PENDAHULUAN
Hasil data dari Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2010, angka ibu
melahirkan dengan sectio caesarea periode lima tahun terakhir di Indonesia
1
sebesar 15,3% dengan rentang tertinggi 27,2% di DKI Jakarta dan terendah 5,5 %
di Sulawesi Tenggara.
Seksio sesarea dapat dilakukan atas indikasi medis maupun nonmedis.
Indikasi medis yang paling sering adalah indikasi riwayat seksio sesarea
sebelumnya, distosia, gawat janin, dan presentasi bokong (Cunningham, et al.,
2013).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sectio Caesarea
2.1.1 Definisi
Sectio caesarea adalah kelahiran janin melalui insisi pada dinding
abdomen dan dinding uterus (Cunningham, 2015). Sectio caesarea juga dapat
didefinisikan sebagai suatu hysterectomia untuk melahirkan janin dari dalam
rahim (Sofian, 2011).
2.1.2. Etiologi
2
Peningkatan angka sectio caesarea terus terjadi di Indonesia. Meskipun
dictum “Once a Caesarean always a Caesarean” di Indonesia tidak dianut, tetapi
sejak dua dekade terakhir ini telah terjadi perubahan tren sectio caesarea di
Indonesia. Dalam 20 tahun terakhir ini terjadi kenaikan proporsi sectio caesarea
dari 5% menjadi 20%. Menurut Depkes RI (2010) secara umum jumlah persalinan
sectio caesarea di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20 – 25% dari total
persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar
30 – 80% dari total persalinan.
Peningkatan ini disebabkan oleh teknik dan fasilitas operasi bertambah
baik, operasi berlangsung lebih asepsis, teknik anestesi bertambah baik,
kenyamanan pasca operasi dan lama perawatan yang menjadi lebih singkat. Di
samping itu morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal dapat diturunkan
secara bermakna (Dewi, 2007).
Ini biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari tiga faktor
yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan persalinan tidak dapat
berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi komplikasi yang dapat
membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah:
1. Jalan lahir (passage)
2. Janin (passanger)
3. Kekuatan yang ada pada ibu (power)
2.1.3. Indikasi
Berdasarkan waktu dan pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka
dikelompokkan 4 kategori (Edmonds,2007) :
Kategori 1 atau emergency
Dilakukan sesegera mungkin untuk menyelamatkan ibu atau janin.
Contohnya abrupsio plasenta, atau penyakit parah janin lainnya.
Kategori 2 atau urgent
Dilakukan segera karena adanya penyulit namun tidak terlalu mengancam
jiwa ibu ataupun janinnya. Contohnya distosia.
Kategori 3 atau scheduled
Tidak terdapat penyulit.
Kategori 4 atau elective
Dilakukan sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi.
3
Dari literatur lainnya, yaitu Impey dan Child (2008), hanya
mengelompokkan 2 kategori, yaitu emergency dan elective Caesarean section.
Disebut emergency apabila adanya abnormalitas pada power atau tidak
adekuatnya kontraksi uterus. ‘Passenger’ bila malaposisi ataupun malapresentasi.
Serta ‘ Passage’ bila ukuran panggul sempit atau adanya kelainan anatomi.
c. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terdapat di bagian atas uterus. Sejalan
dengan bertambah besarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke arah
proksimal memungkinkan plasenta mengikuti perluasan segmen bawah rahim.
d. Ruptura Uteri
Ruptura uteri baik yang terjadi dalam masa hamil atau dalam proses
persalinan merupakan suatu malapetaka besar bagi wanita dan janin yang
dikandungnya. Dalam kejadian ini boleh dikatakan sejumlah besar janin atau
bahkan hampir tidak ada janin yang dapat diselamatkan, dan sebagian besar dari
wanita tersebut meninggal akibat perdarahan, infeksi, atau menderita kecacatan
4
dan tidak mungkin bisa menjadi hamil kembali karena terpaksa harus menjalani
histerektomi. (Prawirohardjo, 2009).
Kausa tersering ruptur uteri adalah terpisahnya jaringan parut bekas sectio
caesarea sebelumnya. (Lydon,2001).Selain itu, ruptur uteri juga dapat disebabkan
trauma atau operasi traumatik, serta stimulus berlebihan. Namun kejadiannya
relatif lebih kecil (Cunningham, 2005).
e. Disfungsi Uterus
Mencakup kerja uterus yang tidak adekuat. Hal ini menyebabkan tidak
adanya kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. Dan ini membuat
kemajuan persalinan terhenti sehingga perlu penanganan dengan sectio caesarea
(Prawirohardjo, 2009).
f. Solutio Plasenta
Disebut juga abrupsio plasenta, adalah terlepasnya sebagian atau seluruh
plasenta sebelum janin lahir. Ketika plasenta terpisah, akan diikuti pendarahan
maternal yang parah. Bahkan dapat menyebabkan kematian janin. Plasenta yang
terlepas seluruhnya disebut solutio plasenta totalis, bila hanya sebagian disebut
solutio plasenta parsialis, dan jika hanya sebagian kecil pinggiran plasenta yang
terpisah disebut ruptura sinus marginalis (Impey, 2008).
5
1. Letak Lintang
Pada letak lintang, biasanya bahu berada di atas pintu atas panggul
sedangkan kepala berada di salah satu fossa iliaka dan bokong pada sisi yang lain.
Pada pemeriksaan inspeksi dan palpasi didapati abdomen biasanya melebar dan
fundus uteri membentang hingga sedikit di atas umbilikus. Tidak ditemukan
bagian bayi di fundus, dan balotemen kepala teraba pada salah satu fossa iliaka.
(Cunningham, 2005).
2. Presentasi Bokong
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian
terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya. Dengan insidensi 3 – 4%
dari seluruh persalinan aterm. Presentasi bokong adalah malpresentasi yang paling
sering ditemui. Sebelum usia kehamilan 28 minggu, kejadian presentasi bokong
berkisar antara 25 – 30%. (Decherney,2007).
b. Gawat Janin
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin
(DJJ) dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium di dalam cairan amnion.
Disebut gawat janin, bila ditemukan denyut jantung janin di atas 160/menit atau di
bawah 100/menit, denyut jantung tak teratur, atau keluarnya mekonium yang
kental pada awal persalinan. (Prawirohardjo, 2009).
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan memungkinkan dokter
memutuskan untuk melakukan operasi. Terlebih apabila ditunjang kondisi ibu
yang kurang mendukung. Sebagai contoh, bila ibu menderita hipertensi atau
kejang pada rahim yang dapat mengakibatkan gangguan pada plasenta dan tali
pusar. Sehingga aliran darah dan oksigen kepada janin menjadi terganggu.
6
Kondisi ini dapat mengakibatkan janin mengalami gangguan seperti kerusakan
otak. Bila tidak segera ditanggulangi, maka dapat menyebabkan kematian janin.
(Oxorn, 2003)
c. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan
bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan
disebabkan sang ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus). Bayi yang lahir
dengan ukuran yang besar dapat mengalami kemungkinan komplikasi persalinan
4 kali lebih besar daripada bayi dengan ukuran normal. (Oxorn, 2003).
Menentukan apakah bayi besar atau tidak terkadang sulit. Hal ini dapat
diperkirakan dengan cara :
Adanya riwayat melahirkan bayi dengan ukuran besar, sulit dilahirkan atau
ada riwayat diabetes melitus.
Kenaikan berat badan yang berlebihan oleh sebab lainnya (edema, dll).
Pemeriksaan disproporsi sefalo atau feto-pelvik
7
memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukannya tindakan pembedahan,
seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu sempit, atau jalan lahir tidak mau
membuka, operasi bisa saja dilakukan. Umumnya section caesarea akan dilakukan
lagi pada persalinan berikutnya apabila dijumpai hal-hal seperti penggunaan
teknik sayatan melintang pada section sebelumnya, terdapat hambatan pada
persalinan pervaginam, seperti partus tidak maju, Cephalo-pelvic disproportion,
atau letak lintang. Selain itu, berdasarkan penelitian, kasus persalinan secara
section caesarea yang terulang kembali, kemungkinan akan terjadi robekan pada
dinding rahim.
Sectio caesarea ulangan adalah persalinan dengan sectio caesarea yang
dilakukan pada seorang pasien yang pernah mengalami sectio caesarea pada
persalinan sebelumnya, elektif maupun emergency. Hal ini perlu dilakukan jika
ditemui hal – hal seperti :
Indikasi yang menetap pada persalinan sebelumnya seperti kasus panggul
sempit.
Adanya kekhawatiran ruptur uteri pada bekas operasi sebelumnya.
Jika dipilih pengulangan sesar, sebelum tindakan elektif ini maturitas janin
harus dipastikan. American College of Obstetricians and Gynecologists (1995)
telah menyusun pedoman untuk menentukan waktu dilakukannya operasi elektif.
Menurut kriteria ini, persalinan elektif dapat dipertimbangkan pada atau setelah 39
minggu jika paling sedikit salah satu kriteria yang tercantum pada tabel terpenuhi.
8
Pada semua kasus lain, maturitas janin harus dibuktikan dengan analisis cairan
amnion sebelum dilakukan sesar ulangan elektif. Cara lain adalah dengan
menunggu awitan persalianan spontan
c.
9
persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan karena
kelainan neurologi) dan atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala
preeklampsia.
o Sectio caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada
segmen bawah rahim. Dilakukan dengan membuat sayatan melintang
konkaf pada segmen bawah rahim kira – kira 10 cm.
Kelebihan :
Penjahitan dan penutupan luka lebih mudah
Mencegah isi uterus ke rongga peritoneum
Kemungkinan ruptura uteri lebih kecil.
Kekurangan :
Luka dapat melebar
Keluhan kandung kemih postoperatif tinggi.
b. Sectio caesarea ekstraperitonealis :
10
Sectio caesarea yang dilakukan tanpa membuka peritoneum parietalis,
dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.
2.1.5 Teknik
Sectio
Caesarea
2.1.5.1 Insisi
Abdominal
Pada
dasarnya insisi ini adalah insisi garis tengah subumbilikal dan insisi abdominal
bawah transversa.
a. Insisi garis tengah subumbilikal
Insisi ini mudah dan cepat. Akses mudah dengan perdarahan minimal.
Berguna jika akses ke segmen bawah sulit, contohnya jika ada kifosklerosis berat
atau fibroid segmen bawah anterior. Walaupun, bekas luka tidak terlihat, terdapat
banyak ketidaknyamanan pascaoperasi dan luka jahitan lebih cenderung muncul
dibandingkan dengan insisi transversa. Jika perluasan ke atas menuju abdomen
memungkinkan, insisi pramedian kanan dapat dilakukan.
b. Insisi transversa
Insisi transversa merupakan insisi pilihan saat ini. Secara kosmetik
memuaskan, lebih sedikit menimbulkan luka jahitan dan lebih sedikit
11
ketidaknyamanan, memungkinkan mobilitas pascaoperasi yang lebih baik. Insisi
secara teknis lebih sulit khususnya pada operasi berulang. Insisi ini lebih vaskular
dan memberikan akses yang lebih sedikit. Variasinya meliputi insisi Joel Choen
(tempat abdomen paling atas) dan Misvag Ladach (menekankan pada perjuangan
struktur anatomis).
12
Setelah plasenta lahir, uterus dapat diangkat melewati insisi dan diletakkan
di atas dinding abdomen, atau biasa disebut eksteriorisasi uterus. Keuntungan
eksteriorisasi uterus ini antara lain dapat segera mengetahui uterus yang atonik
dan melemas sehingga cepat melakukan masase. Selain itu, lokasi perdarahan juga
dapat ditentukan dengan jelas.
Insisi uterus ditutup dengan satu atau dua lapisan jahitan kontinu
menggunakan benang yang dapat diserap ukuran 0 atau 1. Penutupan dengan
jahitan jelujur mengunci satu lapis memerlukan waktu lebih singkat.
2.1.9 Komplikasi
13
Pada Ibu :
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal (Nifas)
a) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi
dan perut sedikit kembung
c) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
peritonealisasi terlalu tinggi
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
Pada Anak :
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria
banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio
caesaria. Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan
intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4
dan 7 %. (Sarwono, 1999).
a. Infeksi Puerperal (nifas)
Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
Sedang, kenaikan suhu disertai dehidrasi dan perut kembung
Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
b. Perdarahan, karena :
Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
Atonia Uteri
Perdarahan pada plasenta
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan komplikasi lainnya yang jarang
terjadi.
d. Kemungkinan ruptura uteri atau terbukanya jahitan pada uterus karena
operasi sebelumnya. (Mochtar,1998).
14
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan
normal setelah pernah melakukan seksio sesarea. VBAC menjadi isu yang sangat
penting dalam ilmu kedokteran khususnya dalam bidang obstetrik karena pro dan
kontra akan tindakan ini. Baik dalam kalangan medis ataupun masyarakat umum
selalu muncul pertanyaan, apakah VBAC aman bagi keselamatan ibu. Pendapat
yang paling sering muncul adalah “Orang yang pernah melakukan seksio harus
seksio untuk selanjutnya”. Juga banyak para ahli yang berpendapat bahawa
melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea sangat berbahaya
bagi keselamatan ibu dan section adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak.
VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an. Melihat
peningkatan angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public Health
Service, melalui Consensus Development Conference on Cesarean Child Birth
pada tahun 1980 menyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus transversal pada
segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat diterima dalam rangka
menurunkan angka kejadian seksio sesarea pada tahun 2000 menjadi 15%
(Cunningham FG, 2001). Pada tahun 1989 National Institute of Health dan
American College of Obstetricans and Gynecologists mengeluarkan statemen,
yang menganjurkan para ahli obstetri untuk mendukung "trial of labor" pada
pasien-pasien yang telah mengalami seksio sesarea sebelumnya, dimana VBAC
merupakan tindakan yang aman sebagai pengganti seksio sesarea ulangan
(O'Grady JP, 1995, Caughey AB, Mann S, 2001). Walau bagaimanapun, mulai
tahun 1996 jumlah percobaan partus pervaginal telah berkurang dan menyumbang
kepada peningkatan jumlah partus secara seksio sesarea ulang.
15
4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan
dan seksio sesarea emergensi.
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat
16
Menurut Depp R (1996) kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah :
1. Bekas seksio sesarea klasik
2. Bekas seksio sesarea dengan insisi T
3. Bekas ruptur uteri
4. Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang luas
5. Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
6. Disproporsi sefalopelvik yang jelas.
7. Pasien menolak persalinan pervaginal
8. Panggul sempit
9. Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi
persalinan pervaginal
17
2.2.5 Faktor yang berpengaruh
Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan dilakukan seksio
sesarea kembali atau dengan persalinan pervaginal tergantung apakah syarat
persalinan pervaginal terpenuhi atau tidak. Setelah mengetahui ini dokter
mendiskusikan dengan pasien tentang pilihan serta resiko masing-masingnya.
Tentu saja menjadi hak pasien untuk meminta jenis persalinan mana yang terbaik
untuk dia dan bayinya (Golberg B, 2000).
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan VBAC telah diteliti
selama bertahun-tahun. Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan tingkat
keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio (Caughey AB, Mann S,
2001).
18
sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8 – 3.7 %. Pasien dengan bekas seksio sesarea 2
kali mempunyai resiko ruptur uteri lima kali lebih besar dari bekas seksio sesarea
satu kali (Caughey AB, 1999, Cunningham FG, 2001).
Menurut Spaan (1997) mendapatkan bahwa riwayat seksio sesarea yang
lebih satu kali mempunyai resiko untuk seksio sesarea ulang lebih tinggi.
Menurut Jamelle (1996) menyatakan diktum sekali seksio sesarea selalu
seksio sesarea tidaklah selalu benar, tetapi beliau setuju dengan pernyataan bahwa
setelah dua kali seksio sesarea selalu seksio sesarea pada kehamilan berikutnya ,
dimana diyakini bahwa komplikasi pada ibu dan anak lebih tinggi.
Menurut Farmakides (1987) dalam Miller (1994) melaporkan 77 % dari
pasien yang pernah seksio sesarea dua kali atau lebih yang diperbolehkan
persalinan pervaginal dan berhasil dengan luaran bayi yang baik.
Menurut Cunningham (2001), American College of Obstetricians and
Gynecologists pada tahun 1999 telah memutuskan bahwa pasien dengan bekas
seksio dua kali boleh menjalani persalinan pervaginal dengan pengawasan yang
ketat. Menurut Miller (1994) melaporkan bahwa insiden ruptur uteri terjadi 2
kali lebih sering pada VBAC dengan riwayat seksio sesarea 2 kali atau lebih.
2.2.8 Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya
Menurut Depp R (1996) dianjurkan VBAC, kecuali ada tanda-tanda ruptur
uteri mengancam, parut uterus yang sembuh persekundum pada seksio sesarea
sebelumnya atau jika adanya penyulit obstetrik lain ditemui. Pemeriksaan USG
trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat mengetahui ketebalan segmen
bawah rahim. Ketebalan segmen bawah rahim (SBR) . 4,5 mm pada usia
kehamilan 37 minggu adalah petanda parut yang sembuh sempurna. Parut yang
tidak sembuh sempurna didapat jika ketebalan SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu
pemeriksaan USG pada kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat skrining dalam
memilih cara persalinan bekas seksio sesarea. (Cheung V, 2004)
Menurut Cunningham FG (2001) menyatakan bahwa penyembuhan luka
seksio sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler dan bukan pembentukan
jaringan sikatrik. Menurut Cunningham FG (1993), dasar dari keyakinan ini
adalah dari hasil pemeriksaan histologi dari jaringan di daerah bekas sayatan
seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi yang pada prinsipnya :
19
1. Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada uterus
pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan
2. Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya
ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa
ditemukannya sikatrik diantaranya.
Dua hal yang utama penyebab dari gangguan pembentukan jaringan
sehingga menyebabkan lemahnya jaringan parut tersebut adalah :
1. Infeksi, bila terjadi infeksi akan mengganggu proses penyembuhan luka.
2. Kesalahan teknik operasi (technical errors) seperti tidak tepatnya pertemuan
kedua sisi luka, jahitan luka yang terlalu kencang, spasing jahitan yang tidak
beraturan, penyimpulan yang tidak tepat, dan lain-lain.
Menurut Schmitz (1949) dalam Srinivas (2007) menyatakan jahitan luka
yang terlalu kencang dapat menyebabkan nekrosis jaringan sehingga merupakan
penyebab timbulnya gangguan kekuatan sikatrik, hal ini lebih dominan dari pada
infeksi ataupun technical error sebagai penyebab lemahnya sikatrik.
Pengetahuan tentang penyembuhan luka operasi, kekuatan jaringan
sikatrik pada penyembuhan luka operasi yang baik dan pengetahuan tentang
penyebab-penyebab yang dapat mengurangi kekuatan jaringan sikatrik pada bekas
seksio sesarea, menjadi panduan apakah persalinan pervaginal pada bekas seksio
sesarea dapat dilaksanakan atau tidak (Srinivas, 2007).
20
menyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta ibu.
Kadang-kadang harus dilakukan histerektomi emergensi.
Kasus ruptur uteri ini lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik
dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim. Ruptur uteri pada
seksio sesarea klasik terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio sesarea pada segmen
bawah rahim 0,5-1 % (Hill DA, 2002).
Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut: (Caughey AB, et al, 2001)
1. Nyeri akut abdomen
2. Sensasi popping ( seperti akan pecah )
3. Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
4. Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi
5. Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal
6. Perdarahan pervaginal
Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal dan
perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen
bawah rahim (Chua S, Arunkumaran S, 1997).
2.2.10 Monitoring
Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya dibantu
dengan persalinan pervaginal. Hal ini disebabkan karena komplikasi akibat seksio
sesarea lebih tinggi. Pada seksio sesarea terdapat kecendrungan kehilangan darah
yang banyak, peningkatan kejadian transfusi dan infeksi, akan menambah lama
rawatan masa nifas di rumah sakit. Selain itu, juga akan memperlama perawatan
di rumah dibandingkan persalinan pervaginal. Sebagai tambahan biaya rumah
sakit akan dua kali lebih mahal (Golberg B, MD, 2000).
Walaupun angka kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginal setelah
seksio sesarea adalah rendah, tapi hal ini dapat menyebabkan kematian pada janin
dan ibu.Untuk antisipasi perlu dilakukan monitoring pada persalinan ini (Caughey
AB, 1999).
Persalinan bekas seksio sesarea
Motto : once a cesarean always a cesarean, kiranya perlu dilakukan evaluasi
tentang indikasi seksio tersebut. Untuk dapat melakukan “trial of labor” pada
bekas seksio sesarea, harus dapat dipenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :
Perhatikan indikasi seksio sesarea yang lalu
21
Seksio sesarea dilakukan segera, bila indikasinya panggul sempit atau
kehamilan dengan kelainan letak, ketuban pecah dini, kepala tinggi
Irisan seksio membujur (korpore) merupakan kontraindikasi “trial of
labor”
Observasi ketat dengan kemungkinan seksio sesarea dalam waktu 30
menit
Fetal distress dan nyeri bagian bawah merupakan indikasi penting untuk
segera melakukan seksio sesarea.
Sistem Skoring
Untuk meramalkan keberhasilan penanganan persalinan pervaginam bekas
seksio sesarea, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring.
Tabel II. Skor Flamm dan Geigeruntuk memprediksi terjadinya VBAC
No Karakteristik Skor
1 Usia < 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginam
- sebelum dan sesudah seksio sesarea 4
- persalinan pervaginam sesudah seksio sesarea 2
- persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea 1
- tidak ada 0
3 Alasan lain seksio sesarea terdahulu 1
4 Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah Sakit
dalam keadaan inpartu:
2
- 75 %
1
- 25 – 75 %
0
- < 25 %
5 1
Dilatasi serviks ≥4 cm
Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group
diperoleh hasil seperti table dibawah ini
22
Skor Angka Keberhasilan VBAC (%)
0–2 42-49
3 59-60
4 64-67
5 77-79
6 88-89
7 93
8 – 10 95-99
Total 74-75
BAB III
LAPORAN KASUS
Anamnesis Penyakit
23
terakhir pada tanggal 05 Mei 2017, dan direncanakan dilakukan tindakan
persalinan secara section caesarea (operasi elektif).
RPT : tidak jelas
RPO : tidak jelas
RIWAYAT HAID
HPHT : ?/8/2016
TTP : ?/5/2017
ANC : 3x bidan, 2x obgyn
RIWAYAT PERSALINAN
1. Tanggal partus : 09-08-2012, Laki-laki, 5 tahun, Klinik, Aterm, PSP, Bidan,
3800gr, sehat
2. Tanggal partus : 04-02-2014, Perempuan, 3 tahun, RS, Aterm, SC, Dokter
Sp.OG, 5200gr, Sehat
3. Hamil ini
PEMERIKSAAN OBSTETRI
STATUS PRESENS
Sensorium : Compos mentis Anemis : (+)
Tekanan darah : 80 / 60 mmHg Sianosis : (-)
Nadi : 88 x / menit Dispnoe : (-)
Pernapasan : 20 x / menit Ikterik : (-)
Suhu : 36,8 0 C Edema : (+)
Reflek APR : (+/+), N Reflek KPR : (+/+), N
STATUS OBSTETRIKUS
- Abdomen : Membesar asimetris
- TFU : 3 jari Bawah Processus Xypoideus
- Teregang : Kanan
- Terbawah : Kepala
- Gerak : (+)
- His : (-)
- DJJ : 148 x/ menit
PEMERIKSAAN DALAM
- Inspeksi : oedem vulva (+) kiri dan kanan
- VT : Cx tertutup
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM (05-05-2017)
24
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
WBC 9,84 4,4 - 11,3 x 106/ uL
RBC 4,12 4,5 - 5,5 x 106/ uL
HGB 8,8 11,5 - 16,5 gr/dl
HCT 28,0 36,0 - 45,0 %
MCV 68,0 80,0 – 96,0 fL
MCH 21,4 28,0 – 33,0 pg
MCHC 31,4 33 - 36 dL
PLT 318.000 150.000 – 450.000 / uL
RDW-CV 15,8 11,5 – 14,5 %
Glukosa ad random 115 < 140 mg/dL
SGOT 16,00 0-40 U/L
SGPT 8,00 0-40 U/L
Alkaline phosphatase 215,00 30-142 U/l
Total Bilirubin 0,40 0,00-1,20 mg/dl
Direct Bilirubin 0,09 0,05 – 0,3 mg/dl
Creatinin 0,53 0,6 – 1,2 mg/dL
Uric acid 4,40 3,5-7,0 mg/dL
Waktu perdarahan 3 menit
Waktu protrombin 15,80
INR 1,35
APTT 35,8
DIAGNOSA SEMENTARA
Prev SC 1x + MG + KDR (38 – 39) mgg + PK + AH + Belum Inpartu + Anemia
TERAPI
- Persiapan Operasi
1. SIO
25
2. Inj. Ceftriaxone 2gr Profilaksis (Skin Test)
3. Persiapan darah : 2 bag PRC : 1 bag pre-op
1 bag durante op
4. Pemasangan infus (IVFD RL 20 gtt/i)
5. Pemasangan kateter
6. Konsul perinatology
RENCANA TINDAKAN
- Rencana Tindakan : Sectio Caesarea Elektif
- Konsul anak
- Konsul anestesi
Pada tanggal 10 Mei 2017 pukul 09.50 WIB dengan SC a/i Prev SC 1x + MG
+ KDR (38 -39)mgg + Anemia , Lahir bayi laki-laki dengan
BB: 4300 gr; PB: 50 cm; Apgar score 8/9; anus (+)
Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik. Dengan
spinal anestesi, dilakukan tindakan septik dan antiseptik di seluruh dinding
abdomen, kemudian ditutup dengan doek steril, kecuali lapangan operasi.
Dilakukan insisi secara pfannenstiel dimulai dari kutis menembus subkutis.
Tampak fascia, dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia di
gunting ke kiri dan ke kanan. Kemudian otot dikuakkan secara tumpul. Tampak
lapisan peritoneum, di klem dan dijinjing, lalu digunting keatas dan kebawah
kemudian dibebaskan. Tampak uterus gravidarum sesuai. Setelah itu dilakukan
insisi low cervical secara concave pada uterus sampai lapisan subendometrium.
Kemudian endometrium ditembus secara tumpul dan diperlebar sesuai arah
sayatan. Dengan meluksir kepala bayi, lahir bayi laki-laki BBL 4300 gr, PBL 50,
A/S : 8/9 , anus (+). Klem tali pusat di dua tempat kemudian digunting
diantaranya. Plasenta dilahirkan secara manual. Klem tepi luka kavum uteri,
kemudian dilakukan penjahitan uterus secara continous interlocking. Evaluasi :
tidak ada perdarahan. Kavum abdomen dibersihkan dari sisa bekuan darah.
Cavum abdomen dijahit lapis demi lapis. Tutup luka dengan hipafix. KU ibu post
operasi stabil.
26
Terapi :
- IVFD RL + Oxytocin 10 IU 20gtt/i
- Inj Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
- Inj Ketorolac 30 mg / 8 jam
- Inj Ranitidine 50 mg / 12 jam
- Inj Transamin 500 mg/ 8 jam
Anjuran :
- Awasi vital sign, kontraksi uterus dan tanda-tanda perdarahan
- Cek darah lengkap 6 jam post SC
NEONATUS
1. Jenis kelahiran : Tunggal
2. Lahir tanggal, pukul : 10 Mei 2017 , Pukul : 10:30 WIB
3. Keadaan lahir : Hidup
4. Nilai APGAR : 8/9
5. Bantuan pernafasan : tidak ada
6. Jenis kelamin : laki-laki
7. Berat badan (g) : 4300 gram
8. Panjang badan (cm) : 50 cm
9. Kelainan bawaan : Tidak ada
10. Trauma : Tidak ada
PEMANTAUAN POST SC (KALA IV)
Jam 16.00 16.15 16.30 16.45 17.00 17.30 18.00
TD (mmHg) 100/8 100/80 90/70 100/80 110/80 120/80 110/80
0
HR 102 98 98 92 96 88 88
(x/menit)
RR (x/menit) 20 20 22 20 20 22 22
Kontraksi Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat
Uterus
TFU (cm) Se- Se- 1 jari 2 jari 2 jari 2 jari 2 jari
tentan tentang bawah bawah bawah bawah bawah
g pusat pusat pusat pusat pusat pusat
pusat
Perdarahan(c 5 cc 3 cc 3 cc - - - -
c)
HASIL LABORATORIUM 6 JAM POST TRANSFUSI
Hb : 10,3 g/dL Leukosit : 19.960/mm3
Ht : 38,2 % Trombosit : 341.000/mm3
27
Tanggal FOLLOW UP
08 Mei 2017 S:-
Pukul 13:00 WIB O : SP : Sens : Composmentis
TD : 90/60 mmHg
HR : 88x/i
RR : 22x/i
Temp : 36,7oC
SL : Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 3 jari BPX
Teregang : kanan
Terbawah : kepala
His : (-)
DJJ : 144x/i
Gerak : (+)
P: - IVFD RL → 20gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 2gr → profilaksis (skin test)
- Transfusi PRC 1 bag
- Inj. Dexamethason 1 amp → premed
- Pasang kateter
- Persiapan operasi elektif besok
09 Mei 2017 S :-
Pukul 07:00 WIB O : SP : Sens : Composmentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 88x/i
RR : 20x/i
Temp : 36,6oC
SL : Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 3 jari BPX
Teregang : kanan
Terbawah : kepala
His : (-)
DJJ : 148x/i
Gerak : (+)
P: - IVFD RL → 20gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 2gr → profilaksis
- Kateter terpasang
28
- Persiapan operasi hari ini di COT pukul 11:00 WIB
P: - IVFD RL → 20gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 2gr → profilaksis (skin test)
- Kateter terpasang
- Persiapan operasi elektif besok
29
10 Mei 2017 S:-
Pukul 07:00 WIB O : SP : Sens : Composmentis
TD : 100/70 mmHg
HR : 80x/i
RR : 24x/i
Temp : 35,9oC
SL : Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 3 jari BPX
Teregang : kanan
Terbawah : kepala
His : (-)
DJJ : 146x/i
Gerak : (+)
P: - IVFD RL → 20gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 2gr → profilaksis (skin test)
- Kateter terpasang
- Persiapan operasi hari ini
30
11 Mei 2017 S : nyeri pada luka bekas operasi
Pukul 07:00 WIB O : SP : Sens : composmentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 80x/i
RR : 22x/i
Temp : 37oC
SL : Abdomen : soepel, peristaltik
TFU : 1 jari bpst, kontraksi kuat
P/V : (-), lochia rubra
L/O : tertutup verban, kesan kering
BAB : (-) , flatus (+)
BAK : (+) via keteter, UOP : ± 50cc/jam
P : - IVFD RL → 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
- Inj. Ketorolac 30mg/8jam
- Inj. Ranitidine 50mg/12jam
- Inj. Transamin 500mg/8jam
Rencana : - Aff kateter sore
- Mobilisasi
P : - IVFD RL → 20gtt/i
- Cefadroxyl 2x500 mg
- Asam mefenamat 3x500 mg
- B. Comp 2x1
Rencana : Aff infus
31
HR : 85x/i
RR : 20x/i
Temp : 36,8oC
SL : Abdomen : soepel, peristaltic (+) N
TFU : 1 jari bpst, kontraksi kuat
P/V : (+), lochia rubra
L/O : tertutup verban, kesan kering
BAB : (+) normal
BAK : (+) normal
BAB IV
ANALISA KASUS
32
1) Salah satu indikasi dilakukan 1) Pada kasus ini dijumpai pasien
sectio caesarea adalah oleh karena wanita 31 tahun G3P2A0 dengan
faktor : usia kehamilan 38-39 minggu
Ukuran Janin
dan riwayat persalinan;
Berat bayi lahir sekitar 4000
1.Tanggal partus : 09-08-2012, Laki-
gram atau lebih (giant baby),
laki, 5 tahun, Klinik, Aterm, PSP,
menyebabkan bayi sulit keluar
Bidan, 3800gr, sehat
dari jalan lahir. Umumnya 2.Tanggal partus : 04-02-2014,
pertumbuhan janin yang Perempuan, 3 tahun, RS, Aterm, SC,
berlebihan disebabkan sang ibu Dokter Sp.OG, 5200gr, Sehat
3.Hamil ini : setelah SC lahir bayi
menderita kencing manis
laki-laki, BBL : 4300gr, PBL : 50
(diabetes mellitus). Bayi yang
cm, A/S : 8/9, anus (+)
lahir dengan ukuran yang besar
dapat mengalami kemungkinan
komplikasi persalinan 4 kali
lebih besar daripada bayi dengan
ukuran normal. (Oxorn, 2003).
Menentukan apakah bayi besar
atau tidak terkadang sulit. Hal
ini dapat diperkirakan dengan
cara :
Adanya riwayat melahirkan bayi
dengan ukuran besar, sulit
dilahirkan atau ada riwayat
diabetes melitus.
2) Indikasi Ibu dan Janin
2) Pada kasus, riwayat sayatan
Riwayat Sectio Caesarea
Umumnya section caesarea akan pada section sebelumnya
dilakukan lagi pada persalinan tidak jelas
berikutnya apabila dijumpai hal-
hal seperti penggunaan teknik
sayatan melintang pada section
sebelumnya, terdapat hambatan
pada persalinan pervaginam,
33
PERMASALAHAN
1. Apakah penatalaksanaan terhadap pasien ini sudah tepat?
2. Sebagai dokter umum, penanganan apa yang dapat dilakukan terhadap pasien
ini?
CLINICAL SUMMARY
Ny. R, 31 tahun, G3P2A0, Batak, Kristen, SMA, IRT, i/d Tn.H, 57 tahun,
Jawa, Islam, SMA, Wiraswasta, datang dengan keluhan kepala pusing. Hal ini
dialami pasien kurang lebih sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
semakin merasa pusing dan oyong setiap mau duduk ataupun berdiri. Pasien juga
mengeluhkan nyeri pada ulu hati yang bersifat hilang timbul serta badan lemas.
Riwayat mulas-mulas mau melahirkan (-). Riwayat keluarnya lendir bercampur
darah dari kemaluan (-). Riwayat keluar air-air dari kemaluan (-). Riwayat tekanan
darah tinggi sebelum kehamilan (-). Riwayat tekanan darah tinggi selama
kehamilan (-). BAB/BAK: (+)/(+) normal. Sebelumnya os merupakan pasien poli
PIH dengan kunjungan antenatal care terakhir pada tanggal 05 Mei 2017, dan
direncanakan dilakukan tindakan persalinan secara sectio caesarea (operasi
elektif). RPT : tidak jelas. RPO : tidak jelas. Status presens : TD = 80/60mmHg,
kesan anemia. Status obstetrikus : abdomen membesar asimetris, TFU : 3 jari
BPX, teregang : kanan, terbawah : kepala, gerak (+), his (-), DJJ (148 x/i). Hasil
laboratorium: Hb/Ht/Leu/Plt= 8,8/28,0/9,84/318.000. Hasil USG TAS kesan : IUP
(38-39) minggu + PK + AH. Diagnosa: Prev SC 1x + MG + KDR (38 – 39) mgg +
PK + AH + Belum Inpartu + Anemia. Terapi untuk persiapan operasi: Inj.
Ceftriaxone 2gr / Profilaksis (Skin Test), Persiapan darah : 2 bag PRC : 1 bag pre-
op, 1 bag durante op, Pemasangan infus (IVFD RL 20 gtt/i), Pemasangan kateter.
Direncanakan sectio cesarea. Dari SC lahir bayi laki-laki, BBL : 4300gr, PBL :
50cm, A/S : 8/9, anus (+). Keadaan umum ibu post SC stabil.
34
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
35
1. Husodo L, Pembedahan dengan Laparatomi. Dalam Buku Ilmu Kebidanan
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 1999: 863 –75.
2. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. Cesarean Section and Postpartum
Hysterectomy. In : Williams Obstetrics. 21st Ed.. The Mc Graw-Hill Companies.
New York : 2001 : 537 – 63.
4. Wing DA. Induction of labor in woman with prior cesarean delivery. Up ToDate
2007
5. Dodd JM, Crowther CA. Elective repeat caesarean section versus induction of
labour for woman with a previous caesarean birth. The Cochrane Library 2007,
Issue 4
6. Welischar J, Quirk JG. Vaginal birth after cesarean delivery.Up ToDate 2007
8. Zelop CM, Shipp TD, Repke JT, Cohen A, Caughey AB, Lieberman E. Uterine
rupture during induced or augmented labor in gravid woman with one prior
cesarean delivery. Am J Obstet Gynecol: 1999: 181; 882-886
9. Lin C, Raynor D. Risk of uterine rupture in labor induction of patients with prior
cesarean section: An inner city hospital experience. Am J Obstet Gynecol: 2004:
190; 1476-8
11. Mankuta DD, Leshno MM, Menasche MM, Brezis MM. Vaginal birth after
cesarean section: Trial of labor or repeat cesarean section? A decision analysis.
Am J Obstet Gynecol: 2003: 189; 714-719
36
12. McDonagh, MS, Osterweil, P, Guise, JM. The benefits and risks of inducing
labour in patients with prior caesarean delivery : a systematic review. BJOG 2005;
112:1007
37