Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan data dari World Health Organisation (WHO) memperkirakan
jumlah kasus demam tifoid diseluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-
600 ribu kematian tiap tahunnya dan 70% nya terjadi di Asia. Secara global
setiap tahunnya diperkirakan terjadi 222.000 kasus demam tifoid yang sampai
menyebabkan kematian. Sedangkan dinegara maju seperti Amerika Serikat
ditemukan penderita demam tifoid sebesar 5.700 kasus (WHO, 2016).

Berdasarkan data dari Continuing Medical Educatio (CME) tahun 2012 Asia
tengah, Asia selatan, Asia tenggara, dan Afrika selatan dengan angka kejadian
>100 kasus per 100.000 populasi per tahun. Dan insidensi demam tifoid
tergolong sedang berada di Amerika latin, Oceania dengan angka kejadian 10-
100 kasus per 100.000 populasi per tahun.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2013 prevalensi kasus demam


tifoid di Indonesia sebesar 300–810 per 100.000 penduduk pertahun, angka
casefatality rate (CFR) sebesar 2%. Kasus Prevalensi demam tifoid di
Indonesia paling tinggi pada usia 6-10 tahun mencapai 91% karena pada usia
tersebut merupakan anak usia sekolah yang disebabkan kurang
memperhatikan pola makannya dan sering jajan diluar dengan tingkat
kebersihan kurang sehingga bakteri Salmonella thypi mudah berkembang biak
dan menjadi transmisi penularan melalui makanan yang dikonsumsi.

Di Indonesia sendiri, penyakit demam tifoid mencapai 81% per 100.000


(Depkes RI, 2013). Dalam profil kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun
2014 menunjukkan bahwa pencapaian rumah tangga yang telah melaksanakan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sebanyak 311.206 rumah
tangga atau sekitar 76,61 % dari total sebanyak 406.199 rumah tangga di
Sulawesi Utara. Pada tahun 2014 diperkirakan 21 juta kasus demam tifoid

1
2

200.000 diantaranya meninggal dunia setiap tahunnya (Depkes RI 2014).


Demam tifoid ditemukan di semua kabupaten/kota di Sulawesi Utara dengan
total penderita sebanyak 6.312 kasus.

Faktor yang mengakibatkan seseorang terkena demam tifoid dihubungkan


dengan faktor pengetahuan, faktor kebiasaan jajan atau makan di luar rumah,
pengelolaan makanan yang tidak bersih, serta personal higiene yang tidak
memenuhi syarat, seperti (kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan,
tidak mencuci tangan setelah buang air besar), minum air yang tidak dimasak,
status sosial ekonomi, serta mengunakan alat makan dan minum yang tidak
bersih merupakan perilaku terinfeksi kuman salmonella typhi dapat tertular
penyakit demam tifoid (Depkes RI, 2013).

Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh,


memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan
memakai sabun, peningkatan higiene makanan dan minuman berupa
menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan
penyajian makanan, sejak awal pengolahan, pendinginan sampai penyajian
untuk dimakan (Widoyono, 2012).

Kebersihan makanan dan minuman sangat penting untuk mencegah demam


tifoid. Merebus air minum sampai mendidih dan memasak makanan sampai
matang juga sangat membantu. Selain itu juga perlu dilakukan sanitasi
lingkungan termasuk membuang sampah di tempatnya dengan baik dan
pelaksanaan program imunisasi (Widoyono, 2012).

Cuci tangan pakai sabun (CTPS) merupakan suatu kebiasaan membersihkan


tangan dari kotoran dan berfungsi untuk membunuh kuman penyebab penyakit
yang merugikan kesehatan. Mencuci tangan yang baik membutuhkan
peralatan seperti sabun, air mengalir yang bersih, dan handuk yang bersih
(Wati, 2011).
3

Kebersihan diri merupakan upaya seseorang dalam memelihara kesehatan dan


mempertinggi agar tidak mudah sakit, diterapkan dengan perilaku kebersihan
diri seperti mencuci tangan dengan sabun setelah BAB maupun sebelum
menyentuh makanan, meminum air yang telah direbus, mengkonsumsi
makanan matang, mencuci buah sebelum dimakan, dan menggunakan alat
makan yang bersih, mandi teratur setiap hari, menggosok gigi setelah makan,
keramas, memotong kuku dan tidak bermain terlalu dekat dengan binatang
(Isro’in, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Artanti pada tahun 2012 menunjukkan adanya
hubungan antara Sanitasi Lingkungan, Higiene Perorangan dan Karakteristik
Individu dengan Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas
Kedungmundu Kota Semarang Tahun 2012. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sarana pembuangan tinja (p
value=0,033), kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (p value=0.015),
jenis kelamin dan tingkat sosial ekonomi dengan kejadian demam tifoid.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Nadiah pada tahun 2014 didapatkan ada
beberapa faktor risiko munculnya kejadian demam tifoid yaitu yang paling
dominan dan signifikan untuk terjadinya penyakit pada penderita dengan
Demam Tifoid di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu adalah faktor
lingkungan yaitu adanya vektor penyakit yaitu lalat dimana p value = 0,01 < p
= 0,05, dan faktor pengolahan sumber makanan responden yang menunjukkan
bahwa, responden dengan gejala demam kebanyakan membeli makanan
(58%), sebaliknya pada responden dengan demam dan gejala lainnya
mengolah sendiri makanannya (14%) ( untuk nilai p value <0,05).

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di RSUD Muyang Kute


Bener Meriah Aceh Tengah di dapat jumlah data penderita pada tahun 2017
sebanyak 629 penderita. Dari 10 pasien yang saya survey 7 pasien
mengatakan jarang mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas seperti sebelum makan dan setelah BAB serta setelah
membersihkan rumah, dan 7 pasien mengatakan mereka tinggal di daerah yg
4

tidak padat penduduk desanya ada jarak antara satu rumah dengan rumah
lainya.

Melihat data diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai


hubungan mencuci tangan menggunakan sabun dengan kejadian demam
tipoid pada pasien rawat inap di RSUD Muyang kute Bener Meriah Aceh
Tengah Tahun 2018.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka didapat rumusan masalah sebagai
berikut bagaimanakah pengaruh mencuci tangan dengan sabun terhadap
kejadian demam tifoid pada pasien rawat inap di RSUD Muyang Kute Bener
meriah Aceh Tengah tahun 2018

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh mencuci tangan dengan sabun terhadap kejadian
demam tifoid pada pasien rawat inap di RSUD Muyang Kute Bener
Meriah Aceh Tengah tahun 2018

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui mencuci tangan dengan sabun pada pasien rawat inap di
RSUD Muyang Kute Bener Meriah Aceh Tengah tahun 2018
b. Mengetahui Kejadian demam tifoid pada pasien rawat inap di RSUD
Muyang Kute Bener Meriah Aceh Tengah tahun 2018

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pasien
Hasil penelitian ini memberikan informasi baru bagi pasien terkait dengan
pengaruh mencuci tangan dengan sabun terhadap kejadian Demam tifoid
pada pasien rawat inap sehingga dapat mencegah kejadian lebih lanjut.

2. Bagi Perawat
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan perawat dalam memberikan
informasi kepada pasien untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang
5

pentingnya kebiasaan mencuci tangan dengan sabun untuk mencegah


penyakit demam tifoid.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal ataupun data
tambahan bagi peneliti selanjutnya untuk penelitian terkait, sehingga dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan praktik keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai