 50,0

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pada kelompok kontrol


mencuci tangan dengan sabun mayoritas baik sebanyak (36,5 %)
dan pada kelompok kasus mencuci tangan dengan sabun mayoritas
buruk sebanyak (44,2 %).
32

3. Analisa Bivariat
a. Pengaruh Mencuci Tangan Dengan Sabun Terhadap Kejadian
Demam Tifoid

Tabulasi Silang
Tabel 4.4
Pengaruh Mencuci Tangan Dengan Sabun Terhadap Kejadian
Demam Tifoid Pada Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD
Muyang Kute BenerMerian Aceh Tengah (n=104)

Menuci Kejadian Demam Tifoid Jumlah P


Tangan Tidak terjadi terjadi
Dengan Sabun
n % n % n %
Baik 38 36.5 6 5.8 44 42.3
Buruk 14 13.5 46 44.2 60 57.7 0.000
Jumlah 52 50.0 52 50.0 104 100.0

Berdasarkan tabel 4.4dapat dilihat bahwa mencuci tangan dengan


sabun baik dari (42,3%), yang terjadi demam tifoid sebanyak (5,8%),
dan tidak terjadi demam tifoid sebanyak (36,5%) dan mencuci tangan
dengan sabun buruk dari (57,7%), yang terjadi demam tifoid sebanyak
(44,2%), dan tidak terjadi demam tifoid sebanyak (13,5%).

Berdasarkan hasil uji statistik didapatkannilai p value 0.000 (p< 0,05)


artinya ada pengaruh yang signifikan antara kebiasaan mencuci
tangan dengan sabun terhadap kejadian demam tipoid Pada Pasien
Rawat Inap di RSUD Muyang Kute Bener Meriah Aceh Tengah.

B. Pembahasan
1. MencuciTanganDenganSabun
Hasil penelitian menunjukan bahwa mencuci tangan dengan sabun
mayoritas buruk berjumlah(57,7%). Berdasarkan hasil pengkajian dari
kuesioner yang di bagikan didapatkanbahwa pasien jarang mencuci tangan
dengan sabun setelah makan dan membilasnya dengan air mengalir, jarang
mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan
makanandanmembilasnyadengan air mengalir, jarang mencuci tangan
33

dengan sabun setelah membersihkan perkarangan rumah dan membilasnya


dengan air mengalir, jarang mencuci tangan dengan sabun setelah
membersihkan rumah dan membilasnya dengan air mengalir, jarang
mencuci tangan serta buah dengan sabun sebelum mengkonsumsinya dan
membilasnya dengan air mengalir.

Dari hasil pengkajian kuesioner tersebut dapat di simpulkan bahwa rata


rata pasien hanya mencuci tangan dengan sabun dan membilasnya dengan
air mengalir pada saat sebelum makan dan setelah buang air besar.
Responden yang mencuci tangan dengan sabunbaik hanya 42,3%.

Kebersihan diri merupakan upaya seseorang dalam memelihara kesehatan


dan mempertinggi agar tidak mudah sakit, diterapkan dengan perilaku
kebersihan diri seperti mencuci tangan dengan sabun setelah BAB maupun
sebelum menyentuh makanan, meminum air yang telah direbus,
mengkonsumsi makanan matang, mencuci buah sebelum dimakan, dan
menggunakan alat makan yang bersih, mandi teratur setiap hari,
menggosok gigi setelah makan, keramas, memotong kuku dan tidak
bermain terlalu dekat dengan binatang (Isro’in, 2012).

Perilaku mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan cara
membersihkan tangan dan jari-jemari dengan menggunakan air atau cairan
lainnya yang bertujuan agar tangan menjadi bersih. Mencuci tangan yang
baik dan benar adalah dengan menggunakan sabun karena dengan air saja
terbukti tidak efektif (Danuwirahadi, 2010).

Cuci tangan pakai sabun (CTPS) merupakan suatu kebiasaan


membersihkan tangan dari kotoran dan berfungsi untuk membunuh kuman
penyebab penyakit ang merugikan kesehatan. Mencucitangan yang baik
membutuhkan peralatan seperti sabun, air mengalir yang bersih, dan
handuk yang bersih (Wati, 2011).
34

Cucitanganmenggunakansabun dapat berguna untuk membunuh kuman


penyakit yang ada di tangan, tangan yang bersih akan mencegah penularan
penyakit seperti Diare, Kolera Disentri, Typus, Kecacingan, Penyakit
Kulit, Infeksi Saluran Pernapasan Akut, (ISPA), Flu Burung.
Denganmencucitangandengansabun, maka tangan akan menjadi bersih dan
bebas dari kuman (ProverawatidanRahmawati, 2017).

Penelitianyang dilakukan oleh Nurvina (2013) menyatakanbahwa tangan


kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri atau virus pathogen
dari tubuh, feces atau sumber lain ke makanan. Oleh karenanya kebersihan
tangan dengan mencuci tangan perlu mendapatkan prioritas tinggi, dengan
mencuci tangan dan sabun serta melakukan penggosokan dan pembilasan
dengan air yang mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang
banyak mengandung mikroorganisme.

Penelitian yang dilakukan oleh chairudin (2016) menunjukkan bahwa


responden yang memiliki personal higiene yang buruk sangat beresiko
terkena demam tifoid. Hal ini sejalan dengan penelitian Nuruzzman (2013)
kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan dan setelah
BAB sangat berpengaruh dengan terjadinya kejadian demam tifoid, aspek
personal higiene memegang peran penting dalam kejadian demam tifoid.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh peneliti berasumsi bahwa


mencuci tangan dengan sabun yang baik sangat penting bagi setiap orang
upaya untuk menjaga agar tidak mudah sakit,dan juga salah satu pencegahan
dan perlindungan diri terhadap penularan penyakit. Jika mencuci tangan
buruk maka dapat menyebabkan kejadian demam tifoid.

2. KejadianDemamtifoid
Berdasarkan hasil dari rekam medik yang diperoleh dari 104 responden
diketahui bahwa yang terjadidemam tifoidsebanyak (50.0%) dan tidak
terjadi demam tifoid sebanyak (50.0%).
35

Penularan yang paling berbahaya dari tinja. Misalnya kita jajan, kalau
yang mengelola jajanan itu jorok, setelah ke toilet tidak cuci tangan
dengan sabun kemudian dia membuat makanan, pasti makanan itu akan
tercemar salmonella, memakai air yang kurang bagus, misalnya air sumur
yang tercemar (Hadinegoro, 2011).

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh bakteri salmonella typi atau salmonella paratyphi A, B, dan C.
Penularan demam tifoid melalui fecal dan oral yang masuk kedalam tubuh
manusia melaui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Widoyono,
2011). Infeksi terjadi jika anda mengkonsumsi makanan yang disiapkan
oleh penderita demam tifoid yang tidak mencuci tangan dengan baik
setelah ke toilet. Infeksi dapat juga terjadi dengan meminum air yang telah
tercemar oleh bakteri salmonella.

Manifestasi klinis demam tifoid tergantung dari virulensi dan daya tahan
tubuh. Suatu percobaan pada manusia dewasa menunjukkan bahwa 10
mikroba dapat menyebabkan 50% sukarelawan menderita sakit, meskipun
1000 mikroba juga dapat menyebabkan penyakit. Masa inkubasinya
adalah 10-20 hari, meskipun ada yang menyebut angka 8-14 hari. Adapun
pada gejala gastroenteritis yang diakibatkan oleh paratifoid, masa
inkubasinya berlangsung lebih cepat, yaitu sekitar 1-10 hari (Widoyono,
2011).

Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Awalnya,


demam hanya samar-samar saja,selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni
pada pagi hari lebih rendah atau normal,sementara sore dan malam hari
lebih tinggi. Demam dapat mencapai 39-40°𝑐 intensitas demam akan
makin tinggi disertai gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot,
pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah. Pada minggu ke-2
intensitas demam makin tinggi, kadang terus –menerus.
36

Bila pasien membaik maka pada minggu ke-3 suhu tubuh berangsur turun
dan dpat normal kembali pada kahir minggu ke-3.komplikasi yang
mungkin terjadi adalah perdarahan usus dan perforasi. Kejadian demam
tifoid juga menduduki jumlah yang cukup meningkat secara signifikan
dari tahun ke tahun. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya demam
tifoid diantaranya tingkat pengetahuan, personal higiene, dan kebiasaan
jajan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh peneliti berasumsi


bahwa kejadian Demam tifoid merupakan penyakit yang sering terjadi di
daerah tropis dan menyerang pada anak-anak dan orang dewasa dan tentu
saja dapat menimbulkan komplikasi yang dapat menyebabkan kematian
jika tidak ditangani dengan baik.

3. Pengaruh Mencuci Tangan Dengan Sabun Terhadap Kejadian


Demam Tifoid Pada Pasien Rawat Inap di RSUD Muyang Kute Bener
Meriah Aceh Tengah.

Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa mencuci tangan dengan sabun


baik dari (42,3%), yang terjadi demam tifoid sebanyak (5,8%), dan tidak
terjadi demam tifoid sebanyak (36,5%) dan mencuci tangan dengan sabun
buruk dari (57,7%), yang terjadi demam tifoid sebanyak (44,2%), dan
tidak terjadi demam tifoid sebanyak (13,5%).

Dari tabulasi silang didapatkan ada (5,8%) pasien mencuci tangan kategori
baik tetapi mengalami demam tifoid. Hal ini dicurigai di karenakan ada
faktor lain yang menyebabkan kejadian tersebut seperti sanitasi
lingkungan yang buruk, keterbatasan ketersedian air bersih, serta konsumsi
makanan yang kurang bersih.

Penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Artanti


pada tahun 2012 menunjukkan adanya hubungan antara Sanitasi
37

Lingkungan, Higiene Perorangan dan Karakteristik Individu dengan


Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota
Semarang Tahun 2012. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara sarana pembuangan tinja(p value=0,033),
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (p value=0.015), jenis kelamin
dan tingkat social ekonomi dengan kejadian demam tifoid.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh rakhman
dkk (2009), memperoleh hasil bahwa ada hubungan yang bermakna antara
kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian demam tifoid, dengan nilai OR
2.625 yang berarti bahwa responden yang tidak mencuci tangan sebelum
makan dan setelah BAB mempunyai resiko 2.265 kali lebih besar terkena
demam tifoid dibandingkan responden yang mempunyai kebiasaan
mencuci tangan sebelum makan dan setelah BAB.

Penelitianiniselarasdengan Suyono (2011), menyatakan ada hubungan


personal higiene dengan kejadian demam tifoid dengan nilai (p 0.001).
Hasil ini membuktikan bahwa kebiasaan mencuci tangan sebelum makan
dan setelah BAB, berpengaruh pada kejadian demam tifoid, untuk itu
diperlukan kesadaran diri untuk meningkatkan kebiasaan mencuci tangan
sebelum makan dan setelah BAB dengan benar untuk mencegah penularan
bakteri salmonellla typi ke makanan yang tersentuh tangan yang kotor.

4. Keterbatasan Penelitian
Peneliti hanya menggunakan lembar kuesioner, tidak mengobservasi
langsung bagaimana kebiasaan resonden mencuci tangan. Peneliti hanya
mengukur faktor mencuci tangan dengan sabun tidak melihat faktor-faktor
lain.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Hasil penelitian menunjukan bahwa mencuci tangan dengan sabun
mayoritas buruk berjumlah(57,7%).
2. Berdasarkan hasil dari rekam medik yang diperoleh dari 104 responden
diketahui bahwa yang terjadi demam tifoid sebanyak (50.0%) dan tidak
terjadi demam tifoid sebanyak (50.0%).
3. Berdasarkan hasil uji statistic didapatkan nilai p value 0.000 (p< 0,05)
artinya ada pengaruh yang signifikan antara kebiasaan mencuci tangan
dengan sabun terhadap kejadian demam tipoid PadaPasienRawatInap di
RSUD Muyang Kute Bener Meriah Aceh Tengah.

B. Saran
1. Bagi Pasien
Diharapkan kepada pasien agar mencuci tangan menggunakan sabun
sebelum dan sesudah melakukan aktivitas untuk mencegah terjadinya
demam tifoid.

2. Bagi Rumah Sakit


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen
untuk menerapkan kepada perawat supaya memberikan pendidikan
kesehatan kepada pasien sebelum pulang tentang cara mencegah
terjadinya demam tifoid.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menganalisa beberapa faktor
lain yang mempengaruhi terjadinya demam tifoid dan menggunakan
lembar observasi untuk menganalisa kebiasaanresponden mencuci tangan
dengan sabun secara benar.

39

Anda mungkin juga menyukai