Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sifat fisika kimia yang penting dari suatu molekul obat adalah

kelarutan, terutama kelarutan zat dalam air. Sebelum suatu obat masuk ke dalam

sirkulasi dan menghasilkan efek terapeutik, obat pertamatama harus berada dalam

bentuk larutan. Senyawa yang relatif tidak larut dalam air seringkali menunjukkan

absorpsi yang tidak sempurna (Halim, 2010).

Obat dalam bentuk sediaan padat terlebih dahulu harus melalui proses

desintegrasi, degradasi dan disolusi yaitu larut dalam cairan gastro-intestinal (GI)

sebelum diabsorpsi melalui dinding mukosa saluran cerna. Langkah-langkah

desintegrasi sampai disolusi sangat menentukan kecepatan obat diabsorpsi masuk

keperedaran sistemik (Halim, 2010).

Salah satu cara untuk memperbaiki ketersediaan hayati obat yang sukar

larut, mudah terurai pada pH alkali serta memiliki lokasi absorpsi di lambung dan

usus bagian atas adalah dengan menggunakan sediaan mukoadhesif yang menempel

di lambung. Bentuk sediaan mukoadhesif dapat berupa granul, pellet, tablet

matriks, kapsul dan mikrokapsul. Sediaan ini ditahan dilambung menurut

mekanisme pelekatan pada permukaan sel epitel atau pada mukus dalam jangka

waktu yang lama (Halim, 2010).

Sistem penghantaran obat mukoadhesif secara oral dikembangkan dengan

beberapa tujuan antara lain: meningkatkan bioavailabilitas, penghantaran yang

ditargetkan spesifik ke wilayah tertentu saluran gastro-intestinal (GI), ,

meningkatkan perlindungan obat dengan polimer dan memperpanjang waktu transit

sehingga memperpanjang waktu absorbsi (Halim, 2010).

1
1.2 Tujuan Percobaan

 Untuk mengetahui cara pengujian disolusi terhadap berbagai bentuk sediaan.

 Untuk mengetahui pengaruh dari berbagai bentuk sediaan dari Paracetamol

terhadap laju disolusi pada uji in vitro.

 Untuk membandingkan laju disolusi dari tablet CTM generic dan CTM merk

dagang.

1.3 Manfaat Percobaan

- Agar praktikan dapat memahami dan mengetahui cara pengujian disolusi

terhadap berbagai bentuk sediaan.

- Agar praktikan dapat memahami dan mengetahui pengaruh dari berbagai

bentuk sediaan dari Paracetamol terhadap laju disolusi pada uji in vitro.

- Agar praktikan dapat membandingkan laju disolusi dari tablet CTM generic

dan CTM merk dagang.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Bahan

2.1.1 Parasetamol

Gambar 1. Struktur Parasetamol

Asetaminopen mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari

101,0% 𝐶8 𝐻9 𝑁𝑂2 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit

Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P,

dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan

dalam 9 bagian propilenglikol P; larut dalam larutan alkali

hidroksida (Ditjen POM, 1979).

Timbal : Tidak lebih dari 10 bpj (Ditjen POM, 1979).

Suhu lebur : 169° sampai 172° (Ditjen POM, 1979).

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindungi dari cahaya.

Khasiat : Analgetikum; antipiretikum (Ditjen POM, 1979).

2.1.2 Klorfeniramina Maleat

3
Gambar 2. Struktur CTM

Klorfeniramina maleat mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak

lebih dari 101,10% 𝐶16 𝐻19 𝐶𝑙𝑁2 , 𝐶4 𝐻4 𝑂4, dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan (Ditjen POM, 1979).

Pemerian : Serbuk hablur; putih; tidak berbau; rasa pahit

Kelarutan : Larut dalam 4 bagian air, dalam 10 bagian etanol (95%) P

dan dalam 10 bagian kloroform P; sukar larut dalam eter

Jarak lebur : 132° sampai 135°

Keasaman-kebasaan : pH larutan 1,0% b/v 4,0 sampai 5,0 (Ditjen POM, 1979).

Susut Pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%

Sisa Pemijaran : Tidak lebih dari 0,1%

Penetapan kadar : Lakukan penetapan menurut Cara I yang tertera pada

titrasi bebas air menggunakan 500 mg yang ditimbang

dengan seksama. 1 ml asam perklorat 0,1 N setara dengan

19,54 mg 𝐶16 𝐻19 𝐶𝑙𝑁2 , 𝐶4 𝐻4 𝑂4 (Ditjen POM, 1979).

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindungi dari cahaya

Khasiat : Antihistaminikum

Dosis maksimum : sehari 40 mg (Ditjen POM, 1979).

2.2. Uraian Umum

Suatu obat yang diminum per oral akan melaului tiga fase : farmasetik

(disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja oabat dapat terjadi .

4
dalam fase farmasetik, obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus

membrane biologis. Jika obat diberikan dalam bentuk subkutan, intramuscular, atau

intravena maka tidak terjadi farmasetik . fase kedua yaitu fase farmakokinetik,

terdiri dari empat fase (subfase), absorpsi, distribusi,metabolism, biotranformasi

dan eksresi. Dalam fase farmakodinamik atau fase ketiga, terjadi respons biologis

atau fisiologis (Kee dan Hayes, 1993).

Tidak 100% dari sebuah tablet adalah obat, ada bahan pengisi dan

pelembam yang dicampurkan dalam pembuatan obat sehingga obat dapat

mempunyi ukuran tertentu dan mempercepat disolusi obat tersebut. Disintegrasi

adalah pemecahan tablet atau pil menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, dan

disolusi adalah melarutnya partikel-partikel yang lebih kecil itu dalam cairan

gastrointestinal untuk diabsorpsi. Rate limiting adalah waktu yang dibutuhkan oleh

sebuah obat untuk berdistegrasi dan sampai siap untuk diabsorpsi oleh tubuh. Obat-

obat dalam bentuk cair lebih cepat siap diserap oleh saluran gastrointestinal

daripada obat dalam bentuk padat. Pada umunya obat-obat berintegrasi lebih cepat

dan diabsorpsi lebihn cepat dalam cairan asam yang punya PH 1 atau 2 daripada

cairan basa (Kee dan Hayes, 1993).

Proses disintegrasi tidak menyiratkan pembubaran tablet dan / atau obat

secara lengkap. Disintegrasi sempurna didefinisikan oleh USP-NF (National

Formulary) sebagai "keadaan di mana residu tablet, kecuali fragmen lapisan yang

tidak larut, yang tersisa di layar peralatan uji dalam massa lunak tidak memiliki inti

yang jelas teraba." Aparat resmi untuk uji dan prosedur disintegrasi dijelaskan

dalam USP-NF. Spesifikasi terpisah diberikan untuk produk obat yang dirancang

untuk tidak hancur. Produk-produk ini termasuk troches, tablet kunyah, dan produk

obat modifikasi-rilis (MR). Meskipun tes disintegrasi memungkinkan pengukuran

5
pembentukan fragmen, butiran, atau agregat dari bentuk sediaan padat, tidak ada

informasi yang diperoleh dari tes ini tentang laju disolusi obat aktif. Namun, ada

beberapa minat dalam menggunakan hanya tes disintegrasi dan tidak ada tes

disolusi untuk produk obat yang memenuhi Sistem Klasifikasi Biofarmasi (BCS)

untuk obat yang sangat larut dan sangat permeabel (Bab 16). Secara umum, tes

disintegrasi berfungsi sebagai komponen dalam kontrol kualitas pembuatan tablet

secara keseluruhan. Pengujian disintegrasi dapat digunakan sebagai pengganti

pengujian disolusi, asalkan pedoman Q6A ICH berikut dipenuhi: (1) Produk yang

dipertimbangkan cepat larut (disolusi> 80% dalam 15 menit pada pH 1,2, 4.0, dan

6.8); (2) produk obat mengandung obat-obatan yang sangat larut di seluruh rentang

fisiologis (volume dosis / kelarutan <250 mL dari pH 1,2 hingga 6,8); dan (3)

hubungan dengan pembubaran telah ditetapkan atau ketika disintegrasi terbukti

lebih diskriminatif daripada pembubaran dan karakteristik pembubaran tidak

berubah pada stabilitas (Shargel dan Andrew, 2016)

Biofarmasi melibatkan faktor-faktor yang mempengaruhi (1) desain produk

obat, (2) stabilitas obat dalam produk obat, (3) pembuatan produk obat, (4)

pelepasan obat dari produk obat, (5) tingkat pembubaran / pelepasan obat di tempat

penyerapan, dan (6) pengiriman obat ke tempat tindakan, yang mungkin melibatkan

penargetan obat ke daerah terlokalisasi (misalnya, usus besar untuk penyakit Crohn)

untuk tindakan atau untuk penyerapan obat sistemik. Baik apoteker dan ilmuwan

farmasi harus memahami hubungan yang kompleks ini untuk secara objektif

memilih produk obat yang paling tepat untuk keberhasilan terapi. Studi tentang

biofarmasi didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah mendasar dan metodologi

eksperimental. Studi dalam biofarmasi menggunakan metode in vitro dan in vivo.

Metode in vitro adalah prosedur yang menggunakan alat dan peralatan uji tanpa

6
melibatkan hewan laboratorium atau manusia. Metode in vivo adalah studi yang

lebih kompleks yang melibatkan subyek manusia atau hewan laboratorium. Metode

ini harus dapat menilai dampak sifat fisik dan kimia obat, stabilitas obat, dan

produksi obat dalam skala besar dan produk obat terhadap kinerja biologis dari obat

tersebut. obat. (Shargel dan Andrew, 2016)

Parameter in vitro untuk korelasi dan / atau hubungan dengan parameter

kinerja in vivo diperoleh dari prosedur uji disolusi in vitro yang menghasilkan profil

disolusi. Dari profil ini, parameter berikut dapat dihitung: laju disolusi (pelepasan),

jumlah obat yang dilarutkan pada waktu tertentu, harus mencapai persentase

tertentu dari obat yang dilarutkan, atau persamaan matematika yang

menggambarkan kurva disolusi. Penelitian ekstensif selama dua dekade terakhir

menunjukkan bahwa kondisi uji disolusi harus cukup ringan untuk membedakan

antara formulasi berbeda dari obat yang sama yang memanifestasikan parameter

ketersediaan hayati yang berbeda. dikembangkan untuk mendeteksi perubahan

manufaktur. Untuk produk pelepasan segera, kecepatan agitasi umumnya harus 50

hingga 100 rpm menggunakan metode keranjang US Pharmacopeia (USP) dan 50

hingga 75 rpm dengan metode dayp USP..30 Agitasi yang lebih tinggi mungkin

tidak dapat diprediksi pada formulasi atau proses perubahan. Media disolusi harus

bermakna secara fisiologis, harus sesederhana mungkin, dan umumnya harus

berair. Media disolusi yang paling umum adalah air, cairan lambung yang

disimulasikan (pH 1,2, 0,1 N HCI) atau cairan usus (pH 6,8 atau 7,4) tanpa enzim,

dan buffer dengan kisaran pH 4,5 hingga 7,5. Volume media umumnya antara 500

dan 1000 ml dan dijaga pada suhu 37 ° C selama penelitian. Kriteria dasarnya

adalah tes harus sederhana, andal, dapat diproduksi ulang, diskriminatif, fleksibel,

dan mampu otomatisasi. Kondisi pelarutan juga dapat terjadi. Untuk produk dengan

7
kelarutan yang buruk dalam media berair yang umum digunakan, pengujian disolusi

dalam media berair yang mengandung surfaktan seperti natrium lauril sulfat (SLS)

telah digunakan. Penggunaan pelarut organik tidak disarankan karena mereka tidak

memiliki relevansi fisiologis. Profil disolusi dari produk obat yang tidak larut dalam

air harus ditentukan secara bertahap (mis., 0,1-0,25, 1, dan 2% SLS) dalam kondisi

agitasi ringan. Prosedur ini telah berhasil digunakan untuk pengujian disolusi dari

produk obat seperti griseofulvin, carbamazepine, cortisone acetate, products dan

banyak lagi (Jackson, 1994).

Korelasi atau asosiasi antara in vivo dan in vitro yang diamati dalam kinerja

farmakokinetik in vivo dari beberapa formulasi. Parameter ini tidak tunduk pada

manipulasi eksperimental dan karenanya invarian. Sebaliknya, kinerja disolusi in

vitro dari formulasi adalah variabel dan dapat dimanipulasi memfasilitasi korelasi

atau asosiasi. Parameter in vitro dapat diubah dengan mengubah kondisi pengujian

seperti laju pengadukan, media disolusi, dan geometri peralatan untuk mencapai

korelasi in vitro vivofin yang paling tepat. Pencapaian korelasi yang berguna sangat

tergantung pada keberhasilan dalam memperoleh formulasi dengan berbagai

karakteristik kinerja in vivo. Ketika produk berbeda dalam beberapa parameter

bioavailabilitas in vivo atau kinerja bioekivalensi, kondisi uji in vitro harus

dimodifikasi untuk mendapatkan hubungan vivofin vitro yang paling diskriminatif.

Ketika tidak ada perbedaan yang diamati dengan parameter in vivo, kondisi in vitro

harus disesuaikan untuk mendapatkan parameter in vitro yang serupa untuk

mencapai asosiasi in vivolin in vitro. Untuk korelasi in vivo / in vitro yang

memadai, diperlukan setidaknya tiga formulasi obat yang sama yang menunjukkan

kisaran penyerapan (Jackson, 1994).

Uji disolusi in vitro sangat bermanfaat dalam membuat resi ekuivalensi

8
Uji disolusi in vitro sangat bermanfaat dalam membuat resi ekuivalensi

antar dua obat bersumbar ganda. Namun karena memiliki banyak keterbatasan,

dalam pedoman ini dianjurkan bahwa penggunaan uji disolusi invitro untuk tujuan

dokumentasi ekuivalensi sebiknya seminimal mungkin. Oleh karena itu, pengujian

disolusi in vitro tidak dapat digunkan sebagia satu satunya dokumentasi ekuivalensi

untuk obat bentuk sediaan yang terdaftar. Tetapi dapat dijadikan dokumentasi

pendukung pada obat-obat yang sangat mudah larut. Bila obat bersumber ganda

diuji dan obat pembanding merupakan oabt yang cukup larut, misalnya dari 80%

dalam 25 menit, ekuivalensi in vivo dapat diperkirakan. Pemberian izin untuk

formulasi obat bersumber ganda dengan menggunakan uji disolusi komperatif dan

bukan berdasarkan uji disolusi pada satu titik, sebagimana diuraikan dalam berbagi

compendium farmakope dan publikasi lainnya. Dianjurkan untuk melakukan uji

disolusi dalam berbagai kondisi dan dalam media fisiologi yang sesuai (Syahputri

dan July, 1997)

Berdasarkan sifat in vitro dan dengan asumsi seperangkat kondisi fisiologis

umum, profil penyerapan, jumlah penyerapan di masing-masing dari sembilan

kompartemen, dan profil konsentrasi plasma diprediksi masing-masing dalam tiga

kolom terakhir. Dalam kolom "Penyerapan & Pembubaran", profil untuk total

terlarut (merah), diserap (cyan, penyerapan didefinisikan sebagai obat

meninggalkan lumen dan melintasi membran apikal enterosit yang melapisi usus),

jumlah kumulatif memasuki vena porta (biru), dan jumlah kumulatif yang

memasuki sirkulasi sistemik (hijau) ditandai. Profil-profil ini bersama dengan

informasi tentang jumlah yang diserap di setiap kompartemen memberikan profil

konsentrasi plasma seperti yang ditunjukkan pada kolom terakhir. Seperti yang

terlihat, karena perbedaan sifat fisikokimia, laju dan tingkat penyerapan bervariasi

9
di antara obat yang terdaftar. Penyerapan obat dari saluran pencernaan adalah

proses yang sangat kompleks tergantung pada banyak faktor. Selain sifat

fisikokimia oba, karakteristik formulasi dan interaksi dengan sifat fisiologis yang

mendasari saluran GI memainkan peran penting. Dalam GastroPlus, tipe formulasi

yang dapat dipilih meliputi formulasi pelepasan segera (IR) (larutan, suspensi,

tablet, dan kapsul) dan formulasi pelepasan terkontrol (CR) (entericcoated atau

bentuk pelepasan tertunda lainnya [DR]). Untuk CR, pelepasan bahan terlarut (obat

dalam larutan) atau bahan yang tidak larut (partikel padat, yang kemudian larut

menurut model disolusi yang dipilih) dapat ditimbulkan. Selain GastroPlus, ada

beberapa perangkat lunak berbasis fisiologis lain yang tersedia untuk mempelajari

kinetika penyerapan, dan PK-Sim .Keuntungan utama dari pendekatan PBPK

adalah bahwa jika informasi yang memadai tentang sifat fisikokimia obat tersedia,

prediksi yang masuk akal untuk kinerja produk obat dapat dibuat dengan asumsi

tertentu sesuai dengan pengalaman sebelumnya. Dengan sedikit atau tidak ada data

PK manusia yang dihasilkan, prediksi akan sangat berharga untuk pengembangan

obat lebih lanjut (Syahputri dan July, 1997).

Uji disolusi in vitro bermanfaat dalam pengembangan produk dan dalam

pemantauan keseragaman proses pembuatan dari bets ke bets setelah izin edar

diperoleh. Pengujian ini juga digunakan untuk memantau keseragaman

karakteristik peluluhan suatu bentuk sediaan selama penyimpanan. Uji disolusi juga

dapat digunakan untuk menilai sejumlah karakteristik benntuk sedian obat, mutu

sediaan seta tingkat kelarutan obat dalam medium yang sesuai Tingkat keseluruhan

penyerapan obat sistemik dari bentuk sediaan padat yang diberikan secara oral

mencakup banyak proses laju individu, termasuk pembubaran (Syahputri dan July,

1997).

10
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu batang pengaduk, beaker

glass 5000 ml (Pyrex), bola hisap, corong, dissolution tester (Erweka), erlemeyer

(Iwaki), gelas ukur 1000 ml (Pyrex), indikator universal, jerigen, kertas perkamen,

labu tentukur 10 ml (Pyrex), neraca analitik (Boeco Germany), pipet tetes, pipet

volume 5 ml (Herma), pipet volume 10 ml (herma), spatula, spektrofotometer UV

(Thermo Scientific), spuit 5ml (OneMed), termometer, tisu lensa , vial.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah Aquadest, Larutan dapar posfat pH 7,4,

Medium lambung buatan pH 1,2, Sediaan CTM (generik, dagang), dan Sediaan

Paracetamol (tablet, kapsul, generik).

3.3 Hewan Percobaan

3.4 Prosedur Percobaan

3.4.1 Uji Disolusi

3.4.1.1 Paracetamol

- Tablet (Metode Dayung)

Diatur suhu medium 37  0,5oC. Dimasukkan 900ml medium dapar fosfat ke

dalam tabung Dissolution Tester dan diatur waktu selama 60 menit dengan

putaran 100 rpm. Dimasukkan PCT tablet ke dalam tabung disolusi, lalu

dijalankan alat. Pada menit ke 5, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit, dispuit

sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml menggunakan

11
medium lambung, kemudian diencerkan dengan medium lambung sampai garis

tanda. Setiap pengambilan cuplikan dari tabung disolusi diganti dengan medium

disolusi dalam jumlah yang sama, sehingga volume medium disolusi tetap

900ml. Setelah dilakukan pengenceran, dimasukkan larutan ke dalam vial lalu

diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

- Kapsul (Metode Keranjang)

Diatur suhu medium 37  0,5oC. Dimasukkan 900ml medium lambung ke dalam

tabung Dissolution Tester dan diatur waktu selama 60 menit dengan putaran 50

rpm. Dimasukkan PCT kapsul ke dalam tabung disolusi, lalu dijalankan alat.

Pada menit ke 5, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit, dispuit sebanyak 1 ml dan

dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml menggunakan medium lambung,

kemudian diencerkan dengan medium lambung sampai garis tanda. Setiap

pengambilan cuplikan dari tabung disolusi diganti dengan medium disolusi

dalam jumlah yang sama, sehingga volume medium disolusi tetap 900ml.

Setelah dilakukan pengenceran, dimasukkan larutan ke dalam vial lalu diukur

absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

- Generik (Metode Dayung)

Diatur suhu medium 37  0,5oC. Dimasukkan 900ml medium lambung ke dalam

tabung Dissolution Tester dan diatur waktu selama 60 menit dengan putaran 100

rpm. Dimasukkan PCT generik ke dalam tabung disolusi, lalu dijalankan alat.

Pada menit ke 5, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit, dispuit sebanyak 1 ml dan

dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml menggunakan medium lambung,

kemudian diencerkan dengan medium lambung sampai garis tanda. Setiap

pengambilan cuplikan dari tabung disolusi diganti dengan medium disolusi

12
dalam jumlah yang sama, sehingga volume medium disolusi tetap 900ml.

Setelah dilakukan pengenceran, dimasukkan larutan ke dalam vial

lalu diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

3.4.1.2 CTM

- Generik (Metode Dayung)

Diatur suhu medium 37  0,5oC. Dimasukkan 900ml medium lambung ke

dalam tabung Dissolution Tester dan diatur waktu selama 60 menit dengan

putaran 100 rpm. Dimasukkan CTMgenerik ke dalam tabung disolusi, lalu

dijalankan alat. Pada menit ke 5, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit, dispuit

sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml menggunakan

medium lambung, kemudian diencerkan dengan medium lambung sampai

garis tanda. Setiap pengambilan cuplikan dari tabung disolusi diganti dengan

medium disolusi dalam jumlah yang sama, sehingga volume medium disolusi

tetap 900ml. Setelah dilakukan pengenceran, dimasukkan larutan ke dalam vial

lalu diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

- Paten (Metode Dayung)

Diatur suhu medium 37  0,5oC. Dimasukkan 900ml medium lambung ke

dalam tabung Dissolution Tester dan diatur waktu selama 60 menit dengan

putaran 100 rpm. Dimasukkan CTM generik ke dalam tabung disolusi, lalu

dijalankan alat. Pada menit ke 5, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit, dispuit

sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml menggunakan

medium lambung, kemudian diencerkan dengan medium lambung sampai

garis tanda. Setiap pengambilan cuplikan dari tabung disolusi diganti dengan

medium disolusi dalam jumlah yang sama, sehingga volume medium disolusi

13
tetap 900ml. Setelah dilakukan pengenceran, dimasukkan larutan ke dalam vial

lalu diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-

14
BAB IV
HASIL DAN KESIMPULAN
4.1 Hasil
4.1.1 Data hasil disolusi CTM Tablet Generik
No. Waktu (menit) Absorbansi Konsentrasi (ppm)
1. 0 0,132 2,7151
2. 5 0,122 2,5224
3. 10 0,112 2,2993
4. 15 0,111 2,2891
5. 20 0,107 2,2029
6. 30 0,112 2,3044
7. 45 0,116 2,3906
8. 60 0,119 2,4413
Persamaan regresi : y = 0,048143x + 0,001000
4.1.2 Data Disolusi CTM Tablet Generik
C x FP
Cx C obat
N C dalam Faktor %
t A FP FP yang
o (ppm) 900 ml Pe(+) Kumulatif
(ppm) dilepas
(ppm)
1. 0 0,132 2,7151 20 54,302 48871,8 0 48871,8 1221,795
2. 5 0,122 2,5224 20 50,448 45403,2 0 45403,4 1135,8
3. 10 0,112 2,2993 20 45,986 41387,4 45,986 41433,38 1035,83
4. 15 0,111 2.2891 20 45,782 41203,8 91,768 41295,56 1032,38
5. 20 0,107 2,2029 20 44,058 39652,2 135,826 39788,02 6994,70
6. 30 0,112 2,3044 20 46,088 41479,2 181,914 41661,11 1041,52
7. 45 0,116 2,3906 20 47,812 43030,8 229,726 43260,52 1081,51
8. 60 0,119 2,4413 20 48,826 43943,4 179,552 44223,45 1105,58

15
4.1.3 Data hasil disolusi CTM Tablet Dagang
No. Waktu (menit) Absorbansi Konsentrasi (ppm)
1. 0 0,096 1,9823
2. 5 0,108 2,2308
3. 10 0,123 2,5275
4. 15 0,115 2,3652
5. 20 0,109 2,2410
6. 30 0,154 3,1817
7. 45 0,133 2,7506
8. 60 0,125 2,5858
Persamaan regresi : y = 0,048143x + 0,001000
4.1.3 Data disolusi CTM Tablet Dagang
C x FP
Cx C obat
N C dalam Faktor %
t A FP FP yang
o (ppm) 900 ml Pe(+) Kumulatif
(ppm) dilepas
(ppm)
1. 0 0,096 1,9823 20 39,646 35681,4 0 35681,4 892,03
2. 5 0,108 2,2308 20 44,616 40154,4 0 40154,4 1003,86
3. 10 0,123 2,5275 20 50,55 45495 50,55 45545,55 1138,63
4. 15 0,115 2,3652 20 47,304 42573,6 97,854 42671,45 1066,78
5. 20 0,109 2,2410 20 44,82 40338 142,674 40480,6 1012,01
6. 30 0,154 3,1817 20 63,634 57270,6 206,308 57476,90 1436,92
7. 45 0,133 2,7506 20 55,012 49510,8 261,32 49772,72 1244,30
8. 60 0,125 2,5858 2 51,716 46544,4 313,036 46857,46 1171,43

16
4.1.5 Data Hasil disolusi Paracetamol Tablet Generik
No Waktu (menit) Absorbansi Konsentrasi (ppm)
1 0 0,354 2,2587
2 5 0,571 3,0341
3 10 0,928 3,3701
4 20 1,432 3,4571
5 30 1,679 3,
6 40 1,811 3,4268
7 50 1,999 3,4923
8 60 2,321 3,5373
Persamaan regresi : y=0,0890390x+0,151611

4.1.6 Data Disolusi Paracetamol Tablet Generik

C x FP
C obat
T F C x FP dalam Faktor %
No A C (ppm) yang
(menit) P (ppm) 900ml Pe (+) Kumulatif
dilepas
(ppm)

1 0 0,354 2,2641 5 11,3205 10188,45 0 10188,45 2,03

2 5 0,571 0,5099 5 2,5495 2294,55 0 2294,55 0,45

3 10 0,928 8,6854 5 43,427 39084,3 43,427 39127,72 7,82

4 20 1,432 14,3236 5 71,618 64456,2 115,045 64571,245 12,91

5 30 1,679 17,0867 5 85,4335 76890,15 200,4785 77090,62 15,41

6 40 1,811 18,5634 5 92,817 83535,3 293,29 83828,59 16,76

7 50 1,999 20,6666 5 103,333 92999,7 396,62 93396,32 18,67

8 60 2,321 24,2663 5 121,3315 109198,35 517,96 109716,31 21,94

17
4.1.7 Data Hasil disolusi Paracetamol Tablet Dagang

No Waktu (menit) Absorbansi Konsentrasi (ppm)


1 0 0,0001 26,767
2 5 0,217 67,170
3 10 0,4171 67,170
4 20 0,5143 67,170
5 30 0,5924 67,170
6 40 0,6316 67,170
7 50 0,7999 67,170
8 60 0,8216 67,170
Persamaan regresi : y=0,0890390x+0,151611

4.1.8 Data disolusi Paracetamol Tablet Dagang

C x FP
T C obat
C x FP dalam Faktor %
No (me A C (ppm) FP yang
(ppm) 900ml Pe (+) Kumulatif
nit) dilepas
(ppm)

1 0 0,0001 -1,6949 5 -8,4745 -7627,05 0 -7627,05 1,52

2 5 0,217 0,7315 5 3,6575 3291,75 0 3291,75 0,65

3 10 0,4171 2,9830 5 14,915 13423,5 14,915 13438,41 2,68

4 20 0,5143 4,0751 5 20,3755 18337,95 35,2905 18373,24 3,67

5 30 0,5924 4,9526 5 24,763 22286,7 60,053 22346,75 4,46

6 40 0,6316 5,3993 5 26,9965 24291,85 87,05 24383,9 4,87

7 50 0,7999 7,2841 5 36,4205 32778,45 123,4705 32901,92 6,58

8 60 0,8216 7,52169 5 37,6345 33871,05 161,105 34032,15 61,80

18
4.1.9 Data Hasil Disolusi Paracetamol Kapsul

No Waktu (menit) Absorbansi Konsentrasi (ppm)


1 0 0,108 -0,4848
2 5 0,113 -0,4315
3 10 0,182 0,3373
4 20 0,328 13,159
5 30 1,599 16,197
6 40 1,707 17,395
7 50 1,884 19,379
8 60 1,853 19,029
Persamaan regresi : y=0,0890390x+0,151611

4.1.10 Data disolusi Paracetamol Kapsul

C x FP
T C obat
F C x FP dalam Faktor %
No (meni A C (ppm) yang
P (ppm) 900ml Pe (+) Kumulatif
t) dilepas
(ppm)

1 0 0,108 -0,488 5 -2,439 -2195,1 0 -2195,1 0,44

2 5 0,113 1,0945 5 5,4725 4925,25 0 4925,25 0,98

3 10 0,182 1,8664 5 9,332 8398,8 9,332 8408,132 1,68

4 20 0,328 14,5076 5 72,538 65284,2 81,87 65366,07 13,07

5 30 1,599 17,1189 5 88,5945 79735,05 170,4645 79905,514 15,98

6 40 1,707 18,9264 5 94,632 85168,8 265,0965 85433,8965 17,08

7 50 1,884 20,9065 5 104,5325 94079,25 369,629 9444,819 18,89

8 60 1,853 20,5597 5 102,7985 92518,65 472,4275 92991,0775 18,58

19
4.2. Pembahasan

Dari percobaan didapat bahwa disolusi sediaan, dapat kita lihat bahwa tablet
memiliki persen kumulatif lebih besar yaitu pada tablet generik jika dibandingkan
kapsul. Maka tablet memiliki laju disolusi yang tercepat jika dibandingkan dengan
sediaan yang lain. Dari percobaan disolusi paracetamol didapat bahwa sediaan yang
paling cepat disolusinya adalah bentuk sediaan tablet kemudian kapsul. Untuk obat
yang tahan terhadap getah-lambung, kecepatan melarut dari berbagai bentuk
sediaan menurun. Ini berarti bahwa sebenarnya kapsul, walaupun menarik dan
praktis, memiliki aktivitas lebih rendah sebagai bentuk sediaan dibandingkan
larutan, serbuk atau tablet (Ansel, 1989).
Kesalahan ini terjadi karna proses pemipetan dan pemindahan larutan yang
tidak teliti. Hal ini juga terjadi karena pengerjaan pada masing-masing sediaan
berbeda yang melakukannya sehingga kesalahannya semakin terlihat jelas. Sifat
dari spektrofotometer UV adalah sensitif dengan perubahan konsentrasi yang kecil,
akan menyebabkan pemekatan larutan. Dan juga mempunyai ketelitian yang tinggi,
dengan kesalahan relatif sebesar 1% - 3%, tetapi kesalahan ini dapat diperkecil lagi
(Ansel, 1989).
Sedangkan kapsul terdiri atas bahan aktif yang dilindungi oleh cangkang yang
terbuat dari gelatin yang merupakan suatu protein yang segera rusak dalam saluran
cerna dan memungkinkan getah lambung masuk. Isi kapsul mulai terlepas dan
memasuki media sebelum cangkang terlarut sempurna sementara cairan lambung
mulai merebes ke isi kapsul sehingga proses disolusinya cepat (Ansel, 2005).
Suatu bahan tambahan dalam formulasi dapat berinteraksi secara langsung
dengan obat membentuk suatu kompleks yang larut atau tidak larut dalam air. Sifat-
sifat fisika kimia dari obat dan bahan-bahan penambah menetapkan laju
penglepasan obat dari bentuk sediaan dan transpor berikutnya melewati membran-
membran biologis. Dari studi biofarmasetik memberi fakta yang kuat bahwa
metode pabrikasi dan formulasi dengan nyata mempengaruhi bioavailabilitas obat
tersebut (Shargel, 1988).

20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
 Bentuk sediaan tablet lebih cepat terdisolusi dikarenakan formula yang
dikandungnya mudah terurai oleh karena air dibandingkan dengan kapsul
yang harus melalui penyerapan air oleh cangkang dan terdisolusi dalam air.
 Dari percobaan yang dilakukan didapatkan hasil laju disolusi tablet
paracetamol lebih cepat dibandingkan dengan laju disolusi tablet
paracetamol karena cangkang kapsul yang sulit terurai oleh karena kelarutan
yang rendah dari cangkang kapsul
 Dari percobaan yang dilakukan didapatkan hasil laju disolusi CTM merek
dagang lebih cepat dibandingkan dengan generik karena faktor formulasi
dimana zat tambahan yang melindungi bahan aktif supaya lebih mudah
terurai.

5.2 Saran
- Pada percobaan selanjutnya dapat digunakan jenis obat lain seperti

sulfamerazin,sulfasetamid,theofillin, Na diklofenak, K diklofenak, asam

mefenamat, dan antalgin.

- Pada percobaan selanjutnya dapat digunakan berbagai macam bentuk

sediaan obat seperti kaplet, pil, tablet effervescent, tablet controlled

release,dan tablet sustened release

21
DAFTAR PUDTAKA

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Halaman
Halim, A. Riri H, dan Maria D. 2010. Profil Disolusi Parasetamol Mukoadhesif
Menggunakan Kombinasi Polimer Natrium Karboksimetilselulosa dan
Gom Arab. Jurnal Farmasi Higea Vol 2. Halaman 51-52
Jackson, A.j. (1994). Generic And Bioequivqlence. London : CRC Press. Halaman
: 103
Kee, dan Joyce L. (1993). Farmakolgi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakatra :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 6
Shargel, L. dan Andrew B. (2016). Applied Biopharmaceutic And
Pharmacokinetics. New York : Mc Garw Hill Education. Halaman:419-
Syahputri, M. dan July M. (1991). Pemastian Mutu Obat. Jakarta : penerbit Buku
Kedokteran EGC. Halaman 97-99

22
LAMPIRAN FLOWSHEET

Lampiran 1
Flowsheet
a. Pembuatan 5 L Medium Lambung Buatan Ph 1,2

10 g NaCl

 Dilarutkan dalam akuades hingga NaCl larut


 Ditambahkan pepsin sedikit demi sedikit
 Ditambahkan 35 ml HCl secara perlahan
 Dicukupkan hingga 5000 ml

5 L medium
lambung buatan
pH 1,2

b. Pembuatan Akuades Bebas CO2


Akuades
 Dimasukkan akuades ke dalam ceret listrik
 Dipanaskan hingga mendidih
 Dibuka tutupnya selama 5 menit
 Didiamkan hingga dingin dan tidak boleh menyerap CO2
dari udara

Aquades bebas CO2

c. Pembuatan 5 L NaOH 0,2 N


NaOH 44 g
 Dilarutkan dengan akuades bebas CO2
 Dicukupkan dengan akuades hingga 5000 ml

5 L NaOH 0,2 N

23
d. Pembuatan 5 L Dapar Fosfat pH 7,4
34,02 g Kalium
dihidrogen fosfat

 Dicampur dengan 977,5 ml NaOH 0,2 N


 Diencerkan dengan akuades bebas CO2 hingga 5000 ml
5 L medium dapar fosfat

e. Uji disolusi CTM dan Parasetamol

Uji disolusi

 Diatur suhu medium 37 ± 0,5o C


 Dimasukkan 900 ml medium ke dalam tabung disolusi
 Dimasukkan sediaan
 Pada menit ke 5,10,20,30,45,60,75 diambil 5 ml aliquot
dengan menggunakan spuit
 Ditambahkan 5 ml medium ke dalam tabung disolusi pada
setiap pengambilan sediaan hingga volume tetap 900 ml
 Diencerkan dengan medium disolusi hingga 25 ml
 Diukur absorbansi
Absorbansi sediaan

PERHITUNGAN
Lampiran 2 : Perhitungan
Uji Disolusi CTM Tablet Generik
Persamaan regresi : y = 0,048143x + 0,001000
Konsentrasi :
Menit ke 0 : y = 0,048143x + 0,001000
0,132 = 0,048143 x + 0,001000
0,131 = 0,048143 x
X = 2,7210
Menit ke 5 : y = 0,048143x + 0,001000
0,122 = 0,048143x + 0,001000

24
0,121 = 0,048143x
X = 2,5133
Menit ke 10: y = 0,048143x + 0,001000
0,112 = 0,048143x + 0,001000
0,111 = 0,48143x
X = 2,3056
Menit ke 20: y = 0,048143x + 0,001000
0,111= 0,048143x
X = 2,2848
Menit ke 30 : y = 0,048143x + 0,001000
0,107 = 0,048143x + 0,001000
0,106 = 0,048143x
X = 2,2017
Menit ke 40: y = 0,048143x + 0,001000
0,112 = 0,048143x + 0,001000
0,111 = 0,48143x
X = 2,3056

Menit ke 50 : y = 0,048143x + 0,001000


0,116 = 0,048143x = 0,001000
X = 2,4510
Menit ke 60 : y = 0,048143x + 0,001000
0,119 = 0,048143 x + 0,00100
0,118 = 0,048143 x
X = 2,4510

Uji Disolusi CTM Tablet Dagang


Persamaan regresi : y = 0,048143x + 0,001000
Konsentrasi :
Menit ke 0 : y = 0,048143x + 0,001000
0,096 = 0,048143 x + 0,001000

25
0,095 = 0,048143 x
X = 1,9732
Menit ke 5 : y = 0,048143x + 0,001000
0,108 = 0,048143x + 0,001000
0,107 = 0,048143x
X = 2,2225
Menit ke 10: y = 0,048143x + 0,001000
0,123 = 0,048143x + 0,001000
0,122 = 0,48143x
X = 2,5341
Menit ke 20: y = 0,048143x + 0,001000
0,115= 0,048143x + 0,001000
X = 2,3679
Menit ke 30 : y = 0,048143x + 0,001000
0,109 = 0,048143x + 0,001000
0,108 = 0,048143x
X = 2,2433
Menit ke 40: y = 0,048143x + 0,001000
0,154 = 0,048143x + 0,001000
0,153 = 0,48143x
X = 3,1780

Menit ke 50 : y = 0,048143x + 0,001000


0,133 = 0,048143x = 0,001000
X = 2,7418
Menit ke 60 : y = 0,048143x + 0,001000
0,125 = 0,048143 x + 0,00100
0,124 = 0,048143 x
X = 2,5756

26
Uji Disolusi Paracetamol generik
Menit 0 : 0,354 = 0,089390x+0,151611
0,202389 = 0,089390x
X =0,2281

Menit 5 : 0,571 = 0,089390x+0,151611


0,4558389 = 0,089390x
X=0,5099

Menit 10 : 0,928 = 0,089390x+0,151611


0,776389 = 0,089390x
X=0,68521

Menit 20 : 1,43 = 0,089390x+0,151611


1,280389 = 0,089390x
X=14,3236

Menit 30 : 1,679 = 0,089390x+0,151611


1,527389 = 0,089390x
X=17,0867

Menit 40 : 1,811 = 0,089390x+0,151611


1,659389 =0,089390x
X=18,5634

Menit 50 : 1,999 = 0,089390x+0,151611


1,847389 = 0,089390x
X=20,6966

Menit 60 : 2,321 = 0,089390x+0,151611


2,869389 = 0,089390x
X=24,2663

27
Perhitungan regresi paracetamol dagang
Menit 0 : 0,001 =0,089390x+0,151611
-0,150611 =0,089390x
X=-1,6848

Menit 5 : 0,217 =0,089390x+0,151611


0,065389 =0,089390x
X=0,7315

Menit 10 :0,4171 =0,089390x+0,151611


0,265489 =0,089390x
X=2,9836
Menit 20: 0,5143 =0,089390x+0,151611
0,362689 =0,089390x
X=4,0751
Menit 30 :0,5924 =0,089390x+0,151611
0,440789 =0,089390x
X=5,3993

Menit 40 : 0,6316 = 0,0890x + 0,151611


0,479 = 0,0890 x
X = 5,3931

Menit 50 :0,7999 =0,089390x+0,151611


0,648289 =0,089390x
X=7,2841

Menit 60 :0,8216 =0,089390x+0,151611


0,6899 =0,089390x
X=7,5265

Uji Disolusi paracetamol kapsul


Menit 0 : 0,108 =0,089390x+0,151611
-0,0636 =0,089390x
X= 0,4882

28
Menit 5 : 0,113 =0,089390x+0,151611
0,0978 =0,089390x
X=1,0945

Menit 10 :0,182 =0,089390x+0,151611


0,1668 =0,089390x
X=1,8664

Menit 20 :1,328 =0,089390x+0,151611


1,2968 =0,089390x
X=14,5076

Menit 30 : 1,599=0,089390x+0,151611
1,5839=0,089390x
X=17,7189

Menit 40:1,707 =0,089390x+0,151611


1,6918389 =0,089390x
X=18,9264

Menit 50 : 1,884=0,089390x+0,151611
1,8688389 =0,089390x
X=20,9065

Menit 60 : 1,853=0,089390x+0,151611
1,8378389 =0,089390x
X=20,5597

29
LAMPIRAN GAMBAR

Spektrofotometer UV-Vis Dissolution Tester

Beaker glass Botol TImbang

Labu Tentukur Pipet teetes

30
Kaca arloji Neraca analitik

Vial Erlenmeyer

Batang pengaduk Bola hisap

31
32

Anda mungkin juga menyukai